Naskah Terdampar
Naskah Terdampar
Naskah Terdampar
GENDUT : Seluruh makanan persediaan habis. Tak ada yang tersisa sedikitpun.
KURUS : Saya kira masih ada saus sedikit dan kacang buncis.
GENDUT : “Sesuatu?” Saudara2ku, kita harus melihat kenyataan. Apa yang kita
inginkan sebenarnya merupakan …
KURUS : Kau katakan bahwa persediaan makanan telah habis. Lalu apa yang kau
pikirkan?
GENDUT : Saudara2, kita bukanlah anak kecil. Ijinkanlah saya menyatakan bahwa
kita semuanya tidak dapat serentak berkata: “marilah kita mulai.” Dalam situasi
semacam ini, salah seorang di antara kita seharusnya berkata : “Sekiranya saudara
tidak keberatan, silahkan saudara mengusulkan diri sendiri.”
SEDANG : Siapa?
KURUS : Siapa?
KURUS : Maafkan kalau saya mengatakan dengan terus terang, bahwa saya orang
yang tamak. Saya selalu memikirkan diri sendiri. Bahkan ketika saya masih
sekolah, saya biasa makan siang seorang diri, saya tak pernah membagi makanan
saya dengan orang lain.
GENDUT : Alangkah tidak menyenangkan. Kalau dalam hal ini kita terpaksa
harus melakukan dengan undian.
SEDANG : Baik.
GENDUT : Kita akan ambil undian dengan cara sebagai berikut. Salah satu dari
kalian menyatakan sebuah nomor. Kemudian seorang lagi akan memilih nomor
lainnya. Akhirnya sayapun akan memilih nomor yang ketiga. Apabila jumlah
ketiga nomor itu ganjil, maka undian jatuh pada saya. Saya boleh kalian makan.
Tetapi, apabila jumlah nomor itu genap, salah satu dari kalian boleh dimakan.
(PAUSE)
SEDANG : Tidak … Saya tidak suka cara-cara berjudi.
KURUS : Apa yang terjadi kalau sekiranya yang kau lakukan yang salah?
SEDANG : Sebaiknya kita mencari jalan lain saja. Kita orang-orang yang
berbudaya. Menarik undian adalah cara-cara sisa jaman dulu.
SEDANG : Ide yang baik. (KEPADA SIGENDUT) Saya usulkan, agar kau dan
aku membentuk satu front dalam pemilihan. Itu akan memudahkan kampanye.
GENDUT : Tetapi sudah tidak ada jalan lain. Kalau kau lebih menyukai
kediktatoran, maka saya akan berbahagia kalau dapat menciptakan kekuasaan
tertinggi.
KURUS : Dan tidak boleh membentuk satu front. Setiap calon harus berkampanye
sendiri-sendiri dan terpisah.
KURUS : Sebentar. Kalau kita akan mengatur pemilihan ini dengan cara orang
yang berbudaya, kita tidak dapat meninggalkan cara kampanye sebelum pemilihan.
Di mana-mana di negeri yang berbudaya kampanye harus mendahului pemilihan.
KURUS : Lebih baik saya bicara belakangan. Saya tak pernah menjadi orator yang
baik.
SEDANG : Benar. Semua ide tentang pemilihan ini berasal darimu. Kau harus
bicara yang pertama.
KURUS : Oh, tentu, kalau memang itu yang kalian kehendaki. (BERDIRI DI
ATAS KURSINYA SEBAGAI DI ATAS MEMBAR. YANG DUA LAINNYA
MENGATUR DIRI DI DEPANNYA. SIGENDUT MENGAMBIL
SAPUTANGAN DARI BAJUNYA KEMUDIAN DIBUKA DAN
BERTULISKAN: KITA INGIN MAKAN) hemmm…………Saudara-saudara…
GENDUT : Saya setuju sekali. Persetan dengan ide yang muluk. Yang kita maui
adalah kebenaran.
SEDANG : Itu bukan alasan. Kalau itu merupakan soal yang dianggap baik oleh
masyarakat, rasa haru tidak diperlukan lagi. Anak2mu bisa bermain sendiri.
GENDUT &
SEDANG : Yang kita inginkan makanan. Kita ingin makan.
SEDANG : Saya bukanlah seorang ahli pidato dan saya tak hendak bicara lama.
