Kelompok 1 - Mekanisme Reaksi Kompleks Dan Polimerisasi - Kinetika Kimia - 4B
Kelompok 1 - Mekanisme Reaksi Kompleks Dan Polimerisasi - Kinetika Kimia - 4B
Kelompok 1 - Mekanisme Reaksi Kompleks Dan Polimerisasi - Kinetika Kimia - 4B
Dosen Pengampu:
1. Lisa Tania, S.Pd., M.Sc.
2. Andrian Saputra, S.Pd., M.Sc.
Mata Kuliah:
Kinetika Kimia
Disusun Oleh:
1. Alvira Melinda 2013023030
2. Hardini Anggun 2013023010
3. Ika Diva Agustin 2013023004
4. Rizka Awalia R 2013023060
5. Zhilal Zhafirah 2013023034
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya.
Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ― Mekanisme Reaksi dan
Polimerisasi‖ dengan tepat waktu.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kinetika Kimia. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca. Kami
menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah. Untuk itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Kinetika kimia merupakan ilmu kimia yang mempelajari tentang kecepatan / laju
reaksi, mekanisme reaksi kimia, dan persamaan matematik sebagai sarana
perhitungannya, serta perubahan-perubahan yang terjadi pada tiap kondisi yang
berbeda. Dalam kinetika kimia amat berhubungan erat dengan mekanisme reaksi serta
proses-proses yang terjadi dialamnya. Reaksi kimia tidak selalu berjalan pada satu
langkah reaksi, pada kebanyakan kasus dapat terjadi melalui sejumlah tahap. Untuk
suatu hukum laju reaksi sederhana, sangat mungkin terjadi dengan melibatkan
sejumlah tahapan reaksi yang hanya berkaitan dengan satu atau dua molekul saja.
Tiap tahapan reaksi ini disebut dengan reaksi elementer. Sederetan reaksi elementer
yang berkaitan dengan suatu reaksi keseluruhan inilah yang disebut dengan
mekanisme reaksi.
Didalam makalah ini akan membahas mekanisme reaksi kompeks dan polimerisasi,
yang dimana dalam tinjauan sistem kinetika kompleks terdiri dari penggolongan
reaksi kompleks, reaksi bolak balik: order satu, reaksi bolak balik: order tinggi, reaksi
konkuren, reaksi konsekutif, dan langkah penentuan reaksi. Kemudian tinjauan
kinetika reaksi kompleks diantaranya reaksi berantai yang melibatkan radikal, reaksi
peledakan, serta reaksi polimerisasi serta tahap-tahapan dalam reaksi polmerisasi.
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu mekanisme reaksi dalam kinetika kimia?
2. Bagaimanakah penggolongan reaksi kompleks?
3. Bagaimanakah reaksi bolak balik pada order satu?
4. Bagaimanakah reaksi bolak balik pada order tinggi?
5. Apa itu reaksi konkuren?
6. Apa aitu reaksi konsekutif?
7. Bagaimana Langkah penentuan laju reaksi?
8. Bagaimanakah reaksi berantai yang melibatkan radikal?
9. Apa itu reaksi peledakan?
10. Apa itu reaksi polimerisasi?
1
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui mekanisme reaksi dalam kinetika kimia.
2. Untuk mengetahui penggolongan reaksi kompleks.
3. Untuk mengetahui reaksi bolak balik pada order satu.
4. Untuk mengetahui reaksi bolak balik pada order tinggi.
5. Untuk mengetahui proses yang terjadi pada reaksi konkuren.
6. Untuk mengetahui proses yang terjadi pada reaksi konsekutif.
7. Untuk mengetahui Langkah-langkah dalam penentuan laju reaksi.
8. Untuk mengetahui proses reaksi berantai yang melibatkan radikal.
9. Untuk mengetahui bagaimana reaksi peledakan.
10. Untuk mengetahui bagaimana reaksi polimerisasi serta tahapan-tahapan yang
terjadi pada reaksi polimerisasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEKANISME REAKSI
Reaksi kimia tidak selalu berjalan pada satu langkah reaksi, pada kebanyakan
kasus dapat terjadi melalui sejumlah tahap. Untuk suatu hukum laju reaksi sederhana,
sangat mungkin terjadi dengan melibatkan sejumlah tahapan reaksi yang hanya
berkaitan dengan satu atau dua molekul saja.
Tiap tahapan reaksi ini disebut dengan reaksi elementer. Sederetan reaksi
elementer yang berkaitan dengan suatu reaksi keseluruhan inilah yang disebut dengan
mekanisme reaksi.Ditinjau dari molekularitas, yaitu jumlah molekul pereaksi dalam
tahap sederhana, maka tiap tahap mekanisme reaksi mungkin tergolong unimolekuler,
bimolekuler dan termolekuler tergantung pada apakah satu, dua, atau tiga molekul
yang terlibat sebagai pereaksi.
Untuk reaksi elementer, molekuleritas (uni-,bi-, tri-) sama dengan order reaksi (satu,
dua atau tiga), tetapi tidak sama artinya dalam hukum laju keseluruhan.
Reaksi Elementer
Untuk reaksi elementer, molekuleritas (uni-,bi-, tri-) sama dengan order reaksi
(satu, dua atau tiga), tetapi tidak sama artinya dalam hukum laju keseluruhan
Unimolecular A
Bimolecular A+B
Termolecular A+B+C
Reaksi bimolekuler :
H + Br2 HBr + Br
Artinya satu atom H tertentu akan menyerang molekul Br2 tertentu, menghasilkan
molekul HBr dan Br.
Pada reaksi unimolekuler :
Molekul tunggal saling bertumbukan menjadi susunan molekul baru. Contoh :
isomerisasi siklopropana menjadi propena
3
Laju reaksi unimolekul order pertama terhadap reaktan :
Laju reaksi tersebut dapat berupa yang kompleks karena hukum laju tersebut
ternyata dapat berasal dari mekanisme reaksi yang rumit. Pada dasarnya
mekanisme reaksi harus menghasilkan hukum laju yang diamati dan harus
sesuai dengan perubahan kimia yang terjadi.
Contoh :
Reaksi : CO + Cl2 COCl2
Laju reaksi eksperimental ternyata : - (d[CO]/dt) = k [CO] [Cl2]1/2
- Kesimpulan ? Reaksi tidak mengikuti keadaan seperti persamaan yang
ditulis.
- Harus disusun suatu mekanisme reaksi yang terdiri dari beberapa reaksi
elementer yang mampu menjelaskan persamaan laju reaksi tersebut :
(1) Reaksi peluruhan Cl2 Cl + Cl
(2) Reaksi tumbukan Cl + CO COCl
(3) Reaksi tumbukan COCl + Cl2 COCl2 + Cl
(4) Reaksi tumbukan Cl + Cl Cl2
4
Mekanisme reaksi elementer berurutan
Reaksi dekomposisi A menjadi C dengan melewati intermediat B
1. Laju dekomposisi A
5
6. Jika diatur [I]0 = 0, maka penyelesaiannya adalah:
8. Maka
Jawab :
Ketergantungan produk I pada waktu dinyatakan dengan :
Nilai [I] maksimum jika turunannya adalah sama dengan nol, jika :
kac-kac = kbc-kbc
Dengan demikian, waktu saat I maksimum adalah :
6
Hal ini berarti bahwa pembentukan P hanya bergantung pada konstanta laju yang
lebih kecil. Jadi laju pembentukan P hanya bergantung pada laju pembentukan I,
tidak pada laju perubahan I menjadi P.
Dengan demikian, tahap A I ini disebut tahap penentu dari laju reaksi tersebut.
Secara umum tahap penentu laju adalah tahap dengan konstanta laju reaksi yang
terkecil.
7
Untuk kasus reaksi konsekutif, pers (2) akan menjadi :
P terbentuk dari reaksi peluruhan A order satu dengan konstanta laju ka dan
merupakan langkah penentu reaksi. Penyelesaiannya adalah :
Soal :
Turunkanlah hukum laju untuk dekomposisi ozon dalam reaksi order 2 untuk :
2 O3 (g) 3 O2 (g) berdasarkan mekansimen berikut :
8
B. PENGGOLONGAN REAKSI KOMPLEKS
a. Reaksi bolak-balik
Jika produk suatu reaksi dapat saling berkombinasi satu sama menghasilkan
reaktan seperti semula, maka laju yang berlawanan dari reaksi akan menurun
sebagai produk reaksi yang terakumulasi. Terkadang tercapai keadaan
keseimbangan dinamik pada kedua arah laju ke kanan dan ke kiri dengan
kecepatan yang sama.
b. Reaksi konkuren
Jika produk suatu reaksi dapat saling berkombinasi satu sama lain dengan dua
jalan yang berbeda atau lebih menghasilkan produk yang sama atau berbeda. Laju
keseluruhan ditunjukkan dengan reaktan yang akan dijumpai tersusun atas
langkah reaksi individual yang dimungkinkan.
c. Reaksi konsekutif
Seringkali dijumpai reaktan dalam sistem tidak berkombinasi secara langsung
sehingga menghasilkan produk akhir tetapi lebih dahulu membentuk senyawa
intermediet dan kemudian baru bereaksi lebih lanjut dengan reaktan atau bereaksi
dengan sesama intermediet menghasilkan produk.
1. A→ B
2. B→ A (1)
Harga adalah konstanta laju reaksi orde satu secara berurutan. Laju reaksi
terhadap A:
(2)
9
A dan B adalah konsentrasi senyawa A dan B setiap saat. dan adalah harga
konsentrasi awal A dan B pada t=0. Sehingga dengan mensubtitusikan kedalam
persamaan (2) diperoleh:
(4)
(5)
(7)
(8)
→
←
10
b. Interkonversi terkatalisis dari n-butana dan isobutana dalam larutan
(1)
(1)
(2)
Jika maka:
(3)
(4)
D. REAKSI KONKUREN
Jika produk suatu reaksi dapat saling berkombinasi satu sama lain dengan dua jalan
yang berbeda atau lebih maka menghasilkan produk yang sama atau berbeda. Laju
11
keseluruhan ditunjukkan dengan reaktan yang akan di jumpai tersusun langkah reaksi
individual yang di mungkinkan.
Contoh reaksi yang mengikuti mekanisme ini adalah reaksi reduksi dari hidrogen
peroksida dengan ion iodide. Reaksi ini dapat di gambarkan dengan skema sebagai
berikut:
{ }
Untuk kasus reaksi yang lain adalah dengan reaksi sebagai berikut
(1) → reaksi orde satu
(2) → reaksi orde dua
12
E. REAKSI KONSEKUTIF
Pada reaksi ini produk dari sebuah reaksi menjadi reaktan dalam reaksi selanjutnya,
hal ini disebut juga mekanisme reaksi berkelanjutan.
→ →
2 NaClO
Penentuan ini dapat dilakukan dari hasil penjabaran laju reaksi berdasarkan
penyelesaian integral matematik.
Persamaan diintegrasikan untuk mencari nilai [A] sebagai fungsi waktu atau [A] =g(t)
13
Asumsi :
- Reaksi selalu berlangsung pada temperatur konstan (T konstan maka k juga
konstan)
- Volume konstan
- Reaksi berlansung secara ireversibel (k0 relatif sangat besar)
Inisiasi
Perambatan
Perlambatan
Terminasi
14
(1)
(2)
(3)
( )
(4)
Tetapan laju reaksinya adalah:
( )
(5)
(6)
Sehingga persamaan (4) menjadi:
(7)
H. REAKSI PELEDAK
Ledakan termal terjadi karena pertambahan laju reaksi dengan cepat, dengan
bertambahnya temperatur. Jika energi reaksi eksoterm tidak dapat kelur, maka
temperatur sistem reaksi naik, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Percepatan
laju menyebabkan kenaikan temperatur yang lebih cepat, sehingga reaksi berlangsung
lebih cepat lagi…cepat yang membawa bencana. Ledakan percabangan rantai dapat
terjadi, jika dalam reaksi terdapat tahap percabangan rantai. Pada keadaan demikian,
jumlah pusat rantai tumbuh secara eksponensial dan laju reaksi dapat terus bertambah
menjadi ledakan. Contoh kedua jenis ledakan, diberikan oleh reaksi antara hidrogen
dan oksigen.
Walaupun reaksi netonya sangat sederhana, tetapi mekanismenya sangat rumit dan
belum dijelaskan sepenuhnya. Sudah diketahui bahwa mekanisme ini meliputi reaksi
15
berantai dan pembawa rantainya adalah H, O, OH dan O.H. Beberapa tahapnya
adalah:
Inisiasi: H₂ + O₂ → OH + H
Terjadinya ledakan bergantung pada temperatur dan tekanan sistem, dan daerah
ledakan untuk reaksi itu terlihat dalam Gambar di bawah:
Gambar.2
Pada tekanan sangat rendah, sistem itu berada di luar daerah ledakan, dan
campuran itu bereaksi dengan lancar. Pada tekanan ini, pembawa rantai yang
dihasilkan dalam tahap percabangan, dapat mencapai dinding wadah. Di tempat
itu, pembawa rantai ini bergabung (dengan efisiensi yang bergantung pada
komposisi wadah). Penambahan tekanan (sepanjang garis putus-putus dalam
gambar) membawa sistem melalui limit ledakan pertama ka temperatur lebih besar
dari 730 K), Campuran ini akan meledak, karena pembawa rantai bereaksi
sebelum mencapai dinding, sehingga reaksi percabangan sangat efisien. Jika
tekanan berada di atas limit ledakan kedua, maksi berlangsung lancar. Konsentrasi
molekul dalam gas akan sangat besar, sehingga radikal yang dihasilkan dalam
reaksi seperti O₂ + H → O2H. Reaksi penggabungan ulang seperti ini dipermudah
oleh tumbukan tiga partikel, karena partikel ke tiga (M) dapat menghilangkan
kelebihan energinya:
O₂ + H+M → O₂H + M*
16
Pada tekanan rendah, tumbukan tiga-partikel tidak berperan, sehingga
penggabungan ulang jauh lebih lambat. Pada tekanan lebih tinggi, ketika
tumbukan tiga-badan berperan, perambatan sangat cepat dari rantai, yang
disebabkan oleh radikal yang dihasilkan dalam tahap percabangan, diredam
sebagian. Hal ini disebabkan: bukan O2 yang terbentuk, tetapi O2H. sehingga
reaksinya merupakan kebalikan dari tahap percabangan. Jika tekanan dinaikkan
sampai di atas limit ledakan ketiga, maka laju reaksinya bertambah, sehingga
terjadi ledakan termal.
I. REAKSI POLIMERISASI
Dalam polimerisasi berantai monomer M menyerang monomer lainnya, berikatan
dengannya, kemudian unit itu menyerang monomer lainnya dan seterusnya.Monomer
dihabiskan perlahan-lahan melalui reksi pengikatan dengan rantai yang tumbuh.
Dalam polimerisasi berantai, polimer tinggi terbentuk dengan cepat, dan seperti yang
akan kita lihat secara rinci kemudian, dengan waktu reaksi yang panjang, hanya
medan polimer yang bertambah sedangkan massa molarnya tidak. Dalam polimerisasi
bertahap, setiap dua monomer yang terdapat dalam campuran reaksi, dapat berikatan
pada setiap waktu, dan pertumbuhan polimer tidak berbatas pada rantai yang sudah
terbentuk. Konsekuensi dari proses ini adalah: monomernya cepat habis dan (seperti
akan kita lihat), massa molar rata-rata dari produk, makin besar dengan makin
lamanya waktu reaksi.
1. Polimerisasi berantai
Polimerisasi berantai menghasilkan pertumbuhan cepat rantai polimer individual
untuk setiap monomer teraktifkan. Umumnya hal ini terjadi dengan adisi, sering
kali dengan proses berantai radikal. Contohnya meliputi polimerisasi adisi dari
etena, metil metakrilat, dan stiren.
Hukum laju untuk polimerisasi berantai
Dalam proses polimerisasi berantai, terdapat tiga tahap reaksi dasar:
a. Inisiasi:
I→ 2R v = k[I]
M+R M₁ (cepat)
dengan I merupakan inisiator dan M, adalah radikal monomer. Kita sudah
memperlihatkan reaksi terbentuknya radikal, tetapi dalam beberapa
polimerisasi, tahap inisiasi menghasilkan pembentukan pembawa rantai
kation atau anion. Tahap penentu laju adalah pembentukan radikal R
dengan homolisis inisiator. Dengan demikian, laju inisiasi sama dengan v
di atas.
b. Perambatan:
M + .M1 .M₂
17
M + .M₂ → .M3
M + .Mn-1 → .Mn kp[M][.M]
Karena rangkaian reaksi ini merambat dengan cepat, maka laju per
tumbuhan konsentrasi total radikal, sama dengan laju tahap inisiasi
penentu laju, dan kita dapat menuliskan
= 2¢k, [1]
c. Terminasi:
Mn + M m Mn + m
v = k1[.M]²
= -2k, [M]²
Dalam prakteknya, mungkin ada halangan dari tahap terminasi yang lain.
Reaksi samping juga mungkin terjadi, seperti transfer rantai, dengan
reaksi:
M + R
Menginisiasikan rantai baru dengan mengorbankan rantai yang sedang
tumbuh. Konsentrasi total radikal, kurang lebih konstan selama bagian
terbesar polimerisasi, karena laju pembentukan radikal dengan instansi,
kurang lebih sama dengan laju penghilang radikal dengan terminasi. Jadi,
dapat digunakan asumsi keadaan tunak untuk menuliskan:
= [I] - 2 [M =0
{ }
[.M][M]
18
( )
(4)
Jadi keseluruhan polimerisasi, sebanding dengan akar konsetrasi
inisiator.
V=
Oleh karena itu, panjang rantai kinetic, sama dengan perbandingan laju
perambatan dan inisiasi.
Karena laju inisiasi sama dengan laju terminasi,maka ungkapan itu dapat
dituliskan sebagai berikut:
Jika diganti dengan ungkapan keadaan tunak untuk konsetrasi radikal, maka
diperoleh:
Makin lambat inisiasi rantai (konsentrasi inisiator makin kecil dari konstanta laju
inisiasi kecil) makin besarlah panjang rantai kinetic.
Polimerisasi bertahap
Poliester dan Poliuretan terbentuk dengan cara serupa (pada poliuretan, tanpa
eliminasi). Contohnya, poliester dapat dianggap sebagai hasil kondensasi
bertahap asam hidroksi HO-M-COOH. Kita akan membahas pembentukan
poliester dari monomer tersebut, dan mengukur kemajuannya berkenaan dengan
konsentrasi gugus -COOH dalam sampel (yang diberi notasi A), yang perlahan-
lahan menghilang dengan berlangsungnya kondensasi. Karena reaksi kondensasi
19
dapat terjadi di antara setiap monomer yang sesuai, maka dalam campuran reaksi
dapat tumbuh rantai dengan panjang berbeda-beda. Kita akan menunjukkan,
bagaimana menggunakan skema reaksi ini untuk meramalkan distribusi massa
molar.
Akan tetapi, karena terdapat satu gugus –CH untuk setiap gugus –COOH, maka
persamaan ini sama dengan:
Fraksi p dari gugus –COOH yang sudah berkondensasi pada waktu t adalah
Sehingga :
(10)
Polimerisasi statistic
Dapat diambilkesimpulan yang sama tentang derajat polimerisasi, seperti dalam
contoh 27.4, dengan membahas peluang p terbentuknya ikatan antara satu gugus
(misalnya -COOH) dengan molekul lain. Pada awal reaksi p= 0; dan pada akhir
reaksi p= 1.
20
yang merupakan ungkapan yang sama, dengan yang diperoleh dari kinetika dalam
(Gambar 1). Dari gambar itu, jelas bahwa kita memerlukan p mendekati 1, agar
memperoleh polimer dengan massa molar besar.
Gambar.1
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil adalah Mekanisme reaksi tidak mengikuti keadaan
seperti persamaan yang ditulis. Reaksi kompleks tidak mengikuti persamaan orde
kinetika nol, satu, atau dua bahkan tiga. Reaksi yang terjadi bisa melibatkan lebih dari
satu tahapan atau reaksi elementer Reaksi bolak-balik orde satu ini mampu mencapai
keadaan keseimbangan dinamik pada kedua arah laju ke kanan dan ke kiri dengan
kecepatan yang sama. Untuk reaksi bolak balik orde tinggi ini kita dapat mengetahui
terdapat 2 kasus yang mungkin terjadi
Proses terjadinya reaksi konkuren yaitu reaksi nya dapat saling berkombinasi satu
sama lain dengan dua jalan yang berbeda atau lebih maka akan menghasilkan produk
yang sama atau berbeda. Pada reaksi konsekutif, reaksi ini produk dari sebuah reaksi
menjadi reaktan dalam reaksi selanjutnya, hal ini disebut juga mekanisme reaksi
berkelanjutan. Pada langkah-langkah penentuan laju reaksi, order reaksi ini tidak
sama dengan koefisien reaksi seimbang. Penentuan order reaksi secara praktis yaitu:
(Metoda pengukuran laju awal, Pendekatan waktu paro, Metode Powell-Plot, Metoda
isolasi, Penentuan laju reaksi dengan grafik). Pada reaksi berantai yang melibatkan
radikal, Reaksi berantai ini sering menghasilkan hukum laju yang rumit (tetapi tidak
tidak selalu). Misalnya pada reaksi termal antara H2 dan Br2.Reaksi termal antara H2
dan Br2 ini terjadi melalui tahapan inisiasi, perambatan, perlambatan, dan terminasi.
Untuk reaksi peledakan, terjadinya ledakan ini bergantung pada temperatur dan
tekanan sistem, dan daerah ledakan untuk reaksi itu. Hal ini disebabkan: bukan O2
yang terbentuk, tetapi O2H. sehingga reaksinya merupakan kebalikan dari tahap
percabangan. Jika tekanan dinaikkan sampai di atas limit ledakan ketiga, maka laju
reaksinya bertambah, sehingga terjadi ledakan termal. Dalam polimerisasi berantai
monomer M menyerang monomer lainnya, berikatan dengannya, kemudian unit itu
menyerang monomer lainnya dan seterusnya.Monomer dihabiskan perlahan-lahan
melalui reksi pengikatan dengan rantai yang tumbuh. Polimerisasi berantai
menghasilkan pertumbuhan cepat rantai polimer individual untuk setiap monomer
teraktifkan. Umumnya hal ini terjadi dengan adisi, sering kali dengan proses berantai
radikal. Contohnya meliputi polimerisasi adisi dari etena, metil metakrilat, dan stiren.
22
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W., 1997, Kimia Fisika, jilid 2, edisi ke-4 (di terjemahkan oleh
Kartohadiprojo, I.,), Penerbit Erlangga, Jakarta.
23