Dokumen tersebut merangkum hasil analisis senyawa flavonoid dan isolasi rutin dari daun ketela pohon. Metode ekstraksi digunakan untuk mengisolasi rutin, diikuti dengan hidrolisis untuk memisahkan glikon dan aglikon. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis flavonoid adalah golongan flavon, sedangkan analisis KLT menghasilkan nilai Rf yang baik untuk mengidentifikasi rutin dan hasil hidrolisisnya.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut merangkum hasil analisis senyawa flavonoid dan isolasi rutin dari daun ketela pohon. Metode ekstraksi digunakan untuk mengisolasi rutin, diikuti dengan hidrolisis untuk memisahkan glikon dan aglikon. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis flavonoid adalah golongan flavon, sedangkan analisis KLT menghasilkan nilai Rf yang baik untuk mengidentifikasi rutin dan hasil hidrolisisnya.
Dokumen tersebut merangkum hasil analisis senyawa flavonoid dan isolasi rutin dari daun ketela pohon. Metode ekstraksi digunakan untuk mengisolasi rutin, diikuti dengan hidrolisis untuk memisahkan glikon dan aglikon. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis flavonoid adalah golongan flavon, sedangkan analisis KLT menghasilkan nilai Rf yang baik untuk mengidentifikasi rutin dan hasil hidrolisisnya.
Dokumen tersebut merangkum hasil analisis senyawa flavonoid dan isolasi rutin dari daun ketela pohon. Metode ekstraksi digunakan untuk mengisolasi rutin, diikuti dengan hidrolisis untuk memisahkan glikon dan aglikon. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis flavonoid adalah golongan flavon, sedangkan analisis KLT menghasilkan nilai Rf yang baik untuk mengidentifikasi rutin dan hasil hidrolisisnya.
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3
VI PEMBAHASAN
A. Analisis Golongan Flavonoid
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui isolasi dan analisis senyawa flavonoid. Haasil positif flavonoid ditujukan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga, pada lapisan amil alcohol. Warna jingga sampai merah untuk flavon, merah sampai merah tua untuk flavanol, dan merah tua sampai magenta (merah keunguan) untuk flavanon(Farnsworth, 1966). Analisa flavonoid ekstrak serbuk daun singkong dilakukan dengan menggunakan metode sianidin/shianoda/shibatta atau sering juga disebut dengan uji Willstatter. Pada pengujian ini dilakukan penambahan HCL pada uji flavonoid dimaksudkan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya. Reduksi dengan Mg dan HCL pekat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavon, flavonol, dan flavanon (Marliana, 2005). Hasil identifikasi senyawa flavonoid dari ekstrak serbuk simplisia daun singkong yang diuji menunjukkan warna lapis amil alkohol yang didapat berwarna jingga, hal ini menunjukkan bahwa jenis flavonoid yang terkandung pada ekstrak serbuk daun singkong merupakan jenis flavonoid dari golongan flavon. B. Isolasi Rutin dari Daun Ketela Pohon Pada isolasi rutin dari serbuk daun singkong dilakukan penarikan senyawa dengan metode ekstraksi panas yaitu dekokta. Dimana dekoktan merupakan refluk sederhana dengan menggunakan suhu 90°C selama 30 menit dihitung saat air mendidih. Metode ini dilakukan karena senyawa rutin memiliki titik lebur 195°C dan memiliki sifat kelarutan mudah larut dalam air panas dan dingin (1:8). Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dengan pengotor, kemudian filtrat disimpan ke dalam lemari es selama 1 minggu bertujuan untuk mempercepat proses kristalisasi pembentuka kristal rutin. Setelah didapatkan endapan kristal kemudian dilakukan penyaringan untuk memsisahkan pelarut dengan kristalnya. Kristal yang tertampung pada penyaring lalu dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 50°C untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut yang terbawa pada kristal. Selanjutnya lakukan penimbangan selisih rendemen dimana pada hasil praktikum yang didapatkan 0,24 gram dengan persentase hasil rendemen yang didapat dari 50 g serbuk simplisia daun singkong sebesar 0,48%. Setelah itu ambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam 2 campuran methanol-air sama banyak yang akan menghasilkan sari 1. C. Hidrolisis rutin menjadi glikon dan aglikon Untuk mendapatkan sari 2 dan 3 maka dilakukan hidrolisis menjadi glikon dan aglikon. Ambil 0,1 gram padatan kristal rutin kemudian ditambahkan 5ml methanol dan 10ml HCL 2N masukkan ke dalam tabung reaksi yang ujungnya ditutup kapas untuk mengurangi penguapan, kemudian dilakukan refluk selama kurang lebih 1 jam atau sampai larutan menyusut menjadi setengahnya. Tuangkan cairan hidrolisis yang telah dingin ke dalam corong pisah dan ditambahkan 20ml eter, kocok 2-3 kali lalu diamkan hingga memisah. Pisahkan larutan eter dan air pada beaker glass. Lakukan sebanyak 2 kali pada fase air. Pada fase larutan eter disaring melalui kertas saring yang ditambahkan 1gram natrium sulfat anhidrat, hal ini dilakukan bertujuan untuk mengikat sisa air yang ikut terbawa saat dilakukan pemisahan fase larutan sehingga didapatkan sari larutan eter yang murni, kemudain fase larutan eter diuapkan pada waterbath hingga kering selanjutnya ditambahkan 2ml methanol dan masukkan pada vial (sari 2). Pada larutan air penguapan diatas waterbath hingga didapatkan fase larutan air sebanyak 1ml dan masukkan pada vial (sari 3). D. Analisis hasil isolasi Pada praktikum kali ini didapatkan rendemen kristal sebanyak 0,48%. Rendemen dikatakan baik jika nilainya lebih dari 10% (Molyneux, 2004). Maka rendemen yang didapatkan dinyatakan rendah karena salah satu faktor yang menyebabkan adalah metode ekstraksi. Uji organoleptis kristal rutin dimaksudkan untuk melihat tampilan fisik suatu sediaan yang meliputi bentuk, warna, rasa, dan bau. Berdasarkan hasil yang didapat berbentuk kristal, berwarna hijau kekuningan, berasa pahit, dan berbau khas hal ini sesuai dengan literatur (Sari, Meitisa., 2017). Kemudian dilakukan identifikasi KLT dengan dua kondisi yaitu pada fase gerak asam asetat 15% (KLT 1) dan fase gerak BAW dengan perbandingan 4:1:5 (KLT 2). Pada analisis KLT 1 fase diam menggunakan selulosa, fase gerak asam asetat 15% sebanyak 8ml, cuplikannya adalah sari 1, 2, 3 dan larutan baku (glukosa), dan deteteksi oleh sinar UV 366, uap ammonia, pereaksi sitoborat kemudian dipanaskan 100°C selama 5 menit. Kemudian didapatkan nilai Rf 1= 0.58, Rf 2= 0.58, Rf 3= 0.08, Rf 4 tidak terlihat dikarenakan kesalahan dalam penggunaan pereaksi. Karena larutan baku yang digunakan glukosa seharusnya menggunakan pereaksi KMNO4. Glukosa sebagai reduktor dan KMNO4 sebagai oksidator sehingga akan terjadi reaksi redoks. Pada analisis KLT 2 fase diam menggunakan selulosa, fase gerak BAW sebanyak 8ml, cuplikannya adalah sari 1, 2, 3 dan larutan baku (rutin), dan deteteksi oleh sinar UV 366, uap ammonia, pereaksi sitoborat kemudian dipanaskan 100°C selama 5 menit. Kemudian didapatkan nilai Rf 1= 0.75, Rf 2= 0.83, Rf 3= 0.80, Rf 4= 0.75. Menurut (Rohman, 2009) nilai Rf yang baik adalah 0.2-0.8 maka nilai Rf yang didapatkan dinyatakan baik.