Makalah Hidrosfer
Makalah Hidrosfer
Makalah Hidrosfer
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa salawat serta salam
semoga selalu tercurah dan terlimpah kepada junjungan kita Besar Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan safaatnya di hari kiamat nanti.
“Tiada gading yang tak retak”. Begitu juga dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari
bahwa banyak kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari guru dan
teman-teman sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Akhirul kalam,
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan air bersih untuk minum, memasak,
mencuci dan keperluan lain. Air tersebut mempunyai standar 3 B yaitu tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak beracun. Tetapi adakalanya kita melihat air yang berwarna keruh dan
berbau serta sering kali bercampur dengan benda-benda sampah seperti kaleng, plastik, dan
sampah organic. Pemandangan seperti ini kita jumpai pada aliran sungai atau dikolam-kolam.
Air yang demikian biasa disebut air kotor atau disebut pula air yang terpolusi.Darimana
polutan itu berasal ?Bagi kita, khususnya masyarakat pedesaan sungai adalah sumber air
sehari-hari. Sumber polutan dapat berasal dari mana-mana. Contohnya limbah-limbah
industri dibuang dan dialirkan ke sungai. Semua akhirnya bermuara di sungai dan
pencemaran polutan air ini dapat merugikan manusia bila manusia mengkonsumsi air yang
tercemar. Maka dari itu kelompok kami ingin membahas upaya pencegahan pencemaran air
melalui makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Apa itu hidrosfer?
Apa yang dimaksud dengan siklus hidrosfer ?
Bagaimana Unsur-Unsur Utama Siklus Hidrologi ?
Bagaimana Gambaran Daerah Aliran Sungai (DAS)?
Bagaimana Potensi Air Permukaan dan Air Tanah?
Apa Penyebab, Dampak, serta Usaha Mencegah Terjadinya Banjir?
Apa saja jenis-jenis Perairan di Muka Bumi?
c. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini pada dasarnya ialah ingin mengetahui bagaimana
Dinamika Perubahan Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi.
BAB II
PEMBAHASAN
Hidrosfer merupakan daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang bulat.
Hidrosfer berasal dari kata hidros yang berarti ’air’ dan sphere yang berarti ’daerah’ atau
‘bulatan’. Daerah perairan ini meliputi samudra, laut, danau, sungai, gletser, air tanah, dan
uap air yang terdapat di atmosfer. Hidrosfer menempati sebagian besar muka bumi karena
75% muka bumi tertutup oleh air. Jumlah air yang tetap dan selalu bergerak dalam satu
lingkaran peredaran membentuk suatu siklus yang dinamakan siklus hidrologi, siklus air, atau
daur hidrologi.
Penguapan air yang terjadi di permukaan bumi terutama samudra dan laut disebabkan
oleh panas matahari. Uap air yang terbentuk akan bergerak naik ke udara yang segera diikuti
penurunan suhu. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, uap air yang mengalami
kondensasi (pengembunan) dan berubahlah menjadi embun atau awan, dan akhirnya embun
berubah menjadi hujan atau salju.
1. Siklus Kecil
Karena pemanasan matahari, terjadi penguapan air laut yang berkumpul menjadi
awan. Pada ketinggian tertentu karena kondensasi terjadi titiktitik air yang berkumpul
semakin lama semakin besar volumnya, kemudian jatuh sebagai hujan. Selanjutnya air
kembali ke laut.
2. Siklus Sedang
Mula-mula terjadi penguapan air laut sehingga terbentuk awan. Awan terbawa oleh
angin ke daratan dan terjadi kondensasi. Karena kondensasi akhirnya awan jatuh sebagai
hujan. Sebelum kembali ke laut, air hujan tersebut masuk ke dalam tanah, selokan-selokan,
terus mengalir ke sungai sungai, dan kembali ke laut.
3. Siklus Panjang
Prosesnya sama dengan siklus sedang. Hanya setelah terjadi kondensasi, titik-titik air
terbawa angin ke tempat yang lebih tinggi sehingga menjadi kristal-kristal es. Kristal-kristal
es tersebut masih terbawa angin ke puncak gunung kemudian jatuh sebagai salju, terjadi
gletser, mengalir ke sungai, dan akhirnya kembali ke laut.
Dengan memahami konsep daur hidrologi secara luas, pengertian istilah daur dapat
digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam
perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai). Di dalam daur hidrologi,
masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos
(througfall), aliran batang (stemflow), dan air hujan yang langsung ke permukaan tanah.
Sedangkan air larian dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran dan
sebagian lagi menjadi air tanah.
Siklus hidrologi besar terjadi di dalam DAS, dalam mempelajari DAS, daerah aliran
sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara biogeofisik daerah hulu
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: merupakan daerah konservasi, kemiringan lereng besar
(>15%), bukan merupakan daerah banjir. Jenis penggunaan lahan merupakan hutan,
mempunyai bentuk lembah sungai V. Daerah hilir DAS mempunyai ciriciri sebagai berikut:
merupakan daerah budi daya, kemiringan lereng kecil (<8%), dan beberapa tempat
merupakan daerah banjir.
Dengan demikian, kondisi hidrologis DAS yang baik sangat dipengaruhi oleh
pemanfaatan dan konservasi lahan di wilayah DAS tersebut. Siklus air terjadi karena adanya
proses-proses yang mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis, antara lain, sebagai
berikut.
a. Transpirasi, adalah proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata
atau mulut daun.
b. Evaporasi, adalah penguapan benda-benda abiotik dan merupakan proses perubahan
wujud air menjadi gas. Penguapan di bumi 80% berasal dari penguapan air laut.
c. Evapotranspirasi, adalah proses gabungan antara evaporasi dan transpirasi.
d. Kondensasi, merupakan proses perubahan wujud uap air menjadi air akibat
pendinginan.
e. Presipitasi, merupakan segala bentuk hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan
air, hujan es, dan hujan salju.
f. Run off (aliran permukaan), merupakan pergerakan aliran air di permukaan tanah
melalui sungai dan anak sungai.
Jenis jenis perairan di muka bumi
1. Sungai
Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan
bermuara di laut, danau, atau sungai lain yang lebih besar. Aliran sungai merupakan aliran
yang bersumber dari tiga jenis limpasan, yaitu: limpasan yang berasal dari anak-anak sungai
dan limpasan dari air tanah.
a) Paralel, adalah pola aliran yang lurus atau hampir lurus ke tempat yang lebih rendah,
terdapat pada suatu daerah yang luas dan miring sekali sehingga gradien dari sungai
itu besar.
b) Rectangular, merupakan pola aliran siku-siku di mana pola aliran ini terdapat daerah
yang mempunyai struktur patahan, atau hanya joint (retakan).
c) Angulate, merupakan pola aliran yang hampir membentuk sudut 90o, tetapi sungai-
sungai masih terlihat mengikuti garis-garis patahan.
d) Radial centrifugal, merupakan pola aliran pada kerucut gunung berapi atau dome
sampai stadium muda dengan pola aliran menuruni lereng-lereng pegunungan.
e) Radial centripetal, merupakan pola aliran pada suatu kawah atau crater dan suatu
kaldera dari gunung berapi atau depresi lainnya, yang pola alirannya menuju ke pusat
depresi tersebut.
f) Trellis, merupakan pola aliran yang berbentuk, seperti tralis dengan bentukan antiklin
dan sinklin yang pararel.
g) Annular, merupakan variasi dari radial pattern, yang terdapat pada suatu dome atau
kaldera yang sudah mencapai stadium dewasa dan sudah timbul sungai consequent,
subsequent, resequent, dan obsequent.
h) Dendritic, adalah pola aliran yang mirip cabang atau akar tanaman, terdapat pada
daerah yang batu-batuannya homogen, dan lerenglerengnya tidak begitu terjal,
sehingga sungai-sungainya tidak cukup mempunyai kekuatan untuk menempuh jalan
yang lurus dan pendek.
b. Meander Sungai
Meander atau bentuk kelokan kelokan aliran sungai, sering didapati pada aliran sungai
di daerah dataran rendah. Meander terjadi karena adanya reaksi antara aliran sungai dan batu-
batuan yang homogen dan kurang resisten terhadap erosi. Terdapat dua sisi pada lengkungan
meander. Undercut adalah berpindahnya aliran air yang disebabkan oleh sedimentasi pada
bagian lengkung meander sehingga aliran air di luar lebih cepat daripada arus air pada sisi
dalamnya. Kondisi ini menyebabkan sisi luar lengkung tererosi dan hasil erosinya terendap di
bagian dalam. Jika berlangsung secara terus menerus, dapat membentuk setengah lingkaran
atau bahkan hampir melingkar penuh.
Batas daratan yang sempit yang memisahkan antara tikungan yang satu dan tikungan
lainnya akhirnya terpotong oleh saluran yang baru, dan terbentuklah danau tapal kuda atau
danau mati (oxbow lake). Sungai San Juan merupakan salah satu contoh sungai bermeander
berelief kasar, karena melakukan erosi pendalaman terhadap batuan dasar sehingga sungai
tersebut berkedudukan tepat di dasar lembahnya.
c. Delta
Delta adalah endapan yang terbentuk di ujung aliran yang sudah dekat muara di laut
atau danau. Ada berbagai bentuk dan ukuran delta. Berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya delta, antara lain, musim, kecepatan aliran sungai, dan jenis batuan.
e. Lembah Sungai
Lembah sungai merupakan hasil pengikisan air yang mempunyai bentuk permukaan
yang lebih rendah daripada bagian lainnya. Pertumbuhan suatu lembah sungai dapat berjalan
melalui tiga proses, yakni: pendalaman, pelebaran, dan pemanjangan.
Stadium muda pembentukan lembah dimulai dengan beberapa tanda tanda, antara
lain:
1) daya kikis vertikal yang kuat akibat gradien yang masih besar menyebabkan
penampang lintang dari lembah berbentuk huruf V;
2) daya angkut aliran air sungai paling besar;
3) lebar bagian bawah lembah dan lebar saluran sungai sama besar;
4) dasar lembah belum merata.
2. Danau
Kumpulan air dalam cekungan tertentu, yang biasanya berbentuk mangkuk disebut
dengan danau. Suplai air danau berasal dari curah hujan, sungai-sungai, serta mata air dan air
tanah. Danau bersifat permanen atau tetap berair sepanjang tahun. Akan tetapi, jika sumber
air pengisi danau
berasal dari salah satu saja, danau tersebut bersifat sementara atau periodik, sehingga
pada waktu tertentu danau tersebut akan kering. Menurut terjadinya, danau dapat dibagi
menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1) Danau Vulkanis
Danau vulkanis terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanis. Depresi vulkanis timbul
pada bekas suatu letusan gunung api. Dasar cekungan yang tertutup oleh material vulkan
tidak tertembus oleh air, sehingga jika terjadi hujan, airnya akan tertampung dan membentuk
danau vulkanis. Bentuk dan luas yang terjadi dipengaruhi oleh tipe letusan. Pada tipe gunung
api maar akan terbentuk danau maar, pada gunung api dengan letusannya kaldera, akan
terbentuk sebuah danau kaldera yang luas. Contoh danau vulkanis adalah Danau Singkarak di
Sumatra Barat.
2) Danau Tektonik
Danau tektonik terbentuk karena bentuk-bentuk patahan dan slenk yang ditimbulkan
oleh gerak dislokasi (perpindahan lokasi) di permukaan bumi. Slenk yang diapit oleh horst, di
sekitarnya dapat membentuk danau kalau mendapat air dalam jumlah yang cukup (air hujan,
sungai, mata air). Contoh danau tektonik adalah Great Basin di Amerika Serikat, Danau
Nyasa,dan Danau Tanganyika di Afrika Timur.
4) Danau Dolina
Danau dolina/dolin merupakan danau yang terdapat di daerah karst dan umumnya
berupa danau kecil yang bersifat temporer. Danau ini dapat terbentuk jika di dasar dan tebing
dolina terdapat bahan geluh lempung yang tak tembus air, sehingga jika terjadi hujan airnya
tidak langsung masuk ke dalam tanah kapur, tetapi akan tertampung di dolina terbentuklah
danau dolina. Danau dolina dapat juga terjadi karena adanya air di dalam tanah kapur tinggi.
Danau ini terbentuk karena tertahannya aliran air oleh bahan-bahan lepas maupun
terikat, misalnya, runtuhan gunung, moraine ujung dari gletser, dan aliran lava yang
membendung lembah sungai. Waduk atau dam merupakan danau buatan, hasil bendungan
manusia, seperti Waduk Kedung Ombo, Waduk Gadjah Mungkur, dan Waduk Sermo.
Luas danau di Indonesia lebih kurang seluas 1,85 juta hektare atau 0,52 persen.
Namun, sebagian besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa danau di Indonesia
sudah tercemar, antara lain, Danau Pluit di Jakarta yang telah tercemar nitrat, fosfat, klorida,
dan sulfat yang sangat tinggi.
Beberapa danau dapat hilang karena adanya pembentukan delta-delta dan pelumpuran
di danau yang disebabkan adanya erosi, akibat gundulnya hutan di hulu sungai, kemudian
terbawa oleh air yang berakibat pada pendangkalan danau dan hilangnya danau; gerakan
tektonik yang berupa pengangkatan dasar danau; pengendapan jasad hewan dan tumbuhan
yang mati berakibat pada cepatnya pendangkalan danau; penguapan yang kuat, terutama di
daerah arid; banyaknya air yang keluar karena banyaknya sungai-sungai yang meninggalkan
danau yang menimbulkan erosi dasar pada bibir danau, akibatnya danau dapat menjadi kering
dan kehabisan air, atau karena ditimbun oleh manusia.
Proses sedimentasi yang cukup tinggi di Rawa Pening (Jawa Tengah), Danau Sentani
(Papua), Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Tondano dan Danau Limboto (Sulawesi
Utara), dan Danau Singkarak (Sumatra Barat) harus segera ditanggulangi dengan pengelolaan
dan menjaga hutan di sekitar danau. Cara ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan
menghambat pengendapan lumpur yang berlebihan. Selain hal tersebut, upaya lain yang
dapat dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya
menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan yang berupa hutan, tanah, dan air.
3. Rawa
Daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah
lumpur dengan kadar air relatif tinggi. Wilayah rawa yang luas banyak terdapat di Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Berdasarkan genangan airnya, rawa dibedakan atas
berikut.
Rawa jenis ini menampung air tawar yang berasal dari limpahan air sungai pada saat air
laut pasang, pada saat air laut surut airnya akan mengering. Derajat keasaman rawa ini tidak
terlalu tinggi karena adanya pergantian air tawar di daerah rawa masih dapat dimanfaatkan
untuk pertanian pasang surut. Adanya pohon-pohon rumbia merupakan ciri bahwa kawasan
rawa memiliki tanah yang tidak terlalu asam. Rawa dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
1) jika keasamannya tidak terlalu tinggi, rawa tersebut dapat dijadikan lahan persawahan
dan perikanan;
2) sebagai objek wisata seperti Rawa Pening;
3) sebagai batas alam untuk menangkal masuknya intrusi air laut ke darat.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang terbentuk dari kumpulan sungai
dalam suatu sistem cekungan dengan aliran keluar atau muara tunggal. Daerah aliran sungai
merupakan areal tampungan air yang masuk ke dalam wilayah air sungai. Pengukuran DAS
dapat dilakukan dengan cara menarik garis yang pada titik-titik tertinggi menghubungkan
wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain. Saat ini ada 36 DAS di Indonesia berada
dalam kondisi kritis dengan kerusakan yang sangat parah. Di bagian hulu sungai sebagian
areal hutan telah ditumbuhi banyak semak belukar dan ada juga yang sudah gundul. Seperti
pernah kita lihat adanya berbagai masalah yang timbul dengan terjadinya banjir bandang di
Sinjai, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Masalah ini dapat
timbul karena gundulnya hutan di bagian hulu, sehingga tidak mampu menampung luapan air
jika terjadi hujan secara terus-menerus. Demikian juga yang terjadi di bagian bawah, karena
erosi tanah yang terbawa oleh air akan mengendap sebagai lumpur dan menyebabkan
pendangkalan di sungai, waduk, ataupun saluran air, sehingga ketika terjadi hujan yang terus-
menerus air sungai akan meluap dan terjadilah banjir. Gundulnya hutan merupakan akibat
dari penggunaan tanah yang tidak tepat, seperti sistem perladangan berpindah dan pertanian
lahan kering, tanpa perlakuan konservasi yang tepat dan tidak mengikuti pola tata guna tanah.
DAS banyak dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis batuan, dan banyaknya tumbuhan yang
dilalui DAS, dan banyak sedikitnya air yang jatuh ke alur pada waktu hujan. Bentuk lereng
DAS sangat berpengaruh terhadap kecepatan terkumpulnya air hujan di dalam aliran.
Meander, dataran banjir, dan delta adalah bagian dari DAS. Banyaknya hujan di DAS dapat
dihitung dengan cara isohyet dan thiessen. a. Isohyet, merupakan garis dalam peta yang
menghubungkan tempattempat yang mempunyai jumlah curah hujan yang sama selama satu
periode tertentu. Isohyet digunakan jika luas DAS lebih besar dari 5.000 km2. b. Thiessen,
digunakan kalau bentuk DAS tidak memanjang dan sempit, dengan luas antara 1.000–5.000
km2. DAS dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah hulu sungai, tengah sungai, dan hilir
sungai. DAS di hulu sungai berbukit-bukit, berlereng curam, banyak digunakan untuk areal
ladang sayuran, perkebunan, atau hutan yang merupakan daerah penyangga dan banyak
permukiman penduduk di sekitar aliran sungai. DAS di bagian tengah sungai, relatif landai,
biasa digunakan untuk jalur transportasi, karena daerahnya yang datar daerah ini merupakan
pusat aktivitas penduduk, seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, dan merupakan
pusat-pusat permukiman penduduk. DAS di bagian hilir merupakan daerah yang landai,
subur, dan banyak dimanfaatkan untuk permukiman dan areal pertanian (misalnya, areal
tanaman padi, jagung, dan tanaman kelapa).
Lapisan tak kedap adalah lapisan yang mudah tertembus air sehingga air tidak
tertahan dan langsung dapat meresap sampai pada lapisan kedap. Kadar pori lapisan tak
kedap cukup besar, contoh lapisan tembus air ialah pasir, padas, kerikil, dan kapur.
b. Lapisan Kedap
Lapisan kedap ini adalah lapisan yang tak tembus air. Kadar pori lapisan kedap sangat
kecil sehingga kemampuan untuk meneruskan air juga kecil. Kadar pori merupakan jumlah
pori atau celah pada butir-butir tanah (%). Pada lapisan lempung setelah mengisap air hingga
jenuh air tidak akan terserap lagi sehingga semua air akan dialirkan atau tetap menggenang.
Contoh lapisan kedap, yaitu geluh, napal, dan lempung.
c. Lapisan Peralihan
Lapisan peralihan terletak di antara lapisan kedap dan lapisan tak kedap. Lapisan ini
merupakan kombinasi dari dua lapisan tersebut. Keadaan air dan posisi tanah dalam lapisan
tak kedap dapat memengaruhi gerak aliran airnya. Jika lapisan yang kurang kedap terletak di
atas dan di bawah tubuh air, dapat dihasilkan suatu lapisan penyimpanan air yang disebut air
tanah tak bebas. Perbedaan tinggi suatu tempat dengan daerah tangkapan hujan sangat
berperan dalam timbulnya tekanan air tanah tak bebas. Sumur artesis muncul jika pengeboran
dilakukan di daerah yang lebih rendah daripada permukaan air tanah pada daerah tangkapan
hujan. Bagi daerah-daerah yang kering, beriklim arid (panas) dan semiarid (semipanas), air
artesis mempunyai arti yang sangat penting. Contoh daerah cekungan artesis di Australia
Tenggara, terletak di daerah aliran Sungai Darling dan Sungai Murray.
Lapisan batuan porous merupakan pengikat air tanah freatik dengan jumlah cukup
besar. Kedalaman lapisan freatik tergantung pada ketebalan lapis-lapis batuan di atasnya. Jika
lapisan freatik menjumpai retakan atau patahan, air akan keluar ke permukaan dan awalnya
sering membawa endapan air.
1. kepadatan penduduk dan permukiman yang berlebihan pada satu wilayah karena
berkaitan dengan membesarnya konsumsi air tanah;
2. penggunaan air tanah yang berlebih-lebihan oleh industri karena akan
mempercepat menurunnya volume air tanah;
3. agar tidak terjadi perluasan, pemanfaatan air tanah (tawar) di daerah pantai harus
sesuai dengan peraturan;
4. pengawasan terhadap penggunaan lahan sepanjang daerah aliran sungai (DAS);
5. perusakan hutan dan lahan penghijauan menimbulkan tidak seimbangnya tata air;
6. pembuangan atau kontaminasi limbah terhadap air tanah, terutama limbah industri
dan domestik;
7. tidak adanya pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), khususnya
terhadap air tanah, terhadap rencana pembangunan.
Kandungan air tanah yang potensial terjadi karena: (1) tingginya curah hujan, rata-rata
lebih dari 2.000 mm/tahun; (2) populasi tumbuhan penutup tanah dan sekitar 75% berupa
lahan kehutanan; (3) terdapatnya beraneka jenis tanaman berperan dalam memperbesar
absorpsi terhadap air permukaan, mengingat Indonesia beriklim tropis.
Air tanah sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Air tanah merupakan air
paling bersih dan paling sehat untuk minum, masak, mandi, dan cuci. Ini terjadi karena proses
pembentukan air tanah melalui proses penyaringan, pembersihan, dan penetralan derajat
keasamannya.
Air tanah dapat ditemukan dengan menggali atau mengebor lapisan tanah. Dengan
sumur-sumur biasa ataupun dengan pengeboran atau pembuatan sumur artesis pada air tanah
tertekan. Pada air sungai permanen, salah satu sumber airnya berasal dari beberapa mata air
di daerah hulu aliran sungainya yang masih memiliki hutan yang lebat. Air sungai permanen
dapat dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan, dan objek wisata, karena pada sungai ini
volume airnya relatif tetap. Pembuatan sumur resapan merupakan salah satu cara untuk
menjaga kelestarian air tanah.
b. Sumur Resapan
Penggundulan hutan menyebabkan hutan gundul dan tidak bervegetasi. Keadaan ini
dapat memperkecil daya serap air. Jika daerah ini diguyur hujan secara terus-menerus, hanya
sedikit air yang dapat terserap. Akibatnya, air akan meluap dan terjadilah banjir. Dataran
banjir merupakan daerah yang sering tergenang air saat banjir, dapat terjadi karena
pemindahan dan perubahan meander sepanjang lembah sungai serta adanya hasil
pengendapan sedimen pada bekas aliran yang ditinggalkan akan membentuk suatu
lengkungan dataran yang luas, yang kadang-kadang luasnya dapat jauh lebih besar daripada
alur sungainya sendiri. Banjir dapat menimbulkan dampak kerugian bagi manusia, seperti
kerusakan pada rumah, jalan, jembatan, bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Jika banjir
menerjang persawahan, menyebabkan gagalnya panen. Contohnya, banjir bandang yang
menerjang Sinjai (Sulawesi Selatan). Banjir ini telah menghancurkan rumah, gedung sekolah,
tempat ibadah, dan menewaskan ratusan jiwa baik manusia maupun hewan. Timbulnya polusi
air dan berbagai macam penyakit akibat bencana banjir berdampak psikologis bagi korban.
Usaha-usaha manusia untuk mengurangi risiko banjir, antara lain, sebagai berikut:
1) meningkatkan daya resapan air, melakukan reboisasi atau penghijauan dan penghutanan
kembali wilayah gundul;
2) mengurangi terjadinya erosi, membuat terrasering dan sengkedan pada lahan miring;
3) menahan luapan air sungai, membangun tanggul-tanggul;
4) melakukan pelurusan sungai dan pengerukan sungai bagian dasar lembah pada musim
kemarau;
5) membuat terusan saluran air;
6) membuat bendungan serbaguna untuk menampung dan memanfaatkan air sepanjang
tahun;
7) membuat kanal-kanal sungai, selokan-selokan air, membuat pintu air, membuat tanggul-
tanggul pada tepi kota sepanjang batas aliran sungai di daerah-daerah perkotaan;
8) menimbulkan kesadaran penduduk dalam upaya memelihara lingkungan hidup melalui
pendidikan formal atau nonformal dan melalui media massa. Usaha pencegahan banjir
juga harus dilakukan dengan menggunakan konsep DAS. Perubahan fisik yang terjadi di
DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir.
Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu.
Perubahan tata guna lahan, misalnya, dari hutan menjadi permukiman, perkebunan, dan
lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis. Seluruh air
hujan akan dilepaskan ke wilayah hilir. Sebaliknya, semakin besar retensi suatu DAS
semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan di DAS ini dan secara
perlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Manfaat
langsung peningkatan retensi DAS adalah bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air
tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi
debit sungai dapat stabil. Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan cara, program
penghijauan yang menyeluruh baik di perkotaan/perdesaan atau kawasan lain,
mengaktifkan bendungan-bendungan alamiah, membuat resapan-resapan air hujan
alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras
permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Memperbaiki
retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat
meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir
untuk itu perlu adanya proses pembelajaran sosial yang efektif dan terus-menerus.