Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Agama Hindu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Hindu merupakan salah satu Agama yang dianut oleh sebagian umat
manusia di jagat raya ini. Eksistensi Agama Hindu masih eksis sampai saat ini.
Agama Hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang
meliputi zaman sejak kira-kira 1500 SM hingga sekarang. Dalam perjalanan
berabad-abad itu Agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi,
sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam yang oleh pengikutnya
diutamakan, tetapi kadang tidak diindahkan sama sekali. Orang pribumi sendiri
Agama Hindu disebut Sanatama Dharma, yang berarti agama yang kekal. Dengan ini
orang Hindu manyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah terikat zaman, agama
ada bersamaan dengan hidup, sebab agama adalah makanan rohani manusia.

B. Latar Belakang
Rumusan masalah yang penulis ambil dalam penyusunan makalah ini antara
lain sebagai berikut :
1) Bagaimana asal-usul dan pengertian agama Hindu ?
2) Bagaimana konsep ketuhanan agama Hindu ?
3) Bagaimana kitab suci, system kasta, dan system asrama dalam agama Hindu ?
4) Bagaimana pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu ?

C. Latar Belakang
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penyusunan makalah ini antara
lain sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui asal-usul pengertian agama Hindu.
2) Untuk mengetahui konsep ketuhanan agama Hindu.
3) Untuk mengetahui kitab suci, system kasta, dan system asrama dalam agama
Hindu
4) Untuk mengetahui bagaimana pembagian aliran-aliran agama Hindu.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 1


BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal-Usul dan Pengertian Agama Hindu


Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang diketahui
Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri berasal dari
bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagai
“Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa
India pada umumnya. Tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk menyebut
pengikut Hindunisme.1 Dipandang dari sudut ethnology (ilmu tentang bangsa-
bangsa), penduduk Hindu merupakan campuran antara penduduk asli yang disebut
dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang berasal dari sebelah utara, yaitu
bangsa Aria yang merupakan rumpun dari Jerman yang disebut Indo Jerman.
Agama Hindu merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah Kristen dan
Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir satu milyar jiwa, penganut agama ini
sebagian besar terdapat di anak benua Hindia. Di sini terdapat sekitar 90 % penganut
agama Hindu.
Antara tahun 2000 dan 1000 SM dari sebelah utara masuk ke India suku Arya
yang memissahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran. 2 Mereka memasuki India
melewati jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Setelah datang ke India mereka
menetap di sekitar lembah sungai Gangga yang dihuni oleh penduduk asli. 3 Suku-
suku pribumi, yakni suku Dravida tidak tunduk begitu saja kepada para pendatang
itu dan memilih untuk pindah ke selatan anak benua India. Dan sewaktu suku Arya
semakin berkembang dan memencar menyusuri sungai Gangga dan Sungai Indus
dan memasuki daerah-daerah sepanjang pesisir selatan India maka suku-suku
Dravida itu menyingkir ke daerah pedalaman memasuki dataran tinggi Vyndhia dan
dataran tinggi Andhra.4
Akibat dari pembaruan tersebut, maka terjadilah peleburan dua kebudayaan
berbeda, yang kemudian melahirkan kebudayaan Hindu yang nantinya melahirkan
agama Hindu. Agama Hindu dibentuk atau dipengaruhi oleh kedua unsur
kebudayaan, yang mula-mula banyak ditemukan perbedaan. Tetapi lama- kelamaan
1
Michael keene, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.10.
2
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 89.
3
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 63-64.
4
Jaesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1996), hlm. 26.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 2


dapat melebur menjadi satu. Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa agama India
kuno tidak terlepas dari kutipan yang diambil dari agama-agama yang dianut oleh
bangsa Babilonia, Mesir, dan Austria. Pendapat itu mereka hubungkan dengan
tempat tinggal atau mula orang-orang Aria pertama yang memasuki India hidup dan
berada di sekitar bangsa-bangsa tersebut.
G. Honig menegaskan, Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama, teapi
kesimpulan sejumlah agama-agama yang meliputi segi etika dan kemasyarakatan,
dari keseluruhan ini disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian Honig
berkesimpulan, agama Hindu adalah agama orang India dan juga seluruh
kebudayaan yang bersangkutan dengan itu.5

B. Konsep Ketuhanan Agama Hindu


Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran polytheisme
karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama
Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam salah satu ajaran
filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis dari buku karya
Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber
dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya sebagai manusia
dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi, di luar jangkauan
manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.6
Dalam agama Hindu memang cukup banyak jumlah dewa-dewa yang dipuja.
Dalam weda disebutkan sebanyak 32 dewa dan masing-masing memiliki fungsi
tersendiri dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. Dewa-dewa tersebut
diantaranya : Dyous Pitar, Dewa matahari, Vairuna, dewa air, Indera, dewa perang,
Yama, dewa maut, Brahmana sebagai dewa pencipta alam, dan Wisnu sebagai
pemelihara alam.

Konsepsi Hindu selanjutnya mengalami perkembangan, sehingga banyak hal


telah dijadikan pedoman dalam kitab suci Weda seperti jumlah dewa mengalami
perubahan. Dalam Hindu Weda belum dikenal adanya dewa Trimurti yaitu tiga
rangkaian dewa yang berkuasa atas alam semesta, maka dalam Hindu selanjutnya
muncul konsep Trimurti tersebut. Tiga dewa yang digabungkan menjadi Trimurti
yaitu : Brahma, Wisnu dan Syiwa.7
5
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, hlm. 64-65.
6
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 14.
7
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, hlm. 71-72.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 3


Brahma dalam rangkaian Trimurti dipandang sebagai dewa yang paling
berkuasa dalam menciptakan sesuatu. Jadi, dipandang lebih tinggi kekuasaannya
daripada kedua dewa lainnya. Brahmana digambarkan sebagai tokoh dewa berkepala
4 serta berwajah indah dengan tanda sekuntum bunga teratai serta naik Hamsa
(angsa).8

C. Kitab Agama Hindu, Pembagian Kasta, dan Asrama


1) Kiatab Agama Hindu
Kitab Agama Hindu Kitab suci agama Hindu ialah kitab Weda, kitab suci ini
mengandung kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat dan hukum-hukum juga tidak
memiliki pencipta yang pasti. Kata Weda berasal dari kata “Wid” yang artinya tahu.
Ada perbedaan pendapat mengenai pencipta dari kitab Weda tersebut. Faridi
menjelaskan, menurut tradisi Hindu, kitab-kitab tersebut adalah buah ciptaan Dewa
Brahma sendiri. Isinya diwahyukan oleh Dewa Brahma kepada para resi (para
pendeta) dalam bentuk mantera-mantera yang kemudian disusun sebagai puji-pujian
oleh para resi sebagai pernyataan rasa hati.9
Sedangkan menurut Shalaby, penganut agama Hindu mempercayai kitab Weda
adalah suatu kitab yang ada sejak dahulu dan tidak mempunyai tanggal permulaan.
Sebagaimana halnya agama Hindu yang tidak memiliki pendiri, kitab Weda tidak
mempunyai pencipta.10
Kitab suci agama Hindu dibagi menjadi dua bagian, yaitu kitab-kitab Shruti
dan Smriti.

a) Shruti (yang didengar) dianggap sebagai yang suci yang berada di dalam asal-
usul segala sesuatu. Kitab Shruti berisi pujian-pujian kuno dari kitab Weda. 11
Kitab Weda sendiri terdiri atas empat samhita (himpunan) yaitu:12
 Rig Weda
Berisi mantera-mantera dalam bentuk nyanyian-nyanyian yang diguna-kan
ketika mengundang para Dewa agar hadir pada upacara- upacara korban
yang dipesembahkan kepada mereka (para Dewa). Para pendeta yang

8
Sufra’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), hlm. 35.
9
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 89.
10
Ahmad Shalaby, Agama-agama Bedar di India, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hlm. 26.
11
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 20. 12.
12
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 89-90.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 4


melantunkan puji-pujian ini disebut Hor. Kitab ini sekaligus merupakan
kitab tertua diantara empat kitab yang ada.
 Sama Weda
Berisi hampir sama dengan kitab sebelumnya hanya diberi “titi suara” atau
lagu. Pendeta yang melantunkan ini disebut Udgatr.
 Yajur Weda
Berisi mantera-mantera, jampi-jampi yang harus diucapkan oleh pendeta
ketika sembahyang dan pujaan, atau untuk mengubah korban menjadi
makanan para dewa. Para pendeta yang melantunkannya disebut dengan
Adwary.
 Atharwa Weda
Berisis mantera-mantera dan jampi-jampi khusus untuk menyem- buhkan
orang-orang sakit, mengusir roh-roh jahat, dan sebagainya. Dan biasanya
dipimpin oleh Atharwan.

b) Smriti (yang diingat) yakni setiap tradisi (ucapan, perbuatan, tulisan), kitab ini
berisi cerita rakyat seumpama Krishna dan lainnya. Didalam himpunan Smriti
itu termasuk Brahmana, Upanishad, Mahabarata, Bhagavad Gita, Ramayana,
Purana, dan lainnya.13
Isi kitab Weda pada umumnya mengenai ritus (upacara-upacara
keagamaan), terutama soal korban. Bermacam-macam cara koerban diuraikan di
dalamnya dan yang terpenting ialah koban yang menggunakan air soma
(semacam minuman yang penyelenggaraanya memerlukan banyak tenaga dan
biaya).

Korban-korban tersebut dipersembahakan kepada para Dewa yang pada


hakikatnya merupakan personifikasi dari kekuatan-kekuatan alam yang dahsyar
atau yang menakutkan, seperti Dewa Api (Agni), Matahari (Surya), Angin
(Vayu), Tufan (Maruta), Bumi (Pertiwi), Perang (Indra), Langit (Maruna),
Perusak (Rud), dan sebagainya.
Pandangan mereka terhadap Dewa-dewa tersebut tidak jauh berbeda
dengan pandangan bangsa-bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India.

13
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 27.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 5


Jadi, merka mempercayai banyak Dewa (poteistik) dan antara yang satu dengan
yang lainya sama-sama tinggi kedudukanya.

2) Kasta dalam Agama Hindu


Agama ini mengenal adanya Kasta-kasta. Ada empat kasta dalam agama Hindu
yang sangat dipercayai bahwa perbedaan derajat tidak dapat diubah sama sekali,
diantaranya:14
 Brahma
Terdiri dari golongan pendeta dan ulama-ulama.
 Ksataria
Terdiri dari golongan perwira bala tentara dan pegawai negeri.
 Waisya
Terdiri dari kaum buruh, tanim dan saudagar.
 Sudra
Terdiri dari hamba sahaya dan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan yang
kurang baik.

Dalam catatan kitab Rigweda disebutkan sesungguhnya kasta-kasta itu timbul


dari anggota tubuh Purusa, ciptaan dunia. Dikatakan bahwa ada suatu makhluk yang
azali yang besar, laki-laki yang disebut Purusa. Makhluk tersebut memiliki seribu
kepala, mata dan kakinya menutupi bumi, bahkan masih menonjol 10 dim. Purusa
adalah segala yang ada dan yang akan ada dan disebut sebagai Dewa yang tidak akan
mati. Seperempat badanya adalah makhluk abadi di langit. Para dewa melakukan
melakukan persembahan korban dengan purusa ini. Ketika ia dipotong-potong,
mulutnya menjadi Brahmana, lengannya menjadi Ksatria, pahanya menjadi Waisya,
dan dari kakinya muncul sudra, matanya menjadi matahari, nafasnya menjadi angin,
dan dari telinganya terjadi mata angin, dan seterusnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa timbulnya kasta dikarenakan terjadinya
benturan antara bangsa Arya (pendatang) dengan bangsa Dravida (penduduk asli
India). Semula bangsa Arya beusaha untuk tidak bercampur darah (asimilasi) dengan
penduduk asli, karena mereka merasa lebih tinggi daripada penduduk yang
ditakhlukkanya tadi. Hanya saja, akibat terjadinya peperangan, beberapa suku
kekurangan istri, sehingga mau tidak mau mereka kawin dengan suku pribumi. Itulah

14
Fardiri, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 92.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 6


sebabnya keturunan mereka dikemudian hari dianggap lebih rendah status sosialnya
dibanding dengan keturunan asli suku India. Demikianlah, keturunan kedua dari
mereka telah menimbulkan kelas antara bangsa Arya asli dan bangsa pribumi, yakni
orang-orang yang berdarah campuran. Perkembagan seperti ini kemudian
menimbulkan adanya empat macam kasta dalam agama Hindu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kasta yang lebih tinggi acap kali selalu
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan enak. Hal tersebut tercantum dalam
kitab Undang-Undang Manawa Dharma Sasrta. Didalamnya antara lain ditetapakan
bahwa sesuatu kejahatan akan lebih ringan kalau yang melakukannya seorang
Brahmana daripada kalau kejahatan tersebut dilakukan oleh seorang Ksatria, dan
akan lebih berat lagi kalau yang melakukannya seorang dari golongan yang lebih
rendah. Sebaliknya, kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang dari kasta yang
lebih rendah.
Meskipun demikian, dalam kenyataanya peraturan-peraturan tersebut tidak
selalu dipatuhi sepenuhnya. Perkawinan campur antara Varna cukup banyak terjadi.
Oleh karena itu, terdapat varna campuran yang memiliki kedudukan tersendiri.
Disamping keempat varna yang asal. Kelompok ini sering disebut dengan jati, atau
chandalan (orang-orang yang tidak perkasa).15

3) Asrama dalam Agama Hindu


Asrama merupakan tingkatan hidup. Dalam agama Brahmana disebutkan
adanya empat tingkatan hidup yang harus diakui oleh setiap penganut agama
tersebut. Sebelum memasuki keempat tingkatan tadi, setiap orang terlebih dahulu
harus melakukan upacara upanayana, yakni upacara menjadikan seseorang anak
menjadi dwija dan resmi sebagai anggota kasta serta siap memasuki tingkatan hidup
yang pertama, yaitu kehidupan sebagai Brahmacarin. Anak tadi akan meninggalkan
rumah orangtuanya dan menetap sebagai seorang siswa di kediaman seorang guru
untuk mempelajari isi Veda dan pengetahuan keagamaan lainya. Ia harus tunduk
kepada perintah guru dan istri gurunya, patuh melaksanakan perintahnya dan harus
mencari makan sendiri dengan cara meminta-minta. Sebagai imbalanya ia akan
menerima pelajaran dari seorang guru, terutama tentang dharma dan kitab suci.
Manakala pelajaran sudah selesai, mereka segera pulang ke rumah orang tuanya dan
segera kawin.

15
Ibid., hlm. 93.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 7


Mulailah mereka memasuki tingkat kedua, Grhasta yang dimulai dengan
upacara tertentu, yakni kedua mempelai melangkah sebanyak tujuh langkah ke arah
timur laut sambil diperciki air suci, ia memegang tangan istrinya, sedang sang suami
mengucapkan mantera-mantera kemudian membawa api suci yang harus tetap
dipeliharanya di rumah. Setelah itu mulailah mereka sebagai suami istri.
Tingkat ketiga ialah Vanaprastha (Kehidupan di hutan). Tingkatan ini adalah
tingkatan yang harus ditempuh apabila seseorang sudah mencapai usia lanjut.
Sebagai kewajibanya selaku kepala keluarga diserahkan sepenuhnya kepada anak
laki-lakinya. Adakalanya mereka masuk ke hutan bersama istrinya dengan harapan
agar dapat memberikan ketenangan dan keheningan berfikir dalam upayanya
mencapai kesempurnaan hidup. Segala urusan yang berhubungan dengan kehidupan
atau keduniaan ditinggalkanya demi sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan
secara keagamaan.
Tingkatan yang keempat adalah Sanyasin, yaitu tingkat pertapa yang telah
lepas dari kehidupan dunia. Sekalipun ia masih hidup di dunia ini namun ia sama
sekali telah melepaskan diri dari permasalahan dunia sehingga terbuka kesempatan
untuk mencapai moksha.16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting yang terdapat
dalam tujuan hidup penganut agama Hindu, diantaranya:
 Dharma
Kewajiban-kewajiban, termasuk tata-sopan, aturan orang hidup untuk menepati
tata masyarakat dan tata kesopanan sebagai imbangan rasa keagamaan.
 Artha
Kepentingan hidup yang sekarang berupa nafkah dengan jalan mencari untung.
 Karma
Kenikmatan, yaitu mencari kesenangan hidup dan kenikmatannya.
 Moksha
Kelepasan, dilakukan dengan upanischaci.

Penganut agama Hindu menganggap lembu sebagai binatang suci, sehingga


harus dipujanya dan dilarang untuk disembelih. Selain lembu ular juga dipandang
suci.

16
Ibid., hlm. 94.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 8


Tempat sucinya adalah Benares, sebuah kota yang dipandang suci karena
merupakan tempat Syiwa. Sungai Gangga dianggap suci karena airnya dapat
menyucikan dosa-dosanya. Tulang dan abu seorang mayat yang sudah dibakar
dilemparkan ke sungai tersebut dengan tujuan agar arwahnya langsung masuk ke
surga.17

D. Aliran-Aliran dalam Agama Hindu


Dalam agama Hindu terdapat beberapa aliran yang dipercaya pada kalangan
masyarakat, diantaranya:

1) Theologia Brahmana daripada Wedanta


Wedanta artinya akhir Weda atau selesainya Weda. Dari mana ini sudahlah
terang, bahwa yang pokok disisni ialah penguraian pikiran-pikiran atau soal-soal
yang telah kita kenal di dalam bab-bab yang lampau.
Seanjutnya yang dibicarakan di dalam Wedanta itu ialah apa yang di sebut
’jnana marga” artinya: “jalan ilmu”. Itu berarti, bahwa Wedanta menunujukan suatu
jalan kelepasan dengan mempergunakan ilmu (pengetahuan).Paham-paham Weda itu
ditetapkan secara dogmatis dan selanjutnya di perkembangkan oleh enam macam
“Pandangan“ atau dogmatika (darsana).
Ada pula yang mengganggap bahwasanya darsana itu disebut susunan-susunan
filsafat. Tapi isinya sangat berlainan dengan filsafat dalam arti kata yang lazim.
Darsana-darsana itu menekankan bahwa berfikir menurut akal itu sendiri tidak
memberi kepastian. Darsana-darsana itu hanya hendak menerangkan kebenaran yang
kekal daripada Weda-weda yang diwartakan oleh dewa-dewa. Darsana –darsana itu
mau digunakan untuk menolong dunia yang menderita, dunia yang telah terjerat di
dalam samsara dan mau membimbing ke arah kelepasan dan ketentraman yang
kekal.18

2) Theologi Brahmana pada golongan Sankhya


Perkataan Sankhya terjadi dari dua kata , yakni “san” artinya bersama- sama
atau dengan ; dan Khya “, artinya bilangan. Jadi Sankhya artinya perjumlahan.
Pernah juga diterjemahkan: susunan yang berukuran bilangan”. Nanti akan kita lihat,
bahwa bilangan-bilangan itu memainkan peranan yang penting di dalam sistim ini.

17
Ibid., hlm. 95.
18
Honig, Ilmu Agama, hlm. 125.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 9


Sistim Sankhya berpangkal pada suatu perlawanan yang principal dan tak
dapat diperhubungkan di dalam seluruh kosmos, yaitu perlawanan antara roh
(purusa) dan materi (praktis). Sistim sankhya mengajarkan, bahwa prakti itu satu dan
abadi, purusa itu tiada terhingga banyaknya,tetapi abadi juga. Selanjutnya diajarkan
oleh sistim ini, bahwa dunia yang dapat di amati-amati oleh pancaindera itu sungguh
ada. Oleh karena itu para penganut ajaran sankhya menamakan juga sistemnya itu:
satkaryavada, yang artinya: suatu pandangan (Vada), yang menganggap, bahwa kerja
atau peristiwa (karya) itu kenyataan (sat).19

3) Wishnuisme
Sebelum timbul Buddhisme, di dalam Hinduisme telah kelihatan
perkembangan kea rah suatu ajaran , yang kemudian menjadi terkenal denagn nama
“Bhakti-marga”. Tetapi Buddhisme telah menghambat perkembangan tersebut. Baru
beberapa abad kemudian, ketika Buddhisme di india mulai hilang dapatlah aliran
itu(Hindu) berkembang luas tetapi yang terpenting ialah aliran Waicnawa, yakni
penyembah Wishnu sebagai dewa yang tertinggi. Aliran ini berkembang dari suatu
kebaktian sebelum Buddhisme, yakni kebaktian –Krshna, tertuju kepada Krshna
Wasudewa, yang kemudian dipandang sebagai penjelmaan, suatu awatara Wishnu.
Aliran Wishnuistis ini meluas baik ke India-Utara maupun ke India – Selatan.
didalam Bhagavad – Gita telah kita jumpai suatu permulaan dari kesadaran teologis
dari aliran ini.
Corak-corak pokok ajaran whisnuisme ialah: Ramanuya tidak menerima ajaran
tentang maya. Menurut dia adanya Weda itu telah lebih dahulu daripada dunia.
Weda-weda itu diwartakan kepada manusia karena iba hati. Lahir dan mati itu hanya
keadaan-keadaan peralihan. Nyawa tetap sama adanya. Itulah yang merupakan
penderitaan baginya. Segala materi itu mengandung sedikit dari nyawa, berjiwa,
meskipun berlain-lainan tarafnya. Tujuan segala hal ialah, supaya nyawa-nyawa itu
melepaskan diri dari materi. Untuk itu ”marga-marga” tersebut diatas dapat
menolongnya. Apa yang dikerjakan oleh Ramanuya ialah,bahwa dia memberi
keteguhan dogmatis kepada kesalehan-Bhakti para penyair.

4) Shiwaisme
Pati atau Shiwa mempunyai kesadaran, berwatak laki-laki dan ia adalah budi
yang berpikir. Sebagai sisi jasmaninya ia mempunyai sakti, yang juga berkesadaran,
19
Ibid., hlm. 128.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 10


tetapi berwatak perempuan. Ia disebut istri Shiwa , bernama durga. Sakti ialah
bagian Shiwa yang bekerja dan yang merangsang untuk bekerja . berkat adanya sakti
inilah Shiwa memerintah dunia materi ini tinggal para pasu, yakni jiwa-jiwa
perseorangan. Nasib jiwa –jiwa perseorangan ini ditentukan oleh karman, yakni jasa
atau kesalahan- kesalahan perbuatan. Karman ini memaksa Shiwa, berdasarkan
Saktinya, supaya bertindak di dalam apa yang terjadi di dunia. Jiwa-jiwa juga
mengandung mala yakni noda, seperti selaput biji membalut biji.
Begitulah jiwa itu jatuh kedalam samsara karena karmannya sendiri, mala dan
maya, dunia materi, dan ketiga unsur itu bersama-sama berakar pada rodha-sakti
yakni Kuasa yang merintangi. Dari sebab itu pekerjaan Shiwa ialah, bahwa ia dengan
kekuasaanya terhadap dunia materi (maya) memungkinkan jiwa perseorangan
melepaskan diri adri adri karman dan mala, mencapai moksha dan menjadi sehakekat
dengan dia sendiri, yakni Shiwa.
Untuk menetapkan sifat Shiwa itu sukar. Di satu pihak ia mendahsyatkan dan
disebut juga pengrusak. Di lain pihak ia adalah dewa kesenian, ia sendiri ahli
kesenian dan pembangkit semangat kesenian. Dialah dewa seamangat dan,dewa
kesuburan.20

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

20
Ibid., hlm. 142-143.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 11


Agama Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang
diketahui Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri
berasal dari bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan
sebagagi “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut
semua bangsa India pada umumnya.
Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama, teapi kesimpulan sejumlah
agama-agama yang meliputi segi etika dan kemasyarakatan, dari keseluruhan ini
disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian Honig berkesimpulan, agama Hindu
adalah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang bersangkutan dengan
itu.
Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran polytheisme
karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama
Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam salah satu ajaran
filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis dari buku karya
Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber
dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya sebagai manusia
dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi, di luar jangkauan
manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.

DAFTAR PUSTAKA

Keene, Michael. (2006). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.


Faridi. (2002). Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jirhanuddin. (2010). Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 12


Sou’yb, Jaesoef. (1996). Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT Al-Husna
Zikra.
Mansur, Sufa’at. (2011). Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Shalaby, Ahmad. (1998). Perbandingan Agama : Agama-Agama Besar di India.
Jakarta: Bumi Aksara .
Honig, Ilmu Agama.
Soemanto. (1990). Agama-Agama Indonesia. Jakarta : PT Renika Cipta.
Suryabrata, Sumadi. (1984). Agama Hindu. Cet. 4. Jakarta: CV. Rajawali. Mahmud,
M. Dimyati. 1990. Hindu. Yogyakarta: BPFE.

UNIVERSUTAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 13

Anda mungkin juga menyukai