Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Syarat-Syarat Hadis Shahih

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

SYARAT-SYARAT HADIS SHAHIH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis

Dosen Pengampu :Dr.Sulidar,M.Ag

Disusun Oleh :

Husni Ayustia (2101020055)

Siti Muthi’ah (2101020054)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA (UMSU)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita
ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”Syarat-syarat Hadis Shahih".

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orangtua dan segenap
keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu
besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu
ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan,14 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

1.3 Manfaat ....................................................................................................................... 1

1.4 Tujuan ......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

2.1 Apakah pengertian dari hadist shohih ? ....................................................................... 2

2.2 Bagaimanakah syarat-syarat dari hadist shohih ? ........................................................ 4

2.3 Pembagian Hadis Shahih ............................................................................................ 10

2.4 Variasi Hadis Shahih................................................................................................... 11

2.5 Hukum Hadis Shahih .................................................................................................. 11

2.6 Cara Mengukur Keshahihan Hadits ............................................................................ 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 13

3.2 Saran ........................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hadis merupakan sumber ajaran islam yang kedua sesudah Al-Qur’an, secara resmi ditulis
dan dikumpulkan dalam suatu kitab pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Azis oleh
karena itu ummat islam wajib menjadikan hadits sebagai pedoman dalam segala aktifitas, baik
dalam segala aktifitas maupun dalam pengabdiannya sebagai hamba Allah maupun khalifah di
muka bumi ini.

Dari tahun wafatnya Rasulullah SAW, sampai tahun ditulisnya hadits, sangat
memungkinkan munculnya pemalsuan-pemalsuan hadits. Hal inilah yang mendorong ulama untuk
mencari dan mengumpulkan hadits-hadits. para ulama dalam melakukan penelitian
menitikberatkan perhatiannya pada sanad dan matan hadits. Oleh karena itu para ulama
menetapkan kaedah kaedah yang berkenaan dengan kedua hal tersebut sebagai syarat diterimanya
suatu hadits.Suatu hadits dikategorikan shahih apabila memenuhi ketentuan-ketentuan atau
kaedah-kaedah keshahihan sanad dan matan hadits.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah pengertian dari hadist shohih ?

2.Bagaimanakah syarat-syarat dari hadist shohih ?

3.Pembagian Hadis Shahih

4.Variasi Hadis Shahih

5.Hukum Hadis Shahih

6.Cara Mengukur Keshahihan Hadits

1.3 Tujuan penulisan

1.Mengetahui pengertian dari pada hadist shohih

2.Mengetahui syarat-syarat hadist shohih

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hadits Shahih

Kata Shahih ‫ الصحيح‬dalam bahasa (etimology)diartikan orang sehat antonim dari kata as-
saqim ‫ السقيم‬orang yang sakit. jadi pada dasarnya, yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang
sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.

‫هو ما اتصل سنده بنقل العدل الضابط ضبطا كامال عن مثله وخال من الشذوذ و العلة‬

hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya
ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).

Hadis sahih berarti hadis yang bersih dari cacat, hadis yang benar berasal dari Rasulullah
SAW. Sebagaimana para ulama telah menyepakati kebenarannya, bahwa hadits shahih merupakan
hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit rawi lain yang
(juga) adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak cacat
(illat).Shahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim” artinya sehat lawan sakit, hak lawan bathil.
Menurut ahli hadits, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang-
orang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulallah SAW, bukan hadits
yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam menerimanya.

• Contoh hadist shohih


َ‫م قَ َرأ‬.‫هللا ص‬ ُ ‫سمِ ْعتُ َر‬
ِ ‫س ْو َل‬ َ ‫ع ْن أَبِ ْي ِه قَا َل‬ ْ ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ُجبَي ِْر ب ِْن ُم‬
َ ‫طع ِِم‬ َ ‫ب‬ َ ٌ‫ف قَا َل أ َ ْخبَ َرنَا َما ِلك‬
ٍ ‫ع ِن اب ِْن ِش َها‬ َ ‫س‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
ُ ‫ع ْبدُهللاِ بْنُ ي ُْو‬
ُّ
)‫ب بِالط ْو ِر "(رواه البخاري‬ ْ
ِ ‫فِي ال َم ْغ ِر‬

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada
kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku
pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari,
Kitab Adzan).

