Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Tugas Pak Dosen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang
amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap ynag sudah terhitung modern dan
lengkap. Lembaga pendidikan Islam telah memainkan fungsi dan perannya
sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya. Perkembangan lembaga-
lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari
dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara konfrehensif.
Kini sudah banyak hasil karya penelitian para ahli yang
menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan lembaga-
lembaga pendidikan Islam tersebut. Tujuannya selain untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan yang benuansa keislaman, juga sebagai bahan
rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan islam pada masa-
masa berikutnya. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang umumnya
dianut masyarakat islam Indonesia, yaitu mempertahankan tradisi masa
lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang baik lagi. Dengan
cara demikian, upaya pengembangan lembaga pendidikan islam tersebut tidak
akan terserabut dari akar kulturnya secara radikal.
Sosiologi dapat menempatkan pendidikan agama Islam dalam segala
kondisi sosio kultur yang ada dalam masyarakat, sehingga tujuan Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin pun akan dapat tercapai. Memberikan panduan
kepada pelaksana pendidikan agama Islam untuk dapat melaksanakan
peranannya dalam masyarakat. Karena seorang pendidik tidak hanya
bersinggungan dengan sekolah saja tapi juga dengan masyarakat.
Dengan adanya sosiologi pendidikan di dalam pendidikan agama
Islam, maka dalam proses pendidikan akan berlangsung juga proses
pelestarian warisan budaya dan moral yang bersifat Islami dan mampu
membawanya mencapai puncak tertinggi dalam tingkatan kebudayaan.
Melatih tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam pendidikan agama

1
Islam untuk memahami masyarakat dan latar belakang sosial dari peserta
didik, sehingga tenaga pendidik mampu melaksanakan tugasnya secara
maksimal dalam proses pembelajaran ataupun dalam menjawab pertanyaan
yang ada sesuai dengan tujuan pedidikan Islam

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal dan alasan munculnya lembaga pendidikan modern di
Indonesia ?
2. Apa saja lembaga pendidikan modern dalam konteks sosiologis ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui asal dan alasan munculnya lembaga pendidikan
modern di Indonesia
2. Untuk mengetahui lembaga pendidikan modern dalam konteks sosiologis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal dan Alasan Munculnya Lembaga Pendidikan Modern di Indonesia


Berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat
hubungannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam
konteks ini, Mahmud Yunus mengatakan, bahwa sejarah pendidikan Islam
sama tuanya dengan masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pemeluk agama Islam yang kala itu masih tergolong baru, maka sudah pasti
akan mempelajari dan memahami tentang ajaran-ajaran Islam. Meski dalam
pengertian sederhana, namun proses pembelajaran waktu itu telah terjadi.
Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka
belajar di rumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang
menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang
teratur sebagaimana yang dikenal sekarang ini.1

1
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islami di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), hal.
34

2
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dipastikan pendidikan Islam itu
telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan
kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk
pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan
sikap atau suri tauladan. Maka dalam konteks pendidikan, para pedagang dan
mubaligh yang memperkenalkan sekaligus mengajarkan Islam tersebut adalah
pendidik, sebab mereka telah melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Dalam hal ini timbul pertanyaan, apa tolak ukur yang dijadikan bahwa
kegiatan para pedagang atau mubaligh di dalam rangka menyampaikan ajaran
Islam dapat digolongkan kepada aktivitas pendidikan. Untuk mencari makna
dan hakikat pendidikan, maka perlu dicari ciri-ciri esensial aktivitas
pendidikan, sehingga dapat dipilih mana aktivitas pendidikan dan mana yang
bukan, untuk itu perlu dicari unsur dasar pendidikan.
Neong Muhadjir sebagaimana yang dikutip Haidar Putra Daulay
menjelaskan bahwa ada lima unsur dasar pendidikan, yaitu adanya unsur
pemberi dan penerima. Unsur pemberi dan penerima baru bermakna
pendidikan kalau dibarengi dengan unsur ketiga, yaitu adanya tujuan baik.
Jika hanya hubungan pemberi dan penerima saja yang ada ini belum dapat
dikatakan aktivitas pendidikan, tanpa diiringi dengan tujuan baik, sebab
hubungan antara penjual dan pembeli, majikan dan buruh, juga ada hubungan
antara pemberi dan penerima dan hubungan yang seperti ini belum dikatakan
aktivitas pendidikan. Unsur berikutnya yakni unsur keempat cara atau jalan
yang baik, hal ini terkait nilai. Selanjutnya unsur kelima adalah konteks yang
positif upaya pendidik adalah menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi
konteks negatif.2
Dengan dijelaskannya kelima unsur dasar pendidikan di atas akan
dapat dijadikan acuan tentang aktivitas pedagang dan mubaligh tersebut
apakah dapat digolongkan sebagai sebuah aktivitas pendidikan atau bukan.
Maka jika kita hubung-hubungkan akan ditemukan sebuah kesimpulan bahwa
para pedagang dan mubaligh ketika memperkenalkan dan mengajarkan ajaran
Islam kepada masyarakat sudah memenuhi unsur pendidikan tersebut.
2
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), hal. 12

3
Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak
masuknya Islam ke Indonesia, dan dengan demikian pula pendidikan Islam
telah memainkan peranannya dalam pembentukan masyarakat Indonesia.
Timbulnya pemikiran pembaharuan Islam baik dalam bidang
teknologi, sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi oleh
pembaruan pemikiran Islam yang datang dari Mesir, dimulai sejak
kedatangan Napoleon. Kesadaran umat Islam tentang pentingnya arti
pembaharuan adalah ketika umat Islam menyadari ketertinggalan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam bidang militer dari
bangsa Eropa.3
Peristiwa ini menimbulkan kesadaran umat Islam untuk mengubah
diri. Kesadaran itu menimbulkan fase pembaruan dalam periodesasi sejarah
Islam. Fase pembaruan itu muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan
kemajuan zaman dan sekaligus juga sebagai respon umat Islam atas
ketertinggalan mereka ketika itu dalam bidang ilmu pengetahuan.4
Pada awal abad ke-20, mulai berhembus ide-ide modernisasi
pendidikan Islam di Indonesia.5Hal ini dilatar belakangi oleh dua faktor.
Faktor pertama bersumber dari ide-ide yang dibawa oleh para tokoh dan
ulama yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama bermukim di luar
negeri (Mesir, Makkah, Madinah). Faktor kedua yakni adanya keinginan
untuk memasukkan materi pengetahuan umum dalam kurikulum pendidikan
islam. Juga dari aspek metode tidak lagi hanya menggunakan metode
sorogan, hafalan ,dan wetonan, tetapi adanya penggunaan metode-metode
baru yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dari segi sistem, mulai ada
keinginan yang sangat kuat untuk mengubah sistem halaqah ke sistem
klasikal. Sedangkan aspek manajemen adalah penerapan manajemen
pendidikan sekolah.
Steenbrink, menyebutkan ada beberapa faktor pendorong pembaruan
lembaga pendidikan Islam, yaitu :
3
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), hal. 28
4
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), hal. 29
5
Ninik Masruroh dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 183

4
1. Banyaknya pemikiran untuk kembali ke Al-Qur’an dan hadits
2. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial belanda
3. Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya di
bidang sosial dan ekonomi
4. Ketidak puasan masyarakat terhadap metode tradisional dalam
mempelajari studi agama6

B. Lembaga Pendidikan Modern Dalam Konteks Sosiologis


1. Madrasah
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami, mulai didirikan dan
berkembang di dunia Islam sekitar Abad V atau abad X-XI M, ketika
penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islami model
madrasah tersebut pertama kalinya.7
Meskipun sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di dunia
Islam baru timbul sekitar abad ke-5 H, tidak berarti sejak awal
perkembangannya, Islam tidak mempunyai pendidikan dan pengajaran,
Islam datang dan mewarisi masyarakat bangsa Arab masa itu, ternyarta
jauh sebelum itu, pada zaman pemerintahan Bani Umayah, umat Islam
mempunyai semacam lembaga pendidikan Islami yang disebut “kuttab”.
Madrasah yang berkembang di Indonesia berbeda dengan
perkembangan madrasah yang ada di Timur Tengah. Madrasah di
Indonesia merupakan perkembangan lebih lanjut atau pembaruan dari
pesantren dan surau, sementara madrasah yang ada di timur tengah pada
abad pertengahan serupa dengan lembaga pesantren yang ada di
Indonesia.
Dikarenakan pengaruh ide-ide pembaharuan yang berkembang di
dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia, sedikit demi
sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah. Buku-buku
pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah,
sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku

6
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Op. Cit, hal. 32
7
Moh. Athiyah Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
hal. 82

5
di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian lahirlah madrasah-madrasah
yang mengikuti sistem penjenjangan bentuk-bentuk sekolah modern,
seperti Madrasah Ibtidaiyah sama dengan Sekolah Dasar. Madrasah
Tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah
Aliyah sama dengan Sekolah Menengah Atas.

2. Perguruan Tinggi Agama Islam


Menurut Mahmud Yunus, Islamic College pertama telah didirikan
dan dibuka dibawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 Desember 1940
di Padang Sumatera Barat.8 Lembaga tersebut sendiri dari dua fakultas,
yaitu: Syariat/Agama dan Pendidikan serta Bahasa Arab. Tujuan yang
ingin dicapai lembaga ini adalah untuk mendidik ulama-ulama.
Pada tahun 1945, tepatnya 8 Juli 1945 dengan bantuan pemerintah
pendudukan Jepang, di saat peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
SAW didirikan sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Pendirian lembaga
pendidikan tinggi ini pada mulanya adalah untuk mengeluarkan alim
ulama yang intelek, yaitu mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan
agama Islam secara luas dan mendalam, serta mempunyai pengetahuan
umum yang perlu dalam masyarakat modern sekarang.9
Studi di lembaga ini berlangsung selama dua tahun sampai
mencapai gelar sarjana muda, ditambah dua tahun lagi untuk mencapai
gelar semacam sarjana, dan setelah menulis desertasi berhak mendapatkan
gelar doktor. Untuk kurikulum yang diajarkan, kebanyakan mengambil
atau mencontoh seperti yang diberlakukan pada Universitas Al-Azhar
Kairo.
Pada bulan Desember 1954, tatkala Jakarta diduduki dan dikuasai
oleh pasukan sekutu, dibawah pimpinan Jenderal Cristianson, untuk
sementara perguruan tinggi ini terpaksa ditutup, baru pada tanggal 10
April 1947 perguruan tinggi ini dibuka kembali dengan mengambil
tempat di Yogyakarta, yang dihadiri oleh presiden Soekarno, dengan
sebuah pidato oleh Hatta sebagai Ketua Dewan Penyantun.
8
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islami di Indonesia, Op. Cit, hal. 286
9
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islami di Indonesia, Op. Cit, hal. 288

6
Pada tanggal 22 Maret 1948, Sekolah Tinggi Islam (STI) diubah
menjadi Universitas Islam Indonesia dengan beberapa fakultas, yaitu:
a. Fakultas Agama
b. Fakultas Hukum
c. Fakultas Ekonomi
d. Fakultas Pendidikan10
Pada tanggal 22 Januari 1950, sejumlah umat Islam dan para
ulama mendirikan sebuah Universitas Islam di Solo. Pada tahun 1950
juga fakultas Agama yang semula ada di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta diserahkan ke pemerintah, yakni Kementrian Agama,
kemudian dijadikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) dengan PP
Nomor 34 Tahun 1950, yang kemudian menjadi Institut Agama Islam
Negeri (IAIN).
Universitas Islam Solo dengan UII Yogyakarta disatukan pada
tanggal 20 Februari1951, dengan nama Universitas (dulu University)
Islam Indonesia atau UII, yang sejak saat itu mempunyai cabang pada
kedua kota tersebut.11
Begitulah perkembanganya, dimana UII terus berjalan, sementara
PTAIN pun kian berkembang, apalagi di Jakarta pun telah
diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi agama dengan nama
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Pada tahun 1960 adalah bentuk
final, dimana antara ADIA Jakarta dan PTAIN Yogyakarta disatukan
menjadi Institut Agama Islam Negri (IAIN). Perpaduan ini nampaknya
merupakan perkembangan yang amat penting bagi masa depan Islam di
Indonesia.
3. Sekolah Berasrama
Sekolah berasrama pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan
yang terhitung baru di Indonesia jumlahnya belum terlalu banyak bila
dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islami.

10
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islami di Indonesia, Op. Cit, hal. 229
11
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014), hal. 138

7
Azyumardi Azra berpendapat bahwa sebetulnya sekolah berasrama
yang seringkali disebut boarding school merupakan wujud lembaga
pendidikan Islami yang baru. Kemunculannya terilhami oleh lembaga
pendidikan pesantren. Dalam hal ini sekolah berasrama dinilai
mengadopsi salah satu ciri dasar kelembagaan pesantren. Kita tahu unsur
pesantren paling tidak harus memiliki kiai, masjid, pondok, pengajian
kitab kuning, dan seterusnya. Sekolah berasrama, menurut Azyumardi
Azra, mengadopsi salah satu kelengkapan sarana fisik pesantren yakni
pondokan. Sekolah berasrama mengikuti pola “pengasuhan” dengan corak
hubungan kiai-santri seperti layaknya di pesantren yang sangat khas.12
Sekolah berasrama juga ikut mengambil aspek-aspek pendidikan
nasional khususnya kurikulum nasional. Akan tetapi, hal lain yang patut
dicatat adalah bahwa sekolah berasrama sebagai pendidikan swasta,
seperti lembaga swasta lainnya, pada umumnya sudah mulai memiliki
kemapanan yang melampaui lembaga-lembaga pendidikan pemerintah.
Kemapanan itu terlihat mulai dari profesionalisme, kelengkapan sarana-
prasarana, dan mutu pendidikannya.13
4. Majelis Taklim
Majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan Islami
yang bersifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur
dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan ketrampilan
jama’ahnya, serta memberantas kebodohan Umat islam agar dapat
memperoleh kehidupan yang bahagia, sejahtera dan diridhai Allah SWT.
Majelis taklim juga merupakan lembaga pendidikan masyarakat
yang tumbuh dan berkembang dari kalangan masyaratakat Islam itu
sendiri, yang kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia. Oleh
karena itu, majelis taklim adalah swadaya masyarakat yang hidupnya
didasarkan kepada “Ta’awun dan Ruhama’u Bainahum”.
Pertumbuhan majelis taklim di kalangan masyarakat menunjukkan
kebutuhan dan hasrat anggota masyarakat tersebut akan pendidikan

12
Azyumardi Azra, Pesantren komunitas dan Perubahan, (Jakarta: Paramidana, 1997), hal. Xviii-
Xxii
13
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, Op. Cit, hal. 135

8
agama. Pada perkembangan selanjutnya, menunjukkan kebutuhan dan
hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu usaha memecahkan masalah-
masalah menuju kehidupan yang lebih bahagia, peningkatan tuntutan
jama’ah dan peranan pendidikan.
Majelis taklim mempunyai kedudukan dan ketentuan tersendiri
dalam mengatur pelaksanaan pendidikan atau dakwah Islamiah,
disamping lembaga-lembaga lainnya yang mempunya tujuan yang sama.
Memang pendidikan nonformal dengan sifatnya yang tidak terlalu
mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, merupakan pendidikan yang
efektif dan efesien, cepat menghasilkan, dan sangat baik untuk
mengembangkan tenaga kerja, karena ia digemari masyarakat luas.
Efektivitas dan efisiensi sistem pendidikan ini sudah banyak
dibuktikan melalui media pengajian-pengajian Islam atau majelis taklim,
yang sekarang banyak tumbuh dan berkembang baik di desa-desa maupun
kota-kota besar.
C. Metodologi, Media, Materi Pendidikan Agama Islam
1. Metodologi pendidikan agama Islam.
Kata cara di dalam bahasa Inggris berasal dari kata way dan methode,
cara dapat mencakup makna lebih luas seperti strategi, seni, metode
dan metodologi. Selanjutnya strategi merupakan acuan dasar berkaitan
dengan cara untuk mencapai tujuan. Contoh : one way traffic,
communication, Cara Belajar Siswa Aktif, Edutainment. Sementara
seni mengajar adalah suatu cara yang membuat pembelajaran lebih
indah, mengesankan dan menyenangkan. Kemudian metode adalah
cara yang sudah teruji jika digunakan bagi objek pekerjaan tertentu
yakni pembelajaran yang hasilnya akan lebih efektif dan efisien.
Sedangkan metodologi adalah suatu ilmu yang membicarakan cara
atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau menguasai
kompetensi tertentu. Kata metode dalam bahasa Indonesia diadopsi
dari kata methodos dalam bahasa Yunani, kata ini terdiri dari kata meta
yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; dan kata hodos yang
berarti jalan, perjalanan, cara, atau arah. Kata methodos sendiri berarti

9
penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, atau uraian ilmiah (Anton
Bekker, 1984)14 . Dalam bahasa Arab metode diterjemahkan dengan
manhaj atau thariqah dan al-wasilah. Al-thoriqoh berarti jalan, manhaj
berarti sistem, dan al-wasilah berarti perantara atau mediator5 .
Dengan demikian kata Arab yang dekat dengan arti metode adalah al-
Thariqah. Dan di dalam bahasa Indonesia metode bermakna cara
pandang yang teratur, terpikir baik-baik untuk mencapai maksud
(dalam ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya) atau cara kerja yang
tersistem untuk memudahkan suatu kegiatan yang ditentukan. Dan
secara leksikal, methode diartikan sebagai way of doing anything yaitu
suatu cara yang ditempuh untuk mengerjakan sesuatu agar sampai pada
suatu tujuan.
Metode pendidikan Islam dalam penerapanya banyak menyangkut
permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu
sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab
metode pendidikan itu hanyalah merupakan sarana atau jalan menuju
tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang
pendidik haruslah mengacu pada dasardasar metode pendidikan secara
umum antara lain : Pertama dasar agama.; Kedua biologis; Ketiga
dasar psykologis; dan Keempat dasar sosiologis.
Kalau melihat beberapa prinsip pendidikan Islam yang tergambar di
dalam ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits, maka dapat ditarik
banyak metode pendidikan yang tidak bertentangan dengan metode-
metode modern yang diciptakan para ahli pendidikan saat ini. Menurut
Abudin Nata Al-Qur’an menawarkan berbagai metode pendidikan
Islam yaitu Pertama metode teladan. Metode ini dianggap penting
karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk
dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku ;
Kedua metode kisah-kisah. Kisah atau cerita sebagai suatu metode
14
M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, edisi I, 1991),hlm., 61; lihat dalam Supiana,M.Ag – M.
Karman, M.Ag, Ulumul Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Cet. I, Pustaka Islamika, Bandung,
2002), hlm.,301

10
pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan.
Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu,
dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan; Ketiga
metode nasehat. Menurut al-Qur’an metode nasehat itu hanya
diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dan nasehat itu
sasaranya adalah timbulnya kesadaran pada orang yang diberi nasehat
agar mau insaf melaksanakan ketentuan hukum atau ajaran yang
dibebankan kepadanya; Keempat metode pembiasaan. Metode
pembiasaan ini digunakan untuk mengubah seluruh sifat-sifat baik
menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu
tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa
menemukan banyak kesulitan; Kelima metode hukum dan ganjaran.
Metode hukuman ini digunakan dalam pendidikan Islam adalah
sebagai sarana untuk memperbaiki tingkah laku manusia yang
melakukan pelanggaran dan dalam taraf sulit untuk dinasehati
sementara ganjaran itu diberikan sebagai hadiah atau penghargaan
kepada orang yang melakukan kebaikan atau ketaatan atau berprestasi
yang baik; Keenam metode ceramah(khutbah). Metode ceramah
termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan
atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan;
Ketujuh metode diskusi.Metode diskusi digunakan dalam pendidikan
Islam adalah untuk mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan
lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap
sesuatu masalah; Kedelapan metode lainya yaitu metode perintah dan
larangan, metode pemberian suasana, metode secara kelompok,
metode intruksi, metode bimbingan dan penyuluhan, metode
perumpamaan, metode taubat dan ampunan dan metode penyajian.15
2. Media pendidikan agama Islam
Media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang dapat diartikan
sebagai perantara atau pengantar. Assosiation for Education and
Communication Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai

15
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan …, hlm.,95 -107

11
segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran
informasi5 . Selanjutnya National Education Association (NEA)
mendefinisikan media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak
maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat
dilihat, didengar dan dibaca.16
Sedangkan media dalam konteks pembelajaran merupakan semua
jenis peralatan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Ditinjau
dari pendidikan Agama Islam media pendidikan agama adalah semua
aktivitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan agama,
baik yang berupa alat yang dapat diragakan maupun teknik/ metode
yang secara efektif dapat digunakan oleh guru agama dalam rangka
mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.17
Media pembelajaran sangat penting digunakan oleh guru karena
memiliki beberapa manfaat antara lain:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistik.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a) Objek yang terlalu besar dapat digantikan dengan gambar, film
bingkai, film atau model.
b) Objek yang kecil dapat dibantu dengan proyektor mikro, film
bingkai, film atau gambar.
c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu
dengan timelapse atau high-speed photography.
d) Kejadian atau peristiwa di masa lalu bisa ditampilkan dengan
rekaman film, video, film bingkai, foto.
e) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim
dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai,
gambar dan lain-lain.
3. Dapat mengatasi sifat pasif peserta didik.

16
Arief Sadiman dkk., Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 7
17
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, hlm. 117

12
4. Dapat mengatasi perbedaan sifat yang unik dan perbedaan
pengalaman peserta didik18.

Berikut diuraikan karakteristik media yang biasa digunakan dalam


pembelajaran Pendidikan Agama Islam:
1. Media Grafis
Media grafis merupakan salah satu media visual yang dapat
menyalurkan informasi dari sumber informasi ke penerima
informasi. Media grafis dapat berfungsi untuk menarik
perhatian, memperjelas pesan dan mengilustrasikan pesan.
Media grafis merupakan media sederhana yang harganya
relatif murah.
2. Media Audio
Media audio adalah media yang erat kaitannya dengan
pendengaran. Informasi dituangkan dalam dalam lambang-
lambang auditif baik berupa verbal maupun non verbal. Dalam
mata pelajaran pendidikan agama Islam materi yang dapat
menggunakan media audio seperti AlQuran hadits, sejarah
perkembangan Islam, Bahasa Arab dan sebagainya. Beberapa
contoh media audio adalah radio, laboratorium bahasa dan alat
perekam pita magnetik.

3. Media Proyeksi Diam


Media proyeksi diam (still proyected medium) merupakan
media yang prinsipnya sama dengan media grafis tetapi dalam
media proyeksi diam, informasi disampaikan melalui
proyektor agar dapat dilihat oleh peserta didik. Beberapa jenis
media proyeksi diam diantaranya slide, film rangkai, OHP,
televisi, proyektor opaque, tachitoscape, microprojection dan
microfilm. Beberapa materi yang dapat disampaikan oleh guru

18
Arief Sadiman dkk., Media Pendidikan… hlm. 17

13
melalui media proyeksi diam diantaranya Ibadah haji, shalat,
Al-Qur’an, Hadits dan sebagainya.

3. Materi pendidikan agama Islam

Materi atau bahan pelajaran atau yang dikenal dengan materi pokok
merupakan subtansi yang akan diajarkan dalam kegiatan belajar
mengajar. Materi pokok adalah materi pelajaran bidang studi dipegang
atau diajarkan oleh guru. Keberhasilan pembelajaran secara
keseluruhan sangat tergantung padakeberhasilan guru merancang
materi pembelajaran. Materi Pembelajaran padaha kekatnya
merupakan bagian tak terpisahkan dari Silabus, yakni perencanaan,
prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat
Kegiatan Pembelajaran. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yangharus dikuasai peserta didik dalam
rangka memenuhi standar kompetensi yangditetapkan. Materi
pembelajaran menempati posisi yang sangat penting darikeseluruhan
kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran
dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh
pesertadidik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang
tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta
tercapainya indikator.

Agama berarti risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai


petunjuk bagi manusia dan hukumhukum sempurna untuk
dipergunakan manusia dalam penyelenggaraan tata cara hidup yang
nyata serta mengatur hubungan dengan tanggung jawab kepada Allah
dan masyarakat sekitarnya. Dan pendidikan Agama Islam dapat
diartikan sebagai program yang terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani

14
ajaran Islam serta diikuti tuntunan untuk menghormati Agama lain
dalam hubungan dengan kerukunan antara umat beragama hingga
terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Setelah melihat kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan


bahwa materi PAI adalah materi pelajaran atau materi pokok bidang
studi Islam yang lakukan secara terencana guna menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
mengamalkan ajaran Islam dan berakhlak secara Islam serta diikuti
tuntunan untuk menghormati Agama lain dalam hubungan dengan
kerukunan antara umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.

D. Dampak Pendidikan Islam Dalam Segi Politik Sosial dan Budaya


Pendidikan agama Islam merupakan pondasi yang sangat kuat dalam
menciptakan hubungan sosial masayarakat yang berbudaya dan
membudayakan kebudayaan bangsa. Pendidikan agama Islam yang
merupakan proses menciptaan generasi madani sehingga meraka
mengetahui dan memahami akan hakikat dari penciptaan manusia, dengan
pemahaman yang baik dan didukung ilmu pengetahuan baik tentunya akan
memperlancar perkembangan dan kemajuan peradaban bangsa. Muhaimin,
dalam bukunya Rekonstruksi Pendidikan Islam menjelaskan bahwa:
stategi pengembangan budaya agama di lembaga pendidikan agama Islam,
hendaknya meminjam teori koentjaraningrat tentang wujud kebudayaan,
meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran, yaitu
tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian dan simbol-simbol
budaya. Dengan demikian dapat tercipta generasi harapan bangsa yang
tidak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan, namun pandai dalam segala
hal serta memiliki moral etika yang terinternalisasi dalam diri dan menjadi
karakter. Perubahan dan perkembangan zaman harus dihadapi dengan
penuh semangat dan percaya diri serta kretivitas. Ilmu pangetahuan dan
nilai-nilai serta norma yang berlaku perlu dipahami sebagai dasar dalam
menentukan standarisasi akan kepatutan dan kelayakan serta kebenaran

