Kelompok 13 Tafsir Ekonomi Hutang Piutang
Kelompok 13 Tafsir Ekonomi Hutang Piutang
Kelompok 13 Tafsir Ekonomi Hutang Piutang
“Tafsir Ekonomi”
Dosen Pengampu:
Oleh:
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami segala
kemudahan sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam semoga tercurahkah kepada baginda kita Nabi Muhammad
Saw. Yang kita nantikan syafaatnya di hari kiamat kelak.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
A. Kesimpulan.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terpenuhinya kebutuhan yang bersifat material, seperti sandang, pangan,
papan dan kekayaan lainnya adalah disebut sejahtera. Namun upaya
mewujudkan kesejahteraan, manusia seringkali menemukan kendala pokok,
yaitu kurangnya sumber daya, materi (uang) untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Ketika manusia ingin memenuhi kebutuhan atau keinginannya
sementara dirinya tidak mempunyai uang, maka mereka seringkali untuk
memenuhi kebutuhan atau keinginannya tersebut dengan cara berhutang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hutang piutang?
2. Bagaimana rukun dan syarat hutang piutang ?
3. Bagaimana tafsir ayat tentang hutang piutang?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hutang piutang
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat hutang piutang
3. Untuk mengetahui tafsir ayat tentang hutang piutang
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam dikenal dengan
istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u
yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang
disebut AlQardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan
hutang. Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah
menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang
akan memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai
dengan kesepakatan. Hutang piutang ( )القرض أو الدينadalah suatu transaksi dimana
seseorang meminjam harta benda kepada orang lain dengan janji akan
dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan dengan jumlah yang sama.1
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), 91-92.
2
c. Mu’ar(barang yang dipinjamkan)
1. Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan,maka tidak sah ‘ariyah yang
materinya tidak dapat digunakan,seperti meminjam karung yang telah hancur
sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
2. Pemanfaatan itu dibolehkan,maka batal ‘ariyah yang pengambilan manfaat
materinya dibatalkan oleh syara’ seperti meminjam benda-benda najis.
d. Sighat yaitu sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat,
baik dengan ucapan maupun perbuatan. Contoh seperti orang berkata “ saya
hutangkan barang ini padamu” lalu dibalas dengan “ saya mengaku berhutang
kepadamu”. 2
2
Ady Cahyadi, Mengelola Hutang dalam Persepektif Islam, Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 4,
No. 1 2014, hal 70
3
3. Tafsir Ayat tentang Hutang Piutang
1. Surah Al Baqarah ayat 280
ص َّدقُو ۟ا َخْيٌر لَّ ُك ْم ۖ إِن ُكنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن ِ
َ ََوإِن َكا َن ذُو عُ ْسَر ٍة َفنَظَرةٌ إِىَل ٰ َمْي َسَر ٍة ۚ َوأَن ت
Artinya:
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Tafsir ayat
Ayat ini diturunkan berhubungan dengan Bani Tsaqif yaitu Mas’ud, Abdul
Yalil, Hubaib, Rabi’ah, dan Amru bin Umar Ats Tsaqafi. Mereka berhutang
piutang dengan Bani Muhirah, maka diturunkannya ayat ini. 3
“ان ُذ ْو عُسْ َر ٍة
َ ” َواِنْ َكmaksudnya Apabila ada orang yang dalam kesulitan, maka
lakukanlah kebaikan dan kasih sayang kepadanya sampai ia mendapatkan
kelapangan.
Lafadz “ ”العسرةadalah Isim yang diambil dari lafadz Al-‘isar yang memiliki
kondisi kesulitan akan harta.
“سَر ٍة ِ ِ
َ ” َفنَظَرةٌ إىَل ٰ َمْيadalah istilah bagi pembayaran di akhir (hutang). Lafadz “ َمْي َسَرة
ِ
“ adalah masdar yang bermakna mudah. Imam An- Nafi’ membacanya nya
dengan dhomah pada huruf Sin dan Imam yang lain membacanya dengan
fathah.
“ص َّدقُو ۟ا
َ َ ” َوأَن تmaksudnya bersedekahlah kalian pada orang-orang yang
berhutang sedang ia mengalami kesulitan dengan jalan membebaskan
utangnya, maka melakukan hal itu lebih baik bagimu daripada menggunakan
utang, dan itu lebih banyak pahalanya serta lebih baik dari apa yang kamu
dapatkan. Sekiranya kalian tahu keutamaan bersedekah dari menangguhkan
utang dan mengambilnya.
3
https://umma.id/article/share/id/1002/390045, tanggal 16 September 2020
4
Makna ayat:
Ketika kamu mendapati orang yang berutang kepadamu sedang dalam
kesulitan keuangan maka wajib untuk memberikannya tenggang waktu sampai ia
memiliki kelapangan. Ada hal lain yang lebih baik untukmu yaitu engkau
bersedekah dengan mengikhlaskan piutangmu seluruhnya untuk menyucikan
hartamu yang terkontaminasi oleh riba serta menyucikan dirimu sendiri dari
pengaruh buruk riba.
5
3. Surah al Baqarah ayat 282
Artinya:
6
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) 4
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tafsir Ayat:
Lafaz faktubuh pada ayat tersebut menunjukkan kata perintah untuk mencatat
transaksi utang piutang. Catatan ini menurut Ibnu Asyur dalam tafsirnya Al-
Tahrir wa Al-Tanwir memiliki dua kemungkinan: catatan yang ditulis oleh
dua pihak yang saling berutang atau salah satu di antara keduanya sebagai
bukti jika terjadi pengingkaran; serta catatan dari pihak ketiga sekaligus
sebagai saksi apabila kedua pihak memang tidak bisa mencatat, dan inilah
yang banyak terjadi pada saat turunnya ayat dimana kondisi bangsa Arab
belum akrab dengan dunia tulisan.
( إِ َذا تَدَايَنتُم بِ َدي ٍْنapabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai) Kata ()العين
diibaratkan orang arab untuk apa yang hadir dalam muamalat, sedangkan kata
( )الدينuntuk apa yang gaib (tidak hadir).
4
https://tafsirweb.com/1048-quran-surat-al-baqarah-ayat-282.html , tanggal 16 September 2020
7
(untuk waktu yang ditentukan ) إِلَ ٰ ٓى أَ َج ٍل ُّم َس ًًّمى
Ayat ini menunjukkan bahwa memberi ajal (waktu tenggang) yang tidak
diketahui itu tidak diperbolehkan terlebih lagi ajal dalam jual beli dengan akad
salam.
Yakni menuliskan hutang tersebut beserta ajalnya, karena hal itu lebih
menghindarkan pertikaian dan menjauhkan perselisihan.
َو ْل َي ْك ُتب َّب ْي َن ُك ْم َكا ِت ۢبٌ ِب ْال َع ْد ِل
َ َْواَل يَأ
(Dan janganlah penulis enggan menuliskannya ) ٌب َكاتِب
Yakni janganlah seorang penulis enggan untuk menulis buku utang piutang.
8
(Jika yang berhutang itu orang yang lemah) سفِيهًا ُّ فَإِن َكانَ الَّ ِذى َعلَ ْي ِه ْال َح
َ ق
Makna ( )السفيهadalah orang yang tidak mampu bermuamalah dengan baik.
َ ْأَو
(akalnya atau lemah (keadaannya)) ض ِعيفًا
seorang lelaki dan dua orang perempuan) Yakni maka mintalah persaksian
dari seorang lelaki dan dua orang perempuan. Dan ini adalah batas minimal
(nishab) bagi persaksian dalam muamalat.
( dari saksi-saksi yang kamu ridhai) ضوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَدَآ ِء
َ ِْم َّمن تَر
Yakni yang kalian ridhai agama dan keadilan mereka.
ِ َ ( أَن تsupaya jika seorang lupa) Kesesatan dalam persaksian adalah
ض َّل إِحْ َد ٰىهُ َما
lupa atas persaksian tersebut atau lupa sebagiannya.
َر ٰىU َد ٰىهُ َما اأْل ُ ْخU ْ َذ ِّك َر ِإحU ُ( ۚ فَتmaka yang seorang mengingatkannya ) Yakni apabila
salah satu saksi perempuan itu lupa maka yang lainnya bisa mengingatkan dan
apabila yang lain lupa maka yang satu bisa mengingatkan. Hal ini karena
kelemahan yang ada dalam perempuan, tidak sebagaimana para lelaki. Dan
9
barangkali salah satu lupa bagian tertentu dan yang lain lupa bagian lainnya
maka mereka bisa saling mengingatkan.
ُوهUUُ ( َواَل تَسَْٔـ ُم ٓو ۟ا أَن تَ ْكتُبdan janganlah kamu jemu menulis hutang itu) Yakni
janganlah bosan untuk menulis hutang yang terjadi diantara kalian. Karena
kemungkinan mereka akan bosan untuk menulis akibat banyaknya hutang
piutang yang terjadi diantara mereka. Kemudian Allah menekankan hal ini
dengan firman-Nya setelah kalimat ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
10
Dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam dikenal dengan
istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u
yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang
disebut AlQardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan
hutang. Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i).
Adapun syarat dan rukun dari hutang piutang, Menurut Ulama Hanafiyah
bahwa rukun hutang piutang hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang.
Sedangkan menurut Ulama syafi’iyah harus adanya ucapan ijab dan qabul dari
peminjam dan yang meminjam pada waktu transaksi.
salah satu ayat yang berkaitan dengan hutang piutang ialah Surah Al Baqarah
ayat 280
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Ady. 2014. Mengelola Hutang dalam Persepektif Islam, Jurnal Bisnis
dan Manajemen. 4(1). 70
11
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Press.
Tafsir web, Quran Surat Al-Baqarah Ayat 282. https://tafsirweb.com/1048-quran-
surat-al-baqarah-ayat-282.html (Diakses tanggal 16 September 2020)
Umma, Tafsir Al Quran. https://umma.id/article/share/id/1002/390045 (Diakses
tanggal 16 September 2020)
12