Makalah - Interdisiplin Kolaboratif
Makalah - Interdisiplin Kolaboratif
Makalah - Interdisiplin Kolaboratif
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh tenaga kesehatan memiliki peran dan tugas masing-masing dalam memberikan
pelayanan kepada pasien sesuai dengan bidang dan disiplin keilmuan. Tentunya hal ini
memiliki kepuasan dan kebanggaan tersendiri dalam berkarya bagi setiap tenaga kesehatan
dari berbagai profesi. Tetapi mereka sering dihadapkan pada masalah yang sama yaitu
mereka tidak dapat berkolaborasi dengan baik sehingga menghambat usaha mereka untuk
membantu pasien.
Salah satu tujuan kolaborasi adalah memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas
keahlian unik ini dibutuhkan kesadaran dan kemampuan dari masing-masing profesi,
kurangnya kesadaran dan kemampuan dalam berkolaborasi dapat menimbulkan dampak yang
buruk terhadap kualitas layanan yang diberikan. Banyak faktor yang memengaruhi atau
2000).
Dalam memahami konsep kolaborasi para ahli teori organisasi menurut Sullivan (1998)
bahwa perilaku dalam penanganan konflik dapat digunakan untuk menilai praktik kolaborasi
yang dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu tingkat ketegasan atau asertif dan kerja sama atau
kooperatif. Ketegasan berarti bahwa sampai tingkat mana satu pihak berupaya untuk
memenuhi kepentingannya sendiri, dan kerja sama yang berarti suatu tingkat tertentu di mana
salah satu pihak berupaya untuk memuaskan kepentingan pihak lain. Kolaborasi akan terjalin
dengan baik apabila komponen ketegasan dan kerja sama yang dimiliki perawat dan dokter
kepentingan dari semua pihak (saling menguntungkan). Apabila ketegasan lebih dominan
dari unsur kerja sama yang muncul hanyalah sebuah persaingan, sedangkan apabila kerja
sama lebih dominan dari ketegasan, seseorang akan tampak takut dan cenderung pada
Keperawatan sebagai salah satu profesi mempunyai kewenangan yang jelas, disiplin ilmu
yang berbeda dengan profesi lain, kedudukan perawat sejajar dengan profesi kesehatan lain.
Sebagai mitra masing-masing profesi harus menghargai profesi lain, konsep ini harus
diatas, maka penyusun tertarik untuk mempelajari bagaimana pelayanan interdisiplin atau
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini untuk memahami bagaimana pelayanan kesehatan
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pengertian
tim kesehatan yang melibatkan antar profesi kesehatan dan pasien, melalui koordinasi dan
interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran para praktisi
kompleks, meningkatkan efisiensi dan juga kontinuitas asuhan pasien. Proses kerja sama
interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan pasien, melalui
tugas dan tanggung jawab serta keterampilan secara komprehensif (WHO, 2009).
pelayanan yang dirancang untuk menyelaraskan berbagai profesi kesehatan yang terlibat
(antara lain dokter, perawat, farmasi, dan gizi) dalam memberikan pelayanan kepada pasien
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perawatan interdisiplin atau
kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dari berbagai disiplin keilmuan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Diantaranya yakni melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dengan
antara lain:
unik profesional.
C. Karakteristik Kolaborasi
Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA
pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan
dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi
kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua pihak”. Dari
penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dapat dianalisis melalui
1. Kontrol Kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter
2. Lingkungan Praktik
Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah sesuai dengan
peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugas-tugas tertentu yang dibina bersama.
3. Kepentingan Bersama
perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Para
tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk memuaskan sendiri) dan faktor kerja
sama (usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain). Thomas dan Kilmann (1974)
telah merancang model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik: (1)
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat
membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis
pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab perawat, ada yang
dianggap sebagai tanggung jawab sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang
Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa
alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk
membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas
pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan
sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang
ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya,
kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,
terganggunya komunikasi. Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk
unik professional
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik
jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan
terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat, dokter, fisioterapis, pekerja sosial,
ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab, dan saling menghargai antar sesama anggota
tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai
pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis dan mengobati. Pada situasi ini dokter
menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
Selain itu, keluarga serta orang-orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga termasuk
pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang terdekat dari
pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap individu. Melalui
keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data-data mengenai pasien yang dapat
Sikap tenaga kesehatan tentang praktik kolaborasi terbanyak adalah berunding atau
kompromi. Kompromi atau berunding merupakan suatu situasi di mana tiap-tiap pihak pada
suatu konflik bersedia untuk melepaskan sesuatu. Kedua unsur yang terlibat menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Menurut Sullivan, kompromi atau berunding menjadi
pilihan ketika tujuan yang akan diselesaikan benar-benar merupakan perselisihan tidak
berguna, lawan dalam konflik memiliki komitmen untuk mencapai hasil akhir yang berbeda,
dan dilakukan ketika penyelesaian diperlukan secara cepat. Melihat konsep diatas sikap
berunding ini bagi antar tenaga kesehatan merupakan tindakan yang paling tepat dilakukan
saat ini, karena perawat dan dokter mengerti bahwa keterbatasan-keterbatasan yang mereka
miliki baik dalam hal waktu, tenaga dan kemampuan (terutama perawat) masih merupakan
Sikap yang sering ditunjukkan perawat adalah meminta masukan sejawat untuk
adalah menyampaikan apabila tindakan perawat kurang tepat dan memberi saran cara
pendekatan yang bermanfaat, sedangkan sikap perawat dan dokter yang paling jarang
dilakukan adalah menjelaskan lingkup keahlian masing-masing dan diskusi bidang mana
termasuk keperawatan dan mana termasuk medis, karena dianggap masing-masing profesi
sudah jelas tentang peran dan fungsinya masing-masing, keberanian mengambil sikap pada
dokter dalam hal ini masih dominan karena dokter kebanyakan berani mengingatkan jika
tindakan kurang tepat, dan memberi saran cara pendekatan yang bermanfaat. Perawat
seharusnya juga bersikap demikian, tidak hanya kompromi yang dilakukan tetapi juga harus
berani mengatakan tidak apabila tidak sesuai dengan standar yang ada (Martiningsih, 2011).
1. Usia
memberikan instruksi-instruksi ke orang lain dengan cara yang sesuai dengan budaya.
Untuk orang dewasa yang matang motivasi ini bukan sekadar kebutuhan tapi juga
masyarakat. Seluruh tenaga kesehatan harus bisa menentukan tugas mana yang dapat
dilakukan secara individual, yang harus dilakukan bersama-sama, dan apa yang
diharapkan dalam interaksi (Lindeke, 2005). Mereka juga mengerti bahwa kolaborasi
merupakan suatu pengakuan keahlian seseorang oleh orang lain di dalam maupun di luar
profesi orang tersebut. Pada usia ini masing-masing pasangan kolaborasi membuat suatu
komitmen untuk berinteraksi secara konstruktif untuk menyelesaikan masalah klien dan
2. Pendidikan
Dalam teori, edukasi sebagai institusi sosial tertua, merupakan pengarahan formal dari
seperti nilai (value) dan kepercayaan (belief). Membantu individu memilih dan belajar
peran sosial serta mempertemukan antara bakat (talent) dan kemampuannya (ability)
dengan kebutuhan spesialisasi pekerjaan. Selain itu edukasi juga berhubungan dengan
stratifikasi sosial yaitu membantu menentukan posisi di masa depan dalam struktur sosial.
Peningkatan tingkat pendidikan cenderung membuat individu lebih toleran dan lebih
demokratik, karena orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih
mudah mengenali dan menganalisis bermacam kenyataan atau implikasi tindakan yang
3. Jabatan Fungsional
Jabatan dipandang sebagai komponen demografi yang penting, peningkatan jabatan akan
komitmen untuk mau berkolaborasi, namun faktor situasi juga perlu diperhatikan, walau
jabatan tinggi, tetapi pasangan dalam kolaborasi tidak punya komitmen yang sama, akan
manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada jabatan yang lebih tinggi akan
merasa lebih puas daripada yang jabatannya lebih rendah, sesungguhnya hal tersebut
tidaklah selalu benar (Sarwono dan Soeroso, 2001). Melihat fakta ini, pembagian tugas
sesuai dengan wewenang dan jabatan harus dilakukan, tidak harus melihat sisi senioritas
4. Lama Kerja
Pertumbuhan pekerjaan dapat dialami oleh seseorang hanya apabila menjalani proses
kerja yang bertambah maju ke arah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja dan
keterampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas, dan dengan tingginya
frekuensi dua orang berjumpa dan bekerja sama, kemungkinan akan tumbuh rasa suka
antara satu dengan lainnya. Namun demikian tidak semua individu akan bersikap
demikian tergantung banyak faktor, adanya kejadian yang tidak diinginkan akan
meninggalkan kesan mendalam dalam diri individu atau peristiwa yang memberikan
kesan kuat pada individu yaitu peristiwa traumatik. Seperti terungkap dalam jawaban
perawat "akan mengingatkan dokter apabila tindakan kurang tepat dan hanya pada dokter
yang mau menerima pendapat kita", atau jawaban perawat berikut "takut dikatakan
adanya rasa saling percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan
masingmasing, memiliki citra diri positif, memiliki kematangan profesional yang setara
(yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), mengakui sebagai mitra kerja bukan
bawahan, dan keinginan untuk bernegosiasi. Bila kedua profesi memahami hal ini,
pengambil kebijakan adalah memotivasi dan memberikan reward bagi mereka yang
sudah lama bekerja agar mereka tetap punya motivasi dalam bekerja, dan tidak
Beberapa kebijakan diambil oleh rumah sakit agar terjadi harmonisasi antar tim pemberi
layanan kesehatan seperti ronde bersama, pertemuan bersama pada hari-hari yang telah
disepakati atau bentuk kegiatan lain yang tujuannya adalah menyamakan persepsi atau
bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang
kolaborasi tim kesehatan nampaknya dapat terlihat saat pelaksanaan ronde keperawatan, atau
Dalam isu perawatan interdisiplin atau kolaboratif sesuai bidang keilmuan setiap tenaga
kesehatan memiliki perannya masing-masing, seperti yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ”apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal
proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir
seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan
dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan
fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti
gabungan bimbingan-pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan
para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang
mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
Di lain pihak seorang perawat akan berfikir: apa masalah pasien ini?, bagaimana pasien
menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya?, dan apa yang dapat diberikan kepada
pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan
intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan.
Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu
sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan
praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien
bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi
peran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Interkolaborasi professional dirumah sakit seringkali belum berjalan maksimal. Hal tersebut
dapat ditingkatkan melalui penuangan ide dalam setiap pemecahan masalah pasien sesuai
dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Sangat disarankan untuk meningkatkan pengetahuan
terkini perawat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada
DAFTAR PUSTAKA
Martiningsih, W. (2011). Collaboration Practice Between Nurses and Physician and the