Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Bimbingan Konseling Pasian Lansia Sonia Dian Pratiwi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BIMBINGAN KONSELING PADA LANSIA PENDERITA DIABETES

MELITUS DENGAN KASUS GIGIGOYANG,GINGIVITIS


PERIODONTITIS DAN XEROSTOMIA

LAPORAN PRAKTIKUM

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pembimbing:

drg.Neneng Nurjanah.M.kes

Disusun oleh:

Nama : Sonia Dian Pratiwi

NIM : P17325123483

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KESEHATAN GIGI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
individu ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Terapi Gigi dengan
judul “Bimbingan Konseling pada Lansia penderita diabetes mellitus dengan kasus gigi
goyang,gingivitis,periodontitis,xerostomia”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Bimbingan Konseling Terapi Gigi yang telah memberikan penulis kesempatan
untuk dapat menyelesaikan laporan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan baik kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.

Bandung, 22 february 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................................2
B. Tujuan………….......................................................................................................3
C. Manfaat.....................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Lansia ………...………………………………........................................4
B. Definisi Diabetes Melitus........................................................................................7
C. Definisi Periodontitis…………………...................................................................7
D. Definisi Xerostomia……………………................................................................8
E. Identitas Pasien…………………………………………………............................9
F. Keluhan Pasien……………………………………………………………………9
G. Analisa Kasus……………………………………………………………………..10
BAB III PEMBAHASAN
A. Pembahasan Masalah pasien……………………………………………………...11
B. Implementasi Bimbingan Konseling dan pemecahan masalah...............................11
C. Hambatan Padasaat pemecahan Masalah………………………………………....12
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….13
B. Saran……………………………………………………………………………...13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................14

iii
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Diabetes melitus atau di Indonesia lebih dikenal dengan kencing manis telah menjadi
masalah Kesehatan yang cukup serius dan merupakan penyakit endoktrin yang paling
banyak ditemui. Diabetes melitus merupakan katagori penyakit tidak menular ( PTM ) yag
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.
Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan pada penderita nya
setiap tahun di negara – negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan
metabolic menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga
menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relative, akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah ( Infodatin, 2014; Sarwono dkk, 2007)
Menurut Internasional of Diabetic Federation (IDF) 2017, tingkat prevalensi global
penderita diabetes melitus di Asia Tenggara pada 2017 adalah sebesar 8,5%. Diperikarakan
akan mengalami peningkatan menjadi 11,1%pada tahun 2045 dimana Indonesia menempati
urutan ke- 6 setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Mexico dengan jumlah
penderita diabetes melitus sebesar 10,3 juta penderita (IDF 2017). Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018, Lampung menduduki peringkat ke- 8 terendah dengan
persentase 1,8%.
Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi, yaitu
gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan
tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit periodontal merupakan salah satu
penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat
menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Studi etiologi, pencegahan dan
perawatan penyakit periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah (Putri,
Herijulianti, dan Nurjanah, 2011).
Gingivitis merupakan penyakit periodontal yang melibatkan jaringan gingiva, disebabkan
oleh invasi bakteri dan bersifat reversible jika dilakukan pembersihan plakdansikat gigi
secara teratur. Sebanyak 50-90% orang dewasa di seluruh dunia mengalami gingivitis. Di
Eropa, gingivitis ditemukan pada 30-60% populasi. Sedangkan studi pada 1000 orang
2
dewasa di Amerika menunjukan bahwa 55,7% partisipan memiliki inflamasi gingiva dari
ringan hingga parah berdasarkan penilaian gingival index (GI). Berdasarkan laporan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, prevalensi gingivitis di Indonesia adalah 74%
Pada diabetes melitus tipe 1 sekitar 16% dijumpai gejala xerostomia dan terutama pada
diabetes melitus tipe 2 yaitu sekitar 54% dari total penderita diabetes melitus di seluruh
dunia. Gejala subjektif xerostomia meliputi mulut terasa kering, keinginan minum
meningkat, kesulitan merasakan makanan, kesulitan menelan, rasa terbakar pada lidah, dan
kesulitan mengunakan gigi tiruan lepasan. Xerostomia menyebabkan mukosa mulut menjadi
kering sehingga mudah mengalami iritasi dan infeksi. Pada penderita diabetes melitus tidak
semua yang mengalami xerostomia namun lebih dari 50% penderita diabetes mengalami
xerostomia, hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor karateristik.

