Penyusutan Pajak Dan PPN
Penyusutan Pajak Dan PPN
Penyusutan Pajak Dan PPN
usaha keramik, genteng, batu bata) selalu mengalami pengurangan nilai dari satu
periode ke periode berikutnya, hal ini mengakibatkan nilai aktiva tetap akan
menjadi turun apabila sudah dipakai atau digunakan dalam periode tertentu,
peristiwa ini dalam akuntansi dikenal adanya penyusutan aktiva tetap. Pada
dasarnya, tujuan penyusutan (depreciation) dan amortisasi aktiva tetap prinsipnya
sama baik secara Fiskal dan Akuntansi (komersial) yaitu untuk mengalokasikan
nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud tersebut
untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto.
Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau
perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan
langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak yang memotong PPN.
Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak
tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non
PKP, harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak
belum memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah
memiliki kewajiban untuk membayar pajak.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan
PPnBM dan disahkan pada 1 April 1985.
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
4. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
5. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
6. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang
dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang
Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
7. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat
perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
b. Barang atau Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang
Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai
berikut:
a. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah
jumlah harga jual.
b. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat
Pasal 1 angka 20 UU PPN).
d. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain
adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan
PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.
Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Proses perhitungan tersebut dapat
diilustrasikan sebagai berikut:
Contoh Kasus:
Seorang PKP bernama Gaby menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000.
SPT Masa PPN adalah Surat Pemberitahuan untuk lapor Pajak Pertambahan Nilai
yang dipotong atau dipungut (pajak orang lain) secara bulanan. Batas waktu
pelaporan SPT PPN adalah setiap akhir bulan berikutnya dan bisa dilaporkan
melalui laman DJP Online. Untuk mengetahui lebih jelas tentang cara
pelaporannya, berikut tahapan yang wajib Anda ketahui:
1. Login di aplikasi e-Faktur dengan akun PKP yang sudah Anda miliki.
Masukkan NPWP dan password serta kode keamanan yang tertera.
2. Pilih file SPT Masa PPN (dalam bentuk CSV dan PDF) lalu klik “Start Upload”
maka akan muncul pesan bahwa proses upload selesai.
3. Selanjutnya Anda akan diminta untuk meminta kode verifikasi. Klik “oke”
dan akan muncul kode rincian SPT yang akan dilaporkan serta kolom kode
verifikasi. Segera ambil kode verifikasi dengan klik link yang dimaksud. Anda
bisa copy kode verifikasi yang dikirimkan ke email Anda dan masukkan ke
kolom kosong. Sesudah memastikan SPT dan kode verifikasi sudah benar,
klik “Kirim SPT”.
4. Selanjutnya cek email kembali untuk memastikan Anda mendapat tanda
terima Laporan SPT Masa PPN secara online atau Bukti Penerimaan
Elektronik (BPE). Simpan bukti tersebut sebagai tanda Anda sudah berhasil
melakukan cara lapor SPT Masa PPN online
Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdapat beberapa objek yang termuat di
dalamnya seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor Barang Kena Pajak (BKP).
Selain itu juga pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) baik dari dalam maupun luar
Daerah Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean maupun PPN.
a. Ketentuan Aturan PPN Jasa Luar Negeri
Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari
luar negeri yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut
digunakan secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
2. Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya.
3. Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
4. Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya
oleh pengguna.Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penggunaan Jasa Luar
Negeri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat
terutangnya pajak.
Cara menghitung PPN atas Jasa Luar Negeri yaitu 10% x jumlah yang seharusnya
dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Jasa Luar Negeri. Selain itu, cara
tersebut dapat diterapkan antara pihak pemberi Jasa Luar Negeri dan pihak
penerima sesuai kesepakatan.
Contoh Kasus
Perusahaan Mutiara Rezeki memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari
Cina yang telah memberikan pelatihan pengembangan personality pada
perusahaannya. Harta tenaga ahli tersebut adalah sebesar Rp600.000.000.
Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus
jumlah bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga dalam hal
ini, Anda dapat menerapkan rumus kedua yaitu 10/110 x Rp600.000.000,- untuk
menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi beban dan harus Anda
bayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut