Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

BAB 2 Model Inti Klasik

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 34

Bab 2

Model Inti Klasik

2.1 Perlunya Model Inti

Sejauh ini terdapat banyak data eksperimen terkait inti atom, seperti
(i) sifat jenuh energi ikat per nukleon, (ii) sifat kestabilan inti yang
sangat khas, serta (iii) keberadaan bilangan ajaib (magic number ).
Sayangnya pengetahuan kita sejauh ini hanyalah sebatas bahwa: “in-
ti tersusun atas proton dan netron”, tanpa ada penjelasan bagaimana
nukleon tersebut tersusun dalam inti dan saling berhubungan satu
sama lain. Berbeda dengan kasus atom, yang fenomenanya dapat di-
jelaskan secara sempurna oleh teori kuantum, sejauh ini belum ada
satu teoripun yang dapat menjelaskan fenomena di level inti atom.
Jadilah kita mencoba merangkai suatu model untuk inti. Berbeda
dengan teori yang berlaku secara umum, suatu model barangkali ha-
nya bisa menjelaskan fenomena tertentu saja, secara parsial. Dengan
kata lain, daerah kerja suatu model sangat terbatas. Meski demikian,
dengan memiliki suatu model inti, diharapkan kita dapat menjelask-
an berbagai fenomena pengamatan untuk inti serta mampu menduga
perilaku inti yang belum diketahui melalui eksperimen. Pada akhir-
nya, diharapkan kita mampu memanfaatkan fenomena di level inti
untuk kepentingan yang bermanfaat.
Model yang akan kita buat untuk inti bertumpu pada bagaima-
na memodelkan dinamika nukleon di dalamnya. Terkait dengan hal

21
22 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.1: Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya

ini, ada dua cara pandang. Cara pandang pertama adalah pandang-
an kolektif yang memandang nukleon sebagai satu kesatuan. Dalam
pandangan kolektif, nukleon tidak terisolasi satu sama lain melainkan
saling berinteraksi sangat kuat, di mana dinamika kolektifnya mun-
cul sebagai sifat inti. Dengan kata lain, mean free-path (lintasan be-
bas rata-rata) nukleon sangat pendek. Cara pandang kedua adalah
pandangan independen, yang memandang nukleon bukan sebagai ke-
lompok. Dalam pandangan ini, nukleon dipandang sebagai partikel
individual yang tidak saling berinteraksi satu sama lain atau berinte-
raksi sangat lemah yang diwujudkan dalam bentuk potensial. Dalam
pandangan ini, mean free-path nukleon sangat panjang. Sebagai kon-
sekuensinya, setiap nukleon memiliki sifat fisis yang berbeda, yang
pada gilirannnya dapat mempengaruhi sifat inti.
Secara umum, suatu model akan diterima bila (i) bisa menjelaskan
fenomena eksperimen, (ii) menghasilkan dugaan teoritis yang benar,
serta (ii) memiliki bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan efi-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 23

sien secara matematis. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa baik


pendekatan kolektif maupun individual berhasil menerangkan perila-
ku inti, meskipun untuk kasus yang berbeda. Ini berarti keduanya
konsisten. Tetapi kenapa keduanya muncul dalam model yang berbe-
da? Penjelasannya ada pada prinsip larangan Pauli. Setiap interaksi
menghasilkan suatu keadaan (state). Akibat larangan Pauli, tidak se-
mua keadaan boleh ada. Ini berarti nukleon tidak selalu berinteraksi.
Akibatnya, mean free-path nukleon pada model independen sangat
panjang.
Kebanyakan model inti diadopsi dari model non-inti yang sudah
ada. Jika suatu fenomena dalam inti memiliki kesamaan dengan de-
ngan fenomena lain di luar inti, maka model yang bisa menjelaskan
fenomena tersebut dipakai sebagai model inti, seperti ditunjukkan pa-
da Gambar 2.1.

