BAB 2 Model Inti Klasik
BAB 2 Model Inti Klasik
BAB 2 Model Inti Klasik
Sejauh ini terdapat banyak data eksperimen terkait inti atom, seperti
(i) sifat jenuh energi ikat per nukleon, (ii) sifat kestabilan inti yang
sangat khas, serta (iii) keberadaan bilangan ajaib (magic number ).
Sayangnya pengetahuan kita sejauh ini hanyalah sebatas bahwa: “in-
ti tersusun atas proton dan netron”, tanpa ada penjelasan bagaimana
nukleon tersebut tersusun dalam inti dan saling berhubungan satu
sama lain. Berbeda dengan kasus atom, yang fenomenanya dapat di-
jelaskan secara sempurna oleh teori kuantum, sejauh ini belum ada
satu teoripun yang dapat menjelaskan fenomena di level inti atom.
Jadilah kita mencoba merangkai suatu model untuk inti. Berbeda
dengan teori yang berlaku secara umum, suatu model barangkali ha-
nya bisa menjelaskan fenomena tertentu saja, secara parsial. Dengan
kata lain, daerah kerja suatu model sangat terbatas. Meski demikian,
dengan memiliki suatu model inti, diharapkan kita dapat menjelask-
an berbagai fenomena pengamatan untuk inti serta mampu menduga
perilaku inti yang belum diketahui melalui eksperimen. Pada akhir-
nya, diharapkan kita mampu memanfaatkan fenomena di level inti
untuk kepentingan yang bermanfaat.
Model yang akan kita buat untuk inti bertumpu pada bagaima-
na memodelkan dinamika nukleon di dalamnya. Terkait dengan hal
21
22 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
ini, ada dua cara pandang. Cara pandang pertama adalah pandang-
an kolektif yang memandang nukleon sebagai satu kesatuan. Dalam
pandangan kolektif, nukleon tidak terisolasi satu sama lain melainkan
saling berinteraksi sangat kuat, di mana dinamika kolektifnya mun-
cul sebagai sifat inti. Dengan kata lain, mean free-path (lintasan be-
bas rata-rata) nukleon sangat pendek. Cara pandang kedua adalah
pandangan independen, yang memandang nukleon bukan sebagai ke-
lompok. Dalam pandangan ini, nukleon dipandang sebagai partikel
individual yang tidak saling berinteraksi satu sama lain atau berinte-
raksi sangat lemah yang diwujudkan dalam bentuk potensial. Dalam
pandangan ini, mean free-path nukleon sangat panjang. Sebagai kon-
sekuensinya, setiap nukleon memiliki sifat fisis yang berbeda, yang
pada gilirannnya dapat mempengaruhi sifat inti.
Secara umum, suatu model akan diterima bila (i) bisa menjelaskan
fenomena eksperimen, (ii) menghasilkan dugaan teoritis yang benar,
serta (ii) memiliki bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan efi-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 23
Model tetes cairan (liquid drop model ) adalah model kolektif yang
paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh Geor-
ge Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John
Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti de-
ngan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) ke-
rapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus de-
ngan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uap-
nya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya, Cuap =
konstanta × jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per
jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita
akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah
partikel penyusunnya.1
Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga
dijumpai pada inti, sebagai berikut.
1
Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 eV, tidak bergantung pada
jumlah molekulnya.
24 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) da-
ri hasil eksperimen. (sumber:http://media-3.web.britannica.com/eb-
media/46/6046-004-A03990FC.gif )
• Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jum-
lah partikel adalah energi ikat inti per nukleon
B
f= . (2.1)
A
B ∝ A
= av A,
pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan
energi ikat.
Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2
dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk
nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per
nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n.
Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai av . Sekalipun
demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyai n nukleon
tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan
memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = av A
terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan
bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan
bola sebanding dengan A2/3 , sehingga faktor koreksi akibat permuka-
an adalah −as A2/3 , di mana indeks s untuk surface.3 Sekarang kita
dapat menuliskan energi ikat inti sebagai
B = av A − as A2/3 .
as
Persamaan terakhir memberikan kita f = av − A1/3
. Terlihat bahwa
ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi
ikat f yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massa A, tanpa
pernah mencapai puncak untuk kemudian turun.
Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton un-
tuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya.
Jika jumlah proton adalah Z dan maka energi ikat elektrosatisnya ada-
(Ze)2
lah Bc ∝ R , dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak
(Ze)2 Ze2
mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka Bc ∝ R − R =
Z(Z−1)e2
R . Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah
nukleon A, maka R ∝ A1/3 , sehingga faktor koreksi energi akibat gaya
elektrostatis atau gaya Coloumb adalah −ac Z(Z−1)
A1/3
, di mana indeks
c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan,
3
Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan
demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif,
sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 27
B = Bv − Bs − Bc
Z (Z − 1)
= av A − as A2/3 − ac . (2.2)
A1/3
B = Bv − Bs − Bc − Ba + Bp + Bm
Z (Z − 1) (N − Z)2
= av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.(2.3)
A1/3 A
• ac Z(Z−1)
A1/2
adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb
antar proton
2
• aa (N −Z)
A adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jum-
lah proton dan netron (asssymmetry, a)
Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor
koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunak-
an koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikan kemiripannya
dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2.
Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku
asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Per-
hatikan kemiripannya satu sama lain.
Penyelesaian
1
Misalkan dipakai asumsi Z = N = 2 A, maka ada beberapa hal
yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah
1 1 1
Ev = A × × = A.
2 2 2 8
Penyelesaian
Jika jari-jari inti adalah R = R0 A1(3 , maka volume inti adalah
4 3
3 πRo A. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu
4 3
nukleon adalah 3 πRo . Ini berarti jari-jari nukleon adalah R0 . Ji-
ka nukleon memiliki kerapatan konstan, maka jumlah nukleon yang
berada pada permukaan inti Ns , sebagai berikut
!
luas permukaan inti kerapatan relatif nukleon
Ns = ×
luas penampang nuleon pada permukaan inti
4πR02 A2/3
= × ρR = 4ρR A2/3 .
πR02
as = 4ρR SR aV .
1
Jika dipakai ρR = 2 dan SR = 12 , maka didapatkan as = aV . Kondisi
1
yang lebih tepat adalah ρR < 2 dan SR > 12 , sehingga didapatkan nilai
as bisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilai av .
r
3 3
q1=(Ze/R )r
3 2
q2=3(Ze/R )r dr
dr
Penyelesaian
Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada
inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R,
maka rapat muatannya adalah
Ze
ρ= 4 3
.
3 πR
R
3 (Ze)2 R
1 3 (Ze)2
Z Z
1 Ze 3 Ze 2 1
Bc = r 3 r dr = r4 dr = .
4πε0 0 R3 R3 r 4πε0 R6 0 4πε0 5R
1 e2 3 Z2
Bc = .
4πε0 R0 5 A1/3
1 e2 3 Z 2 1 e2 3 Z
Bc = −
4πε0 R0 5 A1/3 4πε0 R0 5 A1/3
3 1 e2 Z (Z − 1)
= .
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1
ac = joule
5 4πε0 R0
3 1
= 1, 44 MeV fm = 0, 72 MeV.
5 1, 2 fm
Penyelesaian
Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti
pertama memiliki Z = N = 21 A, sedangkan inti kedua memiliki N >
Z, di mana selisih netron dan proton adalah N − Z. Ini berarti bahwa
1
inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 2 (N − Z) proton
1
menjadi netron dan memindahkan posisinya 2 (N − Z) lebih tinggi.
Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan
1 1 N −Z 6
energi sebesar 2 × 2 × A Ep→n , di mana untuk memindahkannya
6
Faktor setengah yang pertama terkait dengan peluang untuk menemukan
34 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
1 1
ke posisi 2 (N − Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar 2 (N − Z) ,
dengan adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat
energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton,
EF EF
dan energi tertinggi adalah EF , maka = 2(N +Z) = 2A . Dengan
demikian
netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi
−Z
yang bersifat satu arah. Faktor NA terkait dengan peluang menemukan netron
secara tak berapasangan dalam inti.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 35
aa ≈ 22, 125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting.
Penyelesaian
Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu
spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron
dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi
minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua ke-
mungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - ganjil dan ganjil -
genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu
netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus
terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian
tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0.
Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai
kombinasi jumlah proton dan jumlah netron.
A genap ganjil
Z genap ganjil genap ganjil
N genap ganjil ganjil genap
Stabil 148 5 53 48 254
Bermur panjang 22 4 4 3 35
Total 170 9 57 51 289
Penyelesaian
1 a
p
Bp = (−1)Z + (−1)N .
2 A3/4
Contoh : Menghitung B
Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16 O.
Penyelesaian
• Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat
B
inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya, f = A. Fungsi f sam-
pai suku asimetri, adalah
2
−1/3 −4/3 2Z
f = av − as A − ac Z (Z − 1) A − aa 1− . (2.4)
A
f = av − as A−1/3
2
1 1/2
− 12 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A
ac 4A
− 2 (2.5)
A3/4 + γA1/2
ac ∂f
di mana γ = 4aa . Dengan memilih ∂A = 0, model ini juga
bisa meramalkan nilai A0 yang menghasilkan inti paling stabil.
∂f
Kurva ∂A sebagai fungsi A ditunjukkan pada Gambar 2.7.
df
Gambar 2.7: Plot dA sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum
df
ditunjukkan oleh dA = 0.
A/2
Z= . (2.6)
ac 2/3
1+ 4aa A
Penyelesaian
Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah
2Z 2
−1/3 Z (Z − 1)
f ≈ av − as A − ac + aa 1 − .
A3/2 A
2.2. MODEL TETES CAIRAN 39
A/2 ac
Selanjutnya, karena Z = dengan γ = 4aa , maka
(1+γA2/3 )
A/2 A/2
−1 !2
−1/3
(1+γA2/3 ) (1+γA2/3 ) A
f = av − as A − ac − aa 1 −
A3/2 1 + γA2/3
A A 2/3
−3/2 2
−1/3 2 2 − 1 + γA A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
ac 2 ac γac 5/3
−3/2 2
−1/3 4 A − 2 A− 2 A A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
1 1/2
− 21 A−1/2 − γ2 A1/6
−1/3 4A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
ac 41 A1/2 − 21 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A
−1/3
= av − as A − 2 .
A3/4 + γA1/2
Penyelesaian
Z2 (A − 2Z)2
B ≈ av A − as A2/3 − ac − aa ± δ + η.
A1/3 A
atau
Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai
kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan
Z = A2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan
inti (sumber: wikipedia)
A
• Untuk A kecil, keadaan stabil tercapai bila Z ≈ 2 atau N = Z.
Penyelesaian
A/2
Dengan menggunakan rumusan Z = “
ac
”, maka untuk
1+ 4a A2/3
a
A = 43, didapatkan Z = 19, 7 ≈ 20, yang berarti intinya adalah
43 Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan
20
Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..
2.2. MODEL TETES CAIRAN 41
Penyelesaian
Jika dianggap Z = 12 A, maka rumusan untuk energi ikat inti ada-
lah
Z2
B ≈ av A − as A2/3 − ac ,
A1/3
dan fraksi energi ikatnya adalah
B Z2 ac
f= ≈ av − as A−1/3 − ac 4/3 = av − as A−1/3 − A2/3 .
A A 4
df
Inti paling stabil akan memiliki nomor massa A yang memenuhi dA =
0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan
df 1 1
= as A−4/3 − ac A−1/3 = 0,
dA 3 6
Contoh : Menentukan R0
Tentukan nilai R0 dari data eksperimen pada gambar 2.9.
Penyelesaian
Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb Bc dari nukleon,
diplot sebagai fungsi nomor massa A2/3 . Dengan memanfaatkan nilai
42 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A2/3
(sumber: Krane, 1988).
3 Z (Z − 1) e2 3 e2 1 Z (Z − 1)
Bc = = ,
5 4πε0 R 5 4πε0 R0 A1/3
didapatkan
∆Bc = Bc (Z + 1) − Bc (Z)
3 e2 1
= [(Z + 1) Z − Z (Z − 1)]
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1
2Z
= .
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1 2/3
∆Bc = A .
5 4πε0 R0
Dari plot Bc sebagai fungsi A2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope
dBc 3 e2 1
d(A2/3 )
= 0, 71 MeV. Ini berarti 5 4πε0 R0 = 0, 71 MeV. Jika dipakai
e2 3 1,43998
4πε0 = 1, 43998 MeV fm, didapatkan R0 = 5 0,71 ≈ 1, 2169 fm, cu-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 43
Penyelesaian
∆BC = BC (Z + 1) − BC (Z)
3 (Z + 1) Ze2 3 Z (Z − 1) e2 3 e2 2Z 2ZR0
= − = = ac .
5 4π0 R 5 4π0 R 5 4π0 R R
Penyelesaian
2/3 Z (Z − 1) (A − 2Z)2 A (A − 1)
B ≈ av A−as A −ac 1/3
−aa ±δ +η +ag .
A A A1/3
Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi.
Nilai ag dapat dihitung dengan cara yang sama dengan ac , sehingga
2
didapatkan ag = 53 G m
R0 joule.
n
B ≈ av A − aa A + ag A5/3 = 0,
atau
av − aa + ag A2/3 = 0,
2
Dengan menggunakan nilai av dan aa , didapatkan ag A2/3 = 35 G m
R0 A
n 2/3 =
Penyelesaian
∆B = ∆Bs + ∆Bc
2 2 1 2
= Bs 1 + − 1 + Bc 1 − − 1
5 5
2
= (2Bs − Bc ) .
5
Penyelesaian
ac 2 ac 4aa 2
−B = −av A + as A2/3 + 1/3
Z − 1/3 Z + aa A + Z − 4aa Z,
A A A
46 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
maka didapatkan
di mana
ac 4aa
α = 1/3
+
A A
β = − (Mn − Mp − me ) c2 − 4aa
as
γ = Mn c2 − av + aa + 1/3 A.
A
Terlihat bahwa, Matom adalah fungsi kuadratik dari Z dengan nilai
minimum pada
2.3. MODEL GAS FERMI 47
b (Mp − Mn + me ) c2 − Aa1/3
c
− 4aa A/2
Zmin =− =− ≈ ac .
2a 2 a c
+ a4a 1 + 4a a
A2/3
A1/3 A
nilai Matom c2 minimum terkait dengan inti paling stabil untuk suatu
Gambar 2.11: Gambaran gas fermion untuk netron dan proton (sum-
ber: Loveland, 2006).
adalah dΓ = V 4πp2 dp (di mana p2 = p2x + p2y + p2z ), dan volume ‘bola
4 3
inti’ dalam koordinat 6 dimensi adalah Γ = 3 πp V . Mengacu pa-
da ketidakpastian Heisenberg, suatu fermion akan menempati ruang
sebesar [(∆x) (∆px )]3 ≈ (2π~)3 . Dengan demikian, jumlah keadaan
energi yang tersedia dalam inti adalah
4
volume bola πp3 V 4πp3 V
N= = 3 = .
ruang per partikel (2π~)3 3 (2π~)3
Dalam cara pandang isospin, tiap keadaan energi dapat terisi 4 nukle-
on, yaitu proton spin up (s = + 21 ), proton spin down (s = − 12 ), netron
spin up, dan netron spin down. Dengan demikian, jumlah keadaan
energinya adalah
16πp3 V
N= . (2.9)
3 (2π~)3
2.3. MODEL GAS FERMI 49
~
pF = (9π)1/3 .
2R0
p2
Dengan memanfaatkan hubungan E = 2m , didapatkan
~2
EF = 2 (9π)2/3 .
8mR0
2 5/2
R EF R EF
0 EdN E 3/2 dE 5 EF 3
Ē = R E = R0EF =
2 3/2
= EF , (2.10)
F
dN E 1/2 dE 5
0 0 3 EF
3
E = ĒA = EF A.
5
Penyelesaian
50 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
~2 2/3 (~c)2
EF = (9π) = (9π)2/3
8mR02 8mc2 R02
(197, 3 MeV fm)2
= (9π)2/3 = 27 MeV.
8 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × (1, 2 fm)2
h 2π~ 2π~c
λ = =√ =p
p 2mEF 2mc2 EF
2π × (197, 3 MeV fm)
= p = 5, 487 fm.
2 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × 16 MeV
Penyelesaian
∂E
Tekanan suatu gas diberikan oleh p = − ∂V = − 53 A ∂E
∂V . Untuk
F
∂EF 3/2
menghitung ∂V , kita manfaatkan batasan nilai A = KV EF . Kare-
∂A 3/2 3 1/2 ∂EF
na A konstan, maka ∂V = 0 atau KEF +KV 2 EF ∂V = 0. Dengan
demikian, − ∂E
∂V =
F 2 EF 3 2 EF 2A 2
3 V , sehingga p = − 5 A 3 V = 5 V EF = 5 ρN EF .
Penyelesaian
Penyelesaian
Z6=N Z=N
∆E = Etot − Etot
3 p 3 n 3
= EF Z + EF (A − Z) − EF A
5 5 5
" #
2/3
2 (A − Z) 2/3
3 2Z
= EF Z+ (A − Z) − A
5 A A
" #
2Z 5/3 2 (A − Z) 5/3
3 A
= EF + −2
5 2 A A
" #
2Z 5/3 2Z 5/3
3
= EF A + 2− −2
10 A A
52 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
2Z
Jika dimisalkan δ = 1 − A 1, maka
3 h i
∆E = EF A (1 − δ)5/3 + (1 + δ)5/3 − 2
10
3 5 521 2 5 521 2
≈ EF A 1 − δ + δ + 1+ δ+ δ −2
10 3 332 3 332
2Z 2 (N − Z)2
1 3 10 2 1
= EF A 1 − = EF A δ ∆E = EF
3 A 10 9 3 A
1
(1 ± δ)n = 1 ± nδ ± +n (n − 1) δ 2 ± ...
2
Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa EF = 27 MeV. De-
ngan demikian, energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208 adalah
Penyelesaian
Energi gravitasi dari sebuah bintang dengan massa M adalah
2.3. MODEL GAS FERMI 53
EG = − 35 G M e 3
r , sedang energi Ferminya adalah EF = ne EF = ne 5 EF −e ,
dengan ne adalah jumlah elektron. Dengan demikian, energi total bin-
tang adalah
3 3 M
E (r) = ne EF −e − G .
5 5 r
n
Jika terdapat n nukleon maka jumlah intinya adalah A dan jumlah
n Z
elektronnya adalah ne = AZ = nA = nx, sehingga
3 3 M
E (r) = nxEF −e − G ,
5 5 r
2/3
h2 3n 2/3 h2 3n h2 9n 2/3 1
di mana EF −e = 8me πV = 8me π 34 πr3
=8me 4π 2 r2
,
dan M = nmp . Kondisi setimbang didapatkan ketika dEdr = 0 atau
h2 9n 2/3 1 n2 m2
− (−1) 53 G r2 p = 0, yang memberikan kita r0 =
(−2) 8m e 4π 2 r03 0
xh2 9
2/3 1
4me 4π 2 xn Gnm2
. Bintang katai putih tidak mungkin memiliki
p
jari-jari yang lebih kecil dari r0 . Hasil yang sama dapat dipakai untuk
bintang netron, dengan memanfaatkan fakta bahwa x = 1 dan meng-
ganti me dengan mp . Dengan cara yang sama, kita bisa mendapatkan
m0 atau massa minimum yang dikenal sebagai batas Chadrasekkar.
Keberhasilan model gas fermi dalam menerangkan kehadiran dan
cara menghitung nilai suku asimetri serta nilai potensial inti menem-
patkannya sebagai batu loncatan yang penting dalam memahami per-
ilaku inti atom.
54 BAB 2. MODEL INTI KLASIK