Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Ihsan Febrianto Rahman - B4 - Makalah Tutorial Case 2 (FBS 2) Infeksi Mikroorganisme Bakteri Dan Virus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH TUTORIAL KASUS 2

INFEKSI MIKROORGANISME

Disusun Oleh :
Ihsan Febrianto Rahman 1910211042
Rahayu Dewi Kusumawardhani 1910211051
Raden Ayu Salsabila Rifdah 1910211052
Deandra Atya Maharani 1910211053
Audrey Alvura Digna 1910211089
Enrico Yusuf 1910211102
Ismah Nurul Sittah Fitriya 1910211116
Maishariifa Isfahani Saptowati 1910211127

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAKARTA
DAFTAR ISI

A. BAKTERI 1

Definisi 1
Taksonomi 1
Klasifikasi 2
Ultrastruktur 6
Fisiologi Pertumbuhan 8
Fase Pertumbuhan 10
Identifikasi Bakteri 11
Flora Normal 15
B. VIRUS 17
Definisi 17
Istilah dalam Virologi 17
Taksonomi 18
Struktur dan Morfologi 18
Klasifikasi 21
Reproduksi 25
Multiplikasi 28
Perbedaan Bakteri dan Virus 32
C. SISTEM IMUN 33
Definisi 33
Klasifikasi Respon Imun 33
Fungsi Sistem Imun 39
Uji Sensitivitas Bakteri 39
Antigen 40
D. ANTIMIKROBA 42
Antibiotik, Desinfektan, dan Antiseptik 42
Penggolongan Antimikroba 45
Efek Samping Penggunaan Antimikroba 48
A. BAKTERI
1. Definisi
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung
inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA,
tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti.
Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA
bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga
memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk
kecil dan sirkuler (Jawetz, 2004).

2. Klasifikasi Bakteri
Berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology:
 Bakteri dan bakteri hijau dimasukkan dalam golongan primitif karena
memiliki dinding sel, beberapa jenis bakteri dan semua bakteri hijau memiliki
klorofil.
 Bakteri dimasukkan ke dalam golongan porkariota karena memiliki inti terdiri
dari DNA terbuka dan tidak terbungkus dalam membrane inti.

3. Taksonomi
Tingkatan:
 Kingdom
 Filum
 Kelas 
 Ordo, berakhiran –ales
 Famili, berakhiran –aceae
 Tribus, berakhiran –alae
 Genus
 Spesies

Tata cara penulisan:  


 Penamaan ditulis dengan huruf miring atau digaris bawahi perkata 
 Genus (kata pertama) ditulis dengan awalan huruf kapital, sementara pada
Spesies (kata kedua) ditulis dengan huruf kecil. 
Contoh: Neisseria meningtidis 
Kingdom : Bacteria 
Filum : Proteobacteria 
Kelas : Beta Proteobacteria 
Ordo : Eubacteriales 
Famili : Eubacteriaceae 
Genus : Neisseria 
Spesies : Neisseria meningtidis

4. Klasifikasi
Berdasarkan Taksonomi
1) Archaebacteria
 Uniseluler
 Hidup di lingkungan yang ekstrem
 Tidak memiliki dinding sel peptidoglikan.
 Membrane selnya mengandung lipid, berikatan dengan eter.
 Ada 3 kelompok utama
Metanogen: menghasilkan metana
Halofil ekstrem: hidup di lingkungan dengan kadar garam yang tinggi
Termoasidofil ekstrem: hidup di lingkungan dengan temperatur dan pH
asam yang tinggi
2) Eubacteria
 Uniseluler/multiseluler
 Dinding sel dari peptidoglikan
 Membrane sel mengandung lipid yang berikatan dengan ester
 Terbagi atas bakteri gram positif dan gram negatif
Berdasarkan Bentuk
1) Bulat/Kokus
 Tunggal
 Berantai. Contoh: Streptococcus
 Berpasangan (Diplococcus). Contoh: Nesseria sp
 Pneumococcus: diplococcus berbentuk lancet.
 Tetrad: 4 kokus.
 Bergerombol seperti buah anggur. Contoh: Staphylococcus sp
 Bergerombol 8 buah/sarcina. Contoh: Thiosarcina sp
2) Batang/Basil
 Tunggal. Contoh: Mycobacterium tuberculosa
 Menyerupai basil/kokobasil. Contoh: E. coli
 Diplobasil. Contoh: Salmonella typhosa
 Berantai. Contoh: Baccilus anthraxis
3) Spiral
 Spirillum. Spiral kasar, kaku. Contoh: Spirillum
 Spirochaeta. Spiral halus, memutar di sekeliling sumbu. contoh: Triponema
pallidum

Berdasarkan Kebutuhan O2
1) Anaerob obligat: tidak dapat hidup jika ada oksigen
Contoh: Bacteroides fragilis (bakteri yang menyebabkan abses atau nanah di
usus), Pevotella melaninogenica (bakteri yang menyebabkan terbentuknya
abses pada rongga mulut dan faring), dll.
2) Bakteri anaerob fakultatif: dapat hidup dengan atau tidak adanya oksigen
Contoh: Escherichia coli
3) Bakteri aerob obligat: hidup dalam keadaan harus ada oksigen
Contoh : Nitrosomonas dan Nitrosococcus (bakteri nitrit)
4) Bakteri mikroerofilik: hidup baik pada tekanan oksigen yang rendah ( 0,2 a tm)
Contoh: Lactobacillus sp.

Berdasarkan dalam Ketahanan Suhu


1) Bakteri psikrofilik : 0 °C - 30 °C , suhu optimum 15 °C
2) Bakteri mesofilik : 15 °C - 55°C, suhu optimum 25 °C – 40 °C
3) Bakteri thermofilik : 40°C – 75°C, suhu optimum 50°C - 65°C
4) Bakteri hipertermofil: 60°C - 114°C, suhu optimum 88°C

Berdasarkan Cara Mendapatkan Makanan


1) Autotrof: kuman yang hanya memerlukan ai, rgaram inorganik dan CO 2 sebagai
sumber C bagi pertumbuhannya, mensintesa sebagian besar metabolik
organiknya dari CO2.
Terdapat berbagai macam bakteri autotrof.
 Fotoautotrof: Bakteri yang memanfaatkan cahaya, mengubah zat anorganik
menjadi organik
 Kemoautotrof: menggunakan energi kimia saat terjadi perombakan dari
molekul kompleks menjadi sederhana
2) Heterotrof: memerlukan C dalam bentuk senyawan organik, karbohidrat untuk
pertumbuhannya.
3) Saprofit: mendapat zat organic dari zat sisa makanan, bangkai, dll

Berdasarkan Struktur Dinding Sel


1) Bakteri gram positif
 Lapisan peptidoglikan yang menyusun bakteri gram positif tersusun atas
protein dan karbohidrat yang tinggi, sementara lapisan lipid sedikit
 Memiliki substansi asam teikoat berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel. Pembelahan yang dilakukan adalah pemebelahan biner
2) Bakteri gram negatif
 Lapisan peptidoglikan yang menyusun bakteri gram negatif tersusun atas
protein dan karbohidrat yang rendah, sementara lapisan lipid tinggi
 Memiliki 2 membran sel, membran sel dalam (sitoplasma) dan membran sel
luar tersusun atas fosolipid, lipopolisakarida, dan lipoprotein
5. Ultrastruktur
Bakteri termasuk prokariota, strukturnya lebih sederhana dari eukariota, kecuali untuk
struktur dindingnya yang lebih kompleks.
a) Inti/nucleus
Jika menggunakan pewarnaan Feulgen, intinya akan terlihat dengan jelas.
Karena, pewarnaan Feulgen digunakan untuk melihat materi DNA dan materi
DNA terletak di inti, sehingga intinya terlihat jelas. Dan terlihat juga bahwa
tidak ada dinding inti/membran inti.
b) Struktur sitoplasma
Karena tidak ada mitokondria/kloroplas, maka enzim-enzim untuk transport
elektron tidak bekerja di membran sel, tapi di lamellae yang berada di bawah
membran sel.
Bakteri menyimpan cadangan makanan di granula sitoplasma, granula bekerja
sebagai sumber karbon, tapi jika sumber protein tidak cukup, karbon di
granula dapat dikonversi menjadi sumber nitrogen.
Granula sitoplasma di beberapa bakteri juga menyimpan sulfur. Di sitoplasma
prokariota juga tidak ditemukan mikrotubulus seperti di eukariota.
c) Membran sitoplasma
 Struktur
Komposisi membran sitoplasma terdiri dari fosfolipid dan protein.
Membrane sel semua prokariota tidak mengandung sterol, kecuali
Genus Mycoplasma. Di tempat-tempat tertentu pada sitoplasma
terdapat cekungan ke dalam yang disebut mesosoma. Terdapat dua
jenis mesosom, yaitu septal dan lateral. Mesosom septal berfungsi
dalam pembelahan sel dan kromosom (DNA) terletak pada septal
mesosom.
 Fungsi
1. Sebagai tempat transport bahan makanan, bersifat selektif.
2. Pada spesies aerob, sebagai tempat transport electron dan
oksidasi-fosforilasi.
3. Tempat ekspresi bagi eksoenzim yang hidrofilik.
4. Mengandung enzim dan molekul yang berfungsi pada
biosintesa DNA.
5. Mengandung reseptor dan protein untuk sistem kemotaktik.
 Zat anti-bakteri
1. Deterjen : gugus lipofilik dan hidrofilik yang berada di molekul
deterjen akan merusak membran sitoplasma
2. Antibiotika yang secara spesifik mempengaruhi fungsi
biosintetik membran sitoplasma, antara lain polimiksin, asam
nalidiksat, fenetilalkohol, dan novobiosin
d) Dinding sel
Dinding sel pada prokariot sangat kuat, meskipun tekanan osmotic di dalam
sel sangat tinggi (5—20 atm) tapi, dinding sel tidak akan pecah. Dinding sel
terdiri dari lapisan peptidoglikan/lapisan mukin/lapisan mukopeptida. Fungsi
dari dinding sel sebagai pemegang peranan penting dalam pembelahan sel.
Dinding sel juga melakukan biosintesanya sendiri untuk membentuk dinding
sel yang baru. Beberapa lapisan dinding sel merupakan determinan antigen
permukaan pada kuman.
e) Kapsul
Kapsul merupakan hasil dari proses kondensasi sintesa polimer ekstrasel di
sekeliling sel. Kapsul ini juga dapat memberikan dampak yang terlihat pada
manusia, seperti sejenis Streptococcus mutans yang melekat erat pada gigi,
kapsulnya akan membentuk plaque di gigi dan menyebabkan karies gigi.
f) Flagel
Berbentuk seperti benang yang terdiri dari protein dengan diameter 12—30
nm. Terdapat empat jenis flagel,
a. Monotrikh : flagel tunggal, terletak di bagian ujung bakteri
b. Lofotrikh : terdapat lebih dari satu flagel, terletak di salah satu bagian
polar
c. Amfitrikh : terdapat satu/lebih flagel yang terletak di kedua polar
d. Peritrikh : flagel tersebar merata di sekeliling sel
Protein dari flagel disebut sebagai flagellin.
g) Pili (fimbriae)
Beberapa bakteri gram-negatif memiliki rambut pendek dan keras yang
disebut pili. Pili terdiri dari subunit-subunit protein. Terdapat dua jenis pili,
yaitu pili yang memegang peranan adhesi kuman dengan sel tubuh hospes dan
seks pili yang berfungsi dalam konjugasi dua kuman.
h) Endospora
Beberapa genus bakteri bisa membentuk endospora. Paling sering membentuk
spora adalah kuman batang gram-positif genus Bacillus dan Clostridium.
Kuman ini akan berdiferensiasi membentuk spora saat keadaan lingkungan di
sekitarnya memburuk. Masing-masing sel akan membentuk spora dan sel
induk mengalaim autolysis. Spora yang terbentuk berarti kuman yang sedang
beristirahat. Pada saat kondisi lingkungan kembali membaik, spora dapat
melakukan germinasi dan memproduksi sel vegetatif.
Spora terdiri dari :
1. Core (sitoplasma pada kuman)
2. Dinding spora (bagian terdalam dari spora)
3. Korteks (lapisan tebal pada spora)
4. Coat (semacam keratin yang menyebabkan spora dapat bertahan dari
lingkungan sekitarnya)
5. Eksosporium (lipoprotein membran yang paling luar)

6. Fisiologi pertumbuhan
Untuk tumbuh, bakteri memerlukan beberapa substansi umum seperti :
1. Air: bakteri memerlukan air dalam jumlah yang banyak untuk tumbuh.
2. Garam: berguna untuk mempertahankan keadaan koloidal dan tekanan
osmotik, keseimbangan asam-basa, dan sebagai bagian dari enzim/aktivator
reaksi enzim.
3. Mineral: seperti karbon, nitrogen, sulfur, fosfor-fosfat, dan beberapa aktivator
enzim.
4. Sumber nitrogen: nitrogen mencapai sekitar 10% dari berat kering sebuah
bakteri. Biasanya nitrogen yang dibutuhkan terdapat dalam bentuk NO3, NO2,
NH3, N2, dan R-NH2.
5. CO2: membantu proses sintesa.
6. Faktor pertumbuhan: kuman heterotrof memerlukan ini. Biasanya substansi
ini dimasukkan ke dalam ekstrak ragi, darah, vitamin B kompleks, asam
amino, purin, dan pirimidin.
7. O2: bakteri memerlukan oksigen dalam kadar yang berbeda-beda.
Selain substansi umum tersebut, untuk tumbuh bakteri perlu memperhatikan potensial
oksidasi-reduksi (Eh). Ini merupakan faktor yang menentukan apakah suatu kuman
yang sedang dibiakkan tumbuh/tidak.
Suhu juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Setiap bakteri
mempunyai suhu optimum yang berbeda-beda.
Selain suhu, pH juga menentukan apakah suatu bakteri dapat tumbuh dengan
maksimal atau tidak. Pada kuman pathogen, pH optimum yang dibutuhkan untuk
tumbuh sekitar 7,2—7,6.
Ada juga ionik dan tekanan osmotik yang berpengaruh pada beberapa bakteri.

Bakteri juga mengalami reproduksi. Terdapat dua jenis reproduksi pada bakteri, yaitu
seksual dan aseksual.
Secara seksual, bakteri melakukan pembelahan yang sebelumnya telah terjadi
peleburan antara 2 kuman. 2 kuman ini merupakan kuman sejenis yang berasal dari
famili yang sama.
Secara aseksual, dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pembelahan : umumnya, bakteri berkembang biak secara amitosis dengan
membelah menjadi 2 (binary division). Waktu di antara dua pembelahan
disebut generation time. Setiap bakteri mempunya generation time yang
berbeda-beda. Generation time berkisar antara 20 menit—15 jam.
2. Pembentukan tunas/cabang : bakteri membentuk cabang yang kemudian
cabang itu akan melepaskan diri dan membentuk bakteri baru.
3. Pembentukan
filamen : sel
pada bakteri

mengeluarkan serabut panjang, filamen tidak bercabang. Bahan kromosom


masuk ke dalam filamen, lalu filamen akan terputus. Setiap bagian filamen
yang terputus akan membentuk bakteri baru.

7. Fase pertumbuhan
1. Lag phase : fase penyesuaian diri. Fase ini berlangsung selama 2 jam. Tidak
ada aktivitas berkembang biak, tetapi aktivitas metabolism tinggi.
2. Log phase : fase pembelahan. Bakteri berkembang biak dengan berlipat 2.
Fase ini berlangsung selama 18—24 jam.
3. Stationary phase : fase stasioner. Meningkatnya jumlah bakteri berarti
meningkat pula hasil metabolism yang toksik. Mulai terdapat bakteri yang
mati dan pada suatu saat jumlah bakteri akan tetap selama beberapa waktu.
4. Death phase : fase kemunduran/kematian. Bakteri mulai mati dan
lingkungannya akan menjadi sangat jelek.
8. Identifikasi Bakteri
Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui secara spesifik jenis suatu bakteri
dari sampel. Biasanya sampel yang diambil merupakan hasil kultur yang telah diambil dan
diletakkan di kaca preparat untuk diamati dibawah mikroskop. Yang diidentifikasi adalah
bentuk , susunan , warna , sifat , dan metode yang digunakan.
Dibagi menjadi 3 yaitu:
 Media
 Isolasi Mikroorganisme
 Uji Kultur
 Pewarnaan

1. Media
Media digunakkan untuk beberapa tujuan diantaranya membiakkan sel dari spesies
tertentu yang sudah ada , menentukan jumlah dan jenis organisme yang ada dalam suatu
bahan , serta mengisolasi jenis mikroorganisme tertentu dari sumber alami. Terdapat
beberapa pengelompokkan media yaitu sebagai berikut.
 Media dibagi menurut sifat fisiknya yaitu : Media Padat , Media Cair , Media Semipadat
 Media dibagi menurut komposisi bahannya yaitu : Media Alami , Media Sintetik , Media
Semi Sintetik
 Media Khusus dibagi menurut menurut konsistensinya yaitu : Media Universal , Media
Selektif , Media Diperkarya , Media Differensial
Bahan dasar pembuatan media sendiri diantaranya :
 Air yang berfungsi sebagai pelarut
 Agar dari rumput laut yang berfungsi sebagai pemadat media. Agar sulit didegradasi
oleh mikroorganisme pada umumnya dan mencair pada temperature 45 ̊̊C
 Gelatin juga memiliki fungsi yang sama dengan agar. Gelatin adalah polimer asam amino
yang diproduksi dari kolagen. Kekurangannya adalah lebih banyak jenis mikroba yang
mampu menguraikannya disbanding Agar
a. Media Padat
Dibagi menjadi 3 bentuk yaitu Bentuk Lempeng , media dibekukan didalam cawan petri
lalu Bentuk Miring , media dibekukan dalam keadaan miring di dalam tabung reaksi serta
Bentuk Tegak , media dibekukan dalam keadaan tegak di dalam tabung reaksi

b. Media Cair
Yaitu bila ke dalam media tidak ditambahkan zat pemadat. Umumnya dipergunakan
untuk pembiakan mikroalgae, kadang-kadang bakteri dan ragi.
c. Media Semipadat
Yaitu bila penambahan zat pemadat hanya 50% atau kurang. Umumnya diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan kandungan air dan hidup anaerobik atau
fakultatif, atau untuk pemeriksaan pergerakkan bakteri. Contoh: SIM (Sulfida indole
motility) atau MIO (Motility Indole Ornithine).
d. Media Alami
Yaitu media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti kentang, touge, daging, dan
umbi-umbian untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan virus.
e. Media Sintetik
Yaitu media yang disusun oleh senyawa-senyawa kimia baik organik maupun anorganik.
Contoh media sintetik bagi pertumbuhan bakteri Clostridium: K2HPO4, KH2PO4, MgSO4,
NaCl, CaCO3.
f. Media Semisintetik
Yaitu media yang tersusun oleh campuran bahan-bahan alami dan bahan-bahan sintetik.
Contoh: Agar Darah.
g. Media Universal
Yaitu media pembiakan sederhana yang mengandung zat-zat yang umum diperlukan oleh
sebagian besar mikroorganisme. Contoh: Nutrien agar
h. Media Diperkaya
Yaitu media untuk bakteri yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi. Contoh: Agar
Darah

i. Media Differensial
Untuk membedakan mikroba. Berisi senyawa kimia sebagai indikator , dapat mendeteksi
reaksi kimia yang terjadi. Contoh: untuk membedakan bakteri Enterobacteriaceae
menggunakan EMBA (Eosin Methylen Blue Agar).
j. Media Selektif
Berisi senyawa kimia yang secara selektif menghambat pertumbuhan mikroba Contoh:
SSA (Salmonella Shigella Agar), Brilian Green Lactose Bile Broth (BGLB, untuk
Escherichia coli) .

