Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari suatu sumber hasil aktivitas manusia. Salah satu penghasil sampah baik di
desa maupun di perkotaan adalah rumah tangga. Seperti yang terjadi di
Klungkung, warga menghasilkan sampah sebanyak 158 meter kubik per hari.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Klungkung, I Nyoman Rahayu, Rabu
(30/1) mengatakan bahwa tiap kepala keluarga (KK) di Klungkung menghasilkan
sampah sebanyak 2 sampai 3 kg per hari (Balipost, 2013). Sampah juga dihasilkan
dari proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Penanganan
masalah sampah kadang-kadang memerlukan biaya, sehingga dapat membebani
masyarakat.

Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang banyak terjadi di


lingkungan sekitar kita. Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan
mengakibatkan perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan. Dampak
yang ditimbulkan oleh sampah adalah pencemaran lingkungan, antara lain,
pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran udara. Selain itu, sampah
juga dapat mengakibatkan banjir di musim hujan apabila tidak ditangani secara
bijaksana.

Peristiwa pencemaran dapat disebabkan oleh sampah organik maupun


anorganik. Sampah organik berasal dari tumbuhan sedangkan sampah anorganik
dapat berasal dari plastik bekas, pecahan kaca, sisa bahan bangunan dan yang
lainnya. Khusus di daerah perkotaan, penangan sampah menjadi rumit. Hal ini
disebabkan oleh terbatasnya tempat membuang sampah.

Sampah sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi bahan yang berguna


apabila diolah dengan baik. Beberapa cara pengolah sampah diantaranya: 1)
sebagai bahan membuat kompos, 2) dapat didaur ulang, atau 3) diolah menjadi
bahan yang bermanfaat. Bila hal ini dilakukan maka sampah akan memberikan

1
manfaat bagi kehidupan. Tetapi bila hal itu tidak dimanfaatkan dapat
membahayakan kehidupan kita.

Pengelolaan sampah di perkotaan, khususnya di Kabupaten Klungkung


merupakan masalah serius. Hal ini karena sempitnya lahan pekarangan yang
dimiliki oleh masyarakat. Namun hal ini sebenarnya dapat diantisipasi dengan
menggunakan suatu alat yang disebut komposter. Komposter dapat dirancang
sedemikian rupa agar memerlukan tempat yang sempit. Komposter ini dapat
mengolah sampah agar lebih cepat hancur. Kompos yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan untuk memupuk tanaman di pekarangan.

Pengolahan kompos melalui komposter ini telah digemborkan oleh


pemerintah baik pemerintah pusat maupun kabupaten. Pasal 19 UU RI Nomor 18
Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Hal ini dikarenakan minimnya
kepedulian dan pemahaman masyarakat untuk mau mengelola sendiri limbah
rumah tangga (sampah) yang dihasilkan.

Masyarakat di Kabupaten Klungkung lebih memilih membuang limbah


rumah tangga yang mereka hasilkan ke TPS maupun TPA dari pada harus
mengolahnya dengan memanfatkan komposter. Untuk itu perlu adanya kajian
empiris terhadap kompposter. Diharapakan dengan kajian ini masyarakat dapat
melihat prospek dari pada pengomposan, sehingga nantinya merangsang
masyarakat untuk mampu mengolah limbah yang di hasilkan pada rumah masing-
masing. Tidak hanya itu, dengan adanya kajian empiris ini, kita akan mampu
mengetahui efektifitas komposer dalam mengelola sampah.

Efektifitas ini bisa dilihat dari kemampuan komposter dalam mengolah


sampah rumah tangga, dilihat dari jumlah dan waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan sampah. Hal ini dapat menjadi daya dukung alat komposter
dalam mengolah sampah rumah tangga terkait dengan judul karya tulis peneliti

2
yaitu Studi Pendahuluan Daya Dukung Peralatan Komposter Dalam Mengelola
Sampah Rumah Tangga.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan dicari solusinya melalui
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah daya dukung peralatan komposter dalam mengolah sampah
rumah tangga?
2. Bagaimana karakteristik kompos yang dihasilkan dari pengolahan sampah
rumah tangga?
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui daya dukung peralatan komposter dalam mengolah sampah
rumah tangga.
2. Mengakumulasikan rata-rata sampah rumah tannga yang dapat diolah setiap
hari
3. Mendiskripsikan karakteristik kompos yang dihasilkan dari pengolahan
sampah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi masyarakat memberikan alternatif cara mengolah sampah yang efektif
khususnya sampah rumah tangga.
2. Bagi penulis dapat menambah wawasan khususnya mengenai cara-cara
mengolah sampah yang baik.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sampah Rumah Tangga

