MAKALAH KEL. 6 - Howard M. Faderspiel
MAKALAH KEL. 6 - Howard M. Faderspiel
MAKALAH KEL. 6 - Howard M. Faderspiel
Oleh:
M. Fajar Hidayat : 2142115008
Ramdhan Badrus Soleh : 2142115059
Musfira Ramadhan : 2142115060
Bismillahirrahmanirrahim…
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dengan ridha dan izin-nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tak lupa kita curahkan kepada baginda tercinta Rasulullah SAW yang
telah menunjukkan jalan kebenaran kepada umat manusia.
Makalah ini berjudul “Kajian Al-Qur’an di Indonesia Menurut Howard M.
Federspiel”. Kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan baru yang bermanfaat untuk kita semua.
Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu, Bpk.
Muhaemin, S. Sos, M. Ag. Melalui tugas ini kami mendapatkan ilmu pengetahuan
yang baru. Semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau dengan kebaikan pula.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
bentuk maupun isi makalah ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan yang
timbul karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman kami.
Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian hari. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami, serta
memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi yang membacanya.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam telah mencatat
sejarah tersendiri dalam hal sosialisasi nilai-nilai, pesan-pesan, dan kandungan Al-
Quran. Seiring dengan perkembangan agama Islam di Indonesia, telah pula
berlangsung sosialisasi Al-Quran dengan berbagai macam cara, mulai dengan cara
menghafalkan keseluruhan ayat-ayatnya (tahfiz), ceramah-ceramah, kajian tafsir,
penulisan buku-buku yang berkaitan dengan kandungan Al-Quran, atau dengan
memasyarakatkan baca tulis Al-Quran lewat Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)
dan pesantren-pesantren atau pengajian-pengajian.
Upaya sosialisasi kandungan Al-Quran yang dilakukan dengan penulisan
buku-buku pun merupakan hal yang menarik dicatat. Bahkan kemungkinan
sampai saat ini telah terdapat ratusan atau bahkan ribuan buku ditulis sebagai
upaya sosialiasi Al-Quran kepada umat Islam, baik itu yang berupa kitab-kitab
tafsir, kajian ayat-ayat tertentu secara tematis, dalam buku-buku panduan khutbah
atau yang ditulis dalam kerangka studi untuk para siswa, dan lain-lain.
Karya ilmiah Howard M. Federspiel yang berjudul asli “Popular Indonesian
Literature of The Qur’an” ini merupakan resensi atau kajian atas buku-buku
dengan tema yang berkaitan dengan sosialisasi Al-Quran yang ditulis dalam
Bahasa Indonesia oleh para penulis Indonesia. Ada sekitar 60-an buku diteliti oleh
pengamat keislaman Indonesia ini. Karya tersebut merupakan penelitian tafsir
yang pertama di Indonesia. Oleh karena itu, sesuai dengan udul makalah yaitu
“Kajian Al-Qur’an di Indonesia Menurut Howard M. Federspiel”, maka dalam
makalah ini pemakalah menjadikan karya Howard M. Federspiel tersebut sebagai
sumber utama dalam pembahasan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil dan latar belakang howard m. federspiel?
2. Jelaskan kajian tentang Al-Qur’an dalam konteks ke-Indonesiaan menurut
Howard M. Faderspiel!
3. Bagaimana penggunaan Al-Qur’an dalam pandangan masyarakat muslim
Indonesia menurut Howard M. Faderspiel?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui profil dan latar belakang Howard M. Federspiel.
2. Untuk mengetahui tentang kajian mengenai Al-Qur’an dalam konteks ke-
Indonesiaan menurut Howard M. Faderspiel.
3. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan Al-Qur’an dalam pandangan
masyarakat muslim Indonesia menurut Howard M. Faderspiel.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Howard M. Federspiel, “Kajian Al-Qur’an di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga
Quraish Shihab”, alih bahasa Tajul Arifin, cet. ke-1, (Bandung: Mizan, 1996), h. 5-6.
5
2
Ibid, h. 19.
6
Tafsir An-Nur atau Al-Bayan (1966) karya Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-
Azhar (1973) karya H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal
dengan Hamka, Tafsir Al-Qur’anul Karim (1955) karya Halim Hasan. Tafsir
generasi ini sebagai upaya untuk meningkatkan tafsir generasi kedua dan
bertujuan untuk memahami kandungan Al-Qur’an secara komperehensif. Oleh
karena itu tafsir generasi ketiga ini berisi materi tentang teks dan metodologi
dalam menganalisis tafsir. Dalam beberapa hal tafsir-tafsir tersebut merupakan
suatu kombinasi dari tafsir-tafsir generasi kedua dan merampingkan hal-hal yang
bersifat primer tentang ilmu tafsir. karya-karya tersebut lebih menekankan pada
arti al-Qur’an daripada ilmunya.
Tafsir generasi ketiga ini menekankan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan
konteksnya dalam bidang keislaman. Masing-masing dari ketiga tafsir tersebut di
atas mengandung teks Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang lengkap dengan
terjemahan bahasa Indonesia dan catatan-catatan penjelasan. Masing-masing juga
memiliki indeks, ringkasan, dan daftar istilah-istilah penting. Format ketiga karya
tersebut masing-masing agak berbeda, namun demikian dalam banyak hal ketiga
karya tersebut memiliki persamaan.
Penyajian tentang kandungan Al-Qur’an agak berbeda di antara ketiga
penulis. Ash-Shiddieqy dan Hamka menyajikan bagin-bagian pendek yang terdiri
dari beberapa ayat, satu sampai dengan lima ayat, dengan terjemahan bahasa
Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya, kemudian diikuti dengan penjelasan
panjang yang mungkin terdiri dari satu sampai lima belas halaman. Dalam karya-
karya tersebut tidak ada upaya untuk menyajikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk
pembacaan yang tidak terputus, melainkan penekanannya pada penafsiran. Hanya
Hasan yang menggunakan format seperti tafsir generasi kedua, di mana teks dan
terjemahan Indonesianya ditempatkan secara berurutan dan catatan kaki
diletakkan di bawah. Bagian ringkasan merupakan bagian penting dari generasi
ketiga. Biasanya ringkasan tersebut ditempatkan sebelum dimulainya teks suatu
surat. Ringkasan tersebut menjelaskan tentang tema-tema, hukum-hukum, dan
poin-poin penting yang terdapat dalam surat tertentu. Di samping itu ringkasan
8
juga menyajikan suatu sinopsis dari teks, dan juga merupakan petunjuk bagi
pembaca untuk memahami bagian-bagian yang penting dari surat tersebut.
Tafsir-tafsir generasi ketiga memperlihatkan peningkatan dari tafsir-tafsir
generasi sebelumnya, khususnya terhadap penafsiran itu sendiri, yang menyajikan
pengungkapan kembali teks dan penjelasan dalam istilah-istilah agama mengenai
maksud bagian-bagian tertentu dari teks. Di samping itu ada materi-materi
pendukung lainnya seperti ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam
memahami materi apa yang dibicarakan dalam surat-surat tertentu dalam Al-
Qur’an. Setelah generasi ketiga tersebut, maka bermunculanlah berbagai karya
terjemah dan tafsir, baik yang dikerjakan secara individual ataupun dikoordinir
oleh lembaga atau badan tertentu.
d. Penyusunan Tafsir Al-Qur’an Standar Nasional
Setelah generasi ketiga tersebut, maka bermunculanlah berbagai karya
terjemah dan tafsir, baik yang dikerjakan secara individual ataupun dikoordinir
oleh lembaga atau badan tertentu. Aktivitas ini bahkan juga dilakukan oleh
Negara, dalam hal ini Departemen Agama yang kemudian pada akhirnya
memunculkan terjemah atau tafsir resmi negara.
Al-Qur’an dan Terjemahnya dan Al-Qur’an dan Tafsirnya adalah dua
karya yang disusun di bawah pengayoman Yayasan Penterjemah dan Penafsir
pada Tahun 1967 atas instruksi Departemen Agama. Sejumlah target telah
dipenuhi dengan penerbitan kedua tafsir tersebut. Pertama, penyusunan tafsir
tersebut menjadi bagian dari rencana pembangunan lima tahunan pemerintah, dan
telah dianggap oleh masyarakat Islam sebagai bukti bahwa negara telah terlibat
dalam menyebarluaskan nilai-nilai Islam. Kedua, para sarjana muslim dari
berbagai IAIN telah dilibatkan dalam penyusunan tafsir tersebut, memperlihatkan
kemampuannya sebagai para ahli tafsir. Ketiga, Departemen Agama telah
merencanakan untuk menciptakan standar-standar dalam penyusunan terjemah
dan tafsir lebih lanjut, dan kedua tafsir tersebut telah memenuhi harapan
itu. Keempat, salah satu kekuatan sosial-politik Indonesia yang biasa disebut
muslim nasionalis, memantapkan diri dengan pandangan ideologis yang tercermin
9
penekanan segar dalam tafsir. Jadi, ada beberapa pendekatan baru yang berasal
dari refleksi yang terus berlanjut terhadap hakikat dan fungsi ilham. Seorang perlu
merujuk tidak hanya pada pendekatan logika Al-Qur’an seperti yang digagas oleh
Nurcholish Madjid, tetapi juga pada pendekatan segar yang dirintis oleh M.
Quraish Shihab seperti yang terdapat dalam karyanya Membumikan Al-Qur’an
dan, lebih khusus lagi, dalam karyanya untuk mengembangkan metode at-tafsir al-
maudhu‘i (tafsir tematik) di Indonesia dengan bukunya Wawasan Al-Qur’an.
Dalam kejelasan dan fokusnya, karya ini menawarkan jalan untuk meraih
cakrawala baru.3
Dalam epilog buku “Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus
Hingga Quraish Shihab” (edisi terjemah bahasa Indonesia dari karya
Federspiel), Federspiel menyatakan bahwa buku-buku karya Quraish Shihab
layak untuk dimasukkan dalam Popular Indonesian Literature of the Quran.4 M.
Quraish Shihab mempunyai tiga buku berkenaan dengan Al-Qur’an dalam satu
dan lain hal. Pertama, Buku Lentera Hati, sebuah antologi esay tentang makna dan
ungkapan Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi komunitas
muslim Indonesia. Buku kedua berjudul Membumikan Al-Qur’an, buku ini berisi
antologi artikel tentang berbagai aspek Al-Qur’an dan mengkaji secara terinci
posisi pentingnya Al-Qur’an bagi umat Islam. Karya ketiga, Wawasan Al-
Qur’an, seperti buku-buku sebelumnya, buku ini juga banyak merujuk pada
sumber-sumber Arab. Penulisannya secara umum lebih canggih ketimbang
kebanyakan entri lainnya dalam kategori ini. Menurut Federspiel, buku ini dapat
diklasifikasikan sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan “batu uji bagi
pemahaman yang lebih baik tentang Islam”.
M. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an di
Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan
3
M. Quraish Shihab, “Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan
Umat”, (Bandung: Mizan, 1996).
4
Pada waktu penelitian Federspiel, karya-karya M. Quraish Shihab belum muncul dalam
bentuk buku. Oleh sebab itu, ia tidak memasukkannya dalam obyek kajian. Namun, atas usulan
beberapa mahasiswa Indonesia tingkat sarjana pada Institut Studi-studi Islam Universitas McGill,
juga penerbit Mizan yang menerbitkan penelitiannya dalam edisi Indonesia, Federspiel sepakat
untuk memasukkan karya-karya M. Quraish Shihab sebagai obyek kajian. Howard M.
Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, h. 295.
12
Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih
dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an lainnya. Dalam hal penafsiran
Quraisy Shihab cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir
maudhu‘i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-
Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama,
kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan
selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi
pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-
pendapat Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat
dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahun dan teknologi, serta kemajuan peradaban masyarakat.
Namun, ketika Federspiel telah merampungkan penelitiannya tentang
kajian Al-Qur’an Indonesia, karya monumental M. Quraish Shihab (Tafsir Al-
Misbah), Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Tafsir Al-Qur’an lengkap 30
juz) belum selesai disusun, sehingga Federspiel tidak bisa mengulas Tafsir Al-
Misbah tersebut dalam hasil penelitiannya.
topik penting. Serangkaian lima masalah pada tahun 1984 dengan total
480 halaman dianalisis untuk kutipan kitab suci. Ada lima puluh sembilan
kutipan dari Al-Qur'an, dua puluh sembilan dari Hadits, dan sembilan
belas dari cendekiawan muslim standar.
4. Dua buku karya penulis muslim terkemuka tentang subjek topikal bagi
muslim Indonesia diperiksa untuk fenomena yang sama. Kedua buku
tersebut, satu tentang kebangkitan Islam (dakwah) dan satu lagi tentang
pembelaan Islam (jihad), berjumlah kurang dari 400 halaman. Ada 127
kutipan dari Al-Qur'an, tiga puluh tujuh dari Hadits, dan enam belas
kutipan dari sumber lain tentang Islam.
Contoh- contoh di atas menunjukkan afinitas yang kuat untuk penggunaan
kitab suci yang dikutip dalam informasi keagamaan komunitas muslim di
Indonesia. Namun, tentu Al-Qur'an dan Hadits tidak bisa digunakan sembarangan.
Penggunaannya diatur oleh aturan penggunaan yang dikembangkan oleh para
ulama selama berabad-abad dan bahkan ketika pemikiran baru diambil, aturan
penggunaan tersebut terus dipatuhi. Kaum tradisionalis, seperti yang terkait
dengan pemikiran mazhab Syafi’i, selalu mengakui tafsir ulama klasik dan
penerusnya tentang pentingnya kutipan kitab suci. Kaum modernis dan neo-
fundamentalis juga peduli dengan interpretasi sunni yang diterima. Maka dapat
disimpulkan juga bahwa tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengamati
penggunaan Al-Qur'an dan Hadits yang signifikan dalam masyarakat Indonesia
kontemporer, tetapi tidak untuk menyiratkan lebih banyak lagi.5
5
Howard M. Faderspiel, “Popular Indonesian Literature Of The Qur’an”, (Itacha, New
York: Cornell Modern Indonesia Project, 1994), h. 28-30.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pandangan dari Faderspiel dapat disimpulkan yakni:
1. Tradisi Islam Sunni adalah penting untuk penulis Muslim Indonesia. Karya-
karya dalam bidang Al-Qur’an di Indonesia sebagian besar masih
dipengaruhi oleh tradisi Islam Sunni yang cenderung tekstualis dan dalam
sejarahnya selalu bertengger pada kekuasaan. Mereka secara konsisten
bersandar pada sumber-sumber tradisi tersebut, yakni Al-Qur’an sendiri,
Sunnah dan karya-karya ulama dari sepanjang sejarah Islam (tentunya yang
beraliran Sunni).
2. Model karya-karya tafsir Al-Qur’an di Indonesia pada dasarnya berasal dari
penulis-penulis muslim Timur Tengah satu abad yang lalu. Karya-karya
tafsir Al-Qur’an di Indonesia banyak diasumsikan sebagai sebuah hasil
terjemahan dari tafsir-tafsir masa lalu, atau tidak sedikit dari karya-karya
tersebut yang isinya banyak mengutip dari tafsir-tafsir masa lalu. Setidaknya
ada sepuluh kitab tafsir sering digunakan sebagai rujukan dalam tafsir-tafsir
Indonesia. kitab tafsir tersebut diantaranya ialah: Tafsir Jauhari,
Tafsir Jalalain. Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Maragi, Tafsir Al-Qasimi,
Tafsir Ar-Razi, Tafsir Al-Manar, Tafsir At-Thabari, Tafsir Al-Baidawi, dan
Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an.
3. Sejak masa kemerdekaan, kebijakan-kebijakan pemerintah telah
mempengaruhi pemikiran dan karya-karya di bidang tafsir Al-Qur’an. Ini
sebagai konsekuensi dari tradisi Sunni yang selalu berkoalisi dengan
kekuasaan, sehingga produk pemikiran yang dihasilkan pun kemudian
cenderung tidak obyektif karena tujuannya adalah untuk melegitimasi
kebijakan penguasa.
4. Pengaruh Barat masih dikambinghitamkan dalam beberapa karya tafsir di
Indonesia, penyebabnya adalah pendapat kaum orientalis masa lalu yang
dianggap bertentangan dengan doktrin Islam. Sebab lainnya juga
16