Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Hadis Jual Beli

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Jual Beli dan Etika Jual Beli


1. Pengertian Jual Beli
Dalam bahasa Arab, jual beli disebut dengan al-bai’, dari segi bahasa berarti
memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti (Abdul
Aziz Muhammad Azzam, 2010), atau menukar suatu barang dengan barang yang
lain (barter). Sedangkan menurut istilah, al-bai’ memiliki banyak pengertian
sebagaimana dikemukakan oleh para ulama:
Pertama: Imam Hanafi (Mazhab Hanafi); jual beli ialah pertukaran suatu harta
dengan harta yang lain menurut cara tertentu. Kedua: Imam Syafi’i (Mazhaab
Syafi’i); jual beli ialah pertukaran sesuatu harta benda dengan harta benda yang
lain, yang keduanya boleh di-tasharruf-kan (dikendalikan), dengan ijab dan qabul
menurut cara yang diizinkan oleh syari’at. Ketiga: Abu Bakr bin Muhammad al-
Husaini; jual beli adalah; kontrak pertukaran harta benda yang memberikan
seseorang hak memiliki sesuatu benda atau manfaat untuk selama-lamanya.
Keempat: Al-Qlayubi; akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada
kepemilikan terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu dan selamanya
dan bukan untuk bertaqarrub kepada Allah (bukan Hibah, Sadaqah, Hadiah,
wakaf).1
Defiinisi jual beli sebagaimana dikemukakan oleh para ulama di atas
memberikan suatu pengertian sekaligus penekanan bahwa istilah jual beli
merupakan gabungan dari kata al-bai’ (menjual) dan syira’ (membeli) – karena
adanya keterlibatan aktif antara dua belah pihak yang melakukan transaksi jual
beli. Atau dengan kata lain, jual beli merupakan aktifitas yang melibatkan dua
belah pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran barang dengan cara tertentu,
baik pertukaran barang dengan barang (barter) maupun dengan alat tukar (uang).
Dalam definisi tersebut juga terkandung nilai, bahwa jual beli merupakan
salah satu proses al-taghayyur al-milkiyah (perubahan kepemilikan) dari pihak
penjual kepada pihak pebeli yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, jual- beli
yang syar’i adalah jual beli secara lepas atau tidak diikat dengan syarat tertentu

1
Ruslan Fariadi, “Jual-Beli dalam Islam”, diakses dari https://tuntunanislam.id/jual-beli-dalam-islam/ , pada
tanggal 28 Oktober 2020 pukul 13.00.
seperti menjual dalam waktu satu bulan, satu tahun dan lainnya, atau menjual
barang dengan syarat si pembeli harus menjual kembali barang tersebut kepada
pihak penjual pertama pada waktu yang sudah mereka tentukan.2
2. Macam-Macam Jual Beli
Beberapa macam jual beli yang diakui Islam antara lain adalah:
a. Jual beli barang dengan uang tunai
b. Jual Beli barang dengan barang (muqayadlah/barter)
c. Jual beli uang dengan uang (Sharf)
d. Jual Utang dengan barang, yaitu jual beli Salam (penjualan barang dengan
hanya menyebutkan ciri-ciri dan sifatnya kepada pembeli dengan uang
kontan dan barangnya diserahkan kemudian)
e. Jual beli Murabahah ( Suatu penjualan barang seharga barang tersebut
ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang membeli
barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.
Karakteristik Murabahah adalah si penjual harus memberitahu pembeli
tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan pada biaya tersebut.”

Untuk dapat mengetahui dan memahami bentuk-bentuk transaksi jual beli


yang dilakukan oleh umumnya manusia, apakah hukumnya sah atau tidak,
penghasilan yang diperolehnya halal atau tidak, maka berikut ini kami akan
sebutkan rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya jual beli.3

3. Macam-Macam Jual Beli Yang Dilarang dan Yang Sah


“Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah sebagian dari kamu memakan
(mengambil) harta milik sebagian di antaramu dengan cara yang tidak benar
(batil), kecuali jika dengan jalan perniagaan yang didasarkan atas kerelaan antara
kedua belah pihak diantara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri,
sesungguhnya Allah Maha Kekal rahmat-Nya.”( An-Nisa' : 29 )
Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i yang secara bahasa adalah tukar
menukar, sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan
kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh
syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan
2
Ibid
3
Taufan Nirwana, “Hadist Jual Beli”, diakses dari http://taufan-nirwana.blogspot.com/2017/03/makalah-hadits-
jula-beli.html , pada tanggal 28 OKtober 10.00.
jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan
kedua belah pihak. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (‫ )جواز‬atau (‫)مباح‬,
sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275: ”Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Dan hadist Nabi yang berasal dari Ruf’ah bin Rafi’ menurut riwayat al-Bazar
yang disahkan oleh al-Hakim:

‫أن النىب صلى اللَّه عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده وكل‬

‫بيع مربور‬
“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa
yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli
yang mabrur”.
Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi menjadi empat
macam :
a. Jual beli salam (pesanan)
Yaitu jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka
kemudian barangnya diantar belakangan.
b. Jual beli Muqayyadah (barter)
Yaitu jual beli dengan cara menukar barang dengan barang.
c. Jual beli Muthlaq
Yaitu jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai
alat penukaran.
d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Yaitu jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan
alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas.4
"Orang-orang yang makan (bertransaksi dengan) riba, tidak dapat berdiri
malainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan sehingga ia tak
tahu arah disebabkan oleh sentuhan(nya). Keadaan mereka yang demikian itu
disebabkn karena mereka berkata 'jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barang
siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari tuhannya (menyangkut riba),
lalu berhenti (dari praktik riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
4
Ibid
(sebelum datang larangan); dan urusannya (kembali) kepada allah. Adapun yang
kembali (bertransaksi riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya"(Q.S. Al-Baqarah : 275)
Dalam ayat ini tidak hanya melarang praktek riba, tetapi juga sangat mencela
pelakunya, bahkan mengancam mereka. Orang-orang yang makan, yakni
bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak
dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdrinya orang yang
dibingungkan oleh setan sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhan(nya).
Tidak menutup kemungkinan mamahaminya sekarang dalam kehidupan
dunia.Mereka yang melakukan praktik riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak
tentram, selalu bingung, dan berada dalam ketidakpastian disebabkan pikiran
mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Lihatlah keadaan
manusia dewasa ini. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
sedemikian pesat, tetapi lihat juga kehidupan masyarakat, lebih-lebih yang
mempraktikkan riba. Di sana mereka hidup dalam kegelisahan, tidak tahu arah,
bahkan aktivitas yang tidak rasional mereka lakukan.
Bagaimana dengan perumpamaan yang dilukiskan sebagai sentuhan setan
terhadap mereka ?Ada dua ulama yang memahami ayat ini sebagai berbicara
tentang manusia yang kesurupan sambil menguatkan pandangannya dengan
berbagai ayat dan hadits yang intinnya menyatakan bahwa ada setan yang selalu
mendampingi manusia.5
Tidakkah Anda pernah melihat kata mereka seseorang yang menjadi demikian
kuat berbicara dengan berbagai bahasa asing, tetapi dalam keadaan normalnya
lemah dan tidak mengerti, kecuali bahasa ibunya ? Apakah yang menjadikan dia
mampu kalau bukan jin yang telah merasuk kedalam tubuhnya ?
Ibn 'Abbas meriwayatkan bahwa seseorang wanita membawa anaknya kepada
Rasulullah saw seraya berkata, "Sesungguhnya putraku menderita gangguan (gila)
yang menimpanya setiap kami makan siang dan malam," maka Rasulullah saw
mengusap dadanya, dan berdoa untuk kesembuhannya. Ia kemudian muntah dan
keluarlah sesuatu seperti anjing hitam. Dan sembuhlah ia" ( HR. Ad-Daruquthni
dan Al-Baihaqi)
Kalau air dan makanan dapat masuk kedalam tubuh manusia, sedang tingkat
kehalusan jin, apa yang menghalangi jin masuk ? Bukankah angin pun dapat
5
Ibid
masuk ke tubuh manusia ?Demikian dalil atau dalih mereka yang memahami ayat
dan hadits-hadits di atas dalam arti hakiki.
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak. Jumhur ulama tidak
membedakan antara fasid dan batal. Dengan kata lain, menurut Jumhur Ulama,
hukum jual-beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli shahih dan jual beli fasid.
Jual beli yang diharamkan dalam islam adalah sebagai berikut :
a. Menjual barang yang sudah dibeli oleh orang lain.
b. Menjual minuman keras dan yang sejenisnya (narkoba).
c. Menjual barang najis.
d. Gharar, yaitu jual beli yang tidak jelas, mengandung unsur ketidak
pastian/spekulasi dan penipuan. Diantaranya :
 Hashat, jual beli tanah yang tidak jelas luasnya
 Nitaj, jual beli hasil binatang ternak sebelum memberikan hasil
 Mulamasah dan Munabadzah
 Muhaqolah dan Muzabanah
 Mukhadarah
 Habalil Habalah, jual beli anak unta yang masih dalam perut
induknya
 Talqi Jabal, petani membawa hasil panen kekota, kemudian orang
kota menjual dengan harga yang ditetapkan sendiri
 Hadir al-Ibad, monopoli dengan tujuan harga yang tinggi
 Najsy, menjual barang karena mendengar akan naik lalu dijual
dengan harga yang tinggi ketika harga sudah naik.
 Ikhtikar, penimbunan barang hanya untuk menaikkan harga dengan
sengaja.
e. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan
f. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul)
g. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual
h. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar
i. Dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli
j. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain
k. Berjualan ketika adzan jumat dikumandangkan
l. Berdagang alat-alat musik dan hiburan.
4. Rukun-Rukun Jual Beli :
Jual beli memiliki 3 (tiga) rukun:
a. Al- ‘Aqid (orang yang melakukan transaksi/penjual dan pembeli),
b. Al-‘Aqd (transaksi),
c. Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang).
5. Beberapa etika berbisnis dalam islam adalah :
a. Tidak boleh curang dalam jual beli
b. Tidak boleh menutupi cacat barang dagangan dari para pembeli.
c. Menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kebaikan dan kekurangan barang
yang dia jual.
d. Tidak boleh terlalu banyak bersumpah -walaupun sumpahnya benar-
dengan tujuan melariskan dagangannya. Karena terlalu sering menyebut
nama Allah pada jual beli atau pada hal-hal sepele menunjukkan
kurangnya pengagungan dia kepada Allah.
e. Haramnya bersumpah dengan sumpah dusta, hanya untuk melariskan
dagangannya.6
6. Etika Perdagangan Dalam Al-Qur’an
Istilah yang paling dekat dengan etika dalam al-Qur'an adalah khuluq, Imam
Fakhruddin Ar-Razy dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib mendefinisikan khuluq
sebagai kemampuan jiwa yang memudahkan seseorang dalam mengerjakan
perbuatanperbuatan terpuji. Sedangkan Ibn Abbas memberi makna khuluq sebagai
ad-Diin, yang diartikan secara bahasa dengan Agama (Imam Muhammad Fakhrur
Ar-Razy, 1981: 80).
Al-qur’an juga mempergunakan sejumlah istilah lain untuk menggambarkan
konsep tentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan),
‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ru
(mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan). Tindakan yang terpuji
tersebut sebagai salihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyi’at (Rafik
Issa Beekun, 2004: 3).
a. Tauhid/Unity (Keesaan)
Keesaan, seperti dicerminkan dalam konsep tauhid, merupakan
dimensi vertical dalam Islam. Konsep keesaan menggabungkan ke dalam
sifat homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang
6
Ibid
muslim: ekonomi, politik, agama, dan masyarakat, serta menekankan
gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan (Rafik Issa Beekun, 2004:
33-34). Berikut penulis sarikan kutipan makna tauhid yang dikonstruk oleh
Allah dalam al-Quran;
 Surat 49 ayat 13: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
 Surat 6 ayat 163: “Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang
diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 163)
 Surat 18 ayat 46: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi: 46).7
b. Equilibrium (Keseimbangan)
Prinsip keseimbangan berlaku secara harfiah dalam dunia bisnis.
Secara keseluruhan, Islam sebenarnya tidak ingin menciptakan sebuah
masyarakat pedagang-syahid, yang berbisnis semata dengan alasan
kedermawaan. Sebaliknya, Islam ingin mengekang kecendrungan sikap
serakah manusia dan kecintaannya dalam memiliki barang-barang. Berikut
keseimbangan yang diinginkan oleh Allah, tidak hanya lahiriah, namun
juga bathiniah, tidak hanya vertical, namun juga horizontal, tidak hanya
berbisnis dengan Allah, namun juga berbisnis dengan makhluknya;
 Surat 2 ayat 195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

7
Taufiq, “Etika Perdagangan Dalam Al-Qur’an” , Al-Muamalat Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Vol III, No
01. Tahun 2016, 118-122
 Surat 25 ayat 67-68: “Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang
demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang
lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al-Furqaan:
67-68)
 Surat 17 ayat 35: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Isra’: 35)
 Surat 54 ayat 49: “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran.” (QS. AlQamar: 49)
 Surat 25 ayat 72-73: “Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-
orang) yang mengerjakan perbuatanperbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat
Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-
orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqaan: 72-73).8
c. Free Will (Kebebasan)
Konstruksi pemahaman free will dalam konsep ini, tidak berarti bebas
memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya, namun manusia juga
dituntut untuk bisa mengendalikan kehidupannya sendiri. Manusia diberi
kemampuan untuk berfikir dan membuat keputusan dan untuk memilih
apapun jalan hidup yang dia inginkan yang paling penting adalah segala
sesuatunya berdasarkan aturan dari Allah SWT yang tercantum dalam al-
Qur’an. Berikut merupakan pemahaman kebebasan yang diinginkan oleh
Allah dalam bermumalah di dunia ini (A. Kadir, 2010: 65-67).
 Surat 5 ayat 1: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-
aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan

8
Ibid
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maaidah: 1)
 Surat 5 ayat 105: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu;
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu
apabila kamu Telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu
kembali semuanya, Maka dia akan menerangkan kepadamu apa
yang Telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Maaidah: 105)
 Surat 18 ayat 9: “Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang
mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk
tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?” (QS. Al-Kahfi:
9)
 Surat 59 ayat 7 “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan
Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
d. Responsibility (Tanggungjawab)
Prinsip tanggung jawab dalam Islam yaitu keseimbangan dalam segala
bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, pribadi dan keluarga,
individu dan masyarakat serta masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Atas dasar hal tersebut manusia sebagai makhluk Allah harus
mempertanggungjawabkan segala tindakannya terhadap
tanggungjawabnya antar sesama manusia. Hal ini ditegas Allah dalam al-
Quran dalam lima ayat di lima surat yang berbeda.9
 Surat 74 ayat 38: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang
Telah diperbuatnya.” (QS. Al-Mudatstsir: 38)

9
Ibid
 Surat 17 ayat 15: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan
hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka
Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan
kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.”
(QS. Al-Israa’: 15)
 Surat 2 ayat 286: “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada
kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami;
ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami,
Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah:
286)
 Surat 7 ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raaf: 56)
 Surat 35 ayat 18: “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil
(orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan
untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum
kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan Hanya
orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka
tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan
barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia
mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada
Allahlah kembali(mu).” (QS. Faathir: 18)
e. Benevolence (Ihsan/kebajikan)
Kebajikan (ihsan) didefinisikan sebagai tindakan yang menguntungkan
orang lain lebih dibandingkan orang yang melakukan tindakan tersebut
dilakukan tampa kewajiban apapun kebaikan sangat didorong di dalam
Islam. Al-Quran menggunakan istilah ma’ruf untuk kebajikan. Ma’ruf
adalah sesuatu yang diketahui oleh manusia bahwa hal itu disenangi oleh
Allah yang mengandung kemaslahatan untuk individu dan jama’ah serta
mengandung manfaat bagi individu dan masyarakat. Hal ini termaktub
dalam al-Quran secara rigid tentang seruan bagi umat manusia dalam
melakukan kebaikan (A. Kadir, 2010: 65-66).
 Surat Ali Imran, Ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali ‘Imran: 104)
 Surat 9 ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
 Surat 5 ayat 105: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu;
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu
apabila kamu Telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu
kembali semuanya, Maka dia akan menerangkan kepadamu apa
yang Telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Maaidah: 105)
 Surat 17 ayat 34: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia
dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.” (Al-Israa’: 34).10

10
Ibid
B. Hadis Utama dan Pendukung
1. Hadis Utama

‫عن عب''د اللَّه بن عم''ر رض''ى اللَّه عنهم''ا عن رس''ول اللَّه ص''لى اللَّه علي''ه وس''لم أن''ه ق''ال إذا تب''ايع ال''ر‬

‫جال ن فك''ل واح''د منهم''ا باخلي''ار مامليتفرق''ا وكان''ا مجيع''ا أوخيري أح''دمها األ خ''ر فتب''ا يع''ا على ذل''ك‬

‫فقد وجب البيع وإن تفر قا بعد أن يتبا يعا ومل يرتك واحد منهما البيع فقد وجب البيع‬

Artinya : “Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulillahshallallahu Alaihi
wa Sallam, beliau bersabda, “Jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing
diantara keduanya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya
sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang diantara keduanya memberi pilihan kepada
yang lain”. Beliau bersabda, “Jika salah seorang diantara keuanya memberi pilihan kepada
yang lain, lalu keduanya menetapkan jual beli atas dasar pilihan itu, maka jual beli menjadi
wajib”. (HR Bukhari – Muslim).

2. Hadis Pendukung

‫عن حكيم بن ح'زام رض'ى اللَّه عن'ه ق'ال رس'ول اللَّه ص'لى اللَّه علي'ه وس'لم البيع'ان باخليارم'امل يتفرق'ا‬

‫اوقال حىت يتفر قا فإن صدقا وبينا برك هلما يف بيعهما وإن كتماو كذ با حمقت بركت بيعهما‬

Artinya : “Ada hadist yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam Radhiyallahu Anhu, dia
berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dua orang yang berjual beli
mempunyai hak pilih selagi belum saling berpisah”, atau beliau bersabda, “Hingga keduanya
saling berpisah, jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam
jual beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual
beli itu dihapuskan”. (HR Bukhari – Muslim).11

C. Isi Kandungan Hadis


1. Penetapan hak pilih ditempat bagi penjua dan pembeli, untuk dilakukan
pengesahan jual beli atau pembatalannya.

11
Taufan Nirwana, “Hadist Jual Beli”, diakses dari http://taufan-nirwana.blogspot.com/2017/03/makalah-hadits-
jula-beli.html , pada tanggal 28 OKtober 10.00.
2. Temponya ialah semenjak jual beli dilaksanakan hingga keduanya saling berpisah
dari tempat itu.
3. Jual beli mengharuskan pisah badan dari tempat dilaksanakan akad jual beli.
4. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akad disepakati
dan sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual beli tanpa
menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah, karena hak itu
menjadi milik mereka berdua, bagaimana keduanya membuat kesepakatan,
terserah kepada keduanya.
5. Perbedaan antara hak Allah Swt dan yang semata merupakan hak anak Adam,
bahwa apa yang menjadi hak Allah Swt, pembolehannya tidak cukup dengan
keridhaan anak Adam, seperti akad riba. Sedangkan yang menjadi hak anak Adam
diperbolehkan menurut keridhaannya, yang diungkakan karena hak itu tidak
melangggarnya.
6. Pembuat syariat tidak menetapkan batasan untuk perpisahan. Dasarnya adalah
tradisi. Apa yang dikenal manusia sebagai perpisahan, maka itulah ketetapan jual
beli. Keluar dari rumah kecil,naik ke bagian atas, menyingkir ke tempat lain atau
yang semisalnya, bisa dianggap perpisahan tentang tempo untuk menetapkan hak
pilih dan akad.
7. Para ulama mengharamkan penjual atau pembeli meninggalkan tempat (sebelum
akad ditetapkan),karena dikhawatirkan kan terjadi pembatalan. Ahlus-Sunan
meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dan
tidak dihalalkan baginya (penjual atau pembeli) meninggalkan yang lain, karena
dikhawatirkan hal itu merupakan permintaan untuk membatalkan jual beli”. Hal
itu menggambarkan pengguguran terhadap hak orang lain.
8. Jujur dalam mu’amalah dan menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan
sebab barakah di dunia dan di akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup-
nutupi cacat merupakan sebab hilangnya barakah. Hal ini dapat dirasakan secara
nyata di dunia. Orang-orang yang sukses dalam bisnisnya dan yang laku barang
dagangannya ialah mereka yang jujur dalam mu’amalah yang baik. Peniagaan
tidak merugi dan bangkrut melainkan karena pengkhianatan. Disamping itu, orang
yang jujur mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Swt.12

12
Ibid
Jual Beli bisa didefinisikan sebagai: Suatu transaksi pemindahan pemilikan suatu
barang dari satu pihak (penjual) ke pihak lain (pembeli) dengan imbalan suatu barang
lain atau uang. Atau dengan kata lain, jual beli itu adalah ijab dan qabul, yaitu suatu
proses penyerahan dan penerimaan dalam transaksi barang atau jasa. Islam
mensyaratkan adanya saling rela antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Hadits
riwayat Ibnu Hibban dan Ibnu Majah menjelaskan hal tersebut:

ِ ‫إمَّن اَ الَْبْي ُع َع ْن َتَر‬


‫اض‬
“Sesungguhnya Jual Beli itu haruslah dengan saling suka sama suka.”
Oleh karena kerelaan adalah perkara yang tersembunyi, maka ketergantungan
hukum sah tidaknya jual beli itu dilihat dari cara-cara yang nampak (dhahir) yang
menunjukkan suka sama suka, seperti adanya ucapan penyerahan dan
penerimaan.13

13
Ibid

Anda mungkin juga menyukai