Sampah merupakan materi sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya


suatu proses. Sampah didefinisikan menurut derajat keterpakaiannya, dalam
proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-
produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung.
Pada umumnya sampah yang banyak diproduksi masyarakat berasal dari aktivitas
rumah tangga atau yang sering disebut limbah rumah tangga. Sampah yang
dihasilakan oleh aktivitas rumah tangga dapat berupa sampah organik dan sampah
anorganik.

Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk dan mudah teruari
seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini
biasanya adalah sampah yang berasal dari alam. Sampah ini jika diolah lebih
lanjut dapat menjadi kompos. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah
membusuk dan sulit terurai. Sampah ini sering kita temui dalam kehidupan sehari-
hari, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol
dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan
sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya.
Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus
makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas
koran, HVS, maupun karton.

2.2 Jenis sampah

Sampah yang ada dilingkungan umumnya dapat dibedakan menurut jenisnya.


Menurut Hadiwiyoto (1990) sampah dapat digolongkan menurut jenisnya
menjadi:

1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-sanyawa


organik, yang tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dan lain-lain.

4
Umumnya sampah organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme,
contohnya sisa makanan, kotoran, kain, karet, kulit dan sampah halaman.
2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungannya  non organik,
umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme.  Contohnya
kaca, kaleng, debu, dan logam.

2.3 Karakteristik sampah

Sampah yang ada di lingkungan umumnya dapat dibedakan menurut


karakteristiknya. Menurut Aini (1985) sampah dapat digolongkan menurut
karakteristiknya adalah sebagai berikut.

a) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai
dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan seringkali
menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat
pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.
b) Rubbish, terbagi menjadi dua, yaiut
1. Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organic, misal; kertas,
kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
2. Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misal;
kaca, kaleng, dan sebagainya.
c) Ashes, semua sisa pembakaran dari industri.
d) Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau
manusia.
e) Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang
mati akibat kecelakaan atau secara alami.
f) House hold refuse, atau sampah campuran (garbage, ashes, rubbish) yang
berasal dari perumahan.
g) Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.
h) Demolision waste, berasal dan hasil sisa-sisa pembagunan gedung.
i) Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.
j) Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya
berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

5
k) Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti
kaleng dan zat radioaktif.

Adapun dampak sampah bagi manusia dan lingkungan menurut (Mochtar, 1997),
diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Menjadi sumber penyakit atau hama penyakit

Hal ini terjadi karena tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan  seperti terbuat dari bahan yang  mudah  dirusak serangga dan hewan
lainnya. Selain itu tempat tersebut tidak ditutup, terbuka dan lembab, ini
menyebabkan nyamuk, lalat, maupun kecoak menjadikanya sebagai sarang.
Akibat pembiakan vector-vektor ini maka akan dapat mempermudah penularan
penyakit yang lebih banyak seperti tipes, malaria, demam berdarah, kolera,
disentri dan sebagainya, sehingga manusia menjadi tidak sehat bila sampah
terabaikan.

2. Dapat menimbulkan pengotoran udara

Sampah yang tidak tertutup dan  terdiri dari sisa makanan, sayuran, bangkai
binatang dapat menebarkan bau busuk, sehingga bila terisap akan menimbulkan
gangguan  pada pernapasan.  Akibatnya tidak merasa nyaman dan leluasa untuk
menghirup udara bebas.

3. Dapat  menimbulkan bahaya banjir

Apabila sampah dibuang pada tempatnya yang telah disediakan melainkan


dibuang pada saluran air seperti sungai, got dan saluran air lainnya akan
menghalangi aliran air tersebut, sehingga pada musim hujan dapat menimbulkan
banjir karena saluran air tertutup oleh sampah-sampah tersebut.

4. Dapat menimbulkan pengotoran air dan tanah

Pengotoran air ini bersumber dari buangan industri  (limbah industri). Sampah
sisa buangan industri terdiri dari bahan kimia atau sisa bahan bakar yang akan

6
meresap ke dalam tanah dan bila bahan ini terserap oleh air dan tanah serta
mengandung bahan tertentu atau beracun. Hal ini sangat merugikan makluk hidup
yang mengkonsumsi air tersebut, disamping dapat menurunkan produktivitas
tanaman bila lokasi buangan dekat lahan pertanian.

5. Dapat merusak keindahan kota

Kota yang bersih tentu akan indah karena semuanya tertata dengan baik, apabila
sampah yang dibuang pada sembarang tempat atau sistem pembuangan yang tidak
teratur akan merusak keindahan kota dan estetika lingkungan.

6. Dapat menimbulkan bahaya kebakaran

Apabila sampah dibuang dekat permukiman penduduk, karena manusia lalai


dalam membuang benda-benda yang dapat memicu timbulnya api seperti tabung
gas dan bahan lainnya yang mudah meledak dan terbakar, sehingga terjadi
kebakaran.

7. Dapat mengotori air laut

Kebiasaan penduduk yang berdiam di kota-kota pelabuhan maupun daerah pesisir


pantai yang membuang sampah di tepi pantai maupun laut. Selain itu sampah
yang dibuang ke sungai akan hanyut ke laut. Akibatnya laut menjadi kotor dan
tercemar bila sampah yang dibuang itu mengandung bahan-bahan kimia yang
berbahaya bagi kehidupan biota perairan/laut.

2.4  Faktor yang mempengarui pembuatan kompos

Menurut (Djuarnani, Dkk, 2005) agar dapat memperoleh hasil pengomposan


yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh
karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang memperngarui laju
pengomposan antara lain sebagai berikut.

7
1. Ukuran bahan

Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran
bahan yang lebih kecil. Karena itu bahan yang berukuran perlu dicincang atau
digiling terlebih dahulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.

2. Rasio C/N

Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan.


C/N rasio adalah perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam suatu
bahan organik. Angka C/N rasio yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan
organik belum terdekomposisi sempurna. Angka C/N rasio yang semakin rendah
menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi
humus. Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan
mikroorganisme yang membutuhkan  karbon sebagai sumber energi dan
pembentukan sel. Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah.
(Murbandono, 2000)

2.5 Penguraian

Penguraian merupakan aktifitas pengolahan sampah organik dengan bantuan


mikroorganisme sehinnga sampah yang telah terkumpul pada komposer bisa cepat
terurai. Proses penguraian bisa dipercepat dengan bantuan Em4 dan didukung
oleh kondisi yang lembab pada sampah. Jika komponen pendukung dan sampah
bisa saling bersinergi maka proses penguraian sampah akan lebih mudah
dilakukan dan waktu yang dibutuhkanpun relative lebih singkat dibandingkan
penguraian samapah organik secara alami tanpa campur tangan manusia.

2.6 Komposter

Komposter merupakan alat atau tempat terjadinya proses pengolahan


sampah hingga menjadi kompos. Komposter menjadi salah satu bagian penting
yang harus ada dalam kegiatan pengomposan. Dengan adanya komposter maka
kapasitas sampah yang diolah akan semakin besar dan proses pengolahan pun
menjadi semakin mudah. Saat ini keberadaan komposter sudah semakin meluas

8
karena pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten klungkung telah berupaya
untuk menggerakkan masyarakat agar mampu mengolah limbah rumah tangga
yang dihasilkan secara mandiri. Kegiatan komposter ini tidak harus
memanfaatkan komposter yang telah tersedia di toko-toko, melainkan dapat di
buat sendiri dengan menggunakan bahan sederhana seperti kantong plastik atapun
menggunakan barang bekas seperti ban bekas, ember bekas dan drum bekas.

Salah satu struktur komposter adalah sebagai berikut.

Keterangan :

1) Cerobong; sebagai penstabil suhu sampah.


2) Tutup komposter;
3) Badan komposter; untuk menampung
sampah organik.
4) Penghubung antara tabung atas dan
tabung bawah.
5) Tabung; sebagai penstabil suhu sampah.
6) Pintu; untuk mengeluarkan kompos.

Gambar 2.1
2.7 Kompos

Kompos adalah produk dari pengomposan, yaitu cara untuk


mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang telah dirombak lebih
sederhana dengan menggunakan aktifitas mikrobakteria, semacam perombakan
yang terjadi pada bahan organik dalam tanah oleh bakteri tanah, (Hadiwiyoto,
1983). Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut 
seperti dedaunan, rumput, kotoran hewan, jerami, sisa-sisa ranting dan bahan,
rontokan kembang dan lain-lain.

9
Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh
keadaan yang basah dan lembab. Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan
sendirinya, lewat proses alamiah, tetapi proses tersebut berlangsung lebih lama.
Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya,
proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik,
proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa
diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000).

Hindari kontaminasi bahan-bahan pembuatan kompos dari zat anorganik


seperti pestisida, minyak tanah, parfum, detergent dan sabun mandi. Bahan-bahan
tersebut dapat menghambat proses pembentukan kompos oleh mikroorganisme
dan bakteri  (Bagus, 2007) .Menurut Murbandono (2000) penggunaan kompos
sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

a) Menyediakan unsur hara mikro bagi tumbuhan.


b) Mengemburkan tanah.
c) Memperbaiki struktur dan tekstur tanah.
d) Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah.
e) Memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
f) Menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya
murah,berkualitas dan ramah lingkungan.
g) Mengurangi pencemaran lingkungan.
h) Murah dan mudah didapat, bahan bisa dibuat sendiri.

Peran bahan organik terhadap sifat fisik  tanah diantaranya merangsang


granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan  organik terhadap sifat bilologis tanah adalah meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengarui serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).

Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim 2008 (dalam http://.......)

10
menunjukkan  bahwa kompos memberikan peningkatan kadar  kalium pada tanah
lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk  NPK, namun kadar fosfor
tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang ditelitinya lebih baik. Dengan NPK. Tanaman yang
diteliti saat itu adalah caisin (Brassica oleracea).

2.8 Upaya Mempercepat Penguraian Sampah

Umumnya penguraian sampah organik terjadi antara 3-5 bulan. Untuk


mempercepat penguraian bisa ditambahkan dengan EM4 atau kotoran sapi. EM-4
merupakan Bakteri fermentasi bahan organik tanah, dapat menyuburkan tanaman
dan menyehatkan tanah. Terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme
fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang dikemas dalam medium cair. EM-4
dalam kemasan berada dalam kondisi istirahat (dorman).

Sewaktu diinokulasikan dengan cara menyemprotkannya ke dalam bahan


organik dan tanah atau pada batang tanaman, EM-4 akan aktif dan memfermentasi
bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, dll) yang terdapat
dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organik tersebut adalah berupa senyawa
organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman misalnya gula,
alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya.

Pemberian bahan organik ke dalam tanah tanpa inokulasi EM-4 akan


menyebabkan pembusukan bahan organik yang terkadang akan menghasilkan
unsur anorganik sehingga akan menghasilkan panas dan gas beracun yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman.

Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM-4 juga


merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat
dan mikoriza. Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di sekilingnya. Ion
fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah kekurangan fosfat.
Dengan EM-4 mikoriza dapat meluas dari misellium dan memindahkan fosfat
secara langsung kepada inang dan mikroorganisme yang bersifat antagonis

11
terhadap tanaman. EM-4 juga melindungi tanaman dari serangan penyakit karena
sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan jumlah pathogen di
dalam tanah atau pada tubuh tanaman.

Manfaat EM-4 untuk Pertanian adalah sebagai berikut.

a) Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.


b) Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.
c) Memfermentasi dan mendekomposisi bahan organik tanah dengan cepat
(Bokashi).
d) Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
e) Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah

12
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian pra ekperimental atau study
pendahuluan. Dikatakan Pra-ekspertimen karena rencana penelitian ini hanya
dilakukan sebatas penelitian terhadap kualitas dan kuantitas dari pengolahan
sampah organik menggunakan komposter. Dimana data yang dapat dihitung,
diamati dengan kasat mata dan memungkinkan untuk adanya perubahan ataupun
penambahan dari data yang penulis peroleh.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Ngurah Rai, Gang Seroja, Nomor 9
Semarapura, selama 44 hari, dari tanggal l9 September 2013 sampai dengan 22
Oktober 2013. Minggu pertama adalah tahap persiapan. Persiapan ini meliputi
penempatan komposter pada tempat yang sesuai, pemberian label pada tempat
sampah agar memudahkan pemilahan, serta persiapan alat dan bahan. Minggu ke-
2 sampai minggu ke-4 adalah proses pengolahan sampah organik. Selama periode
ini, dilakukan pemilahan sampah, penimbangan sampah organik dan pengolahan
di dalam komposter. Selama proses berlangsung dilakukan observasi keadaan
sampah. Minggu terakhir kompos yang telah terbentuk dikeluarkan dari
komposter.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Menyediakan Alat dan Bahan
a) Sampah yang telah ditimbang.
b) Komposter
c) Ember
d) Bambu 75 cm
e) Sarung Tangan
f) Cetok
3.3.2 Langkah-langkah Pembuatan Kompos
a) Menyiapakan komposter dan letakkan pada tempat yang sesuai.

