Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Kelompok15 - Morfologi A - Tugas1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN

KOMPOSISI KE BERBAGAI KELAS KATA

DISUSUN OLEH:
Rizky Danuswara (201510080311002)
Nur Hanifa (202010080311012)
Fina Fatima Maharani (202010080311014)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2020/2021
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi IV)
Verba Majemuk
Verba majemuk adalah verba yang terbentuk lewat proses penggabungan kata. Ada
beberapa ciri yang menandai verba majemuk. Ciri pertama ialah kohesi yang kuat di antara
komponennya sehingga tidak dapat disisipi kata lain. Gabungan cetak ulang, wajib belajar,
ambil bagian tidak mengizinkan penyisipan satuan. Ciri kedua ialah sifat ketakterbalikan;
artinya, letak komponen mejemuk tidak dapat dipertukarkan. Misalnya, bentuk jual beli, lipat
ganda, dan tukar tambah urutannya tidak dapat dibalikkan. Verba majemuk dibagi menjadi
tiga berdasarkan bentuk morfologis dan hubungan komponen, yaitu verba majemuk dasar,
verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang.
1. Verba Majemuk Dasar
Verba majemuk dasar merupakan verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak
mengandung komponen berulang, serta dapatberdiri sendiri dalam frasa, klausa,atau
kalimat. Terdapat tiga pola verba majemuk dasar yaitu:
 Kedua komponen berupa verba dasar, contohnya hancur lebur, pulang pergi, jual beli,
ikut campur, dan jatuh bangun.
 Komponen pertama berupa adjectiva dan komponen kedua berupa verba, contohnya
kurang makan, berani mati, salah dengar, dan kurang pikir.
 komponen pertama berupa verba dasar dan komponen kedua berupa nomina dasar,
seperti mabuk laut, gegar otak, tatap muka, dan bunuh diri.
2. Verba Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks merupakan verba majemuk yang mengandung afiks tertentu,
seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
(313) Mereka menyebarluaskan berita itu ke seiuruh desa.
Dapat dilihat bahwa terdapat verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri
dalam kalimat. Karena paduan morfem dasar seperti itu tidak dapat berdiri sendiri dalam
kalimat, verba tersebut harus berafiks. kata majemuk yang bukan verba dapat juga dibuat
menjadi verba majemuk dengan menambahkan afiks verba tertentu. Verba majemuk
berafiks dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
 Verba majemuk terikat, contohnya beriba hatiberkembang biak, bertolak pinggang, dan
bertutur sapa.
 Verba majemuk bebas, verba ini memiliki tiga kelompok yaitu verba (melipatgandakan,
Menaikturunkan, merataptangisi, memberi tabu, menggaris bawahi, dan memukul
mundur), nomina (membalas budi, menganaktirikan, berinduk semang, dan
mendarmabaktikan), dan adjektiva (membagi rata, menghitamlegamkan
mengawetmudakan,dan memerahpadamkan).
 Verba majemuk berafiks yang salah satu komponennya telah berafiks tidak banyak
jumlahnya.
Contoh: (322) haus kekuasaan, hilang ingatan, dan hilang pikiran
3. Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya
bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasikan pula.
Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, verba majemuk terbagi atas (i)
verba majemuk subordinatif dan (ii) verba majemuk koordinatif. Verba majemuk
subordinatif ialah verba majemuk yang salah satu komponennya merupakan inti. Pada
verba majemuk jumpa pers, haus kekuasaany dan temu wicara, misalnya, tampak jumpa^
haus, dan temu merupakan inti; dan komponen kedua terikat kepadanya.
Verba majemuk koordinatif ialah verba majemuk yang kedua komponennya
merupakan inti. Pada verba majemuk timbul tenggelamy jatuh bangun, dan mencumbu
rayu, misalnya, kedua komponen tiap-tiap verba itu merupakan inti.
Verba majemuk kadang-kadang dapat menjadi idiom sekaligus. Idiom juga
merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan itu tidak dapat
secara langsung ditelusuri dari makna masingmasing kata yang tergabung. Kata naik,
misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi,
perpaduan itu telah menumbuhkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik ataupun
darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Katakata seperti
naik haji, makan hati (dalam arti menderita'), angkat kaki, dan gulung tikar merupakan
idiom juga.