Analisis terhadap hadits tersebut:

1.Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.

2.Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para
ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :

2
a) Abdullah bin yusuf =tsiqat muttaqin.

b) Malik bin Annas =mam hafidz

c) Ibnu Syihab Aj-Juhri =Ahli fiqih dan Hafidz

d) Muhammad bin Jubair =Tsiqat.

e) Jubair bin muth'imi =Shahabat.

3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.

• Dan hadist shohih di bagi menjadi 2 macam, yakni

Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:

a.Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi semua syarat-syarat hadis shohih secara
sempurna.Dalam artian sudah tidak membutuhkan hadist lain untuk dinamakan hadist shohih.
keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis kemukakan
contoh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:

: ‫ قَا َل‬، ُ‫ع ْنه‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َر‬َ ، َ‫عة‬ َ ‫ع ْن أَبِي ُز ْر‬ َ ، َ‫شب ُْر َمة‬ ْ َ ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ ْب ُن‬
ٌ ‫ َحدَّث َنَا َج ِر‬، ‫سعِي ٍد‬
َّ ‫ضي‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫اع ب ِْن‬ ِ َ‫ارة َ ب ِْن القَ ْعق‬ ُ ‫ع ْن‬
َ ‫ع َم‬ َ ، ‫ير‬
‫ ث ُ َّم َم ْن‬: ‫ قَا َل‬. َ‫ أ ُ ُّمك‬: ‫ص َحابَتِي ؟ قَا َل‬ َ ‫اس بِ ُحس ِْن‬ ِ َّ‫َّللا َم ْن أَ َح ُّق الن‬
ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫ فَقَا َل‬، ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫َجا َء َر ُج ٌل إِلَى َر‬
ِ َّ ‫سو ِل‬
‫ ث ُ َّم أَبُوك‬: ‫ ث ُ َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. َ‫ ث ُ َّم أ ُ ُّمك‬: ‫ ث ُ َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. َ‫ ث ُ َّم أ ُ ُّمك‬: ‫؟ قَا َل‬

Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang tidak
terdapat ke-syaz-an maupun illat.

b.Shahih li ghairihi, yaitu hadis hasan li dzatihi. Merupakan hadits shahih yang tidak memenuhi
syarat-syarat secara maksimal. Misalnya, rawinya adil yang tidak sempurna dhabitnya. Bila jenis
ini dikukuhkan oleh jalur lain, hadits tersebut menjadi hadits shohih li ghairih. Dengan demikian
shahih li ghairih adalah hadits yang keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena tidak
memenuhi syarat secara maksimal. Misalnya hadits hasan yang diriwayatkan melalui beberapa
jalur, bisa naik derajatnya dari hadits hasan menjadi derajat hadits shahih.[5] Berikut contoh hadis
shahih li ghairihi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :

َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ قَا َل‬، َ ‫ع ْن أَ ِبي ه َُري َْرة‬َ ، َ‫سلَ َمة‬ َ ‫ع ْن أ َ ِبي‬َ ، ‫ع ْم ٍرو‬ َ ، َ‫سلَ ْي َمان‬
َ ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن‬ ٍ ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُك َر ْي‬
َ ‫ َحدَّثَنَا‬، ‫ب‬
ُ ُ‫ع ْبدَة ُ بْن‬
ٍ .‫صالة‬ ُ
َ ‫علَى أ َّمتِي أل َ َم ْرت ُ ُه ْم ِبالس َِواكِ ِع ْندَ ُك ِل‬ ُ َ ‫ لَ ْوال أ َ ْن أ‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫ش َّق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ

Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li ghairihi sebagaimana dijelaskan
diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad bin ‘Amr yang dikenal orang jujur, akan
tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya sampai ke tingkat hasan.
Namun keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain, yang lebih tinggi derajatnya
3
sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj dari Abu Hurairah (pada contoh
hadis shahih li dzatihi).

Dari pendefinisian di atas, maka dapat di tarik kesimpulan, untuk mengetahui shohih
tidaknya suatu hadist, di perlukan 5 unsur, yang mana apabila salah satu dari unsur tersbut tidak
ada, maka hadist tersebut belum di kategorikan sebagai hadist shohih.

Adapun unsur-unsur keshahihan suatu hadits adalah :

1.Sanad bersambung

2.Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil

3.Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabith

4. Sanad hadits itu terhindar dari syudzudz atau kejanggalan

5. Sanad hadits itu terhindar dari ‘illat.

Demikian adalah unsur di tetapkannya suatu hadist, apakah masuk dalam kategori shohih atau
tidak. Dan yang lima tersebut bersifat berkaitan, dalam artian, apabila salah satu dari kelima
tersebut tidak ada, maka suatu hadist belum dinamakan sebagai hadist shohih. Maka yang kelima
unsur diatas bisa juga dinamakan sebagai syarat-syarat dari keshohihan suatu hadist.

2.2 Syarat-syarat Hadis Shahih

1.Sanad yang bersambung

Sanadnya bersambung maksudnya adalah, bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan
benar-benar menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada
pembicara yang pertama.Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah
seorang atau lebih dari rangkaian para rawinya. Boleh jadi rawi yang dianggap putus itu adalah
seorang rawi yang dhaif, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih. Maksudnya adalah,
bahwa setiap perawi menerima hadis secara langsung dari perawi yang berbeda di atasnya, dari
awal sanad sampai ke akhir sanad, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
sumber hadis tersebut. Untuk membuktikan apakah antara sanad-sanad itu bersambung atau
tidak, di antaranya itu adalah dengan dilihat dari usianya masing-masing dan tempat tinggal
mereka. Apakah dari usia keduanya memungkinkan bertemu atau tidak. Selain itu, cara
mereka menerima atau menyampaikannya ialah dengan cara sama’ (mendengar guru
memberikan hadis dari perawi itu) atau munawalah (seorang guru memberikan hadis yang
dicatatnya kepada muridnya). Atau dengan cara lain.

Jadi, suatu sanad hadits dapat dinyatakan bersambung, apabila :

4
1.Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)

2.Antara masing-masinng rawi dengan rawi yang lain terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-
benar telah terjadi hubungan periwayatan hadits secara sah menurut ketentuan tahamul wa ada al-
hadits.

Berikut ini ada beberapa kaedah yang berkaitan dengan tata-kerja aplikasi untuk
mengetahui sisi persambungan sanad. Kaedah-kaedah yang akan dituliskan ini merupakan hasil
rumusan-rumusan yang ditemukan dalam berbagai literatur ilmu hadis yang ditulis oleh beberapa
orang ahli hadis.

Kaedah pertama:

- َ ُ‫ع ِن ْال َخب ُْر يُ ْكتَب‬


‫ال‬ َ ِ ‫ى النَّبِي‬
َّ ‫صل‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه هللا‬ َّ ‫ع ْن ثِقَّةٌ يَ ْر ِو ْي ِه َحت‬
َ ‫ى َو‬ َّ ‫ِلى ْال َخب ُْر يَتَنَاهَى َحت‬
َ ‫ى ثِقَ ٍة‬ َ ‫ى النَّبِي ِ ا‬
َّ ‫صل‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه هللا‬ َ ‫َو‬
‫الص ِِ بِه ِذ ِه‬.
ِ [10]

Tidak (boleh) ditulis hadis dari Nabi Saw. sehingga (diketahui) seorang siqqah meriwayatkan hadis
itu dari seorang siqqah (pula), sehingga (jalur) hadis ini sampai kepada Nabi Saw, dengan kondisi
yang seperti ini.

2.Rawi Bersifat Dhabit

Dhabit adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai hadits yang diterimanya
dengan baik, baik dengan hapalannya yang kuat ataupun dengan kitabnya, kemudian ia mampu
mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya kembali.[19] Persyaratan ini menghendaki
agar seorang perawi tidak melalaikan dan tidak semaunya ketika menerima dan menyampaikannya.

• Dari sudut kuatnya ingatan perawi, para ulama membagi kedhabitan ini menjadi
dua :

a.Dhabit Shadr(dhabit Fuad)

Artinya terpelihara hadis yang diterimanya dalam hafalan, sejak ia menerima hadis tersebut sampai
meriwayatkannya kepada orang lain, kapan saja periwayatan itu diperlukan.

b.Dhabit Kitab

Artinya terpeliharanya periwayatan itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya, ia memahami


dengan baik tulisan hadis yang tertulis dalam kitab yang ada padanya, dijaganya dengan baik dan
meriwayatkannya kepada orang lain dengan benar.

• Seorang perawi layak disebut dhabit, apabila dalam dirinya terdapat sifa-sifat
berikut:

a.Pertama, perawi itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya dan diterimanya
5
b.Kedua, perawi itu hafal dengan baik atau mencatat dengan baik riwayat yang telah didengarnya
(diterimanya)

c.Ketiga, perawi itu mampu menyampaikan riwayat hadis yang telah didengarnya dengan baik,
kapanpun diperlukan, terutama hingga saat perawi tersebut menyampaikan riwayat hadisnya
kepada orang lain

• Adapun beberapa penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu :

(a) Jelek hafalannya

(b) Lalai

(d) Ucapan yang menip

3.Rawi bersifat adil

Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik
berikut:keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil,
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.Khusus mengenai perawi hadits
pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda
datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan
‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.

Term adalah (adil) secara etimologi berarti pertengahan, lurus, condong kepada
kebenaran.Banyak perbedaan pendapat antara ulama, memperhatikan pendapat ulama yang telah
dipaparkan agaknya dapat dipahami bahwa seseorang dikatakan adil atau bersifat ‘adalah jika pada
dirinya terkumpul criteria muslim, baligh, berakal, memelihara muru’ah, tidak berbuat bid’ah,
tidak berbuat maksiat dan dapat dipercaya beritanya.Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa
yang dimaksud dengan adil adalam transformasi hadis adalah bahwa periwayat tersebut harus
beragama Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama dan memelihara citra dirinya
(muru’ah). Dengan kata lain, keadilan periwayat ini terkait erat dengan kualitas pribadinya.
Sekalipun ulama mempunyai maksud yang sama dalam mendefinisikan tentang sifat adil ini, tetapi
mereka berbeda dalam redaksi dan kriterianya. Ada beberapa cara menetapkan keadilan periwayat
hadis yang disebutkan oleh ulama, yakni berdasarkan:

a.Pertama, popularitas keutamaan periwayat tersebut di kalangan ulama hadis

b.Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadis

c.Ketiga, penerapan kaedah al-jarh wa al-ta’dil. Cara ini ditempuh bila para kritikus periwayat
hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.

6
• Adapun yang pertama beberapa penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu:

(a) Pendusta

(b) Tertuduh dusta oleh ahli hadist

(c) Fasiq

(d) Bid’ah

(e) Kebodohan

4.Tidak Ber-illat

Kata ‘illat secara lughawi berarti sakit. Adapula yang mengartikan sebab dan kesibukan.
Adapun dalam terminology ilmu hadis, ‘illat didefinisikan sebagai sebuah hadis yang didalamnya
terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang dapat merusak keshahihan hadis Ibnu shalah, al nawawi,
dan Nur al-din ‘itr menyatakan bahwa illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas
hadist, yang menyebabkan hadist yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak
shahih. Sebagian ulama menyatakan orang yang mampu meneliti ‘illat hadits hanyalah orang yang
cerdas, memiliki hafalan hadits yang banyak, paham akan hadits yang dihafalanya, mendalam
pengetahuannya tentang berbagai tingkat ke-dhabit-an periwayat dan ahli di bidang sanad dan
matn hadits.Memang secara lahir tampak shahih. ‘Illat disini adalah cacat yang menyelinap pada
sanad hadis, sehingga kecacatan tersebut pada umumnya berbentuk:

a.Pertama, sanad yang tampak bersambung (muttashil) dan sampai kepada Nabi (marfu’) ternyata
muttashil tetapi hanya sampai kepada sahabat (mawquf)

b.Kedua, sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tetapi hanya riwayat sahabat
dari sahabat lain (mursal)

c.Ketiga, terjadi percampuran dengan hadis lain

d. Keempat, kemungkinan terjadi kesalahan penyebutan perawi yang memiliki kesamaan nama,
padahal kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya (tsiqah) tidak sama

• Adapun illat pada suatu hadist itu ada 2

1. Illat dalam sanad

. ‫عبيد بن يعلى حديث‬, ‫وسلم عليه هللا صلى هللا الرسول عن عمر إبن عن دينار بن عمرو عن الثوري عن‬: ‫لم بالخيارما البيعان‬
‫يتفرقا‬ .

7
Artinya: hadits Ya’la Bin ‘Ubaid dari Tsaury dari ‘Amru bin Dinar dari Ibn ‘Umar dari Rasulullah
shallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli itu mempunyai hak
khiyar selama mereka belum berpisah”.

Dalam hadits ini telah salah Ya’la terhadap Sufyan dalam perkataannya ‘Amru bin Dinar,
karena imam-imam hafidz dari shahabat-shahabat Sufyan meriwayatkan dari Abdullah bin Dinar,
bukan kepada ‘Amru bin Dinar. ‘Illatnya terletak pada adanya kekeliruan Ya’la bin ‘Ubaid dalam
menyandarkan periwayatannya kepada Sufyan dari ‘Amru bin Dinar.Diketahui adanya kekeliruan
itu setelah diadakan perbandingan dengan sanad yang lain. Yaitu sanad-sanad Abu Nu’aim, sanad
Muhammad bin yusufdan sanad Makhlad bin Yazid. Mereka ini meriwayatkan hadits itu melalui
Sufyan Ats-Tsaury, Abdullah bin Dinar dan Ibn ‘Umar.

Nyatalah sekarang bahwa sanad Ya’la bin ‘Ubaid itu ber’illat. Karena ia menyandarkan
periwayatannya dari ‘Amru bin dinar padahal sebenarnya dari Abdullah bin Dinar. Walaupun
sanad dari Ya’la ber’illat, namun matannya tetap shahih. Karena sama dengan matan hadits yang
diriwayatkan oleh sanad-sanad lain yang tidak ada ‘illatnya (shahih).‘Illat pada sanad yang
membawa pengaruh kepada kecacatan matannya itu terjadi kalau ‘illat itu disebabkan karena
memauqufkan (beritanya hanya sampai kepada shahabat), mengirsalkan ( meninggalkan shahabat
yang seharusnya dijadikan sumber pemberitaan) atau memunqathi’kan (menggugurkan salah satu
rawi yang menjadi sanadnya).

2.‘Illat dalam Matan

‫ فإنه اليدري أين باتت يده ثم ليغترف بيمينه من أنا‬,‫إذاستيقظ أحدكم من منامه فليغسل كفيه ثالث مرات قبل أن يحعلهما في اإلناء‬
‫ءه ثم ليصب على شماله فليغسل مقعدت‬

Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu bangun tidur, maka hendaklah ia mencuci kedua
telapak tangannya kedalam bejana )tempat air(, sebab ia tidak mengetahui kemana tangannya
.”semalam

Hadits Ibrahim bin Thuhman, yang berasal dari Hisyam bin Hisan, dari Muhammad bin
Sirrin dari Abu Hurairah dan yang bersanad Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu
Hurairah.Abu Hatim ar-Razy berkata: kalimat tsumma liyaghtarifa sampai dengan maq’adatahu,
adalah perkataan Ibrahim bin Thuhman. Karena ia menyambung perkatan itu pada akhir matan
hadits, sehingga orang yang (mendengar) menerima tidak dapa mengetahui ‘illatnya. Perkataan
seorang rawi yang disisipkan dalam suatu matan hadits itu disebut idraj. Sebagian ketentuan idraj
adalah apabila seorang rawi yang menyisipkan itu menjelaskan bahwa sisipan atau tambahan itu
untuk menjelaskan matan, maka yang demikian itu bukan merupakan ‘illat yang dapat
mencacatkan suatu hadits. Akan tetapi apabila rawi tersebut mengatakan bahwa kata-kata yang
diriwayatkan itu adalah matan hadits, maka idraj tersebut menyebabkan cacatnya matan hadits.

5.Tidak Syadz (Janggal)


8
Syadz adalah suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi yang lain lebih kuat
posisinya. Kondisi ini dianggap janggal karena bila ia berada dengan rawi yang lain yang lebih
kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya ingatnya atau hapalannya atau pun jumlah mereka
lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz atau
janggal. Dan karena kejanggalannya maka timbulah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits
yang bersangkutan.

Menurut al-Syafi’iy Suatu hadits tidak dinyatakan mengandung syudzudz, bila hadits itu
hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat, sedang periwayat yang siqat lainnya tidak
meriwayatkan hadits itu. Barulah hadits dinyatakan mengandung syudzudz, bila hadits
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat, namun bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga juga bersifat siqat.

Sebenarnya kejanggalan suatu hadits itu akan hilang dengan terpenuhi syarat-syarat
sebelumnya, karena para muhaditsin menganggap bahwa ke-dhabit-an telah mencakup potensi
kemampuan rawi yang berkaitan dengan jumlah hadits yang dikuasainya. Boleh jadi terdapat
kekurang pastian dalam salah satu haditsnya, tanpa harus kehilangan predikat ke-dhabit-annya
sehubungan dengan hadits-hadits yang lain. Kekurang pastian tersebut hanya mengurangi
keshahihan hadits yang dicurigai saja ke-syadz-an sanad hadits baru dapat diketahui setelah
diadakan penelitian sebagai berikut:

a.Semua sanad yang mengandung matn hadits yang pokok masalahnya memiliki kesamaan,
dihimpun dan diperbandingkan

b.Para periwayat di seluruh sanad diteliti kualitasnya

c.Apabila seluruh periwayat bersifat siqat dan ternyata ada seorang periwayat yang sanad-nya
menyalahi sanad-sanad lainnya, maka sanad yang menyalahi itu disebut sanad syadz sedang
sanad-sanad lainnya disebut sanad mahfuzh.

Adapun yang menjadi penyebab utama terjadinya syadz sanad hadits adalah karena perbedaan
tingkat ke-dhabith-an periwayat.Jadi sekiranya unsur sanad bersambung atau unsur periwayat
bersifat dhabith benar-benar telah terpenuhi, niscaya ke-syadz-an sanad tidak akan terjadi

Berdasarkan dari beberapa defenisi maka hadits syadz dibagi kepada dua bagian, yaitu syadz pada
sanad, dan syadz pada matan.

1.Contoh Syadz Pada Sanad

‫حد ثناابن ابي عمر حد ثنا سفيان عن عمروبن دينارعن عوسجةعن ابن عباس ان رجال مات على عهدرسول هللا صلى هللا عليه‬
.‫وسلم ولم يدع وارثااالعبداهو اعتقه فاعطاه النبي صلى هللا عليه وسلم ميراثه‬

9
Hammad ini meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah dan tanpa Ibnu
Abbas.Sufyan dan Hammad adalah orang-orang kepercayaan dan ahli dibidang hafalan, tetapi
riwayat Sufyan yang memakai sebutan Ibnu Abbas itu dibantu oleh Ibnu juraij.Muhammad bin
Muslim ath-Tha-ifi dan lainya sedangkan riwayat Hammad tidak ada yang membantunya. Maka
berdasarkan keterangan tersebut dapat dikethui bahwa riwayat Sufyan lebih patut(kuat) daripa
riwayat Hammad. Karena itu Imam Abu Hatim menguatkan riwayat sufyan. Riwayat Hammad
yang menyalahi riwayat Sufyan yang lebih kuat itu disebut Syadz, sedangkan riwayat Sufyan
disebut Mahfuzh(yang terpelihara). Syadz tersebut terjadi pada sanad karena itu disebut Syadz
pada sanad

2.Syad pada matan contohnya ialah:

‫حد ثناابن السرح حد ثناابن وهب اخبرني يونس عن ابن شهاب عن عمرة بنت عبدالرحمن عن‬

.‫ نحر عن ال محمد في حجة الوداع بقرة واحدة‬.‫ ان رسول هللا ص‬.‫عاأشة زوج النبي ص‬

Kata Abu Daud : Telah menceritakan kepada kami, Ibnu sarah, telah menceritakan kepada
kami, Ibnu Wahb telah mengkhabarkan kepada kami,Yunus, dari Ibnu Syihab dari ‘Amrah binti
Abdurahman, dari ‘Aisyah istri Nabi saw., bahwa Rosulullah saw. Berkurban untuk keluraga
Muhammad(istri-istrinya) pada Haji Wada’ seekor sapi betina.

Dengan Hadits

.‫ يوم حججنا بقرة بقرة‬.‫رواه عما رالدهني عن عبد الرحمن بن القا سم عن ابيه عن عاءشة قالت ذبح عنا رسول هللا ص‬

Diriwayatkan Hadits ini oleh ‘Ammar ad-Duhani, dari ‘Abdurrahman, bin al-Qasim, dari
ayahnya(al-Qasim), dari ‘Aisyah, ia berkata Rosulullah saw. Telah menyembelih unta untuk kami
pada hari kami naik haji, seekor sapi, seekor sapi.

Yang menjadi pokok pembahasan pada hadits pertama ialah Yunus, dan dalam hadits kedua
‘Ammar ad-Dhuni. Istri nabi berjumlah Sembilan orang.

2.3 Pembagian Hadits shahih

Hadits Shahih dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1.Hadits Shahih Lidzatihi (Murni)

Yaitu hadist yang memenuhi sifat-sifat penerimaan hadist pada tingkat tertinggi, atau
dengan kata lain memenuhi lima kriteria di atas secara sempurna. Contoh: ‫يئمن ال‬
‫لنفسه يحب ما الخيه يحب حت احدكم‬

2. Hadits Shahih Lighorihi (Tidak murni)

10
Yaitu hadits yang tidak memenuhi lima kriteria hadits shahih secara
sempurna.Merupakan bentuk dari ketidaksempurnaan misalnya suatu hadist diriwayatkan oleh
perawi yang adil namun dlabitnya tidak sempurna sehingga digolongkan dalam hadits hasan.
Namun karena didukung oleh hadits lain yang semakna, dengan jalur sanad lain yang kualitasnya
sama atau lebih baik maka naik menjadi hadist shahih.

2.4 Variasi Hadits Shahih

* Mutlak : Hadits yang keshahihannya dikenal oleh semua kalangan.

* Muqayyad : Hadits yang keshahihannya dikenal oleh kalangan/kelompok sahabat (ulama)


tertentu.

* Muqoyyad : Hadits yang keshahihannya dikenal di wilayah/negara tertentu.Tingkat keshahihan


hadist juga berbeda berdasarkan kota dimana hadist tersebut diriwayatkan. Jumhur Ulama sepakat
bahwa hadist yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh penduduk Madinah, kemudian
penduduk Basrah dan kemudian penduduk Syam.

Begitu pula derajat keshahihan hadist berbeda. Menurut jumhur Ulama, tingkatan hadist yang
paling shahih adalah:

1. Hadist yang diriwayatkan oleh oleh Bukhari dan Muslim

2. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari

3. Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim

4.Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Bukhari dan Muslim, meskipun mereka
tidak meriwayatkannya.

5. Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Bukhari

6. Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Muslim

7. Hadist yang dianggap shahih oleh imam-imam yang lain

2.5 Hukum Hadist shahih

Hadist shahih adalah hadist yang maqbul (diterima) dan dapat dijadikan sebagai hujjah
dalam penetapan hukum syari’at Islam serta wajib pula diamalkan.

Kitab-Kitab Hadits Shahih

1. Shahih Bukhari.
11
Kitab yang disusun oleh imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn
Mughirah bin bardizbah al-Ja’fi al-Bukhari ini dikenal sebagai kitab pertama yang hanya memuat
hadist shahih[9].

2.Shahih Muslim.

Kitab ini disusun oleh Hujjatul Islam Abu al-Husain Muslim ibn Hujjaj al-Qasyiri al-
Naisaburi.

2.6 Cara Mengukur Keshahihan Hadits

Untuk mengetahui suatu hadits itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa
syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadits shahih. Apabila dalam syarat-
syarat yang ada pada hadits shahih tidak terpenuhi, maka secara otomatis tingkat hadits itu akan
turun dengan sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah hadits, kemudian kita temukan salah satu
dari perawi hadits tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat
dlabidnya berada pada tingkat kedua (lihat tingkatan dlabid pada bab hadits shahih), maka dengan
sendirinya hadits itu masuk dalam kategori hadits shahih lighoirihi.[6]

Dan apabila ada sebuah hadits yang setelah kita teliti kita tidak menemukan satu
kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadits juga menempati posisi yang pertama , maka hadits
itu dikatakan sebagai hadits shahih lidatihi.

Untuk hadits shahih lighairihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lidatihi. Apabila hadits itu terdapat beberapa
jalur maka hadist itu akan naik derajatnya menjadi hadits shahih lighairihi. Dengan kata lain kita
dapat menyimpulkan apabila ada hadits hasan akan tetapi hadits itu diriwayatkan oleh beberapa
rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakan hadits tersebut adalah hadits shahih
lighoirihi.

Adapun derajat hadist hasan sama dengan hadist shahih dalam segi kehujjahannya,
sekalipun dari sisi kekuatannya berada di bawah hadist shahih. Oleh karena itu mayoritas Fuqaha,
Muhaditsin dan Ushuliyyin (ahli Ushul) berpendapat bahwa hadist hasan tetap dijadikan sebagai
hujjah dan boleh mengamalkannya.

Pendapat berbeda datang dari kelompok ulama Al-Mutasyaddidun (garis keras) yang
menyatakan bahwa hadist hasan tidak ada, serta tidak dapat dijadikan hujjah. Sementara ulama Al-
Mutasahilun (moderat) seperti al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dll justru
mancantumkannya ke dalam jenis hadist yang bisa dijadikan sebagai hujjah walupun tingkatannya
dibawah hadits sahih.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.Ibnu Sholah mendefinisikan bahwa hadist Shahih adalah hadist yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari orang yang memiliki kualitas serupa hingga
akhir sanad serta tidak mengandung kejanggalan dan cacat. Imam Nawawi meringkas definisi
diatas menjadi; Hadist yang sanadnya bersambung antara orang-orang yang adil dan sempurna
hafalannya dengan tanpa ada kejanggalan ataupun cacat.

2.Hadits Shahih dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Hadits Shahih Lidzatihi (Murni), Hadits Shahih
Lighorihi (Tidak murni)

3.Menurut jumhur Ulama, tingkatan hadist yang paling shahih adalah: Hadist yang diriwayatkan
oleh oleh Bukhari dan Muslim, Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Hadist yang diriwayatkan
oleh Muslim, Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Bukhari dan Muslim,
meskipun mereka tidak meriwayatkannya, Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih
dari Bukhari, Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Muslim dan Hadist yang
dianggap shahih oleh imam-imam yang lain.

3.2 Saran

Puji dan syukur untuk Allah, Pencipta dan Pengatur seluruh alam, karena dengan berkat rahmat
dan ‘inayah-Nya Makalah Ulumul Hadis Sahih ini telah dapat kami selesaikan. Maka sampai disini
Makalah Ulumul Hadis Sahih di habisi dan ditamatkan.

Mengingat manusia itu tidak luput dari kekhilafan, tentu saja di samping yang di sengaja
ditinggalkan, ada pula yang tinggal tidak dengan sengaja. Walaupun demikian, jika terjadi hal
serupa itu, kami berbaik sangka bahwa mereka yang mengetahui mengenai Hadis Sahih untuk
menelaah kembali di buku yang lain.Atau di antara para pembaca dapat bermurah hati untuk
menambahkan jika ada yang kurang dalam Makalah ini sehingga apa yang menjadi kekurangan
kami dalam menyusun Makalah ini bisa tercukupi.

Sebagai ucapan terakhir, dengan ini kami mengharapkan banyak maaf atas segala kekhilafan
dan kelupaan yang terdapat dalam Makalah ini dari awal sampai akhir. Untuk itu atas perhatian
pembaca, kami mengucapkan banyak terima kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, M.Alfatih, Ulumul Hadis, Yogyakarta:Kalimedia, 2009

Solahudin, M. Agus, Suyadi, Agus, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia,2013

Provinsi Jawa Timur, Tim Guru, Hadis, Surabaya:Mutiara Ilmu Mojosari Mojokerto, 2012

M.Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis, (Yogyakarta:Kalimedia,2009), h.244.

M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia,2013), hal.141

Rahman,Fatchur,Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: PT Al-ma’arif, 1974

Al-Ma’udi,Hafidz Hasan. Ilmu Musthalahah Hadits.Surabaya:Al-Hidayah,1999.

Anwar,Muhammad..Ilmu Mushtalah Hadits.Surabaya:Al-Iklas,1981

Al-khatib,Muhammad ‘Ajaj..Ushulul Al-Hadits.Jakarta:Gaya Media Pratama,1997

Shiddiqie. M. Hasbi., ”Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits", Semarang: Pustaka Rizki Putra. 1999

Ahmad Muhammad. H., "Ulumul Hadis", Bandung: Pustaka Setia. 1998.

Soetari Endang. H., "Ilmu Hadis", Yogyakarta: Qalam. 2005

14

Anda mungkin juga menyukai