2. Isolasi Mikroorganisme
Dibagi menjadi 3 Metode yaitu :
a. Metode Pour plate (penuangan)
Untuk mendapatkan koloni murni mikroorganisme. Biakkan campuran
diencerkan menggunakan medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan.
b. Metode Steak (penggoresan)
Metode ini praktis , hemat biaya dan waktu, hanya mmebutuhkan
keterampilan menggores.
c. Metode Spread (penyebaran)
Metode ini hampir sama dengan metode penuangan perbedaannya yaitu,
teknik menanam dengan menyebarkan suspense bakteri di permukaan agar ,
agar diperoleh kultur murni.
3. Uji Kultur
Berfungsi :
 Untuk menumbuhkan mikroba
 Untuk mengidentifikasi mikroba
 Untuk melihat kemampuan mikroba
 Untuk menguji kadar obat / resistensi antibiotic (klinis)
4. Pewarnaan
Pewarnaan berfungsi untuk mempelajari morfologi,struktur,sifat-sifat bakteri
untuk membantu identifikasinya bakteri perlu diwarnai. Agar memperoleh hasil
perwanaan yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:
1.Gelas alas bersih dan bebas lemak
2.Umur biakan 18-24 jam
3.Kualitas zat warna
4.Tebal tipisnya sediaan
a. Pewarnaan Negatif
Suspensi bakteri dibuat dalam zat warna negrosin/tinta bak dan disebarluaskan
dengan gelas alas lain. Disini bakteri tidak diwarnai dan tampak sebagai benda-
benda terang dengan latar belakang hitam. Pewarnaan ini dipakai untuk bakteri
yang sukar diwarnai yaitu : Treponema , Leptospira , & Borrelia.
b. Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan ini hanya menggunakan satu macam zat warna. Misalnya biru
metilen , air fukhsin atau ungu kristal selama 1-2 menit. Zat warna anilin mudah
diserap bakteri
c. Pewarnaan Differensial
Pewarnaan yang mengguanakan lebih dari satu macam zat warna

 Pewarnaan Gram
Cara Pewarnaan:
1.Sediaan yang sudah direkat diwarnai dengan kristal ungu selama 5 menit.
2.Zat warna dibuang dan diganti dengan larutan lugol Iodin lalu dibiarkan
selama 45-60 detik.
3.Larutan lugol dibuang dan sediaan dicucidengan alkohol 96% selama 30
detik atau digoyang-goyangkan sampai tidak ada zat warna yang mengalir
lagi.
4. Sediaan dicuci dengan air dan diwarnai dengan air fukhsin/safranin selama
1-2 menit. Sediaan dicuci, dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.
 Pewarnaan Tahan Asam
Cara Pewarnaan Ziehl – Neelsen :
1.Sediaan bakteri diwarnai dengan larutan fukhsin karbol dan dipanaskan
dengan api kecil sehingga keluar asap, biarkan selama 5 menit.
2. Sediaan dicuci dengan air dan dimasukkan dalam larutan H2SO4 5%
selama 2 detik.Untuk kuman M. leprae digunakan larutan H2SO4 1%.
3. Kemudian dicuci dengan alkohol 60% sehingga tidak ada warna merah
mengalir.
4. Sediaan dicuci dengan air dan diwarnai dengan larutan biru metilen selama
1-2 menit, dicuci dengan air dan dikeringkan.

d. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai bagian- bagian sel bakteri atau bakteri
tertentu yang sukar diwarnai dengan pewarnaan biasa. Seperti bagian flagel ,
simpai , spora , inti.

9. Flora Normal
Flora Normal adalah Mikroba normal yang menetap dan tidak menyebabkan penyakit
dan mungkin menguntungkan bila ia berada dilokasi yang semestinya dan tanpa adanya
keadaan abnormal. Mereka dapat menyebabkan penyakit bila pada keadaan tertentu
berada ditempat yang tak semestinya atau bila ada faktor predisposisi.
Kelompok flora normal ada dua yaitu :
1. Flora Tetap / Resident
Terdapat di saluran pencernaan, penyerapan bagi zat makanan Di selaput lendir dan
kulit mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dan penyakit akibat gangguan bakteri.
Bisa menghilang tapi segera kembali.
2. Flora Sementara / Transient
Mikroorganisme yang non patogen atau bisa patogen menempati kulit dan mukosa
bebrapa waktu jam, hari atau minggu. Berasal dari lingkungan nonpatogen dan tidak
dapat menghidupkan dirinya secara permanen. Apabila flora tetap (resident)
terganggu, mikroorganisme transient berkolonisasi dan dapat menimbulkan penyakit
Sumber dari lingkungan sekitar
B. VIRUS

a) Definisi
Virus adalah agen penyebab infeksi yang berukuran paling kecil (diameter berkisar dari
sekitar 20 nm sampai sekitar 300 nm). Genom virus hanya mengandung satu jenis asam
nukleat (RNA atau DNA). Asam nukleat dibungkus dalam selubung protein, yang dikelilingi
oleh membran yang mengandung lipid. Seluruh unit infeksius disebut virion.
Virus bersifat inert dalam lingkungan ekstraselular: virus hanya bereplikasi dalam sel
yang hidup, menjadi parasit pada tingkat genetik. Asam nukleat virus mengandung
informasi penting untuk memerintahkan sel pejamu yang terinfeksi agar menyintesis
makromolekul spesifik virus yang diperlukan untuk produksi turunan virus. Selama siklus
replikatif, dihasilkan banyak salinan asam nukleat virus dan protein selubung. Protein
selubung menyatu membentuk kapsid, yang membungkus dan menstabilkan asam nukleat
virus terhadap lingkungan ekstraselular dan mempermudah pelekatan dan penetrasi virus
ketika berkontak dengan sel-sel rentan yang baru. Infeksi virus mungkin sedikit atau tidak
mempunyai efek pada sel pejamu atau dapat menyebabkan kerusakan atau kematian
sel.

b) Istilah dalam Virologi


1. Kapsid: Selubung protein, atau lapisan, yang menyelubungi genom asam nukleat.
2. Kapsomer: Unit morfologi yang terlihat pada mikroskop elektron di permukaan partikel
virus ikosahedral. Kapsomer merupakan sekelompok polipeptida, tetapi unit-unit
morfologi tidak perlu sesuai dengan sifat kimia unit struktur
3. Virus defektif: Partikel virus yang kurang berfungsi pada beberapa aspek replikasi.
4. Selubung (Envelope): Membran yang mengandung lipid yang mengelilingi beberapa
partikel virus. Selubung tersebut diperoleh selama maturasi virus dengan proses budding
suatu proses reproduksi aseksual melalui membran sel. Glikoprotein yang dikode virus
terpajan pada permukaan selubung. Proyeksi tersebut disebut peplomer.
5. Nukleokapsid: Kompleks asam nukleat-protein yang merupakan bentuk kemas genom
viral. Istilah tersebut sering digunakan pada kasus yang nukleokapsidnya merupakan
substruktur partikel virus yang lebih kompleks.
6. Unit struktural: Protein dasar yang membangun cetakan lapisan. Unit tersebut bisanya
merupakan kumpulan lebih dari satu subunit protein yang tidak identik. Unit struktural
sering disebut dengan protomer.
7. Subunit: Rantai polipeptida viral yang berlipat ganda
8. Virion: Partikel virus lengkap. Pada beberapa keadaan virion identik dengan
nukelokaosid. Pada virion yang lebih kompleks termasuk nukleokapsid ditambah
selubung sekitar.

c) Taksonomi Virus
Suatu sistem telah dibuat yang memisahkan virus ke dalam kelompok utama-disebut
famili-berdasarkan morfologi virion, struktur genom, dan cara replikasi. Nama-nama famili
virus mempunyai akhiran -viridae. Dalam setiap famili, subdivisi yang disebut genus
biasanya didasarkan pada perbedaan fisikokimia atau serologi. Kriteria yang digunakan
untuk menjelaskan genus bervariasi di antara famili-famili. Nama genus ditandai dengan
akhiran -virus.
Pada empat famili (Poxviridae, Herpesviridae, Paruoviridae, Paramyxoviridae),
pengelompokkan yang lebih besar yang disebut subfamili telah diterangkan menggambarkan
kompleksitas hubungan di antara sejumlah virus. Ordo virus dapat digunakan untuk
mengelompokkan famili-famili virus yang mempunyai ciri khas umum yang sama. Saat ini,
satu ordo saja yang telah didefinisikan: Mononegauirales, meliputi famili Filovridae,
Paramyxoviridae, Rhabdoviridae.
Pada tahun 2000, International Committee on Taxonomy of Viruses telah menyusun lebi
dari 4000 virus hewan dan tanaman menjadi 56 famili, 9 subfamili, dan 233 genus, dengan
ratusan virus masih belum ditetapkan. Akhir-akhir ini, 24 famili merupakan virus yang
menginfeksi manusia dan hewan.

d) Struktur dan Morfologi Virus


1. Ukuran Virus
Ukuran virus lebih kecil dibandingkan dengan sel bakteri. Ukurannya berkisar
dari 0,02 mikrometer sampai 0,3 mikrometer (1 μm = 1/1000 mm). Unit pengukuran
virus biasanya dinyatakan dalam nanometer (nm). 1 nm adalah 1/1000 mikrometer
dan seperjuta milimeter. Virus cacar merupakan salah satu virus yang ukurannya
terbesar yaitu berdiameter 200 nm, dan virus polio merupakan virus terkecil yang
hanya berukuran 28 nm.
2. Morfologi Virus
1) Simetris Ikosahedral
Semua simetri kubik yang diobservasi bersama virus hewan memiliki pola
ikosahedral, penyusunan subunit paling efisien dalam selubung yang tertutup.
Ikosahedron mempunyai 20 wajah (masing-masing segitiga sama sisi), 12 puncak,
dan aksis simetri rotasi lima kali lipat, tiga kali lipat, dan dua kali lipat. Unit puncak
mempunyai lima tetangga (pentavalen), dan yang lain mempunyai enam
(heksavalen). Ada tepat 60 subunit identik pada permukaan ikosahedron. Selubung
virus terdiri dari beberapa 60 unitstruktural agar ukuran partikel cukup untuk
enkapsidasi genom virus. Penggunaan sejumlah besar subunit protein yang secara
kimiawi identik, sementara mempertahankan simetri ikosahedral, dicapai dengan
subtriangulasi masing-masing wajah ikosahedron.
Kebanyakan virus yang mempunyai simetri ikosahedral tidak mempunyai bentuk
ikosahedral-agaknya gambaran fisik partikel sferis.
Asam nukleat virus terkondensasi dalam partikel isometrik; protein inti yang
disandikan virus-atau pada kasus poliomavirus dan papilomavirus, histon-
histonselular-berperan dalam kondensasi asam nukleat menjadi suatu bentuk yang
sesuai untuk pengemasan. Urutan pengemasan pada asam nukleat virus terlibat
dalam perakitan menjadi partikel virus. Ada batasan ukuran pada molekul asam
nukleat yang dapat dikemas menjadi kapsid ikosahedral tertentu. Kapsid ikosahedral
terbentuk secara terpisah dari asam nukleat. Kebanyakan preparat virus isomerik
akan mengandung beberapa partikel "kosong" tanpa asam nukleat virus.

2) Simetri Heliks
Pada kasus simetri heliks, subunit protein terikat secara berkala ke asam nukleat
virus, melilitkannya menjadi suatu heliks. Kompleks protein-asam nukleat virus
filamentosa (nukleokapsid) kemudian bergulung ke dalam selubung yang
mengandung lipid. Oleh karena itu tidak seperti kasus struktur ikosahedral, terdapat
interaksi berkala yang reguler antara protein kapsid dan asam nukleat virus
bersimetri heliks. Partikel heliks "kosong" tidak mungkin terbentuk.
Virus mosaik tembakau, virus tanaman, berupa batang kaku. Semua contoh yang
dikenal pada virus hewan bersimetri heliks mengandung genom RNA dan, dengan
pengecualian rabdovirus, mempunyai r-rukleokapsid fleksibel yang dililit menjadi
suatu bola di dalam selubung

3) Struktur Kompleks
Beberapa partikel virus tidak memperlihatkan simetri kubik sederhana atau heliks
tetapi memperlihatkan struktur yang lebih rumit. Misal, poxvirus berbentuk batu
bata, dengan tonjolan pada permukaan luar dan sebuah inti serta badan lateral di
bagian dalam.

3. Struktur Virus
Partikel virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk maupun komposisi
kimiawinya. Bentuk-bentuk virus yang sudah diketahui ada yang serupa bola, berbentuk
kotak, berbentuk batang, dan ada yang seperti hurut T. Struktur utama virus adalah asam
nukleat yang dapat berupa RNA (Ribonucleic acid) atau DNA (Deoxyribonucleic
acid)dan tak pernah keduanya. Asam nukleat ini dikelilingi oleh subunit protein yang
disebut kapsomer. Susunan kapsomer-kapsomer tersebut membentuk mantel
dinamakan kapsid. Kapsid dan asam nukleat virus dinamakan nukleokapsid. Beberapa
virus memiliki struktur yang lebih kompleks seperti adanya pembungkus khusus
berupa membran. Membran yang menyusun virus ini merupakan membran lipid
bilayer dan protein, biasanya glikoprotein. Beberapa virus memiliki struktur yang
lebih kompleks lagi. Virus yang strukturnya paling rumit adalah virus bakteriofage.
Misalnya bakteriofage T4 yang menyerang bakteri Escherichia coli, memiliki ekor
yang merupakan struktur kompleks. Ekor T4 disusun oleh lebihd dari 20 macam
protein dan kepalanya disusun oleh beberapa protein lainnya

e) Klasifikasi Virus
1) Virus DNA
Virus DNA adalah virus yang memiliki DNA sebagai materi genetik dan
bergantung pada DNA untuk mereplika diri, menggunakan DNA polymerase sebagai
DNA-dependent. Asam nukleat yang dimiliki biasanya DNA beruntai ganda (dsDNA
atau double stranted-DNA) tetapi bisa juga DNA beruntai tunggal (ssDNA atau single
stranted-DNA).
Virus DNA memiliki Kelompok I atau Kelompok II dari system klasifikasi
Baltimore untuk virus. Virus DNA beruntai tunggal biasanya berkembang menjadi rantai
ganda saat terdampar di sel yang terinfeksi. Meskipun virus Grup VII seperti hepatitis
B mengandung genom DNA, mereka tidak dianggap virus DNA sesuai dengan
klasifikasi Baltimore, melainkan sebaliknya virus mereplika diri karena mereka meniru
melalui perantara RNA.
DNA virus biasanya bereplikasi di nukleus sel inang dengan memproduksi
polymerase yang memproduksi ulang viral DNA.
Kelompok I : virus dsDNA (virus DNA beruntai ganda)
1. Ordo Caudovirales
Famili Myoviridae (termasuk fag T4 Enterobacteria),Famili Podoviridae, Famili
Siphoviridae(termasuk fag λ Enterobacteria)
2. Ordo Herpesvirales
Famili Alloherpesviridae, Famili Herpesviridae (termasuk virus herpes manusia), virus
Varicella Zoster, Famili Malacoherpesviridae
3. Famili yang belum ditandai
Famili Ascoviridae, Famili Adenoviridae (termasuk virus yang menyebabkan infeksi
adenovirus manusia), Famili Asfarviridae (termasuk virus demam babi Afrika),Famili
Baculoviridae, Famili Coccolithoviridae, Famili Corticoviridae, Famili Fuselloviridae,
Famili Guttaviridae, Famili Iridoviridae, Famili Lipothrixviridae, Famili Mimiviridae,
Famili Nimaviridae, Famili Papillomaviridae, Famili Phycodnaviridae, Famili
Plasmaviridae, Famili Polyomaviridae (termasuk Simian virus 40, virus JC), Famili
Poxviridae (termasuk cacar sapi virus, cacar),Famili Rudiviridae, Famili Tectiviridae
4. Genera yang belum bertanda
Ampullavirus, Nudivirus, Salterprovirus, Sputnik virophage, Rhizidiovirus
Kelompok II: virus ssDNA (virus DNA beruntai tunggal)
1. Famili bakteriofage yang belum bertanda Famili Inoviridae, Famili Microviridae
2. Famili yang belum bertanda
Famili Anelloviridae, Famili Circoviridae, Famili Geminiviridae, Famili Nanoviridae,
Famili Parvoviridae (termasuk Parvovirus B19)
2) Virus RNA
RNA (asam ribonukleat) juga merupakan asam nukleat (polinukleotida yang terdiri dari
unit-unit mononukleotida). Hanya saja berbeda dengan DNA yang unit-unit pembangunnya
dioksinukleotida sehingga disebut untai ganda, RNA merupakan asam nukleat untai tunggal yang
terdiri dari unit-unit pembangun berupa mononukleotida. Setiap nukleotida terdiri atas satu
gugus fosfat, satu gugus pentosa, dan satu gugus basa Nitrogen (N).
RNA merupakan hasil transkripsi dari suatu fragmen DNA, sehingga kedudukan RNA ialah
sebagai polimer dan jauh lebih pendek dibanding DNA. Tidak seperti DNA yang biasanya
dijumpai di dalam inti sel, RNA kebanyakan berada di dalam sitoplasma, khusunya di ribosom.
Virus RNA memiliki single strand RNA dan memiliki langkah reproduksi yang berbeda:
 RNA sense (+), dapat langsung menjadi mRNA dan ditranslasikan ke bentuk protein
struktural RNA-dependent RNA polymerase.
 RNA antisense (-), mengandung RNA-dependent RNA polymerase yang menyalin genom
virus menjadi mRNA. Salinan RNA dapat berperan sebagai template untuk RNA viru
(antisense) selanjutnya.
 Retrovirus, mempunyai single stranded sense RNA yang tidak bisa bertindak sebagai
mRNA. Sehingga nantinya akan disalin menjadi DNA oleh reverse transcriptase dan
tergabung ke DNA inang. Transkripsi selanjutnya untuk membuat mRNA dan genom virus
RNA akan dibawah pengaruh kontrol enzim transkripsi sel inang.
Golongan virus RNA hanya memiliki asam ribonukleat (ribonukleat acid). Dalam kelompok
virus RNA banyak dijumpai virus-virus yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Famili-famili yang termasuk virus-virus RNA adalah : Picornaviridae, Reoviridae, Togaviridae,
Arenaviridae, Coronaviridae, Retroviridae, Bunyaviridae, Orthomyxoviridae, Paramyxoviridae,
Rhabdoviridae.
f) Reproduksi Virus
Agar virus dapat bereplikasi, ia harus menginvasi sel inang dan mengambil alih
mekanisme metabolik dari sel inang. Proses ini dapat merubah sel inang secara drastic sehingga
dapat menyebabkan kematian pada sel inang tersebut.
Pada beberapa kasus lain, proses metaboliknya tidak merubah sel inang secara signifikan
sehingga sel inang tetap hidup dandapat terus bereplikasi. Satu virion dapat menghasilkan hingga
ribuan virus yang serupa dalam satu sel inang.
Perkembangbiakan virus dibagi atas beberapa tahap, walaupun sebenarnya setelah beberapa jam
infeksi berbagai tahap berlangsung tumpang tindih, yaitu
1. Penempelan (Attachment)
Penempelan virion pada membran sel berlandaskan mekanisme elektrostatik dan
dipermudah oleh ion logam terutama Mg2+ ,serta terjadi setelah adanya tumbukan antara
sel dan virion pada reseptor spesifik. Molekul reseptor berbeda untuk virus yang berbeda
namun pada umumnya terdiri atas glikoprotein. Contohnya adalah pada virus polio yang
hanya akan menempel pada sel primata, karena hanya sel primate yang memiliki reseptor
untuk virus tersebut.

