Mpi 2
Mpi 2
Mpi 2
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dengan meningkatnya pemanfaatan Fasyankes sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan, penerapan manajemen risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
Fasyankes mutlak harus dilaksanakan. baik sumber daya manusia (SDM) di
Fasyankes, pasien dan pengunjung/pengantar, kontraktor maupun masyarakat sekitar
Fasyankes, perlu mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan
/kecelakaan kerja yang dapat ditimbulkan oleh proses kegiatan pemberian pelayanan
maupun kondisi lingkungan Fasyankes
Fasyankes dalam kegiatannya harus menciptakan kondisi yang aman, nyaman dan
sehat. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan manajemen risiko K3 secara terintegrasi
dan menyeluruh sehingga risiko Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja dapat
diminimalisir.
B. Tujuan khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Melakukan identifikasi potensi bahaya
2. Melakukan penilaian risiko K3
3. Melakukan pengendalian risiko K3 di Fasyankes
hal 95
IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ceramah dan tanya jawab
Diskusi kasus
Observasi Lapangan
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
hal 96
5. Fasilitator memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi setiap kelompok
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
POKOK BAHASAN 1
Fasyankes sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya bagi kesehatan. Potensi
bahaya tersebut terdapat di setiap ruangan baik di dalam maupun di luar gedung,
potensi tersebut dapat timbul dari lingkungan tempat kerja, proses kerja, cara kerja, alat
dan bahan kerja yang dapat memungkinkan terjadinya penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja
Tujuan pengenalan potensi bahaya dan penyakit di fasyankes diharapkan SDM dapat
melakukan pengendalian dengan benar sehingga terhindar dari berbagai masalah
kesehatan akibat dari pekerjaanya yaitu PAK dan KAK
Beberapa metode untuk mengidentifikasi atau mengenali bahaya potensial yang ada di
fasilitas pelayanan kesehatan adalah:
- Melakukan inspeksi unit-unit yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan: dengan
melakukan survei jalan selintas (walkthrough survey) untuk melakukan pengamatan
terhadap jenis kegiatan, alur kerja, pekerja yang berisiko, metode atau prosedur
kerja, peralatan dan material/bahan yang digunakan, serta kondisi lingkungan kerja
di masing-masing unit kerja.
- Melakukan konsultasi dan diskusi dengan SDM
- Melakukan peninjauan ulang terhadap informasi yang ada, seperti peninjauan ulang
terhadap alur kerja, metode atau prosedur kerja, serta peralatan dan material/bahan
yang digunakan di unit kerja
Metode yang paling sering dilakukan untuk melihat bahaya potential di Fasyankes bisa
dilakukan dengan SURVEY JALAN SEPINTAS (walk through survey) yang terdiri dari 3
aktivitas utama yaitu:
Lihat (see), yaitu melakukan identifikasi atau rekognisi bahaya di lingkungan kerja
Pikirkan (think), yaitu melakukan evaluasi terhadap potensi bahaya yang termatai
dan ditemukan.
Kendalikan (Do), yaitu merumuskan upaya pengendalian terhadap bahaya yang ada.
Jenis bahaya potential di tempat kerja meliputi :
1. Bahaya potential fisik yang meliputi bahaya kebisingan, pencahayaan, suhu/
tekanan panas, radiasi vibrasi dan debu
2. Bahaya potential penggunaan bahan kimia
3. Bahaya potential ergonomi
4. Bahaya potential biologi
5. Bahaya potential psikososial
hal 97
6. Bahaya potential kecelakaan kerja
Tabel 2.1. Contoh Bahaya Potential di Fasyankes berdasrkan jenis bahaya potential
Suhu panas
atau suhu
terlalu dingin
hal 98
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
natural
Penempat
an alat
kerja
termasuk
komputer
tidak
ergonomis
hal 99
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
bakteri panjang pasien Tersandung
Jamur Terjatuh
Percikan •Kebakaran
Kontaminasi •Tumpahan
bahan kimia,
atau specimen
Ruang tindakan Suhu Disinfekt Cairan tubuh Shift kerja Posisi Tertusuk
Kelembaban an mengandung Hubungan janggal jarum,
Pencahayaan Alkohol Virus , interperson Berdiri lama Tersayat
kloretil Bakteri, al benda tajam
jamur
hal 100
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
Ruang rontgen •Radiasi pengion Bahan cuci •Bakteri Hubungan Angkat •Terpeleset,
•Suhu dan film •Virus interperson angkut terjatuh
kelembaban •Jamur, al Posisi •Tersandung,
•Pencahayaan Vektor dan kerja tidak tergores,
kurang binatang natural tersetrum,terti
pengganggu mpa barang
hal 101
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
(untuk interperson tidak
monitor jenis al pegawai sesuai
tabung/CRT) standar
Posisi kerja
tidak
natural
Penempat
an alat
kerja
termasuk
komputer
tidak
ergonomis
Ruang administrasi Kelembaban Debu Jamur Beban Duduk Terpeleset,
Pencahayaan kerja lama >2 Terjatuh
berlebih jam Tersandung,
Kerja Posisi Tergores,
monoton kerja yang Tersetrum,
Hubungan tidak Tertimpa
interperso natural barang
nal Tata letak
komputer
Tata letak
ruang
Gudang obat Suhu dan Bahan Jamur Kerja Angkat Terpeleset,
kelembaban larutan vector monoton angkut Terjatuh
Pencahayaan obatantis (tikus, Beban kerja Posisi kerja Tersandung,
kurang eptik kecoak) berlebih tidak natural Tergores,
maupun Tersetrum,
desinfekt Tungau Tertimpa
an Legionella barang,
Debu pada AC Terbakar
Obat
Gudang logistic Suhu dan Bahan Jamur, Kerja Angkat Terpeleset,
kelembaban larutan vector monoton angkut Terjatuh
Pencahayaan obat (tikus, Beban kerja Posisi kerja Tersandung,
kurang antiseptik kecoak) berlebih tidak natural Tergores,
maupun Tersetrum,
desinfekt Tertimpa
an barang
Debu
hal 102
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
Dapur atau pantry Suhu panas Debu Bakteri Hubungan Angkat Lantai licin
Kelembaban Vektor interperson angkut Tabung gas
Pencahayaan Binatang al manual
pembawa Postur
penyakit janggal
hal 103
Ruangan Bahaya Fisik Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya
Kimia Biologi psikososial Ergonomi kecelakaan
kerja
pengha
rum
ruangan
(spray)
bekas,
dll)
Potensi bahaya umum yaitu potensi bahaya dan kemungkinan masalah kesehatan dan
atau kecelakaan kerja yang mungkin timbul yang sama terdapat di setiap ruangan seperti
tabel di bawah ini:
Tabel 2.3. Potensi bahaya Umum di Fasyankes
No. Potensi Jenis Bahaya Masalah Kesehatan/ Kecelakaan Kerja
Bahaya
1 Fisik Pencahayaan Gangguan mata Tertusuk bena
Suhu/kelembaban Kepanasan, kedinginan tajam
Ventilasi Stress
Pengap
2 Biologi Lalat, Diare,
kecoa, Pes,
tikus, Malaria,
nyamuk, kucing Demam Berdarah,
Typhoid,
TORCH
3 Ergonomi Posisi Duduk terlalu Gangguan Muskuloskeletal Kram
lama (> 6 jam)
Posisi berdiri (> 4
jam)
4 Psikososial Hubungan sesama StresKerja Terjatuh
petugas/interpersona
l Kelelahan
Beban kerja Stres kerja
Shift kerja Stres kerja
Kesejahteraan
5 Sanitasi Sampah non medis Pencemaran
Air bersih lingkungan, penularan
Jamban penyakit Infeksi
6 Gaya Hidup Pola makan Gangguan gizi
Olahraga Penyakit tidak menular
Merokok Gangguan paru
Perilaku kerja PAK, KAK
hal 104
Pintu masuk/keluar terpeleset
Tata letak ruangan Terbentur,
Ukuran ruangan tertabrak
Kenyamanan
terganggu
Listrik: Terbentur,
Kabel terkelupas kenyamanan
Instalasi yang tidak terganggu
standar
Hubungan arus Luka setrum
pendek. Luka bakar,
Beban listrik kebakaran
berlebihan
Kebakaran
Kebakaran
POKOK BAHASAN 2
hal 105
Langkah-langkah HIRARC:
Mengacu kepada AS/NZS 4360 tahun 2004 yang diadopsi ke dalam ISO 31000,
proses implementasi manajemen risiko terdiri atas beberapa aktivitas dan
tahapan.:
a. Persiapan Manajemen Risiko
b. Identifikasi Risiko
c. Analisis Risiko
d. Pengendalian Risiko
hal 106
2) Pembentukan tim pelaksana manajemen risiko K3
3) Penentuan wewenang dan tanggung jawab tim pelaksana manajemen risiko
K3
4) Penentuan ruang lingkup manajemen risiko K3, seperti misalnya : Penentuan
semua aktivitas di tempat kerja termasuk pelayanan kesehatan, penentuan
jenis bahaya yang akan dikelola, meliputi bahaya fisik, biologi, kimia,
ergonomi, atau psikososial
5) Penentuan metode analisis risiko K3, seperti metode kualitatif atau
semikuantitatif
6) Penentuan waktu pelaksanaan evaluasi risiko K3 , Pengembangan
kriteria/matriks risiko K3, bagaimana cara menentukan tingkat kemungkinan
(likelihood), pada tingkat risiko dikategorikan dapat diterima (acceptable atau
tolerable)
Dalam pengembangan kriteria/matriks risiko K3, faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan antara lain untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
memiliki kebutuhan untuk mengelola risiko yang sederhana dapat
menggunakan metode kualitatif.
b. IDENTIFIKASI RISIKO
Identifikasi risiko adalah upaya untuk mengenali sesuatu atau keadaan atau bahaya
yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Identifikasi bahaya potensial ini bukan hanya kegiatan
mengenali bahaya potensial itu sendiri tetapi juga mempelajari karakteristik bahaya
potensial secara spesifik dan mengidentifikasi pekerja yang berisiko sehingga
tindakan pengendalian yang tepat dapat ditentukan.
Pada umumnya, risiko dapat disebabkan karena aspek-aspek berikut dan interaksi
antar aspek tersebut, seperti:
- Lingkungan kerja fisik
- Peralatan dan material/bahan yang digunakan
- Proses kerja dan bagaimana proses kerja tersebut dilaksanakan
- Desain pekerjaan dan manajemen
hal 107
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola. Identifikasi
harus dilakukan terhadap semua risiko, baik risiko terhadap keselamatan maupun
kesehatan di tempat kerja.
Tabel 2.4.. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko di Fasyankes antara lain :
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan Manajemen Sumber dan keterbatasan keuangan
Struktur organisasi
Standar dan tujuan kebijakan
Safety culture
Lingkungan pekerjaan Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
Beban kerja dan pola shift
Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
Dukungan administratif dan manajerial
Tim Komunikasi verbal
Komunikasi tulisan
Supervisi dan pemanduan
Struktur tim
Individu dan staf Kemampuan dan ketrampilan
Motivasi
Kesehatan mental dan fisik
Penugasan Desain penugasan dan kejelasan struktur penugasan
Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada
Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
Bahasa dan komunikasi
Faktor sosial dan personal
hal 108
c. ANALISIS/PENILAIAN RISIKO K3
Risiko harus dilakukan analisis dan evaluasi risiko untuk mengetahui mana yang
risiko tinggi, sedang dan rendah. Hasil penilaian dilakukan intervensi atau
pengendalian. Intervensi terhadap risiko mempertimbangkan pada kategori risiko
yang tinggi.
Untuk mengetahui kategori risiko tinggi, sedang, atau rendah secara teori dilakukan
dengan rumus:
1) Analisis Kualitatif
Dalam analisis kualitatif, tingkat risiko dinilai dengan menggunakan skala deskriptif
saja, dengan menggunakan sebuah formulir analisis risiko yang sederhana namun
komprehensif.
Analisa risiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif dengan melihat efek
bahaya potensial (efek) dan kemungkinan terjadinya (probabilitas).
Efek paparan dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, berat (Lihat Tabel 2.5).
Probabilitas dapat dibedakan menjadi hampir tidak mungkin, mungkin, dan sangat
mungkin (Lihat Tabel 2.6).
Untuk menentukan kategori risiko sesuai rumus di atas dapat dilihat pada Tabel 2.7
Secara sederhana risiko tinggi dapat dilihat dan diketahui dari seberapa sering
(frekuensi) paparan tersebut kepada SDM Fasyankes dan durasi (lama) paparan
pada SDM Fasyankes. Contoh yang termasuk kategori risiko tinggi di Fasyankes
adalah tertusuk jarum suntik dan bahaya faktor biologi seperti bakteri, virus, jamur.
Ruang risiko tinggi pada Fasyankes terjadi pada karyawan di ruang poli umum,
UGD, dan poli gigi.
hal 109
Tabel 2.5. Kategori Efek/Dampak/Konsekuensi
Dampak/
Efek pada Pekerja
Konsekuensi
Ringan Sakit atau cedera yang hanya membutuhkan P3K dan
tidak terlalu mengganggu proses kerja
Mungkin
Kemungkinan
hal 110
Penjelasan tingkat risiko di atas dapat membantu untuk menentukan prioritas risiko
yang harus dikendalikan. Kategori risiko tinggi dan tidak dapat diterima harus segera
dikendalikan.
Risiko dengan tingkat sedang juga perlu diperhatikan terutama jika ada potensi
gangguan kesehatan yang menimbulkan hilangnya hari kerja. Sebaliknya, risiko
dengan tingkat rendah tidak menjadi prioritas untuk dikendalikan, namun apabila
terdapat pengendalian yang mudah untuk dilakukan dan biayanya rendah, hal tersebut
dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan segera.
Pengendalian risiko berdasarkan skala prioritas tingkat risiko sebagaimana tertera
pada tabel berikut.
Berikut terlampir contoh kategori risiko K3 di Fasyankes berdasarkan ruang yang harus
dilakukan pengendalian risiko, namun penggunaannya harus di sesuaikan dengan
penilaian dan analisis risiko yang ada di ruang Fasyankes setempat
hal 111
Biologi
Bakteri Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
Virus
Psikososial
Shift kerja Stress kerja Sering Tinggi
3 Poli gigi Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Biologi
Bakteri Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
Virus
Kecelakaan Kerja Hepatitis
Tertusuk jarum HIV Sering Tinggi
4 Poli KIA Biologi
Biologi tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
Virus terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Kecelakaan Kerja Hepatitis
Tertusuk jarum HIV Sering Tinggi
Biologi
Biologi Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
hal 112
Virus Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kecelakaan Kerja Hepatitis
Tertusuk jarum HIV Sering Tinggi
7 Ruang apotik Kimia
• Debu partikel Gangguan pernapasan, iritasi Sering Tinggi
• Larutan (obat cair)
• Desinfektan
Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
8 Gudang obat Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Kimia Gangguan pernafasan, Sering Tinggi
Debu partikel iritasi,keracunan
Larutan (obat cair)
Desinfektan
9 Ruang Bersalin Biologi
Biologi Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
Virus Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kimia
Desinfektan Batuk, iritasi,keracunan Sering Tinggi
Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Kecelakaan Kerja Hepatitis
Tertusuk jarum HIV Sering Tinggi
10 Laboratorium Biologi
Biologi Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
Virus Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kimia
Reagen Iritasi, luka bakar, dan keracunan Sering Tinggi
Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Kecelakaan Kerja Hepatitis
Tertusuk jarum HIV Sering Tinggi
11 R. administrasi Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
hal 113
Psikososial
Beban kerja Stress kerja Sering Tinggi
Hubungan antar
pegawai
12 Gudang Ergonomi
barang/alkes Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
Cara angkat dan
angkut
Biologi
Jamur Gangguan kulit Sering Tinggi
Vektor Gangguan pernapasan
Fisik
• Suhu panas • Gangguan kulit Sering Sedang
• Cepat lelah
Kimia
Debu Gangguan Pernapasan Sering Sedang
13 Dapur Fisik
Suhu panas Gangguan kulit Sering Tinggi
Dehidrasi
Kecelakaan Kerja
Terpeleset Trauma Sering Tinggi
Terpotong Luka potong
Tersiram minyak Luka bakar
panas
Ergonomi
Posisi Kerja Gangguan otot rangka Sering Tinggi
Cara Kerja
AKTIVITAS EFFEK
Menyuntik pasien Tertusuk jarum suntik bekas pakai
hal 114
c) Tentukan Nilai besarnya efek/dampak/konsekuensi
( Kategori Effek/dampak : tentukan berdasrkan kesepakatan contoh Tabel 5)
hal 115
f) Hitunglah Nilai besarnya kemungkinan/peluang, dengan mengkalikan E X P
Kategori Keterangan
hal 116
Tabel 2.12. Matriks Risiko
Dampak
X 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5
Kemungkinan 2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
EVALUASI RISIKO
Evaluasi Risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisis risiko dengan
kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan atau besarnya dapat di terima
atau di toleransi. Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar.
Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa bahaya dibuat tingkatan
prioritas manajemennya.
Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam
kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja
tanpa harus melakukan pengendalian.
hal 117
di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat
menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40
jam seminggu.
5) Pengukuran sampel personal
Hasil inspeksi dan pengukuran (baik pada lingkungan kerja maupun personal)
kemudian dibandingkan dengan standar-standar yang berlaku baik nasional atau
internasional, antara lain:
1. NAB ( Nilai Ambang Batas), dapat digunakan untuk :
- Melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk
mencegah dampaknya terhadap kesehatan
- Sebagai kadar standar untuk perbandingan
2. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
- OSHA – PEL (Permissilble Exposure Limit), yaitu konsentrasi maksimum dari
suatu substansi di udara yang diatur oleh OSHA dimana pekerja mungkin
terpajan.
- OSHA – REL (Recommended Exposure Limit), yaitu pajanan maksimum
terhadap bahan kimia atau fisika yang direkomendasikan di tempat kerja.
OSHA – REL dimaksudkan untuk mencegah efek kesehatan pada pekerja.
3. American Conference of Governmental Industrial Hygiensists (ACGIH) –
Threshold Limit Value (TLV)
- TLV – TWA (Time-weighted Average), yaitu rata-rata konsentrasi pajanan
bahaya selama 8 jam kerja/hari. Pajanan lebih dari 8 jam/hari atau lebih dari
40 jam kerja/minggu dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan pekerja.
- TLV – STEL (Short-term Exposure Limit), yaitu konsentrasi pajanan
maksimum yang diperbolehkan dalam waktu 15 menit selama maksimal 4
kali pada setiap hari kerja. Masing-masing periode pajanan harus berjarak
minimal 60 menit setelah periode pajanan sebelumnya.
- TLV – C (Ceiling), yaitu konsentrasi pajanan substansi bahaya yang tidak
boleh dilewati, walaupun dalam waktu yang singkat.
Sumber: CDC, 1988
Tahapan evaluasi juga meliputi penentuan kategori tingkat risiko K3, apakah
termasuk dalam kategori Dapat Diterima, Moderat, atau Penting.
Kategori tingkat risiko ini penting untuk menentukan prioritas pengendalian risiko
dan jangka waktu pengendaliannya.
hal 118
Membutuhkan
pengendalian
8 – 12 Bermakna Prioritas 2
dalam waktu 3
bulan
Membutuhkan
pengendalian
segera
15 – 25 Tinggi Penting Prioritas 1
(maksimal
dalam waktu 1
bulan)
d. PENGENDALIAN RISIKO
Pengendalian risiko K3 adalah suatu upaya pengendalian potensi bahaya yang
ditemukan di tempat kerja.
Pengendalian risiko perlu dilakukan sesudah menentukan prioritas risiko, metode
pengendalian dapat diterapkan berdasarkan hierarki dan lokasi pengendalian
Pengendalian risiko merupakan tahapan terakhir dalam manajemen risiko. Bila
tingkat risiko belum dapat diterima, maka risiko harus dikendalikan sampai kepada
tingkat risiko yang dapat diterima. Beberapa metode pengendalian dapat
diterapkan, dan dapat dilihat berdasarkan lokasi pengendaliannya, atau
berdasarkan hierarkinya.
Berdasarkan lokasinya, pengendalian risiko dapat dilakukan di sumber, di media
antara sumber dan pekerja, ataupun dilakukan pada pekerja.
Metode yang dapat diterapkan berdasarkan lokasi pengendaliannyadapat dilihat
pada Tabel berikut:
hal 119
Gambar Hierarki Pengendalian Risiko K3 dari NIOSH (National Institute For
Occupational Safety and Health)
hal 120
pengendalian yang lain sebagai pendukung. Contoh pengendalian
administrasi diantaranya:
a) Pelatihan/sosialisasi/penyuluhan pada SDM Fasyankes.
b) Penyusunan prosedur kerja bagi SDM Fasyankes.
c) Pengaturan terkait pemeliharaan alat.
d) Pengaturan shift kerja.
5) Alat Pelindung Diri
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam mengendalikan risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasyankes merupakan hal yang sangat
penting, khususnya terkait bahaya biologi dengan risiko yang paling tinggi
terjadi, sehingga penggunaan APD menjadi satu prosedur utama di dalam
proses asuhan pelayanan kesehatan.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh SDM dari potensi bahaya di Fasyankes. Alat pelindung diri tidak
mengurangi pajanan dari sumbernya hanya saja mengurangi jumlah pajanan
yang masuk ke tubuh. Alat pelindung diri bersifat eksklusif (hanya melindungi
individu) dan spesifik (setiap alat memiliki spesifikasi bahaya yang dapat
dikendalikan). Implementasi alat pelindung diri seharusnya menjadi
komplementer dari upaya pengendalian di atasnya dan/atau apabila
pengendalian di atasnya belum cukup efektif.
hal 121
No APD Lokasi pemakaian APD
cleaning service, ruang pembuatan
kacamata, unit transfusi darah
5. Apron Ruang sterilisasi, ruang persalinan,
radiologi, ruang tindakan dokter gigi,
ruang tindakan untuk kasus infeksi
6. Sarung tangan Ruang tindakan, ruang KIA, ruang
tindakan dokter gigi, ruang sterilisasi,
laboratorium, dapur, cleaning service,
optik, ruang farmasi, unit tansfusi darah
7. Sepatu boot Tempat pembuangan limbah, ruang
laundry, pertolongan persalinan
8. Jas lab Ruang farmasi, laboratorium
9. Coverall Ruang observasi khusus dalam
pelayanan kekarantinaan kesehatan
Untuk faktor risiko biologi yang sangat infeksius dan bahan kimia,
dapat menggunakan bentuk APD secara lengkap atau merujuk pada
juknis terkait.
Alat Pelindung Diri dalam Konsep Pengendalian Lingkungan Kerja
Menurut Permenakertrans No 08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Diri
(APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemapuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri
tidak mengurangi pajanan dari sumbernya hanya saja mengurangi
jumlah pajanan yang masuk ke dalam tubuh pekerja. Sifat dari alat
pelindung diri ialah eksklusif (hanya melindungi individu) dan spesifik
(setiap alat memiliki spesifikasi bahaya yang dapat dikendalikan).
Alat pelindung diri memerlukan pemeliharaan yang tepat dan ada
beberapa yang bersifat sekali pakai. Implementasi alat pelindung diri
seringkali menjadi komplementer dari upaya pengendalian di atasnya
dan/atau apabila pengendalian di atasnya belum cukup efektif
hal 122
REFERENSI:
1. NIOSH Guidelines for Protecting the Safety and Health of Health Care Workers,
1998
2. PP No 50 Tahun 2012 tentang SMK3
3. Permenkes No 52 Tahun 2018 tentang K3 di Fasyankes
4. Pedoman K3 Puskesmas
5. Pedoman Manajemen Risiko di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
hal 123
LAMPIRAN 1
Tujuan:
Peserta dapat melakukan identifikasi, analisis risiko K3, dan pengendaliannya
Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 4-5 kelompok
2. Masing-masing kelompok memilih salah satu unit kerja di Fasyankes yang akan
dibuatkan matriks risikonya
3. Tentukan ruang lingkup dan formulir yang akan digunakan, identifikasi semua
bahaya yang ada di unit kerja tersebut
4. Diskusikan dengan kelompok, lakukan analisis risiko dengan menentukan tingkat
probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkat
risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas x
konsekuensi)
5. Lakukan penentuan prioritas dari seluruh bahaya yang sudah teridentifikasi dan
diketahui angka atau level risikonya
6. Tentukan program pengendalian risiko yang dibutuhkan
7. Kelompok mempresentasikan hasil latihan yang sudah dikerjakan oleh kelompok
masing-masing
hal 124
Form 1. : IDENTIFIKASI BAHAYA POTENSIAL
BAGIAN : .................................................
Tanggal :
Kelompok : ...............................................
hal 125
Form 2 : MATRIKS ANALISIS RISIKO DAMPAK KESEHATAN
Bahaya Fisik
SUMBER ANALISIS KATEGORI
BAHAYA RISIKO
BAHAYA AKIBAT BAHAYA TINGKAT
E P R RISIKO
Bising
Getaran
Debu
Panas
Radiasi
Bahaya
gravitasi
(terpeleset,
tersandung,
jatuh)
Bahaya listrik
Bising
hal 126
Form 3 : MATRIKS ANALISIS RISIKO DAMPAK KESEHATAN
Bahaya Ergonomi
SUMBER ANALISIS RISIKO KATEGORI
BAHAYA BAHAYA AKIBAT E P R TINGKAT
Ergonomi BAHAYA RISIKO
(misal)
Pekerjaan yang
dilakukan secara
manual
Pekerjaan yang
berulang
hal 127