B. Tujuan

Memberikan edukasi kepada pasien lansia dengan riwayat diabetes mellitus mengena apa
saja yang menjadi penyebab gigi goyang ,gingivitis dan menurunya produksi salifah pada
penderita diabetes mellitus,sekali gus memberikan penyuluhan cara pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut.

C. Manfaat

1. Bagi Penulis
Dengan adanya kegiatan penyuluhan ini diharapkan penulis dapat lebih memperdalam
pengetahuan mengenai gingivitis,gigi goyang,gingivitis dan xerostomia yang terjadi pada
lansia dengan riwayat penyakit diabetes mellitus
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat mendapatkan informasi mengenai apa yang membuat lansia dengan riwayat
diabetes keadaan giginya mudah goyang,gusi mudah berdarah dan produksi airliurnya
menurun,masyarakat juga dapat mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan apa bila
seseorang memiliki gejala tersebut.

3
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Konsep Lanjut Usia


1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan suatu proses tumbuh kembang, hal ini berlangsung normal
ditandai dengan perubahan pada fisik dan tingkah laku. Berikut adalah pengertian lanjut
usia menurut para ahli yaitu:
a. Brunner dan Suddart (2011) mendefinisikan lanjut usia adalah orang yang sehat dan
aktif berusia 65 tahun.
b. Stanley and Beare (2007) menjelaskan lansia adalah orang yang sudah tua
menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan pada kulit, serta kehilangan
gigi.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan
bagian dari proses kehidupan yang akan dijalani oleh setiap individu dengan menujukkan
ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan pada kulit ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh dalam beradaptasi dengan lingkungan. Proses menua (ageing process)
merupakan proses menghilangnya fungsi jaringan secara perlahan-lahan sehingga tidak
mampu memperbaiki/mengganti serta mempertahankan fungsi normalnya kembali
(Darmojo, 2004). Proses penuaan merupakan akumulasi progresif dari berbagai
perubahan fisiologis yang terjadi seiring berjalannya waktu. Penuaan mengakibatkan
penurunan kondisi sel dan anatomis mengakibatkan penumpukan metabolik didalam sel
yang bersifat racun terhadap sel. Bentuk dan komposisi sel akan mengalami perubahan.
Permeablitias kolagen yang terdapat dalam sel berkurang maka sehingga kekenyalan dan
kekencangan otot khususnya pada bagian integumen akan menurun. Salah satu perubahan
yang terjadi selama proses penuaan pada individu yaitu perubahan fisik sistem indera dan
sistem muskuloskletal.
a. Sistem indera
1. Sistem pendengaran; presbiakusis yaitu hilangnya daya pendengaran pada telinga,
terjadi pada lansia diatas 60 tahun.

4
2. Sistem integumen; kulit mengalami atrofi, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit
kekurangan cairan menimbulkan bercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi
glandula sebasea dan glandula sudoriteria, timbul liver spot (pigmen berwarna
coklat pada kulit).
b. Sistem muskuloskletal
1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen merupakan pendukung
utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago. Perubahan pada kolagen menyebabkan
menurunnya fleksibilitas pada lansia menimbulkan dampak nyeri, penurunan
kemampuan kekuatan otot, kesulitan bergerak.
2. Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian mengalami granulasi dan
permukaan sendi menjadi rata, kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dan regenerasi cenderung kearah progresif. Kartilago pada persendian sehingga
rentan terhadap gesekan yang mengakibatkan peradangan sendi, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak.
3. Tulang. Dampak berkurangnya kepadatan tulang mengakibatkan nyeri,
deformitas, fraktur dan osteoporosis.
4. Otot. Dampak morfologis pada otot ditandai dengan menurunnya daya kekuatan
otot dan fleksibilitas, penurunan kemampuan fungsional otot.
5. Sendi. Tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Kehilangan
fleksibilitas sendi menyebabkan penurunan luas dan gerak sendi. Menimbulkan
gangguan berupa bengkak, nyeri, kaku sendi

2. Batasan lanjut usia

WHO menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4


kelompok yaitu middle age (usia 45-59 tahun), elderly (usia 60-74 tahun), old (usia 75-90
tahun), very old ( diatas 90 tahun) (Azizah, 2011). Menurut Depkes RI (2013)
menggolongkan lansia dalam kategori yaitu pralansia (usia 45-59 tahun), lansia (usia >60
tahun), lansia dengan resiko tinggi (usia 70 tahun atau lebih) dengan masalah kesehatan,
lansia potensial lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan yang menghasilkan
barang/jasa, lansia tidak potensial lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Eka,2011).

5
3. Tipe kepribadian lanjut usia

Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro 2002 dalam (Azizah, 2011) adalah
sebagai berikut :

a. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality) Lansia dengan tipe ini


memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi tinggi dan fleksible. Lansia
dengan tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap. Lansia mampu
menerima fakta proses menua dan menghadapi masa pensiun dengan bijaksana dan
menghadapi kematian dengan penuh kesiapan fisik dan mental.
b. Tipe kepribadian mandiri (independent personality) Tipe ini cenderung mengalami
post power syndrome, apalagi jika masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi.
c. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality) Tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak namun jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe lansia ini senang dengan
masa pensiun, tidak mempunyai insiatif, pasif dan masih tahu diri dan masih diterima
oleh masyarakat.
d. Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality). Lanjut usia pada tipe ini setelah
memasuki masa lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang tidak diperhitungkan sehingga menyebabkan keadaan ekonomi
menurun. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, menaruh
kecurigaan dan mengeluh. Merasa iri hati kepada yang muda, takut mati dan
menganggap menua hal yang menakutkan.
e. Tipe kepribadian defensive Lansia tipe ini menolak bantuan, emosi tidak terkontrol,
komulsif aktif, takut untuk menjadi tua serta tidak menyukai masa pensiun.
f. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality) Lansia tipe ini pada umumnya
terlihat sengsara dikarenakan perilakunya sendiri sulit untuk dibantu oleh orang lain
atau cenderung menyusahkan dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memilik ambisi
dan merasa korban dari keadaan.

6
B. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Diabetes
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”(siphon).
Melitus berasal dari bahasa Latin yang bermakna manis atau madu.Diabetes melitus
(DM) dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang banyak dengan
kadar glukosa tinggi. Istilah Diabetes Melitus menggambarkan gejala diabetes yang
tidak terkontrol, yakni banyak keluar air seni yang manis karena mengandung gula.
Oleh karena demikian, dalam istilah lain penyakit ini disebut juga “Kencing Manis”.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis dimana organ pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakannya
(World Health Organization (WHO) tahun 2016). Diabetes mellitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 2006).
Hiperglikemia atau terjadinya peningkatan kadar gula darah adalah salah satu
efek yang terjadi jika penyakit diabetes tidak terkontrol dan lambat laun akan
mengakibatkan kerusakan diberbagai sistem di dalam tubuh baik dalam saraf,
pembuluh darah, maupun rongga mulut. Diabetes melitus merupakan penyakit 5
metabolik yang berlangsung lama atau kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula darah sebagai akibat dari kelainan insulin, aktivitas insulin ataupun sekresi insulin
yang dapat menimbukan berbagai masalah serius dan prevalensi dari penyakit diabetes
mellitus ini berkembang sangat cepat (Smeltzer &Bare,2008). Berdasarkan dari
beberapa definisi di atas, diabetes melitus adalah suatu kelainan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang dapat mengakibatkan kerusakan
diberbagai sistem tubuh manusia.
C. Periodontitis
1. Definisi Periodontitis
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi
periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis
melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak

7
diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan
gigi.
Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan
gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses
inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila
proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk
poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan
penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut.
Karakteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva,
pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar
sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
D. Xerostomia
1. Definisi Xerostomia

Xerostomia berasal dari bahasa Yunani berarti “mulut kering” (xeros = kering dan
stoma = mulut). Xerostomia adalah keluhan subyektif pada pasien berupa adanya rasa
kering dalam rongga mulut akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi)
atau perubahan komposisi saliva sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
mastikasi, mengecap, menelan, dan berbicara.

Xerostomia adalah suatu keadaan kekeringan mulut karena sekresi saliva yang
kurang normal (Tjokroprawiro, 2002). Xerostomia bukanlah suatu penyakit melainkan
sebuah gejala akibat adanya suatu manifestasi penyakit, dapat terjadi akut ataupun
kronis, bersifat sementara atau mentap dan ada saliva yang berkurang sementara atau
hampir selurunya. (Hasibuan dan Susanti, 2000).

Xerostomia atau yang biasa disebut dengan sindroma mulut kering merupakan
akibat dari penurunan atau tidak adanya flow saliva sehingga menyebabkan mukosa
menjadi kering. Pasien dengan xerostomia melaporkan gejala gejala yang timbul
berupa rasa tidak nyaman pada rongga mulut, kesulitan dalam menelan, gangguan
pengecapan, rasa terbakar pada rongga mulut, bibir pecah-pecah dan terkelupas
(Ristevska, 2015; Joanna, 2015).

8
Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa mulut kering yang terjadi akibat
penurunan laju aliran saliva yaitu kurang dari atau sama dengan 0,15 ml/menit,
biasanya penderita mengeluh kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, gangguan
pengecapan dan rasa sakit pada lidah. Xerostomia juga dapat mengakibatkan gigi
karies, erythema mukosa oral, pembengkakan kelenjar parotid, angular cheilitis,
mukositis, inflamasi atau ulser pada lidah dan mukosa bukal, kandidiasis, sialadenitis,
halitosis, ulserasi pada rongga mulut. Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi
pada kelenjar saliva yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisi.

E. Identitas Pasien Lansia


Nama Pasien : Devi Magarianti
Umur : 60 Tahun
TTL : 8 Maret 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Alamat : Jl. Garuda 2,Kabupaten.Tebo,Provinsi.Jambi
Status : Janda
Agama : Islam
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 115 kg

F. Keluhan Pasien
1. Keluhan Utama

Klien datang dengan beberapa keluhan diantaranya ada beberapa gigi depan atas
dan bawah yang goyang, pasien juga mengeluhkan pada saat menyikat gigi sering
berdarah,gusi terlihat turun dan berwarna kemerahan bukan pink ada rasa sakit pada
bagian gusi sejak kurang lebih 1 bulan,pasien juga mengeluhkan keadaan mulutnya
yang mudah terasa kering

2. Keluhan Tambahan
Klien mengeluh sering merasa ngilu pada gigi saat terkena minuman dingin.

9
G. Analisa Masalah Pasien
1. Tingkah Laku
Pasien pada saat datang cukup kooperatif dalam menjelaskan keluhannya,pasien
juga cukup terbuka dengan penyakit yang dideritanya.
2. Latar Belakang
Ibu devi merupakan seorang lansia pensiunan guru yang tingal bersama cucu
perempuanya.Keseharianya ibu devi hanya mengurus rumah dan kebun di sebelah
rumah. Ibu devi mengeluhkan keagaan giginya yang mulai banyak lepas ada juga yang
sudah mulai goyang,ia juga mengeluh setiap siakt gigi selalu berdarah dan ngilu.Ibu
devi juga memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus sejak 6 bulan lalu dan pada saat
datang dalam keadaan kadar gula yang tinggi ,beliau meminta saran bagaimana cara
mempertahankan gigi yang masih ada agar tidak ompong
3. Usaha Pencegah
a. Mengatur pola makan agar guladarah tidak naik
b. Menumbuhkan motivasi kepada pasien untuk semangat minum obat,agar
guladarahnya tetap stabil, dan giginya pasti bisa baik lagi
c. Memberitau pasien tentang cara menjaga kesehatan gigi

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Masalah Pasien


1. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
a. Kondisi biologis dan fungsi gigi geligi yang baik ditandai dengan gigi goyang
pada bagian gigi atas dan bawah gigi 22,24,32,41.
b. Pasien memiliki keadan rongga mulut yang kering dan terdapat pembengkakan
pada beberapa bagian gusi,pasien juga memiliki riwayat gula darah tinggi.

B. Implementasi Bimbingan Konseling Pemecahan Masalah

1. Konselor menyediakan ruangan konseling yang nyaman


2. Pasien diberi pertanyaan terbuka dan mendalam seputar kondisi giginya dan untuk
menegakan diagnosa pastinya dilakukan pemeriksaan intra oral pada klien.
3. Pasien diberikan informasi sesuai kebutuhan dan keingintahuan klien, memberikan
edukasi cara menyikat gigi yang baik dan benar.
4. Pasien dibantu untuk memecahkan masalahnya dalam mengatasi gigi goyang dengan
cara minum obat untuk menurunkan guladarah nya,karna biasanya saat kadar gula
naik gigi akan mudah goyang,menyarankan pasien untuk melakukan pembersihan
karang gigi nanti saat kadar gula darahnya sudah turun,konselor juga menganjurkan
pasien untuk banyak minum air putih.
5. Pasien diberikan jadwal untuk kunjungan ulang, kunjungan akan dilakukan
bersamaan dengan jadwal kontrol ke dokter gigi.

11
C. Hambatan Pada Saat Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Terdapat beberapa hambatan pada saat dilaksanakannya bimbingan konseling,
diantaranya yaitu:
1. Belum adanya ruangan khusus untuk pelaksanaan bimbingan konseling
sehingga dilakukan diruang pelayanan dan menjadi tidak begitu kondusif
karena suara bising dari luar.
2. Saat sesi bimbingan konseling, pasien sedikit sulit diajak berkomunikasi,
sudah banyak lupa, banyak yang mengobrol di sekitar ruangan sehingga
pasien tidak terasa nyaman dan klien menjadi kurang terbuka dalam
menceritakan masalahnya.
3. Waktu bimbingan konseling terbatas karena menunggu pada saat akan
dilakukan pemeriksaan oleh dokter gigi sehingga konselor harus
menyesuaikan waktu.

12
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Telah dilakukan bimbingan konseling pada pasien dengan memberikan pertanyaan


terbuka dan mendalam mengenai keluhan yang pasien rasakan sehingga pasien dapat
menceritakan apa yang pasien rasa kan
2. Telah diberikan edukasi mengenai penanganan masalah yang di keluhkan pasien dan
juga edukasi mengenai cara menjaga kesehatan gigi yang baik dan benar,makanan
yang tidak baik untuk kesehatan gigi dan makanan yang dapat memicu naiknya kadar
gula darah pasien

B. Saran

1. Perlu diadakannya ruangan khusus bimbingan konseling yang nyaman,dan terjaga


privasinya sehingga klien dapat terbuka dan percaya untuk mengemukakan masalah
yang sedang dihadapinya.
2. Perlunya edukasi mengenai kesehatan gigi pada lansia ,terutama pada lansia yang
memiliki riwayat penyakit tertentu yang memiliki hubungan dengan kesehatan rongga
mulut

13
DAFTAR PUSTAKA
Mulyaningsih, Irvada. 2006.Prevalensi Xerostomia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Pada Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Umum
Surbaya Timur. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Surabaya Tahun 2006
Amalia, Tri Kartika Dkk. 2018. Penyakit Sistemik Diabetes Melitus Dengan Penurunan
Produksi Saliva (Xerostomia).Jurnal Penelitian ARSA (Acual Research
Acaemic) Vol 3 No. 1 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Tasikmalaya .
Pinatih, Made Ngurah Arya Diningrat Dkk. 2019. Hubungan Karateristik Pasien Diabetes
Melitus Dengan Kejadian Xerostomia di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Jurnal penelitian Program Stui Pendidikan Dokter Gigi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Vol 3 No.2 Periode Juli – Desember.
Grace, Wulan. 2013. Gambaran Xerostomia Pada Penderita Xerostomia Melitus Tipe II di
Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat dr. R.D Kandou Manado. Jurnal
Penelitian Program Studi Kedokteran Gigi Universitas
Sam Ratulangi. Tumengkol, Brian. 2014. Gamabaran Xerostomia pada Masyarakat di desa
Kembuan Tondano Utara. Jurnal Penelitian Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Kariadi, Prof. dr. Sri Hartini KS.2009. Diabetes Bandung. Penerbit Qanita.
Leslie, R.D.G. 1991. Diabetes Jakarta. Penerbit Arcan.
Yaniawati, R. Poppy. 2020. Penelitian Studi Kepustakaan (Library Research). Universitas
Pasundan.
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabates Melitus Tipe II. Jurnal Penelitian Fakultas
Kedokteran Universias Lampung.
Arsya, Hafizh. 2017. Xerostomia Pada Pasien Penderita Diabetes Melitus . Laporan Kasus
Fakultas Keokteran Gigi Universitas Baiturrahman Padang.

14

Anda mungkin juga menyukai