15
dalam berhubungan dengan masyarakat. Generasi yang siap menjawab dan
memberi solusi dalam berbagai dinamika permasalahan sosial yang dapat
berdampak pada kemajuan dan peradaban bangsa. Bangsa yang besar
tentunya bangsa yang memiliki identitas kebangsaan berkarakter kuat,
identitas tersebut menjadikan bangsa berkarakter. Bangsa yang berkarakter
tentunya didukung oleh masyarakat yang berkarakter dan untuk
berkarakter membutuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri pada tiap-tiap
manusia tentunya akan berbanding lurus ilmu pengetahuan dan
pamahaman akan nilai serta norma yang berlaku disuatu bangsa.
Masyarakat yang cerdas dalam beragama tentunya akan memiliki akhlak
yang baik sehingga berdampak pada peradaban di masyarakat tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Mahmud Yunus mengatakan, bahwa sejarah pendidikan Islam sama
tuanya dengan masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan
karena pemeluk agama Islam yang kala itu masih tergolong baru,
maka sudah pasti akan mempelajari dan memahami tentang ajaran-
ajaran Islam. Meski dalam pengertian sederhana, namun proses
pembelajaran waktu itu telah terjadi. Dari sinilah mulai timbul
pendidikan Islam,
2. Lembaga pendidikan moderen dalam konteks sosiologis ada 4 yaitu:
a. Madrasah
b. Perguruan tinggi islam
c. Sekolah berasrama
d. Majlis taklim
3. metode adalah cara yang sudah teruji jika digunakan bagi objek
pekerjaan tertentu yakni pembelajaran yang hasilnya akan lebih
efektif dan efisien. Sedangkan metodologi adalah suatu ilmu yang

16
membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan atau menguasai kompetensi tertentu.
4. media dalam konteks pembelajaran merupakan semua jenis peralatan
yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Ditinjau dari pendidikan
Agama Islam media pendidikan agama adalah semua aktivitas yang
ada hubungannya dengan materi pendidikan agama, baik yang berupa
alat yang dapat diragakan maupun teknik/ metode yang secara efektif
dapat digunakan oleh guru agama dalam rangka mencapai tujuan
tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
5. Materi Pembelajaran padaha kekatnya merupakan bagian tak
terpisahkan dari Silabus, yakni perencanaan, prediksi dan proyeksi
tentang apa yang akan dilakukan pada saat Kegiatan Pembelajaran.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa Materi pembelajaran
(instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yangharus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan.
6. Generasi yang siap menjawab dan memberi solusi dalam berbagai
dinamika permasalahan sosial yang dapat berdampak pada kemajuan
dan peradaban bangsa. Bangsa yang besar tentunya bangsa yang
memiliki identitas kebangsaan berkarakter kuat, identitas tersebut
menjadikan bangsa berkarakter. Bangsa yang berkarakter tentunya
didukung oleh masyarakat yang berkarakter dan untuk berkarakter
membutuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri pada tiap-tiap manusia
tentunya akan berbanding lurus ilmu pengetahuan dan pamahaman
akan nilai serta norma yang berlaku disuatu bangsa. Masyarakat yang
cerdas dalam beragama tentunya akan memiliki akhlak yang baik
sehingga berdampak pada peradaban di masyarakat tersebut.

B. SARAN

Sebagai manusia biasa yang tidak sempurna, tentulah tulisan-tulisan kami pun
banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca yang
ingin lebih memahami Pendidikan Islam di Indonesia untuk tidak menjadi makalah ini

17
sebagai satu-satunya rujukan, tetapi sebaiknya juga mencari tulisan-tulisan baik dari
buku-buku maupun koran sebagai referensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islami di Indonesia, Jakarta:


Hidakarya Agung.
2. Daulay, Haidar Putra, 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara,
Jakarta: Rineka Cipta.
3. Masruroh, Ninik dan Umiarso. 2011. Modernisasi Pendidikan Islam Ala
Azyumardi Azra, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
4. Abrasyi, Moh. Athiyah, 1974. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,
Jakarta: Bulan Bintang.
5. Engku, Iskandar dan Zubaidah, Siti. 2014. Sejarah Pendidikan Islami,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
6. Arifin, M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta : Bumi Aksara,
edisi I.

18

Anda mungkin juga menyukai