Adjektiva Majemuk
Adjektiva majemuk perlu dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) yang berupa gabungan
morfem terikat dengan morfem bebas dan (2) yang berupa gabungan morfem bebas dengan
morfem bebas.
1. Gabungan Morfem Terikat dengan Morfem Bebas
Contoh berikut merupakan adjektiva majemuk yang merupakan gabungan antara morfem
terikat dan morfem bebas. Pada kata adikodrati, misalnya, terdapat morfem terikat adi- dan
morfem bebas kodrati.
2. Gabungan Morfem Bebas dengan Morfem Bebas
Adjektiva majemuk yang berupa gabungan morfem bebas dengan morfem bebas
memperlihatkan struktur yang polanya berbeda, yaitu pola (1) adjektiva + adjektiva, (2)
adjektiva + nomina, dan (3) adjektiva + verba. Adjektiva majemuk tersebut termasuk
majemuk frasa.
1) Pola Adjektiva + Adjektiva
Berdasarkan makna unsur-unsurnya, adjektiva gabungan morfem bebas yang terdiri
atas adjektiva dan adjektiva ini perlu dibedakan antara yang bersinonim dan yang
berantonim.
2) Pola Adjektiva + Nomina
Pada gabungan morfem bebas yang terdiri atas adjektiva dan nomina ini, unsur
adjektiva merupakan inti dan nomina yang mengikutinya sebagai pewatas.
3) Pola Adjektiva + Verba
Unsur verba pada gabungan morfem bebas jenis ini dihasilkan melalui proses
morfosintaktis tertentu. Sebagaimana yang ditampilkan pada contoh berikut, bentuk
majemuk (sebelah kiri) berasal dari bentuk frasa (sebelah kanan). Gabungan siap
kerja, misalnya, berawal dari siap {untuk) bekerja yang kemudian berubah menjadi
siap kerja.

HARIMURTI KIRDALAKSANA : Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia


Yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses
penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. “Output” proses itu disebut
paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Deskripsi tersebut jelas
menempatkan kata majemuk sebagai satuan yang berbeda dari frase. Frase adalah gabungan
kata, bukan gabungan leksem. Yang mengolah kata-kata hingga menjadi frase adalah proses
sintaksis, Sedangkan kata majemuk yang berasal dari compositum atau paduan leksem
merupakan hasil proses morfologis.

Secara empiris ciri-ciri di bawah ini membedakan compositum atau paduan leksem kata
majemuk dari frase. ciri-ciri itu ialah:
1) ketaktersisipan
2) ketakterluasan
3) ketakterbalikan
Kalau ditelaah lebih cermat konsep kompositum tidak sama benar dengan konsep kata
majemuk. perhatikan misalnya kompositum bumi hangus dan, satu padu dan, sebar luas
bentuk-bentuk terikat tersebut jelas belum berstatus kata karena tidak dapat berdiri sendiri
kalau tidak mengalami proses afiksasi.
Berikut Bagan kata majemuk yang hasilnya diuraikan seperti di bawah ini:

Contoh: lomba mengarang


Salah asuhan
Kata maj
Contoh: keras-keras lemah
Tua-tua keladi

Contoh: mabuk bungan raya


um
Contoh: tanah tumpah darah
Kompositum juga harus dibedakan dari idiom dan semi-idiom. Idiom adalah
konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna komponen-komponennya.
Semi-idiom ialah konstruksi yang salah satu komponennya mengandung makna khas
yang ada dalam konstruksi itu saja. Konsep idiom dan semi-isiom ini juga dapat
terjadi dalam kompositu. memberikan contoh-contoh yang dapat membantu kita
membedakan kompositum idiomatic dan semi-idiomatis.
Kompositum non-idiomatis, contohnya: adu lari, akal budi, alih tugas, anak
cucu, dan jual beli. Kompositum semi idiomatis, contohnya: anak angkat, banting
harga, gatal tangan, dan harga diri. Kompositum idiomatis contohnya: banting tulang,
buah bibir, bulan madu, jantung hati, dan darah daging.
Pengklasifikasian kompositum menjadi lima golongan:
1. Kompositum subordinatif substantif (tipe A)
2. Kompositum subordinatif atributif (tipe B)
3. Kompositum koordinatif (tipe C)
4. Kompositum berproleksem (tipe D)
5. Kompositum sintetis (tipe E)
Contoh untuk tipe-tipe di atas antara lain sebagai berikut:
a) Tipe A: anak air, bibir cawan, buah hati, kepala keluarga, mata panah, perut bumi,
suku kata, dan tangan baju.
b) Tipe B: banyak akal, banyak bicara, bebas tugas, berat hati, gelap hati, hilang akal,
campur tangan, buruk hati, datang bulan, mati rasa, naik gaji, kurang darah, lepas
tangan, panjang umur, ringan tangan, patah tulang, senang hati, tipis harapan,
tunarungu, dan tebal muka.
c) Tipe C: adat istiadat, aman sejahtera, panjang lebar, besar kecil, ayah ibu, basah
kuyup, anak cucu, dan ambil alih. Di sini disebutkan contoh ayah ibuyang berpola „a
pria, b wanita‟. Jika dibandingkan dengan bapak ibu, sebenarnya contoh ini tidak
berbeda, namun konteks kalimatlah yang membedakan kedua kata ini sebagai
kompositum dan frase.
d) Tipe D: asusila, bilingualisme, metafisika, makro-ekonomi, dan semifinal.
e) Tipe E: geofisika, sentimeter, dan psikologi.
Dalam tabelnya di bagian akhir, Harimurti membagi kompositum subordinatif
menjadi bagian yang lebih khusus, yaitu:
a) Subordinatif bebas:

Non-
b) Subordinatif terikat:
n
Non-

dan adat istiadat.


Begitu juga dengan kompositum koordinatif, Harimurti membaginya menjadi:
a) Koordinatif bebas:
rah daging
Non-
b)Koordinatif terikat:

Non-
-bangsa, hipotaksis, dan paranormal.

Anda mungkin juga menyukai