2. Penyusupan (penetrasi)
Segera setelah penempelan, virion atau asam nukleat virus akan menyusup masuk ke
sitoplasma sel. Pada bakteriofage hanya asam nukleat saja yang menyusup ke sitoplasma,
sementara kapsid berada di luar. Pada virus telanjang lain penyusupan terjadi dengan cara
fagositosis virion (viropexis). Penyusupan atau penetrasi ini dipengaruhi oleh suhu dan
zat penghambat fagositosis.

3. Pelepasan pembungkus luar (uncoating)


Merupakan proses pelepasan asam nukleat infektif dari pembungkus luarnya. Pada proses
uncoating membutuhkan pH yang asam di endosome.

4. Replikasi asam nukleat dan sintesis komponen virus


Setelah proses pelepasan selubung luar, akan terjadi perbedaan tahapan antara
virus DNA dan juga virus RNA.
Virus bereplikasi hanya pada sel hidup karena dia tidak memiliki organel dan
komponen yang penting digunakan dalam replikasi virus. Asam nukleat virus akan
membawa gen spesifik untuk mengkode seluruh makro molekul spesifik virus.
Untuk virus agar dapat bereplikasi, protein virus harus disintesis oleh sel inang
melalui mekanisme sintesis protein. Kemudian, genom virus harus dapat memproduksi

Dalam replikasi virus, Mrna spesifik harus di transkripsi dari asam nukleat virus untuk
ekspresi yang sukses dan duplikasi informasi genetic. Berbagai macam kelas virus
menggunakan jalur yang berbeda-beda dalam mensintesis Mrna yang tergantung pada
struktur asam nukleat virus.
Beberapa virus membawa RNA polymerase untuk mensintesis Mrna. RNA virus
dari tipe ini disebut sebagai negative-strand (negative-sense) virus karena satu untai RNA
genom komplemen terhadap Mrna, yang merupakan positive-strand (positive-sense).
Virus yang negative-strand harus menyuplai RNA polymerase sendiri karena sel eukariot
kekurangan enzim yang dapat mensintesis Mrna dari RNA template.

Ini merupakan contoh pertumbuhan virus,


Bagian A menunjukkan siklus pertumbuhan dari virus dengan DNA untai ganda.
Pada contoh ini, beberapa langkah dari replikasi ini terjadi di nukleus. Dalam proses ini memiliki
beberapa tahapan, yaitu:
1) Setelah mempenetrasi sel host, DNA virus mengalami proses uncoating dan
masuk ke nukleus.
2) Gen dari virus ditranskripsi
3) Kemudian, Mrna diterjemahkan di dalam sitoplasma
4) DNA virus direplikasi di dalam nukleus.
5) Virus DNA dan protein structural virus dirakit di dalam nukleus untuk
memproduksi virion progeny yang baru.
6) Dalam keadaan yang jarang terjadi, DNA virus dapat ter-inkorporasi dalam DNA
seluler sebagai efek samping infeksi.
Bagian B menunjukkan siklus pertumbuhan dari virus dengan RNA untai tunggal. Dalam contoh
ini, proses tersebut terjadi di sitoplasma.
1) Virus masuk ke sel dan genom RNA virus mengalami proses uncoating.
2) Sebagai RNA dengan strand positif, maka RNA langsung ditranslasikan sehingga
menghasilkan protein RNA.
3) RNA negative-sense hasil dari kopian terhadap RNA positive-sense akan
disintesis.
4) Ini digunakan untuk menduplikasi lebih banyak lagi kopian positive-sense.
5) RNA positive-sense yang baru disintesis akan dirakit dengan protein structural
virus untuk memproduksi virion progeny baru.

5. Pembebasan
Virus yang tak terselubung terakumulasi dalam sel sehingga sel lisis.genom virus
yang telah disintesis dan kapsid polieptida akan bergabung membentuk virus progeny.
Umumnya, virus yang tak terselubung akan terakumulasi di sel yang terinfeksi, lalu
kemudian akan lisis dan melepaskan partikel virus.
Virus yang terselubung akan menjadi dewasa dengan proses yang disebut
“budding”. Virus yang spesifik terselubung glikoprotein akan dimasukkan ke dalam
membrane seluler; nukleokapsid virus kemudian akan mendorong suatu bagian
membrane membentuk tunas, sehingga akhirnya dapat diselubungi oleh bagian
membrane sel tersebut. Virus yang terselubung tidak akan infektif sampai ia
mendapatkan selubungnya.

g) Multiplikasi Virus
Walaupun cara virus memasuki dan pergi dari sel inang dapat bervariasi,
mekanisme dasar multiplikasi virus hamper mirip untuk semua virus. Bakteriofage dapat
berduplikasi oleh 2 mekanisme yaitu mekanisme siklus litik atau siklus lisogenik.
Siklus litik terjadi apabila sel inang bakteri akan berakhir pada kematian oleh
lisis. Berbeda dengan siklus litik, pada lisogenik sel inang tidak akan mengalami
kematian dan dna virus yang menginfeksi bakteri akan terus ikut tereplikasi bersamaan
dengan replikasi dari bakterinya.
Siklus litik terdiri dari beberapa fase yaitu attachment, penetration, biosynthesis,
maturation dan release. Berikut adalah penjelasannya.

A. Siklus Litik
1. Attachment
Dalam proses ini, situs atau bagian virus untuk terjadinya attachment akan
menempel pada reseptor komplemen dari sel bakteri. Ikatan ini adalah
interaksi kimiawi yang merupakan ikatan lemah yang terbentuk antara sisi
untuk melekatnya dan reseptor. Reseptor komplemennya adalah pada dinding
sel bakteri.

2. Penetration
Setelah terjadinya attachment, sel T bakteriofage akan menginjeksikan
DNA (asam nukleat) ke dalam bakteri. Untuk melakukan ini, ekor
bakteriofage yang mengandung enzim yaitu enzim lysozyme fage akan
melepaskan enzim tersebut yang dapat mendegradasi dinding sel bakteri.
Dalam proses ini, ekor bakteriofage akan berkontraksi, dan
menginjeksikan materi genetic virus tersebut, kemudian DNA dari kepala
virus akan masuk ke sel bakteri melalui ekor bakteriofage sementara kapsid
akan tertinggal di luar sel bakteri.

3. Biosynthesis
Setelah DNA bakteriofage telah mencapai sitoplasma dari sel inang, maka
biosintesis dari asam nukleat dan protein virus akan terjadi. Sintesis protein
sel inang akan dihentikan oleh virus.
Awalnya, fage menggunakan nukleotida sel inang dan beberapa enzimnya
untuk mensintesis banyak kopian dari fage DNA. Setelah itu, biosintesis
protein virus akan dimulai. Ribosom, enzim, dan asam amino dari sel inang
akan digunakan untuk translasi. Control genetic akan meregulasi bila daerah
berbeda dari DNA fage akan di transkripsi menjadi Mrna pada siklus
multiplikasi sel.
Beberapa menit setelah infeksi, fage yang lengkap tidak akan ditemukan
pada sel inang. Hanya komponen yang terpisah (DNA dan protein) yang dapat
dideteksi. Pada periode ketika virus multiplikasi selesai, virion infektif disebut
dengan periode eclips.

4. Maturation
Dalam proses ini DNA bakteriofage dan kapsid akan dirakit menjadi
virion yang legkap. Komponen virus akan dirakit menjadi partikel virus,
mengeliminasi kebutuhan untuk banyak gen nonstruktural dan produk gen.
kepala fage dan ekor secarah terpisha aka dirakit dari sub unit protein dan
kepalanya terisi oleh DNA fage dan berikat dengan ekor.

5. Release
Tahap akhir dari multiplikasi virus adalah pembebasan virion dari sel
inang. Istilah lisis secara umum digunakan untuk tahap ini dari sel T fage.
Lysozyme, enzim yang dikode oleh gen fage disintesis di dalam sel.
Enzim ini menyebabkan sel bakteri untuk berdegradasi sehingga
bakteriofage dapat keluar, dilepaskan dari dalam sel.

B. Siklus Lisogenik
Beberapa virus tidak menyebabkan kematian pada sel inang saat
mereka melakukan multiplikasi. Fage lysogenic ini melalui mekanisme
lysogenic terlebih dahulu.. tahapan lisogenik diantaranya adalah
i. Penetrasi pada sel bakteri
ii. Linear fage DNA bakteri akan membentuk sirkuler (lingkaran)
iii. Dimana sirkuler tersebut dapat ikut termultiplikasi dan dapat
ditranskripsikan
iv. Sirkuler bakteriofage dapat bergabung dan menjadi bagian dari
sirkuler DNA bakteri.
v. Kemudian selanjutnya sirkuler bakteriofage itu dapat ikut
tereplikasi. Dan profage akan tetap latent di dalam sel progeny.
vi. Namun, dalam suatu keadaan yang jarang terjadi, akibat dari
sinar UV atau beberapa reaksi kimia, dapat mengarah pada
eksisi dari DNA fage sehingga memulai tahap inisiasi dari
siklus litik.
Terdapat tiga aturan paling penting dari siklus ini. Pertama, sel
lisogenik imun terhadap infeksi berulang dari fage yang sama (namun, sel
inang tidak tahan terhadap infeksi oleh fage tipe lain).
Yang kedua, adalah phage conversion, yaitu, sel inang dapat
menghasilkan property baru. Conthnya, bakteri Corynebacterium
diphtheria, yang dapat menyebabkan difteri, adalah pathogen dimana
penyakit untuk memprodksi property tersebut berkaitan dengan sintesis
toxin.
Ketiga, hasil dari lisogenik adalah itu dapat menghasilkan
transduksi yang special.
BAKTERI VIRUS

Ukuran Berukuran lebih besar dari virus, lebih besar dari 1000 Ukurannya lebih kecil, 20-400 nm
nm
Dinding Memiliki dinding sel (peptidoglikan atau Tidak memiliki dinding sel
Sel lipopolisakarida)
Ribosom Ada Tidak ada

Kehidupan Termasuk organisme hidup Hidup apabila terdapat pada organ


hidup, mati apabila terdapat di luar.
Reproduksi Dapat bereproduksi dengan sendirinya Mmebutuhkan sel hidup

Pengobatan Dapat menggunakan antibiotik Tidak dapat diatasi dengan antibiotik

PERBEDAAN BAKTERI DAN VIRUS

C. SISTEM IMUN
1. Definisi
 Imunitas adalah daya tahan tubuh untuk melawan penyakit melawan infeksi.
 Sistem Imun adalah Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan yang
terdiri atas sistem imun nonnspesifik (natural/innate) dan spesifik (adaptive/acquired).
 Respon Imun adalah tanggapan (respon) terhadap substansi asing yang masuk ke
dalam tubuh, secara kolektif.

2. Klasifikasi Respon Imun

A. Non-Spesifik
komponennya terdiri dari sawar agen infeksi seperti kulit,lendir dan sel – sel fagosit dan
sifatnya bawaan, tidak didapat melalui kontak dengan antigen.
Ciri :
1. Sifatnya tidak spesifik ( bukan ditujukan untuk antigen spesifik ),
2. Berperan sebagai garis pertahanan pertama terhadap invasi substansi asing ke dalam
tubuh,
3. Imunitas yang sudah ada sejak fetus/dilahirkan, tidak ada memori (sehingga tidak
dapat mengingat respon yang pernah terjadi),
4. Dan besar respon tidak meningkat seiring meningkatnya jumlah paparan.

Mekanisme :
1. Fisik
a. Pertahanan Fisik merupakan pertahanan yang terdapat diluar tubuh seperti kulit yang
terdiri atas sel - sel yang sangat rapat seperti keratin sehingga sangat menyulitkan bagi
patogen untuk masuk kedalamnya dan membran mukosa pada sistem pernapasan pada
manusia, pencernaan dan kelamin yang bertugas sebagai benteng utama mencegah
masuknya patogen ke dalam tubuh.
b. Pertahanan Mekanis adalah pertahanan yang dapat ditemukan di bagian hidung dan
trakea kita, yaitu rambut dan silia. Rambut rambut halus yang terdapat pada hidung
berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dari luar menuju dalam tubuh, sedangkan
silia untuk menangkap partikel yang berbahaya dalam lendir, sehingga nantinya dapat
dikeluarkan lagi.
2. Larut

Biokimia
c. Pertahanan Biologis merupakan pertahanan yang dilakukan oleh beberapa bakteri ( flora
normal )yang hidup di kulit akan tetapi tidak berbahaya.
d. Pertahanan Kimiawi adalah pertahanan berupa sekret yaitu zat yang tersusun atas
senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Dalam hal ini, kulit kita
yang menghasilkan minyak dan keringat akan memberikan pH 3-5 yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme di kulit kita. Kemudian,
air lur, air mata dan sekresi mukosa yang mengandung enzim lisozim ini memiliki fungsi
untuk memberantas bakteri dengan cara hidrolosis dinding selnya hingga bakteri tersebut
mati.

Humoral
e. Interferon : setelah terjadi radang sel T dan sekitarnya akan mereseptor sinyal dari
mikroorganisme menggunakan R16 satu melepaskan protein antivirus INFα untuk
menghambat sintesis dan replikasi virus.
f. Komplemen : Mengaktifkan fagosit, destruksi bakteri dan parasite dengan jalan
opsonisasi (mengenali), : jika benda asing dapat melewati pembuluh dan masuk ke
jaringan di permukaan sel reseptor TLR akan memberi sinyal kepada kompleks imun dan
mengaktifkan kaskade komplemen untuk melawan. Mekanisme ini terjadi setelah benda
asing dikenal. Komplemen C1, C2, C3, C5 bersifat anafilotoksin dan salah satu factor
inflamasi .

g. CRP (C-Reactive Protein) : Dibentuk tubuh pada infeksi; Peran : opsonin dan dapat
mengaktifkan komplemen.
3. Selular
h. Retikulo endoletal : mekanisme saat bakteri/ benda asing sudah masuk ke pembuluh
darah atau limpa. Didalam pinggiran pembuluh bagian dalam itu ada makrofag, sel
kupfer pada pembuluh di hati , dan sel mesangeal pada ginjal yang akan menyaring dan
melawan benda asing.
i. Fagositosis : komplemen C3 a dan b akan memanggil sel limfosit dari pembuluh dan
bermigrasi untuk melawan zat asing. C3a memanggil granulosit (PMN) dan sel makrofag
C3a mengaktivasi sel mast dan basofil.
j. Peradangan : Reaksi respon tubuh terhadap injury (cedera) karena invasi
mikroorganisma/partikel asing atau jejas lain. Reaksi inflamasi menyebabkan elemen
sistem imun dikerahkan ke situs infeksi. Terdapat 5 cardinal sign saat proses peradangan:
rubor (kemerahan), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (sakit), functio laesa
(kehilangan fungsi) jaringan yang terinfeksi.Dalam mencegah penyebaran benda asing
edema akan menghambat saluran limfatik disebabkan oleh sitokin yang dikeluarkan oleh
makrofag dan komplemen C5 serta mediator interleukin 1 dan TNF.
k. Demam : sebagai manifestasi TNF 1 yang mengalir ke Hipotalamus, pusat pengeluaran
suhu sehingga terjadi demam.
l. NK (natural killer) : sel NK dapat mengenali perubahan-perubahan permukaan sel yg
diinfeksi mikroorganisme atau benda asing lainnya dan peningkatan NF memperkuat
kinerja NK untuk membunuh.

B. SPESIFIK
sistem imun yang responnya bergantung dengan jumlah paparan yang terjadi, memiliki
sistem memori sehingga dapat mengingat respon yang telah dilakukan.
Ciri :
1. Respon adaptif dapat didapat setelah mengenali antigen,
2. Merespon lebih lambat,
3. Berkembang karena distimulasi oleh intervensi substansi asing yang masuk ke dalam
tubuh, berasal dari “stem cells” yang pluripoten di dalam sumsum tulang (bone marrow),
4. Berkembang melalui proses hematopoeisis.dan system imun spesifik ini akan
menghasilkan antibodi.

Mekanisme
1. Humoral
Sel B diproduksi dan berkembang dalam sumsum tulang. Mempunyai reseptor antigen
mol. Bila sel B naive kontak dengan Antigen dan telah diaktifkan oleh kompleks MHC
kelas II, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel B memori yang mensekresi
Antibodi spesifik, disebut sel plasma. Antibodi adalah golongan protein yang dibentuk
sel plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen Antibodi /
Imunoglobulin (Ig) banyak ditemukan di dalam serum dan jaringan yang mengikat
antigen secara spesifik,
Ig ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin g, ada juga beberapa di globulin a dan b.

a. IgG – bagian terbesar Ig dalam serum normal, meliputi 70– 75% total Ig. Terdistribusi
intra dan ekstravaskular. Antibodi dominan pada respon imun sekunder, terutama sebagai
anti-toxin.
b. IgM – meliputi 10% total Ig. Berbentuk pentamer, terdistribusi intravaskular, Sebagai
antibodi predominan pada respon awal (“early response”) infeksi mikroorganisme.
c. IgA – meliputi 15 – 20% total Ig. Berbentuk dimer dilengkapi “secretory component”,
disebut sIgA. Predominan pada sekret seromukosa seperti saliva, sekret tracheobronkhial,
genitourinarius dll.
d. IgD – Kurang dari 1% total Ig. Imunoglobulin yg terfiksasi pada membran sel limfosit B.
Berfungsi sebagai Antigen reseptor & menstimulasi diferensiasi sel B menjadi sel
plasma.
e. IgE –Mempunyai proporsi sangat kecil, berasosiasi pada permukaan basofil dan sel mast.
Berperan pada imunitas thd parasit (helminthes) dan penyakit hipersensitivitas seperti
asma.
2. Selular
Sel T berkembang dari stem cells dalam sumsum tulang, bermigrasi ke dalam timus dan
berdiferensiasi menjadi sel T matur. Sel T matur mengekspresikan “antigen binding
protein” dipermukaan selnya, disebut reseptor sel T (TCR). TCR mengenal Ag
dipermukaan sel yang dipresentasikan molekul MHC (HLA). Bila sel T naive kontak
dengan Antigen sehingga sel T berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T memori
dan sel efektor.

Macam – Macam Sel T :


a. Sel T helper (TH) yang memiliki marka protein membran sel → CD4+, Th setelah kontak
dengan Antigen berubah menjadi efektor yang mensekresi sitokin (limfokin) akan
mengaktifkan sel B, TC , sel-sel fagosit dan efektor lainnya.
b. Sel T sitotoksik (TC) yang memiliki marka protein membran sel → CD8+
c. Tc setelah kontak dengan Antigen berubah menjadi efektor yang membunuh/melisiskan
sel yaitu, pada sel terinfeksi virus, sel terinfeksi mikroorganisme intrasel dan sel tumor.
d. Sel T supresor (Ts)

Antigen Precenting Cells (APC)


Sistem imun humoral dan seluler diaktifkan oleh TH yang mengenal Antigen dipermukaan sel
berasosiasi dengan MHC. Antigen dipresentasikan oleh antigen presenting cells (APC).
APC mengambil Antigen dengan fagositosis atau endositosis lalu mengekspresikannya kembali
dalam bentuk fragmen antigen yang berasosiasi dengan MHC (HLA).

Major Histocompatibility Complex (MHC)


MHC adalah protein membran sel, diekspresikan oleh kelompok gen (gene cluster) yang
terangkai sempurna (tight linkage).
Produk MHC berperan penting dalam pengenalan Antigen antar sel dan diskriminasi self dari
nonself untuk menentukan kompatibilitas jaringan antar individu dalam satu spesies disebut
transplantation antigen.
MHC adalah kumpulan gen (gene array) yang pada manusia terletak pada kromosom 6 disebut
kompleks HLA dan pada tikus terletak pada kromosom 17 disebut kompleks H2.
Fungsi Molekul HLA klas I : mempresentasikan Ag yang dikenal TC yang terdapat pada semua
sel berinti dan molekul HLA klas II: mempresentasikan Ag yang dikenal TH yang terdapat pada
antigen presenting cells (APC) ⎯ makrofag, sel dendritik, limfosit B, dll.

3. Fungsi Sitem Imun


Sistem imun dapat dimanipulasi agar fungsi sistem imun dapat dikontrol untuk melawan
penyakit. Manipulasi sistem imun dapat dilakukan dengan memanipulasi antigen asing yang
masuk dengan vaskinasi dan memanipulasi pertemuan substansi asing dengan sel/molekul sistem
imun – imunoterapi.
Reaksi imun in vitro dan in vivo dapat dimanfaatkan untuk : diagnosis & terapi penyakit infeksi
dan/atau terpapar toksin. Contoh : antibodi terhadap virus/bakteri sebagai indicator
perkembangan penyakit.

4. Uji Sensitivitas Bakteri


Uji sensitivitas bakteri adalah suatu metode untuk menetukan kerentanan bakteri terhadap
zat antibakteri. Tujuan dari uji sensitivitas bakteri adalah untuk mengetahui dan mendapatkan
produk yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan mematikan bakteri pada
konsentrasi produk yang rendah. Terdapat dua macam metode uji sensitivitas bakteri, yaitu:
a) Dilusi
Pada metode dilusi, zat antibakteri atau antibiotik diencerkan hingga diperoleh
konsentrasi tertentu. Dalam metode ini bakteri dapat dikultur pada media padat ataupun
cair. Cairan konsentrasi zat antibakteri dicampurkan pada media kultur dan kemudian
ditanami bakteri. Setelah inkubasi selama 16-20 jam pertumbuhan bakteri (jika ada) akan
terlihat sebagai keruhan pada kultur. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) adalah
konsentrasi zat antibakteri terendah dengan pertumbuhan bakteri paling minimum (tidak
terdapat keruhan). Konsentrasi zat antibakteri yang membunuh 99,9% bakteri disebut
Konsentrasi Bakterisid Minimal.
b) Difusi
Metode difusi dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada media padat (agar).
Zat antibakteri dengan konsentrasi tertentu ditaruh dalam kertas disk (cakram). Kemudian
disk tersebut ditaruh di atas media kultur. Zat antibakteri pada disk akan berdifusi ke
kultur bakteri. Hasil dari metode difusi adalah adanya zona radical dan zona irradical.
Zona radical ialah zona di sekitar disk yang tidak terjafi pertumbuhan bakteri.

5. Antigen
Antigen merupakan senyawa yang dapat berikatan dengan antibodi sehingga
menimbulkan respon imun tertentu. Pada antigen terdapat epitop yang merupakan situs
pengikatan antigen kepada antibodi. Antigen sendiri dapat tersusun oleh polisakarida, lemak,
protein, atau asam nukleat.

Berdasarkan epitopnya, antigen terbagi menjadi:


1. Unideterminan, univalen
Antigen ini hanya memiliki 1 epitop.
2. Unideterminan, multivalen
Antigen ini memiliki beberapa epitop yang sejenis.
3. Multideterminan, univalen
Antigen ini memiliki beberapa epitop dengan satu epitop pada setiap
jenisnya.
4. Multideterminan, multivalen
Antigen ini memiliki beberapa epitop dengan jumlah lebih dari satu
pada setiap jenisnya.
Menurut spesifiksitasnya, antigen terbagi menjadi:
1. Heteroantigen
Heteroantigen adalah antigen yang dimiliki oleh banyak spesies.
2. Xenoantigen
Xenoamtigen merupakan antigen yang hanya dimiliki oleh spesies
tertentu.
3. Aloantigen/isoantigen
Antigen ini hanya berlaku pada satu spesies, contohnya antigen darah anak
yang masuk ke sirkulasi ibu.
4. Antigen organ spesifik
Merupakan antigen yang berada pada organ tertentu.
5. Autoantigen
Adalah antigen yang berasal dari dalam tubuh.
Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T, antigen terbagi menjadi:
1. T Dependen
Adalah antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T sebelum
menghasilkan suatu respon imun.
2. T Independen
Antigen ini tidak memerlukan pengenalan oleh sel limfosit T.
D. ANTIMIKROBA
1. Antibiotik, Desinfektan, dan Antiseptik

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang


merugikan manusia. Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah
obat yang digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena
infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013).

Kemoterapeutika (antimikroba) didefinisikan sebagai obat-obat kimiawi


yang digunakan untuk memberantas penyakit infeksi mikroorganisme seperti
bakteri, fungi, virus dan protozoa, serta infeksi oleh cacing. Obat-obat tersebut
berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak jaringan tuan-rumah.

a. Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain. Antibiotik adalah
segolongan senyawa yang punya efek membunuh mikroorganisme di dalam
tubuh, misalnya ketika terjadi infeksi bakteri. Kata antibiotik diberikan pada
produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam
jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain.
Dengan kata lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme. (Pelczar, 2008).
Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara
kebetulan oleh dr. Alexander Fleming, tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II, ketika obat-
obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-
luka akibat pertempuran.
Para peneliti di seluruh dunia menghasilkan banyak zat lain dengan
khasiat antibiotis, namun berhubung dengan sifat toksisnya bagi manusia,
hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat. Beberapa
diantaranya :
1. Aminoglikosida (Cth : Kantrex dan Mycrifradin), untuk mengobati diare
dan kondisi lain yang khas.
2. Sefalosporin (Cth : Sefadrin dan Sefadroksil), untuk infeksi saluran
pencernaan atas seperti sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga,
dan lain-lain.
3. Kloramfenikol (Cth : Chloromycetin dan Mychel), untuk infeksi
berbahaya.
4. Eritromisin (Cth : Pedamycin dan Robimycin), untuk infeksi saluran
bagian atas, infeksi telinga, dan sifilis.
5. Penisilin (Cth : Ampisilin dan Amoxsan), untuk infeksi saluran napas
atas, bronkhitis, saluran kemih, dan lain-lain.
6. Tetrasiklin (Cth ; Terramycin dan Tetrasiklin), untuk kolera dan
beberapa jenis jerawat.

b. Desinfektan
Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus,
juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penyakit lainnya. Desinfektan digunakan untuk membunuh mikroorganisme
pada benda mati.
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme
patogen. Desinfeksi dilakukan apabila sterilisasi sudah tidak mungkin
dikerjakan, meliputi : penghancuran dan pemusnahan mikroorganisme
patogen yang ada tanpa tindakan khusus untuk mencegah kembalinya
mikroorganisme tersebut.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan,
tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam beberapa kelmpok :
1. Golongan Aldehid (Cth : Formaldehid dan Glutaraldehid), untuk
membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai
(formaldehid), serta untuk membunuh virus (glutaraldehid).
2. Golongan Alkohol (Cth : etanol, propanol, dan isopropanol), untuk
proses desinfeksi pada permukaan yang kecil, tangan, dan kulit.
3. Golongan Pengoksidasi (Cth : peroksida dan peroksigen), untuk proses
desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair.
4. Golongan Halogen (Cth : iodium dan klor), untuk mereduksi virus,
tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram
positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian,
kolam renang, dan lumpur air selokan.
5. Golongan Fenol (Cth : fenol dan para kloro xylenol), untuk proses
desinfeksi virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh
beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan dalam
proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding
atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu.
6. Golongan Garam Amonium Kuarterner (Cth : benzalkonium klorida dan
bensatonium klorida), untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri
vegetatif dan lipovirus, terutama untuk desinfeksi peralatannya.
7. Golongan Biguanida (Cth : klorheksidin), ampuh sebagai antimikroba
terutama jenis bakteri gram positif dan beberapa jenis bakteri gram
negatif (S. Aureus, E. Coli, dan P. Aeruginosa), tetapi kurang baik untuk
membunuh beberapa organisme gram negatif, spora, jamur, terlebih
virus serta sama sekali tidak bisa membunuh M. Pulmonis.

c. Antiseptik
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada
benda mati. Antiseptik adalah zat antimikroba yang diberikan pada jaringan
hidup/kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis (peradangan
seluruh tubuh yang berpotensi fatal) yang disebabkan oleh infeksi berat, dan
pembusukan. Beberapa antiseptik yang umum dipakai :
1. Alkohol, digunakan untuk mensterilkan kulit sebelum suntikan
diberikan.
2. Senyawa Surfaktan, digunakan dalam beberapa desinfektan kulit pra-
operasi dan handuk/tissue antiseptik.
3. Asam Borat, digunakan dalam pengobatan infeksi ragi vagina, pada
rambut/bulu mata, dan sebagai antivirus untuk mempersingkat durasi
serangan sakit dingin. Digunakan ke dalam krim untuk luka bakar.
4. Brilliant Hijau, digunakan untuk pengobatan luka kecil dan abses
yang efisien terhadap bakteri gram positif.
5. Chlorhexidine Gluconate, digunakan sebagai antiseptik kulit dan untuk
mengobati radang gusi.
6. Hidrogen Peroksida, digunakan untuk membersihkan dan
menghilangkan bau luka dan bisul.
7. Yodium, digunakan sebagai antiseptik pra dan pasca operasi dan tidak
lagi direkomendasikan untuk mendesinfeksi luka ringan karena
mendorong pembentukan jaringan perut dan meningkatkan waktu
penyembuhan.
8. Octenidine dihydrochloride, digunakan sebagai QAC dan klorheksidin.
9. Senyawa Fenol (Asam Karbol), digunakan untuk membersihkan tangan
pada pra operasi, bedak bayi antiseptik, obat kumur dan tenggorokan.
10. Polyhexanide (polyhexamethylene biguanide), senyawa antimikroba
yang cocok dalam penggunaan klinis disaat kritis atau infeksi luka
yang akut dan kronis.
11. Sodium Klorida, digunakan sebagai pembersih umum dan obat kumur
antiseptik.

2. Penggolongan Antimikroba
Antimikroba, khususnya antibiotika digolongkan dalam beberapa golongan,
yaitu berdasarkan spektrum, struktur kimia, aksi utama, tempat kerja, dan
mekanisme kerjanya.
1. Berdasarkan Spektrumnya
a. Antibiotik dengan spektrum sempit, efektif terhadap satu jenis
mikroba.
b. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif
maupun gram negatif.
Contoh : tetrasiklin, amnifenikol, aminoglikosida, makrolida, turunan
penisilin.
c. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram positif.
Contoh : eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, dan beberapa
turunan sefalosporin.
d. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
negatif.
Contoh : kolkistin, polimiksin B sulfat, dan sulfomisin.
e. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae
(antituberkulosis).
Contoh : streptomisin, kanamisin, rifampisin.
f. Antibiotik yang aktif trhadap jaumr (antijamur).
Contoh : griseofulvin, amfoterisin B, dan kandisidin.
g. Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker)
Contoh : aktinomisin, bleomisin, dan mitramisin.

2. Berdasarkan Struktur Kimianya


a. Antibiotik β-laktam
b. Turunan amfnikol
c. Turunan tetrasiklin
d. Aminoglikosida
e. Makrolida
f. Polipeptida
g. Linkosamida
h. Polien
i. Ansamisin
j. Antrasiklin

3. Berdasarkan Aksi Utamanya


a. Bakteriostatik, menghambat pertumbuhan mikroba.
Contoh : Penisilin, Aminoglikosida, Sefalosporin, Kotrimoksasol,
Isoniasida, Eritromisin (kadar tinggi), Vankomisin.
b. Bakterisida, membunuh/memusnahkan mikroba.
Contoh : Tetrasiklin, Asam fusidat, Kloramfenikol, PAS, Linkomisin,
Eritromisin (kadar rendah), klindamisin.
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik
menjadi bakterisida bila kadar antimikroba ditingkatkan melebihi KHM dan
menjadi KBM.
KHM (Kadar Hambat Minimal), kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan organisme.
KBM (Kadar Bunuh Minimal), kadar minimal yang diperlukan untuk
membunuh mikroorganisme.

4. Berdasarkan Tempat Kerjanya

a. Dinding sel, menghambat biosintesis peptidoglikan.


Contoh : penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
b. Membran sel, fungsi dan integritas membran sel.
Contoh : nistatin, amfoteresin, polimiksin B.
c. Asam Nukleat, menghambat biosintesis DNA, mRNA.
Contoh : mitomisin C, rifampisin, griseofilvin.
d. Ribosom, menghambat biosintesis protein.
Contoh : aminosiklitol, tetrasiklin, amfenikol, makrolida, linkosamida.

5. Berdasarkan Mekanisme Kerjanya

a. Antimikroba yang Menghambat Metabolisme Sel Mikroba


Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Mikroba patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino
benzoat (PABA) untuk kehidupan hidupnya. Koenzim asam folat
diperlukan oleh mikroba untuk sintesis purin dan pirimidin dan
senyawa-senyawa lain yang diperlukan untuk pertumbuhan seluler dan
replikasi. Apabila asam folat tidak ada, maka sel-sel tidak dapat
tumbuh dan membelah. Melalui mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Antimikroba seperti sulfonamide secara struktur mirip
dengan PABA, asam folat, dan akan berkompetisi dengan PABA
untuk membentuk asam folat, jika senyawa antimikroba yang menang
bersaing dengan PABA, maka akan terbentuk asam folat non
fungsional yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme. Contoh :
Sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat.

b. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba


Antimikroba golongan ini dapat menghambat biosintesis
peptidoglikan, sintesis mukopeptida atau menghambat sintesis peptide
dinding sel, sehingga dinding sel menjadi lemah dan karena tekanan
turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri
akan mati. Contoh : penisilin, sefalosporin, sikloserin, vankomisin,
basitrasin, dan antifungi golongan Azol.

c. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba


Sel mikroba memerlukan sintesis berbagai protein untuk
kelangsungan hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom
dengan bantuan mRNA dan tRNA. Ribosom bakteri terdiri atas dua
subunit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai
ribosom 3OS dan 5OS. Supaya berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi
ribosom 7OS. Antimikroba akan menghambat reaksi transfer antara
donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-RNA peptidil dari
situs aseptor ke situs donor yang menyebabkan sintesis protein terhenti.
Contoh : kloramfenikol, golongan tetrasiklin, eritromisin, klindamisin,
dan pristinamisin.
d. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel Mikroba
Contoh obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu rifampisin
dan golongan kuinolon. Salah satu derivat rifampisin yaitu rifampisin
berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada subunit) sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Pada
golongan kuinolon dapat menghambat enzim DNA girase pada
mikroba yang berfungsi menata kromosom yang sangat panjang
menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel mikroba yang kecil.

e. Antimikroba yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu polimiksin,
golongan polien serta berbagai kemoterapeutik lain seperti antiseptik
surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuartener
dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada
fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap
bakteri Gram positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah. Bakteri
Gram negatif menjadi resisten terhadap polimiksin ternyata jumlah
fosfornya menurun.  Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol
yang terdapat pada membran sel fungi sehingga mempengaruhi
permeabilitas selektif membran tersebut. Bakteri tidak sensitif terhadap
polien karena tidak memiliki struktur sterol pada membran selnya.
Antiseptik yang mengubah tegangan permukaan dapat merusak
permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan membran
sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.

3. Efek Samping Penggunaan Antimikroba

Efek samping penggunaan antimikroba dapat dikelompokkan menurut


reaksi alergi, reaksi idiosikrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologi dan
metabolik pada hospes.
1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis
obat . Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi.

2. Reaksi Idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap
pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit hitam akan
mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakulin. Ini disebabkan
mereka kekurangan enzim G6PD.

3. Reaksi Toksik
AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat ini relatif. Efek toksik
pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba.

4. Perubahan Biologik Dan Metabolik


Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat
populasi mikroflora normal.
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2007. Jawetz, Melnick and Adelbergs, Mikrobiologi
Kedokteran Edisi 23, Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B.,
Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Staf Pengajar FK UI. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Binarupa
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai