Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Akhlaq Tasawuf

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

IMAKALAH

RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN TERKAIT AKHLAQ TASAWUF

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Pengantar ILMU AKHLAQ TASAWUF yang diampu oleh:

Bpk FAHRUR ROZI M.Pd.I

Oleh:

1.Syafi’ul Wildan

2.Ahmad Wahid

3.Dimas Aji .S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA’ SUNAN GIRI

BOJONEGORO

1
2022

lKATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil aalamin washolatu wassalamu alaa ashrofil ambiya;i wal mursalin


sayyidina wamaulana Muhammadin wa alaa aalihi wasohbihi ajma’in

rasa syukur tetap tercurahkan atas ni’mat yang di berikan Allah SWT dimana kita dapat
menjalani aktifitas sehari hari.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menggugurkan kewajiban yaitu tugas
ILMU AKHLAQ DAN TASAWUF yang diberikan oleh bapak dosen FAHRUR ROZI
M.Pd.I

Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk memberi wawasan kepada orang lain agar dapat
mengetahui sebab dan latar belakang dari tema yang kami sampaikan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak FAHRUR ROZI M.Pd.I

selaku dosen mata kuliah ILMU AKHLAQ DAN TASAWUF yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang
kami pelajari.

Saya menyadari, makalah yang kita tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya terima dengan lapang dada demi kesempurnaan
makalah kami.

Bojonegoro 13 Oktober 2022

Kelompok 5 gg

2
DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN.......................................................................................................4

2. BAB 1 NATURALISME DAN SUPRANATURALISME.......................................5

3. BAB 2 UTILITARIANISME....................................................................................9

4. BAB 3 PENUTUP...................................................................................................13

5. DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................14

3
PENDAHULUAN

Diantara masalah besar kehidupan, masalah yang berkaitan dengan agama adalah
tema yang sering muncul dan dianggap penting serta mendapat perhatian serius. Itu
disebabkan karena masalah yang bersifat keagamaan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan hidup manusia, terutama dalam aspek-aspek humanitis, moral, etika maupun
estetika. Secara makro, masalah keagamaan berpengaruh besar terhadap pembentukan
pandangan dunia (word view) manusia.

Tema sentral keagamaan, sebagai sering diajukan para pemerhati dan pemikir
keagamaan, berkisar pada masalah-masalah : Siapa kita ini sebenarnya? Apakah alam ini?
Dari mana ia datang dan kemana ia pergi? Apa sebenarnya di balik alam fisik ini? Dan apa
tujuan keberadaannya sekarang ini? Benar tidaknya jawaban-jawaban terhadap berbagai
pertanyaan diatas, banyak ditentukan oleh tingkat daya nalar ketetapan penelitian, disamping
tentu saja kepercayaan (keimanan) kepada bantuan petunjuk (wahyu) dari Tuhan.1

Dalam beberapa dekade terakhir ini, alam pemikiran keagamaan penuh de ngan
berbagai gagasan atau pengaruh sistem pemikiran tertentu. Berbagai segi dari kepercayaan
tradisional telah ditinggalkan oleh para pemeluknya yang mulai menerima kebebasan berfikir
dan menilai sesuatu secara rasional dan juga pragmatis sebagai suatu sikap hidup. Pada masa
di mana prinsip-prinsip rasionalitas dan materialisme menguasai kehidupan dan menjadi pola
penilaian, keberadaan suatu pemikiran, termasuk pemikiran keagamaan, akan sangat
ditentukan oleh kekuatan logika dan argumentasi rasional yang diajukannya. Serta
mengurangi seminim mungkin alasan-alasan yang irrasional agar bisa mendapat pengakuan
dan legitimasi dari kehidupan ilmiah masa kini.

Namun ternyata upaya rasionalisasi tersebut sering kali harus menemui kesulitan-
kesulitan dan hambatan-hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain disebabkan karena
rasionalitas yang mengejawantahkan dirinya dalam bentuk ilmu pengetahuan  memiliki
aspek-aspek tertentu yang tidak sejalan dengan aspek-aspek yang ada dalam agama. Salah
satu contoh kesulitan tersebut adalah apa yang akan kita bahas dalam makalah ini, yaitu

1 Abdul Mun’im Muhammad Khallaf, Agama dalam Perspektif Rasional, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hlm. 66

4
aspek natural yang dikehendaki oleh ilmu pengetahuan dan aspek supernatural yang
dikehendaki oleh agama.

PEMBAHASAN

1. SUPRANATURALISME DAN NATURALISME


2. UTILITARIANISME

TUJUAN

1. MENGETAHUI SUPRANATURALISME DAN NATURALISME


2. MENGETAHI UTILITARIANISME

BAB I

NATURALISME DAN SUPRANATURALISME

SAINS  MENGHENDAKI NATURALISME

Dasar pertama dalam penyusunan ilmu pengetahuan adalah adanya keyakinan


bahwasanya dalam alam semesta ini berlaku hukum-hukum tertentu yang bersifat umum dan
pasti. Dari sinilah para ahli mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu mempunyai tiga ciri,
yaitu kepastian (certitude), kausalitas (causality) dan generalisasi (generality). 2 Dengan
adanya ketiga aspek itulah pada akhirnya sains disusun dan pada akhirnya berkembang pesat
seperti sekarang ini.

2  Muhammad Hatta, Pengantar ke Jalan Pengetahuan,  (Jakarta: PT. Pembangunan, 1970), hlm. 6-10

5
Tanpa adanya ketiga aspek tersebut, sains tidak akan bisa disusun, sehingga bisa
dikatakan bahwa daya jangkau ilmu pengetahuan atau sains adalah terhadap segala unsur
yang ada pada alam semesta ini yang yang memiliki ketiga ciri tersebut. Hal-hal atau semesta
ini yang memiliki ketiga ciri tersebut bisa kita katakana  sebagai “alamiah” atau “natural”.

Lama kelamaan, pandangan ilmu pengetahuan yang terkondisikan oleh konsep diatas,
berubah menjadi “naturalisme”. “Naturalisme” sendiri biasa didefinisikan sebagai faham
bahwasanya alam ini adalah keseluruhan dari kenyataan. Alam tidak membutuhkan sebab
ataupun keyakinan adi kodrati. Alam itu ada secara mandiri,  dapat menerangkan diri sendiri
dan mengarahkan sendiri.3

Makna kata “natural” atau “alami” itu sendiri bisa kita artikan menjadi dua: 4

1.      Merupakan Hasil berlakunya hukum alam fisik. Misalnya kata “Gerhana Matahari
merupakan gejala alami”. Maksudnya adalah bahwa gerhana matahari terjadi sesuai dengan
hukum gerakan alam.

2.      Terjadi menurut kodrat atau wataknya sendiri. Misalnya kata “Kembang itu melahirkan
sesuai kodratnya”, maksudnya adalah bahwa proses melahirkan kembar itu sesuai watak atau
kodratnya.

Selanjutnya mungkin timbul pertanyaan, apa sajakah yang termasuk dan bisa
dikatakan “alam” itu?

W.E. Hocking dalam “Types of Phylosophy” mengatakan:5 “Kata-kata ‘alam’ yang di


pakai dalam filsafat bukan hanya alamnya hutan, gunung, dan kehidupan liar. Alam tersebur
juga alamnya astronomi yang mencakup bagian-bagian yang luas dari ruang dan waktu, dari
fisika dan kimia serta analisisnya yang bersifat atom atau sub atom. Dalam perspektif ini,
kehidupan manusia mungkin nampak sebagai suatu perincian, akan tetapi kata ‘alam’ tidak
merupakan kebalikan dari manusia, karya-karnyanya, maupun kebudayaannya. Alam
mencakup semua itu dalam suatu sistim fenomena yang satu dan tidak berbagi-bagi.”

3 Ali Mudhofir, Drs., Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, ( Yogyakarta: Liberty,1988), hlm. 58
4 Louis A. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987), hlm. 115
5 Harrold H. Titus, dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm.293

6
Dengan kata lain kita katakan bahwa alam adalah “apa yang oleh ilmu pengetahuan
empiris diterangkan sebagai demikian keadaannya”6 Alam tersebut dihadapkan kepada kita,
dalam perjalanan pengalaman kita sehari-hari, lalu kita mempelajarinya dengan metode
ilmiah yang kita kenal itu.

Naturalisme menentang segala bentuk pikiran yang menyatakan adanya suatu dunia
yang ada bersifat adi alami atau transendental. 7 segala sesuatu bersifat alami dan tunduk
kepada metode-metode untuk memperoleh pengetahuan yang di pergunakan di dalam alam.

Dasar dari ilmu pengetahuan yang “bergantung” pada naturalisme ini adalah adanya
hukum sebab akibat (kausalitas). Dalam hal ini Claude Bernard dalam buku “an introduction
to the study of experimental medicine” megatakan bahwa “syarat pertama yang harus
dipenuhi oleh ahli sains yang menyelidiki keadaan-keadaan alam ialah bahwa ia harus
mempunyai pikiran yang merdeka secara mutlak berdasarkan atas kesangsian filsafat, akan
tetapi ia tidak harus menjadi orang yang skeptik, ia harus percaya kepada hubungan yang
lazim dan erat antara sebab dan akibat, baik dalam arti makhluk yang hidup ataupun barang
yang mati”.8

Disamping itu, dalam menganalisa kejadian-kejadian naturalisme mengatakan bahwa


faktor penyusun segenap kejadian adalah proses, kausalitas dan relasi. 9 Bagi seorang
Naturalis, yang dinamakan kenyataan : ialah suatu susunan proses-proses yang berkualifikasi,
berhubungan dan saling bergantung. Bagaimanakah hubungan itu ? Bagaimanakah
kausalitas-kausalitas tersebut? Kesemuanya dapat diketahui melalui penyelidikan secara
empiris terhadap kejadian-kejadian. Kejadian-kejadian tadi dipahami sebagaimana adanya
dan yang satu tidak dibawa kepada yang lain, kecuali ada pengalaman menunjukkan bahwa
yang satu memang dapat dikembalikan kepada yang lain.

Kesimpulannya, menurut Profesor Krikorin, Naturalisme itu:

1.      Bermetode empiris

6 Louis O. Kattsoff, Op.Cit., hlm. 117

7 Ibid, hlm. 116


8 David True Blood, Filsafat Agama, (disusun kembali oleh H.M. Rosyidi), (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 123

9 Louis O. Kattsoff, Op. Cit., hlm. 217

7
2.      Memandang segala sesuatu yang bereksistensi, atau yang terjadi dalam hal eksistensinya,
ditentukan oleh hukum sebab akibat didalam kerangka suatu sistem alam yang mencakup
segala-galanya.10

Yang patut kita perhatikan dalam naturalisme ini ialah pandangan bahwasanya dunia adi-
dalam, adi-kodrati atau dunia supranatural itu tidak diakui dianggap tidak ada.

AGAMA MENGHENDAKI SUPRANATURALISME

           Berbeda dengan ilmu pengetahuan atau sains yang menghendaki naturalisme, agama
justru mengkonsentrasikan diri kepada hal-hal yang sifatnya supranaturalisme.

Kepercayaan kepada Tuhan, kenikmatan di surga, siksaan di neraka, do’a, mukjizat,


malaikat, setan, dan  sejenisnya merupakan hal-hal yang supranatural. Hal-hal tersebut tidak
terjangkau oleh metode ilmiah pengetahuan yang ada dalam naturalisme.

Bagi umat beragama, hal-hal yang supranatural tersebut tidak perlu dibuktikan secara
ilmiah atau dibuktikan kebenarannya dengan metode-metode ilmu pengetahuan yang telah
diakui kebenarannya oleh semua orang. Dasar yang dipakai dalam hal ini adalah
kepercayaan, bahkan tanpa harus memahami terlebih dahulu apa yang harus dipercayai itu.

Dengan keyakinan keagamaan inilah umat beragama menyandarkan dan


menggantungkan hidupnya, dan bukan kepada ilmu pengetahuan. Bahkan keyakinan
keagamaan ini menciptakan, dalam diri manusia, kekuatan untuk bertahan dan menjelmakan
kepahitan menjadi rasa manis. Seorang yang percaya yakin bahwa segala sesuatu di dunia ini
berada dalam suatu pola aturan tertentu yang semua itu berasal dari Tuhan.11

Hal-hal yang sifatnya supranatural diatas, sangat mempengaruhi kehidupan umat


beragama. Tuhan adalah penentu segalanya. Surga balasan bagi kebaikan. Setan
menjerumuskan ke dalam kejahatan, dan lain sebagainya. Dari sini kita bisa paham,
perbedaan antara ilmu pengetahuan dan agama dengan orientasinya masing-masing, yang

10 Ibid
11  Murtadha Mutahhari, Manusia dan Agama, (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), hlm. 92

8
satu menekankan hal-hal yang supranaturalis dan yang satu berorientasi pada hal-hal yang
naturalis.

BAB 2
UTILITARIANISME

Teori mengenai moral yang sangat dikenal oleh sebagian orang adalah utilitarianisme.
Utilitarianisme merupakan gagasan yang paling dianggap benar pembahasannya mengenai
teori moral. Adanya paham utilitarianisme membawa kepercayaan bagi seseorang bahwa
moral hanya memiliki satu tujuan.

Dengan adanya utilitarianisme sebagian orang yang menganutnya berpercaya bahwa


moralitas dan perbuatan baik itu berbanding lurus. Dalam kata lain, apabila seseorang ingin
diakui moralitasnya, berarti orang tersebut harus berkontribusi positif dalam segala
tindakannya. Berikut merupakan pemaparan mendetail mengenai utilitarianisme.

A.PENGERTIAN UTILITARIANISME

Pengertian secara umum


Utilitarianisme merupakan sebuah teori yang berpegang teguh pada semua tindakan baik.
Yang mana tindakan baik itu dapat diwujudkan melalui perbuatan yang memaksimalkan
utilitas. Utilitas sendiri merupakan konsep yang mewakili segala keadaan baik manusia.

Secara umum, utilitarianisme dapat diartikan sebagai teori filsafat etis yang benar benar
diakui kebenarannya.

9
Hal itu merupakan anggapan bagi orang yang memegang jelas adanya paham utilitarianisme
sendiri, sedangkan bagi yang tidak mempercayainya hal itu dapat dianggap sebagi sebuah
paham yang sangat salah.

PENGERTIAN MENURUT PARA AHLI

Untuk dapat memahami mengenai makna dari utilitarianisme itu sendiri, terdapat beberapa
ahli yang menyatakan pendapatnya mengenai pengertian dari utilitarianisme.

Salam (1997)
Menurut Salam, Utilitarianisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata
Utilitas, yang artinya useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi dapat dikatakan
bahwa paham ini menilai baik atau tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari
segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya.

Mangunhardjo (2000)
Menurut Mangunhardjo, Utilitarianisme secara terminologi dapat diartikan sebagai suatu
paham etis yang berpendapat bahwa yang baik ialah yang berguna, berfaedah, dan
menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk ialah yang tidak bermanfaat, tak
berfaedah, merugikan.

John Stuart Mill


Menurut John Stuart, Utilitarianisme ialah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip
kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding
dengan apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu
menghasilkan lawan kebahagiaan.