13
b) Menyiapkan dua buah tempat sampah, berilah label sampah
organik dan sampah anorganik untuk memudahkan pemilahan
sampah.
c) Sampah organik yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui
massanya.
d) Massa sampah yang diperoleh dicatat pada tabel pengamatan.
e) Sampah organik dituangkan ke dalam komposter, kemudian
diperciki air untuk menjaga kelembaban. Sampah sebelumnya
diperiksa keadaannya, jika sampah mengeluarkan uap dan
timbul panas, sampah perlu diperciki air.
f) Keadaan sampah dibagian bawah komposter diperiksa setiap
minggu.
g) Tekan-tekan sampah menggunakan bambu agar sampah tidak
memenuhi ruangan pada komposter.
h) Tutup komposter dengan rapat.
i) Sampah di bagian bawah komposter yang sudah menjadi
kompos, dikeluarkan dan ditampung. Setelah kompos
dikeluarkan, sisa sampah diatasnya ditekan agar bergerak
kebawah mengisi bagian kosong dari komposter.
j) Sampah yang telah menjadi kompos, dijemur untuk mengurangi
kadar airnya.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan ada dua, yaitu Diskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Metode deskritif merupakan suatu cara mengolah data
dengan jalan menyusunnya secara sistematis sehingga diperoleh suatu simpulan.
Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data tentang kualitas
pupuk yang di hasilkan dari proses pengomposan limbah rumah tangga
menggunakan komposter.

Sedangkan metode deskriptif kuantitatif dilakukan dengan menghitung rata-


rata massa sampah rumah tangga yang dihasilkan tiap hari. Penghitungan
dilakukan setelah data terkumpul semuanya.

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Berikut ini, disajikan data massa sampah rumah tangga yang dihasilkan
setoap hari. Sampah yang ditimbang, hanya sampah organik sedangkan sampah
anorganik tidak menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini.

Tabel 4.1

Berat Sampah Organik Rumah Tangga

No Tanggal Berat (kg) No Tanggal Berat (kg)


1. 16 September 2013 1,5 16. 1 Oktober 2013 3
2. 17 September 2013 2 17. 2 Oktober 2013 3,5
3. 18 September 2013 2 18. 3 Oktober 2013 3
4. 19 September 2013 4 19. 4 Oktober 2013 3,5
5. 20 September 2013 5,5 20. 5 Oktober 2013 1,5
6. 21 September 2013 4 21. 6 Oktober 2013 1,5
7. 22 September 2013 3,5 22. 7 Oktober 2013 2
8. 23 September 2013 3,5 23. 8 Oktober 2013 2
9. 24 September 2013 4 24. 9 Oktober 2013 2,5
10. 25 September 2013 5 25. 10 Oktober 2013 2
11. 26 September 2013 3,5 26. 11 Oktober 2013 2
12. 27 September 2013 3 27. 12 Oktober 2013 2,5
13. 28 September 2013 3 28. 13 Oktober 2013 3,5
14. 29 September 2013 4 29. 14 Oktober 2013 2,5
15. 30 September 2013 3 30. 15 Oktober 2013 2
Jumlah 54
Rata-rata 2,84

Tabel 4.2

Kemunculan Hewan dan Serangga

No Waktu Kondisi
1. Hari ke-7 Sampah berwarna coklat, agak lembab.
2. Hari ke-14 Mulai membusuk, timbul panas dan ada belatung.
3. Hari ke-21 Sampah sudah busuk, tetapi belum hancur

15
sempurna. Ada cacing dan rayap yang muncul.
4. Hari ke-28 Sampah sudah busuk, seperti tanah. Namun
sedikit berair. Ada Erionota thrax
5. Hari ke-30 Sampah mirip tanah, warna coklat kehitaman
ada beberapa bagian belum hancur, bau tanah.

Dari tabel 4.1 kita bisa lihat bahwa jumlah sampah yang dihasilkan selama
30 hari, sebanyak 54 kg. Rata-rata samaph yang dihasilkan setiap hari, sebanyak
2,84 kg.

Pengolahan sampah yang dilakukan secara rutin melalui kompoter ini sangat
efektif diterapkan dalam lingkungan keluarga, karena keluarga juga menjadi salah
satu penyumbang limbah rumah tangga (sampah terbanyak ). Belum lagi sampah
yang dihasikan pada umumnya berupa sampah organik sehingga sangat
memungkinkan untuk diolah menjadi pupuk dalam menunjang kelestarian di
sekitar pekarangan rumah.

Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel, kita dapat meihat masa sampah
yang diproduksi rumah tangga setiap harinya cukup banyak. Jika hal ini ditangani
secara terus menerus maka akan sangat bermanfaat, dimana kinerja alat-alat
komposer yang memadai dan didukung oleh keberadaan samapah rumah tangga
yang cukup banyak akan saling bersinergi untuk menghasilkan sebuah pupuk
dengan kuantitas yang banyak dan kualitas yang memadai. Kenapa dikatakan
memadai, karena berdasarkan uji pengamatan kasat mata yang kami lakukan
pupuk yang dihasilkan dari proses pengomposan telah masuk kriteria pupuk yang
baik berdasarkan panduan buku dan informasi yang penulis dapatkan. Pemahaman
terhadap kriteria pupuk ini dilakukan sebatas penilaian terhadap karakteristik luar
dari kompos yang dihasilkan.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Daya Dukung Komposter Dalam Mengolah Sampah Rumah
Tangga
4.2.2 Karakteristik Kompos Yang Dihasilkan Dari Pengolahan Sampah
Rumah Tangga

16
Keberadaan komposter sebagai alat pengolahan sampah rumah tangga
disamping bermanfaat untuk menangasi masalah produksi sampah organik rumah
tangga, juga bermanfaat untuk menghasilkan kompos. Dengan memanfatkan alat-
alat pengomposan, proses pengolahan yang tidak rumit dapat dihasilkan kualitas
pupuk yang memadai. Hal ini dapat diamati dari karakteristik kompos yang
dihasilkan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan terhadap karakteristik


kompos yang diproduksi melalui komposter, penulis berpedoman pada ciri – cirri
kualitas pupuk yang baik pada umumnya karena hal ini hal ini telah terbukti dari
penelitian para ahli sebelumnya.

Adapun ciri-ciri kualitas pupuk yang baik yaitu:

a) Warna; warna kompos biasanya coklat kehitaman


b) Aroma; kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat,
tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan
c) Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan
dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

1.  Kualitas Kompos

17
Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan
tanaman. Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara

yang ada di dalamnya,  Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung


unsur hara makro dan mikro),akan terjadi peningkatan kualitas kompos apabila
dilakukan  fase pendiaman. Dimana fase pendiaman adalah membiarkan kompos
jadi dalam tumpukan tanpa perlakuan sampai dengan lebih 1 bulan, untuk
memaksimalkan bahan kimia dan reaksi dekomposisi terjadi dan kompos menjadi
stabil.   Setelah proses pendiaman maka kompos jadi berwarna gelap, bersifat
remah dan berbau seperti tanah. Temperatur tumpukan pada kompos jadi masih
lebih tinggi daripada temperatur udara terbuka.

 Kandungan unsur hara dalam kompos ( Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan
Budi, 2005) Nitrogen (N)/1,33% Fosfor (P2P5)/0,85% Kalium
(K2O)/0,36%,Kalsium (Ca)/5,61% Zat Besi (Fe)/2,1% Seng (Zn)/285ppm Timah
(Sn)/575ppm Tembaga (Cu)/65ppm  dan Kadmium (Cd)/5ppm.

2.  Kematangan kompos

Gaur (1981) menyatakan bahwa ada beberapa parameter untuk


menentukan kematangankompos yaitu fisik seperti suhu, warna, tekstur, C/N ratio
, tidak berbau dan bebas dari pathogen, parasit dan rumput-rumputan

Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan.

18
Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah
terdekomposisi membentuk produk yang stabil. Untuk mengetahui tingkat
kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun
pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk
mengetahui tingkat kematangan kompos adalah sebagai berikut.

a) Dicium/dibaui

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun
kompos dari sampah rumah tangga. Apabila kompos tercium bau yang tidak
sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa
berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau
seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.ke landasan teori

Berdasarkan pengamatan ternyata bau kompos adalah berbau seperti Tanah


Humus. Tanah humus adalah tanah yang terbentuk dari hasil pembusukan bahan-
bahan organik. Memiliki ciri-ciri warna kehitaman, mudah basah, mengandung
bahan organik, sangat subur. Biasa digunakan sebagai lahan pertanian.

b) Warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila


kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang. 

c) Penyusutan

19
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang

Berdasarkan kriteria kompos yang telah dipaparkan. Kompos yang penulis


hasilkan dengan menggunakan komposter dan alat bantu lainnya, telah mampu
memasuki kriteria. Hal ini terbukti dengan :

1. Warna kompos yang diolah dari sampah berupa dedaunan dan limbah
canang yang kami olah melalui komposter berwarna coklat kehitaman.
2. Munculnya cacing dan rayap, ulat bambu, belartung yang menujukkan
proses pengomposan berlangsung dengan baik. Dan kompos yang
dihasilkan subur.
3. Kompos yang dihasilkan tidak berbau dan proses penguraian juga
berlangsung dengan cepat karena didukung oleh kondisi sampah dalam
komposter selalu diupayakan atau dibuat lembab.
4. Kompos (pupuk) yang dihasilkan telah dicoba pada tanaman …..dan
hasilnya untuk pengamaatan sementara subur

Komposter memiliki daya dukung yang baik dalam pengolahan sampah


organik yang dihasilkan dalam rumah tangga. Daya tampung komposer yang
cukup besar memudahkan dalam pengolahan sampah dalam kapasitas yang cukup
besar pula, sehingga masyarakat, khususnya anggota rumah tangga lebih efektif
dalam mengolah limbah berupa sampah organik yang dihasilkan setiap harinya.
Kemampuan komposter dalam mengolah sampah tentunya diduklung oleh alat
dan bahan tambahan seperti Ember, Tiang/ bambu, Tabel pengamatan, Cetok, air
dan mikroorganisme yang diperoleh dari EM4 sehingga proses penguraian
sampah berlangsung lebih cepat.

Dengan melakukan perlakuan secara rutin, proses pengomposan


berlangsung dengan cepat dan kompos yang dihasilkan memiliki karakteristik
yang memadai sepadan dengan karakteristik kompos pada umumnya. Terbukti
dengan warna kompos yang dihasilkan yaitu coklat kehitaman, tidak berbau dan

20
terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.
Penyusutan yang dimaksud adalah adanya pengurangan volum ketika sampah
belum di olah dan sampah yang telah diolah menjadi kompos.

21
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Peralatan komposer memiliki daya dukung dalam mengolah sampah


rumah tangga, khususnya sampah organik. Komposer mampu
mengolah sampah rumah tangga yang dihasilkan setiap harinya
sehingga sampah yang tadinya tidak bermanfaat, justru memberikan
kontribusi bagi pihak rumak tangga baik dimanfaatkan untuk
menyuburkan tanaman maupun diaolah untuk dijual.
2. Pupuk yang dihasilkan melalui proses pengomposan memiliki
karakteristik berupa kualitas yang baik, hal ini dapat diamati dari
kualitas fisik pupuk yaitu : warnanya coklat kehitaman, tidak berbau,
dan terjadi penyusutan volum dalam waktu yang cepat. Ini
menunjukkan proses penguraian terjadi dengan cepat dan kulitas
pupuk yang di hasilkan baik untuk tanaman karena telah memenuhi
syarat pupuk (kompos) yang baik.
5.2 Saran
1. Kepada pihak masyarakat diharapkan untuk berpartisipasi dalam
menangani masalah sampah, salah satunya dengan memanfaatkan
kompos sebagai media penguraian sampah menjadi kompos.
2. Pemerintah diharapkan lebih mendukung program pengolahan
samapah dengan menggunakan komposer melalui kegiatan sosialisasi
kepada masyarakat.
3. Para peneliti diharapkan mengadakan penelitian lebih lanjut terkait
dengan pemanfaatan komposter sebagai media pengolahan sampah
rumah tangga, sehingga memunculkan jenis komposter yang lebih
sederhana, mudah dijangkau dan memiliki kinerja yang semakin baik
4. Kepada pihak sekolah diharapkan juga menerapkan kegiatan
pengomposan untuk mengelola sampah yang diproduksi setiap
harinya sehingga mampu bermanfaat.

22

Anda mungkin juga menyukai