Bagi saya perbuatan lebih penting dari bicara. Bahkan sejak masa kanak-kanak
saya sudah tertarik dalam hal masak-memasak, seni masak. Meskipun makanan
yang saya senangi hanyalah sedikit – ya sungguh. Saya adalah orang yang kurang
nafsu makan dan kukatakan terus terang makan saya hanyalah sedikit, seperlunya
atau hampir boleh dikatakan tidak makan. Apa yang harus kukatakan? Saya tak
perlu makan apa-apa. Dua tahun yang lalu barangkali saya makan sesuap nasi di
sini atau di sana. Itu hanya dua atau tiga hari sekali. Tetapi sekarang, tidak sama
sekali. Baru-baru ini sayapun makan bersama kalian dan makan saya sedikit.
Tetapi meskipun begitu, mempersiapkan makanan adalah kegemaran dalam hidup
saya. Sebagai seorang ahli masak, tidak ada yang lebih menggembirakan daripada
menyaksikan dan menunggui orang makan masakan yang saya buat. Hanyalah itu
balasan yang kuingini,……Kalau dapat saya tambahkan, saya ini ahli memasak
daging. Bumbu yang saya gunakan tak ada bandingannya. Hanya itulah yang dapat
saya katakan.
GENDUT : Cukup sekian. Hanya itu. Tak ada lagi ocehan, petuah atau filsafat
yang akan saya sampaikan. Mari kita maju terus.
GENDUT : Ya, baiklah. Habislah sudah masa kampanye. Marilah kita adakan
pemungutan suara.
KURUS : Sungguh-sungguh banyak terima kasih.
GENDUT : Terima kasih kembali. Apalagi yang dapat saya lakukan untuk anda
saya selalu siap sedia. (GENDUT BERJALAN KESUDUT LAIN DARI RAKIT.
KINI SIGENDUT DAN SISEDANG MENGISI KARTU-KARTU MEREKA.
SEMENTARA ITU SIKURUS TERUS BERDIRI MEMBELAKANGI MEREKA
SAMBIL MEMANDANG KE LAUT. KEMUDIAN PADA SAAT YANG
BERSAMAAN MEREKA BERBALIK, BERJALAN KETENGAH RAKIT DAN
MENARUH KARTU-KARU MEREKA DI ATAS TOPI) Kini kita akan
menghitung suara.
KURUS : Apakah kamu mencoba menyabot pemilihan kita yang bebas dan
demokrasi?
GENDUT : Inilah suatu krisis kabinet. Mungkinkah akan lebih mudah untuk
menunjuk atau mengangkat seorang calon?
KURUS : Persis. Seperti yang kuduga. Tidak. Itu di luar pertanyaan.
SEDANG : Suatu pekerjaan yang paling buruk. Demokrasi tidak berjalan. Tirani
tidak dapat diterima. Kita harus pikirkan sesuatu.
GENDUT : Dalam saat-saat seperti ini satu-satunya orang yang dapat menolong
kita adalah seseorang yang berbakti dan terilhami yang mau menawarkan dirinya
sendiri. Bila bentuk normal dari tingkah laku gagal. Sering petualang-petualanglah
yang menyelamatkan keadaan. (MENYIAPKAN SEKALI LAGI UNTUK
PIDATO) Kawan yang terhormat……
GENDUT : Kawan yang terhormat. Kita tahu bahwa ciri-ciri khas sesuatu bakti
terhadap tugas, kasih sesama dan ketaatan tidak dapat dibatalkan. Sejak saat
pertemuan kita saya lihat bahwa dalam dirimu terdapat sesuatu yang berbeda dari
kami. Saya tentu saja menunjuk kepada keluhuranmu yang asli, hasratmu yang
teguh untuk membantu kebaikan, kesediaan untuk……Bukan begitu kawan?
KURUS : Tidak.
KURUS : Tidak.
GENDUT : Apakah kamu benar-benar menolak?
SEDANG : Saya tak hendak bicara kepadamu lagi. Saya kira anda seorang
terhormat, pahlawan dari rakit kita. tetapi ternyata anda telah berlaku sebagai
seorang bangsat. Selamat tinggal. (PERGI DAN MEMBELAKANGI SIKURUS)
GENDUT : Kami sangat kecewa. Jelaslah bahwa kehormatan tiada artinya bagimu.
Akan tetapi mungkin anda dapat menyerahkan suatu jalan keluar yang lain, bukan?
KURUS : Mengapa?
GENDUT : Nah, anda mengira bahwa keadilan yang universal itu akan mengganti
ketidak bahagiaanmu hingga kini?
KURUS : Ya.
GENDUT : Itu suatu hal yang luar biasa, bahwa orang yang hanya mengeluh
mengenai kekurangadilan adalah anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab.
Mereka menuntut keadilan, hanya karena mengharapkan keuntungan dari sukses
orang lain.
KURUS : Tidak, aku tidak mengundurkan diri. Aku menyetujui apapun. Dengan
syarat bahwa keputusan adil.
GENDUT : Kau maksudkan dengan syarat bahwa engkau tidak dimakan?
KURUS : Nah, kau menyindir. Keadilan pertama-tama, bukan?
GENDUT : Marilah duduk, tuan-tuan. Saya tahu ini sesuatu yang sukar, tetapi
harus kita laksanakan.
KURUS : Aku punya ibu. Mulai saat ini ia bersedih dalam kesepian. Ibuku yang
malang.
GENDUT : Jelaslah bagiku dari segi keadilan, persoalannya mudah saja. Sungguh-
sungguhkah akan bertentangan dengan suara hatimu untuk menggangu seorang
anak yatim? Bahkan orang-orang buaspun berpendapat bahwa menjadi yatim
adalah salah satu dari kemalangan-kemalangan yang paling hebat. Tidak tuan-tuan,
jika salah seorang dari kita sebagai anak yatim dimakan, hal itu akan merupakan
suatu tamparan terhadap keadilan yang paling dasar. Bukanlah menjadi yatim
sudah cukup menderita, hingga ada alasan untuk tidak usah dimakan.
GENDUT : Nah, kini anda bicara seperti kanak-kanak. Bagaimana dapat kita
buktikan hal-hal seperti itu?
KURUS : Segala yang dapat kukatakan adalah bahwa ia merasa tak sehat. Waktu
aku berangkat, begitu banyak pembicaraan tentang penyakit di dunia modern……
SEDANG : Jangan bicarakan hal itu, kawan. Ada hal-hal yang lebih baik
dilupakan saja.
GENDUT : Dan ingatkah kau akan sanak keluarga yang jauh, tiran keji yang
mengambil keju untuk umpan pasangan tikus?
KURUS : Maafkan, saya kira saya mendengar seseorang sedang bicara di lautan.
(MENDENGARKAN)
KURUS : Tidak, aku tidak melakukan hal itu. Aha, aku sungguh2 mendengarnya
saat itu.
SUARA : Tolong……
GENDUT : Ya, ada seseorang berenang ke arah kita. anak2 yatim selalu mendapat
yang paling buruk dari nasib baik.
KURUS : Ya, itu mungkin. Seorang petani dalam perjalanannya ke pasar jatuh ke
dalam air bersama dengan babinya. Dan waktu berenang mempergunakan satu
tangannya untuk menggantung babi, satu2-nya harta miliknya……
TK. POS : Ya, tentu saja. Selama sepuluh tahun aku biasa mengantar surat
untuknya. Aku sendiri sama sekali tidak menduga akan bertemu anda di tengah2
lautan. Banyak hal yang telah berubah cepat, seperti yang kini terjadi. Aku
membawa telegram untukmu.
TK. POS : Ya, waktu itu aku berjalan ke arah rumahmu. Di tepi pantai akan
menyerahkan telegram ini, ketika sebuah gelombang menghanyutkanku.
Untunglah aku pandai berenang. (MELIHAT DALAM TAS) Ini.
TK. POS : Asli, hanya saja basah. Anda tahu karena kena air……
KURUS : Horeeeeee……
SEDANG : Astaga.
KURUS : Dan kembali ke pokok pembicaraan, ijinkan aku menyatakan bahwa kini
aku seorang yatim seperti kamu dan karenanya kita harus membuka kembali
diskusi dan sekali lagi mempertimbangkan mengenai hal bahwa salah seorang dari
kita dimakan.
GENDUT : Aku protes. Itu tipu muslihat. Kamu telah merencanakan semuanya
dengan tukang pos ini.
GENDUT : Berapa rupiah kau bayar dia? Saya kira kamu dulu teman sekelas.
GENDUT : Baik, akan kami tanyai dia. Jika dia bilang ya, jika ia memberi
kesaksian adanya kejahatan, kami akan memakan kamu tanpa ijin untuk naik
banding. Jika ia menyangkal, kami akan memakan tukang pos ini.
TK. POS : Apa2an pula ini dengan memakan aku segala? Aku baru saja datang.
GENDUT : Itulah alasannya. Kamu masih segar……dan pasti memenuhi selera.
TK. POS : Jangan khawatir. Aku telah mengabdi selama 30 tahun lebih tanpa cela.
GENDUT : Kita boroskan waktu saja. Apakah kamu bersekongkol dengan orang
ini? Ya atau tidak? Jika jawabannya ya dan berita kematian ibunya ternyata palsu
kami akan memberi ginjal dan barangkali juga bagian yang empuk lainnya. Akan
tetapi jika keteranganmu benar, maka kami bertiga anak yatim ini akan
memakanmu berdasarkan alasan sederhana bahwa engkau seorang tukang pos.
kantor pos adala suatu lembaga umum dan karenanya harus mengabdi semua
orang.
TK. POS : Hal itu tak perlu ditakutkan. Selama bertahun2 saya telah hidup sebagai
tukang pos yang jujur, aku tak dapat disuap dengan ginjal.
KURUS : Tidak, jangan pergi, jangan pergi. Katakan dulu kepada mereka ini
bahwa aku tidak bersalah. Tunggu. (SAMBIL MELAMBAIKAN SURAT
TELEGRAM) Nah, kawan2, anda lihat dari segi keadilan, keadilan kita adalah
identik. Kita bertiga ini anak yatim.
GENDUT : Anda lupa bahwa ada macam2 keadilan. Misalnya keadilan sejarah.
TK. POS : (MUNCUL DARI LAUT, BERSANDAR PADA TEPI RAKIT) Maaf,
saya lupa tanda terima. Segala pembicaraan mengenai makan orang, membuat
hilang akal.
GENDUT : Jadi ayahmu seorang pekerja kantor? Persis seperti kuharapkan. Anda
tahu menjadi apakah ayahku?
KURUS : Tidak.
GENDUT : Oleh sebab itu keadilan yang diputuskan sekarang bahwa engkau akan
dimakan, disebut keadilan historis.
GENDUT : Ya Tuhan, apa yang terjadi sekarang? (DI SISI PANJANG RAKIT
NAMPAK KEPALA SEORANG TUA BUTLER YANG TELAH BERUBAN)
HAMBA : Yang Mulia, alangkah bahagianya aku dapat bertemu dengan Yang
Mulia.
GENDUT : Pergi!!!
HAMBA : Betapa mengherankan bahwa mataku yang tua ini akan melihatmu
sekali lagi, Yang Mulia. Semua orang di istana begitu khawatir. Tatkala terdengar
berita bahwa kapal Yang Mulia tenggelam, aku tak dapat menahan diri lagi. Aku
bilang pada diri sendiri, kemana ia pergi, aku pergi juga. Nasibnya adalah nasibku.
Maka aku terjun ke laut dan sampai di sinilah aku sekarang. Alangkah bahagianya,
oh?!
KURUS : (MENJADI GEMBIRA) Memang. Aku tahu bahwa anda biasa hidup di
istana dan anda belajar naik kuda……
GENDUT : Kuda? Bahkan ayahku tak mampu membeli kuda yang paling
jelekpun. Kamu berpikir tentang masa kanak2mu sendiri yang begitu hina.
KURUS : Kini berakhirlah sudah. Apakah anda mengatakan bahwa aku, aku yang
pernah naik kuda?
KURUS : Tidak, ini melampaui segala pengertian. Aku menyatakan sungguh2 aku
tidak punya hubungan apapun dengan seekor kuda.
GENDUT : Lebih2 aku. Ayahku yang miskin bahkan tak mengenal kata “kuda”. Ia
buta huruf.
GENDUT : Kawan, saya takut saya tidak bisa lagi mengatakan sesuatu kepadamu
dalam diskusi ini. Anda menderita halusinasi.
GENDUT : Tentu. Ini adalah makan siang yang khas. (SEDANG MENARUH
SENDOK2 TEH)
GENDUT : Memang segala sesuatu harus seperti adanya. Kita ini orang2 yang
berbudaya. (SELAMA PERCAKAPAN TERSEBUT KURUS MUNDUR KE
TEPI RAKIT. MENARIK SATU KURSI DI BELAKANGNYA DAN
BERSEMBUNYI DI BALIKNYA. SEDANG MENARUH KAIN MEJA PUTIH
MELINTANG DI TENGAH RAKIT DAN DENGAN HATI-HATI MENARUH
DUA TEMPAT GENDUT BERHENTI MENGAWASI KURUS. MALAH IA
MENGAWASI SEDANG DAN TIAP KALI MEMBUAT ISYARAT
KEPADANYA MENGENAI DIMANA BERMACAM2 BARANG ITU HARUS
DITARUH. SEGERA MEJA SELESAI DISIAPKAN, KURUS MENANTI
MEREKA GEMETAR DARI BELAKANG KURSI)
KURUS : Saya kira, saya harus bilang kepada anda…… bahwa aku sedang
keracunan.
KURUS : Aku tidak hendak membuat kesukaran. Aku tidak hendak menyakitimu.
Aku suka makan enak dan aku tahu apakah akibat rakus pada seseorang. Jika aku
tidak keracunan, aku takkan menghalang2i, aku berjanji. Tetapi karena demikian
halnya, maka dengan jelas tugasku……
KURUS : Nasehat mengenai makanan enak. Nasehat yang benar2 to the point.
Bukankah…… bukankah akan lebih baik jika aku menuci kakiku lebih dulu?
(SEDANG MEMANDANG DENGAN MENYELIDIK KEPADA GENDUT)
GENDUT : Memang, aku tidak pernah berpikir tentang hal itu. (KEPADA
SEDANG) Bagaimana menurutmu?
SEDANG : (RAGU2) Aku tak tahu…… mungkin ia agak kotor dan sedikit
berpasir…… mungkin memang seharusnya ia dicuci.
GENDUT : Ya, aku bilang bahwa pengorbanan diri adalah suatu cita2 mulia.
KURUS : (MENDENGARKAN DENGAN PERHATIAN) Ya? Ceritalah lebih
banyak.
GENDUT : Saya kira tak ada sesuatupun yang dapat kutambahkan. Pengorbanan
diri, kesediaan mempersembahkan diri.
KURUS : Aku memang sangat mentah dan kurang pengalaman…… tetapi kini aku
melihat ada sesuatu dalam kata2mu.
KURUS : Aku telah terlalu aib. Aku telah menolak semua pernyataan2mu.
GENDUT : Tetapi sungguh2 dalam lubuk hatimu, anda bukanlah orang yang sinis,
menurut pertimbangan perasaan-muliaku, aku dapat melihat permulaan kemajuan.
Bukankah kaki yang sebelah itu sudah cukup?
KURUS : Belum, aku harus mencuci sela2 jari. Jadi kembali ke pokok
pembicaraan, aku harus bilang kepadamu bahwa dalam diriku, mulai saat ini
bangkit manusia baru yang lebih baik. Eeemmm, ngomong-ngomong, apakah anda
tidak keberatan menarik kembali pendapat itu?
KURUS : Tidak, tidak, memang begitulah. Jadi apa yang telah kubicarakan? Aha,
manusia baru yang lebih baik? Memang, apabila sesuatu dimakan sebagai sesuatu
kurban manusia biasa, tentu saja sangat berbeda apabila yang dimakan sebagai
orang manusia baru yang lebih baik dan diluar dari penyerahannya sendiri. Dengan
kata lain, dimakan dengan persetujuan batin sendiri dan ilham yang luhur. Anda
berjanji kepadaku, bahwa segala sesuatu telah diputuskan, bukan?
KURUS : Ha, buruk sekali. Baiklah…… apakah yang kukatakan? Aha, itu
memberikan rasa puas kepada seseorang, suatu perasaan bebas dan merdeka……
GENDUT : Tetap terjamin, aku tidak akan berpendapat begitu tentang dirimu.
Sebaliknya anda akan turun ke dalam perut kami – saya maksud ke dalam ingatan
kami – sebagai seorang pahlawan, sebagai suatu mercu suar dari pembaktian yang
tidak mencari untung. Saya kira kaki sebelah telah selesai, bukan?
GENDUT : Tidak, saya kira sebaiknya kau cuci kaki kanan sedikit lagi……
KURUS : Baiklah.
KURUS : Ya, aku adalah orang pertama yang membuat keputusan agung ini. Aku
adalah orang pertama yang bangkit untuk mengorbankan diri bagi orang2 lain……
GENDUT : Tidak, tidak ada yang keliru mengenai obat pembersih. Kita dapat
menunggu beberapa saat lagi.
KURUS : Kakiku rupanya begitu tak berarti, kini aku telah melihat sinar terang.
Mereka mungkin sama kotornya.
SEDANG : Terus terang aku lebih suka kacang panjang. Apa pendapatmu, Sdr.
Pimpinan?