Rakhmat (2004)
Menurut Rakhmat, Utilitarianisme adalah pandangan hidup bukan teori tentang wacana
moral. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat
individu (Aiken, 2002: 177-178)

Teori Utilitarianisme
Adapun beberapa jenis teori etika utilitarianisme yaitu :

10
1.Tindakan
Sebagai penganut dari paham utilitarianisme sebagian besar anggotanya beranggapan bahwa
teori utilitarianisme identik dengan yang namanya tindakan. Pada prinsipnya yang meyakini
adanya teori utilitarianisme memegang teguh rumus “Bertindaklah sedemikian rupa sehingga
setiap tindakanmu tersebut dapat menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar di dunia
daripada akibat buruknya“. Yang mana apabila dimaknai secara sederhana menjadi seperti
ini, semua manusia alangkah baiknya mempertimbangkan semua perbuatan dan tindakan
yang akan dilakukan. Karena semua tindakan pasti memilki dampaknya masing masing. Para
penganut paham ini diperintahkan untuk lebih bijaksana dalam menentukan segala
keputusanya. Apabila dirasa berdampak baik, boleh dilakukan dan sebaliknya. Pada dasarnya
semua yang akan dilakukan pastinya memiliki resikonya masing masing. Namun sebaik
mungkin teori utilitarianisme ini mengajarkan untuk memilih mana perbuatan yang resikonya
lebih kecil. Dan tentunya harus membawa keberkahan dan kebahagiaan.

2.Peraturan
Peraturan merupakan kaidah yang harus dipatuhi untuk dapat menghasilkan segala perbuatan
yang baik. Dalam prinsipnya, semua perbuatan yang didasarkan penerapannya kepada
peraturan kaidah yang ada, dampaknya akan begitu besar dirasakan, baik itu dampak baik
ataupun dampak yang buruk. Sehingga dalam hal ini, manusia bukan hanya perlu untuk
mempertimbangkan tindakanya terlebih dulu secara matang mantang, melainkan tindakan
tersebut juga harus bersesuaian dengan kaidah yang ada.

CIRI-CIRI UTILITARIANISME

Adapun beberapa karakteristik yang menggambarkan paham utilitarianisme itu sendiri. Yang
mana karakteristik inilah yang mampu membedakannya dengan paham paham lainnya.
Berikut merupakan ciri ciri utilitarianisme yaitu:

1.Universalisme
Para penganut paham utilitarianime beranggapan bahwa moralitas itu sifatnya universal.
Semua patokan manusia mengenai nilai moralitas pun hampir sama. Terlepas dari siapa kita
dan siapa mereka,standar moralitas yang dipegang tetaplah sama.

11
2.Konsekuensialisme
Yang terpenting dari paham utilitarianisme adalah konsekuensinya. Seperti yang kita tahu,
paham ini berpegang teguh pada pertimbangan keputusan sebelum melakukanya. Semua
tindakan harus ditimbang baik buruknya terlebih dahulu.

3.Welfarisme (kesejahteraan)
Tentunya semua hal yang telah diputuskan dengan sebaik baiknya menciptakan dampak bagi
kesejahteraan manusianya. Seakan akan semua tindakan yang akan dilakukan berbanding
lurus dengan tingkat kesejahteraan yang ada. Namun, tingkat kesejahteraan sendiri sifatnya
subjektif.

4.Maksimalisasi
Dalam hal ini mengartikan bahwa utilitarianisme yang berupa tindakan baik akan melahirkan
tingkat kesejahteraan yang maksimal. Baik itu dampak baik dan lain sebagainya.

CONTOH UTILITARIANISME
1. Berikut merupakan tindakan yang mencerminkan adanya utilitarianisme yaitu :
Beberapa relawan yang mengumpulkan dana sosial untuk membantu para kaum dhuafa
selama pandemi berlangsung.

2. Para produsen jajan pasar yang menjual barang nya dengan mengambil keuntungan
yang sangat sedikit, apabila dibandingkan dengan produsen jajan pasar lainnya. Hal
itu mengakibatkan jajan pasar yang dijualnya lebih menarik banyak konsumen. Dalam
kata lain,sangat laku di pasaran.

DAMPAK UTILITARIANISME
Adapun dampak dari berkembangnya paham utilitarianisme yaitu :

1.Kebahagiaan
Prinsip utama dari teori utilitarianisme menyatakan bahwa semua tindakan yang benar dan
telah bersesuaian dengan kaidah akan menghasilkan dampak berupa kebahagiaan yang
menyeluruh. Dengan memprtimbangkan semua keputusan yang baik membuat paham

12
utilitarianisme sendiri menghadirkan kebahagiaan yang hakiki pada pemercayanya. Yang
mana mereka hanya merasakan dampak baik dari semua tindakannya.

2.Tidak Ada Rasa Diskriminasi


Orang atau kelompok yang menganut paham utilitarianisme pastinya sangat menjunjung
tinggi adanya kebahagiaan. Mereka sangat mempertimbangkan kebahagiaan orang lain. Yang
mana mereka tidak berkeinginan sama sekali untuk merusaknya, terutama dengan
mendiskriminasi. Hal itu dikarenakan mereka percaya bahwa segala perbuatan yang mereka
lakukan akan meuai dampaknya dilain hari.

BAB 3
PENUTUP

Demikian sedikit ulasan tentang masalah naturalisme dan supernaturalisme yang


menjadi “penghalang” untuk mengkompromasikan antara agama dan ilmu pengetahuan.

Mungkin agak sulit untuk mengambil satu jawaban pasti unutk mengatasi konflik
tersebut, namun setidaknya kita telah mendapatkan gambaran tentang apa yang menjadi
pokok persoalan dan untuk selanjutnya terus mencari alternatif-alternetif jawaban guna
mengatasi konflik tersebut.

Untuk lebih memberi kepahaman terhadap apa yang ada dalam makalah ini, mungkin
ada beberapa hal yang bisa kita jadikan catatan:

Pokok permasalahan adalah adanya ilmu pengetahuan yang menghendaki naturalisme


dan agama yang menghendaki supranaturalisme. Masalah tersebut bisa berakibat saling tidak
percaya antara agama dan ilmu pengetahuan.

Alternatif jawaban yang ada diantaranya dengan menyakini adanya “purposive order”
(susunan yang bermaksud), dengan menyakini keterbatasan akal atau dengan menyakini
bahwa kedua hal tersebut (agama dan ilmu pengetahuan) bergerak dalam bidang yang
berbeda sehingga kita tidak bisa memakai satu metode yang sama untuk keduanya.

Dan dengan adanya utilitarianisme kita bisa belajarbahwa setiap perbuatan baik yang
kita lakukan pasti mendapat dampak baik juga.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mun’im Muhammad Khallaf, Agama dalam Perspektif Rasional, Jakarta: Pustaka Firdaus,


1992

Ali Mudhofir, Drs., Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat,  Yogyakarta: Liberty,1988

David True Blood, Filsafat Agama, (disusun kembali oleh H.M. Rosyidi), Jakarta: Bulan Bintang,
1990

Harrold H. Titus, dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984

Harun Nasution, Prof.DR., Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1989

Louis A. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987

Maksum (editor), Mencari Ideologi Alternatif, Bandung: Penerbit Mizan, 1994

Muhammad Hatta, Pengantar ke Jalan Pengetahuan, Jakarta: PT. Pembangunan, 1970

Murtadha Mutahhari, Manusia dan Agama, Bandung: Penerbit Mizan, 1992

Poerwantara, Drs.,dkk., Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1993

Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat, diktat mata kuliah Sosiologi Agama

14

Anda mungkin juga menyukai