2.2 Model Tetes Cairan

Model tetes cairan (liquid drop model ) adalah model kolektif yang
paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh Geor-
ge Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John
Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti de-
ngan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) ke-
rapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus de-
ngan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uap-
nya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya, Cuap =
konstanta × jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per
jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita
akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah
partikel penyusunnya.1
Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga
dijumpai pada inti, sebagai berikut.

1
Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 eV, tidak bergantung pada
jumlah molekulnya.
24 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) da-
ri hasil eksperimen. (sumber:http://media-3.web.britannica.com/eb-
media/46/6046-004-A03990FC.gif )

• Dari Gambar 1.1, terlihat bahwa kerapatan massa inti konstan,


kecuali pada daerah kulit inti.

• Dari Persamaan (1.4), terlihat bahwa R ∝ A1/3 , yang berarti


V ∝A

• Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jum-
lah partikel adalah energi ikat inti per nukleon

B
f= . (2.1)
A

Hasil pengamatan, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, menun-


jukkan bahwa nilai f relatif konstan pada nilai sekitar 8,5 MeV
untuk 30 ≤ A ≤ 200.

Kesamaan ini memotivasi fisikawan untuk mengadopsi model tetes


2.2. MODEL TETES CAIRAN 25

cairan sebagai model inti.


Model tetes cairan mengandaikan inti sebagai tetes cairan fluida
tak mampat, yang tersusun oleh nukleon, yakni gabungan proton dan
netron yang terikat oleh gaya nuklir kuat. Model tetes cairan tidak
memerinci sifat individual nukleon, tetapi menerangkan sifat kolektif
nukleon yang sekaligus merepresentasikan sifat inti. Dengan meng-
analogikan inti sebagai tetes cairan nukleon, inti diasumsikan punya
sifat berikut

• Inti tersusun atas nukleon tak termampatkan sehingga R ∝ A1/3


(Perilaku ini setara dengan sifat tetes cairan, di mana ukurannya
berbanding lurus dengan jumlah molekul penyusunnya.)

• Gaya inti antar nukleon mengalami saturasi dengan cepat, da-


lam arti hanya memiliki jangkauan yang sangat terbatas, atau
hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan de-
mikian, energi ikat inti sebanding dengan jumlah nukleonnya.
(Ini sama dengan sifat tetes cairan, di mana kalor uapnya ber-
banding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya)

• Jika gaya tolak elektrostatik diabaikan, maka gaya inti bernilai


sama besar di antara proton dan netron.

Berdasarkan asumsi di atas, kita dapat merumuskan energi ikat inti


sebagai

B ∝ A
= av A,

di mana av adalah suatu konstanta.2 Berdasarkan rumusan di atas,


kita dapat menghitung bahwa energi ikat inti per nukleon adalah f =
B
A = av bernilai konstan. Hal ini tidak sesuai dengan data eksperimen
2
Karena volume inti sebanding dengan nomor massanya A, maka ketergan-
tungan B pada A juga dapat diartikan sebagai ketergantungannya pada volume.
Dengan demikian, sangat logis untuk menuliskan energi tersebut sebagai energi
volume dan menuliskannya sebagai aV A, di mana indeks v untuk volum.
26 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan
energi ikat.
Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2
dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk
nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per
nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n.
Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai av . Sekalipun
demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyai n nukleon
tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan
memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = av A
terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan
bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan
bola sebanding dengan A2/3 , sehingga faktor koreksi akibat permuka-
an adalah −as A2/3 , di mana indeks s untuk surface.3 Sekarang kita
dapat menuliskan energi ikat inti sebagai

B = av A − as A2/3 .

as
Persamaan terakhir memberikan kita f = av − A1/3
. Terlihat bahwa
ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi
ikat f yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massa A, tanpa
pernah mencapai puncak untuk kemudian turun.
Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton un-
tuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya.
Jika jumlah proton adalah Z dan maka energi ikat elektrosatisnya ada-
(Ze)2
lah Bc ∝ R , dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak
(Ze)2 Ze2
mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka Bc ∝ R − R =
Z(Z−1)e2
R . Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah
nukleon A, maka R ∝ A1/3 , sehingga faktor koreksi energi akibat gaya
elektrostatis atau gaya Coloumb adalah −ac Z(Z−1)
A1/3
, di mana indeks
c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan,

3
Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan
demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif,
sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 27

energi ikat inti (nuclear binding energy, B ) terdiri atas

B = Bv − Bs − Bc
Z (Z − 1)
= av A − as A2/3 − ac . (2.2)
A1/3

Persamaan terakhir memberikan fraksi energi f = av − Aa1/3


s
−ac Z(Z−1)
A4/3
,
yang menjamin bahwa sejalan dengan kenaikan A, fraksi energi f ak-
an naik, mencapai nilai maksimum, dan kemudian turun. Sayangnya
nilai tersebut belum benar-benar sama dengan data eksperimen. Ini
berarti masih dibutuhkan suku koreksi yang lain.
Koreksi berikutnya muncul dari model kulit.4 Koreksi pertama
(dari model kulit) terkait dengan perbandingan jumlah proton dan
netron. Menurut larangan Pauli, dua buah proton (atau dua buah
netron) tidak bisa menempati suatu keadaan yang sama. Dengan
demikian, satu tingkat energi, hanya bisa ditempati maksimal 4 nu-
kleon, yaitu sebuah netron spin up, sebuah netron spin down, sebuah
proton spin up, dan sebuah proton spin down. Untuk inti simetris
(N = Z), semua tingkat energi (selain tingkat tertinggi) akan terisi
4 nukleon. Sebaliknya untuk inti asimetris (N 6= Z), tidak semua
tingkat energi terisi 4 nukleon. Dengan demikian, energi minimum
untuk membentuk inti asimetris lebih besar dari energi minimum inti
simetris. Dengan kata lain, pada inti asimetri, sebagian dari energi
ikat inti dipakai untuk membentuk pasangan asimetris ini. Koreksi
2
energi ikat terkait sifat asimetris diberikan oleh aa (N −Z)
A , di mana
indeks a untuk asymmetric. Koreksi kedua (dari model kulit) terka-
it dengan kecenderungan sesama proton untuk membentuk pasangan
yang yang terdiri atas sebuah proton spin up dan sebuah proton spin
down, sehingga energinya minimum. Hal yang sama berlaku untuk
netron. Akibatnya sebuah inti dengan Z genap dan N genap (inti
genap-genap), akan memiliki energi minimum yang berbeda bila di-
bandingkan dengan inti genap-ganjil, ganjil-genap, dan ganjil-ganjil.
Mengingat hal ini, ditambahkan koreksi pasangan yang besarnya kita
4
Kita membahasnya di sini, sekalipun belum membahas model kulit, untuk
mendapatkan gambaran yang utuh tentang SEMF.
28 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

nyatakan sebagai δ. Koreksi ketiga (dari model kulit) terkait dengan


konfigurasi nukleon dalam inti, di mana inti dengan jumlah proton
dan atau netron sama dengan bilangan ajaib (magic number ) akan
memiliki energi ikat lebih besar. Dengan memperhatikan semua ko-
reksi yang bersumber pada model tetes cairan dan model kulit, maka
rumusan energi ikat inti adalah:

B = Bv − Bs − Bc − Ba + Bp + Bm
Z (Z − 1) (N − Z)2
= av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.(2.3)
A1/3 A

Arti setiap suku pada pada persamaan di atas adalah

• B adalah energi ikat inti (binding energy)

• av A adalah energi ikat yang dijabarkan dengan pendekatan vo-


lume

• as A2/3 adalah koreksi energi ikat akibat efek permukaan

• ac Z(Z−1)
A1/2
adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb
antar proton
2
• aa (N −Z)
A adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jum-
lah proton dan netron (asssymmetry, a)

• δ adalah koreksi energi ikat akibat sifat berpasangan (pairing,


p) dari netron dan proton, di mana δ = 0 jika A ganjil, dan
δ 6= 0 untuk A genap. Lebih detail, δ berharga positif jika N
dan Z genap, dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Ada dua
ap ap
ekspresi untuk δ, yaitu A3/4
dan A1/2
, dengan indeks p untuk
pairing.. Keduanya diturunkan dari fitting data eksperimen,
tanpa ada penurunan secara teoritis.

• η adalah koreksi energi inti akibat konfigurasi kulitnya, di mana


η berharga positif jika N dan Z adalah bilangan ajaib.

Persamaan (2.3) dikenal sebagai rumusan empiris untuk energi ikat


inti atau massa ikat inti (the semi-empirical mass formula, SEMF).
2.2. MODEL TETES CAIRAN 29

Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor
koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunak-
an koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikan kemiripannya
dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2.

Rumusan di atas juga dikenal sebagai formula Weizsäcker5 (atau lebih


lengkapnya formula Bethe-Weizsäcker). Plot f teoritis sebagai fungsi
A, dengan berbagai tingkat koreksi yang berbeda, ditunjukkan pada
Gambar 2.3.

Tabel 2.1: Berbagai set nilai konstanta untuk Persamaan (2.3).


Nilai (MeV)
av 14 16 15.56 14 14.1 15.75
as 13 18 17.68 13.1 13 17.8
ac 0.60 0.72 0.72 0.146 0.595 0.711
aa 19 23.5 23.3 19.4 19 23.7
34 11 34 12 33.5 11.18
δ A3/4 A1/2 A3/4 A3/4 A3/4 A1/2
Ref. Beiser Meyerhof Ferbel Kaplan Wapstra Rohif

Sebagai persamaan semi-empiris, terdapat berbagai set nilai koe-


fisien a (av , as , ac , aa , dan ap ), baik yang diperoleh dari ‘fitting’ data
5
Mengacu pada Carl Friedrich von Weizsäcker yang mengajukan rumusan ter-
sebut pada tahun 1935.
30 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku
asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Per-
hatikan kemiripannya satu sama lain.

eksperimen maupun dari perhitungan teoritis, seperti ditunjukkan pa-


da Tabel. 2.1. Plot fraksi energi yang dihitung dengan menggunakan
berbagai set koefisien yang berbeda disajikan pada Gambar 2.4. Terli-
hat bahwa tiap set koefisien menghasilkan kurva dengan posisi puncak
yang berbeda, dengan puncak kurva Ferbel paling dekat dekat dengan
data experimen (A = 56), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Contoh : Menghitung av secara kualitatif


Misalkan interaksi antar nukleon dimodelkan dengan cara sebuah ne-
tron melepaskan partikel dengan energi tertentu pada proton, sehing-
ga proton berubah jadi netron dan netron berubah jadi proton. De-
ngan menggunakan model tersebut, hitunglah nilai av pada rumus
energi ikat empiris (Pers. (2.3)).

Penyelesaian
1
Misalkan dipakai asumsi Z = N = 2 A, maka ada beberapa hal
yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah

• Karena setiap interaksi melibatkan 2 nukleon, maka jumlah pa-


2.2. MODEL TETES CAIRAN 31

sangan yang terbentuk adalah 12 A.

• Karena reaksi hanya berlangsung satu arah, dalam arti yang


satu melepaskan dan yang lain menerima, maka peluang sebu-
ah nukleon (yang kelebihan energi) untuk menemukan nukleon
lain (yang bisa menerima energi, untuk menjadi pasangannya)
adalah 12 .

• Jika suatu interaksi mempertukarkan energi sebesar , maka


energi bersih yang dipertukarkan oleh setiap nukleon adalah 12 .

Dengan demikian, total energi dalam suatu inti adalah

1 1 1 
Ev = A × ×  = A.
2 2 2 8

Membandingkan hasil di atas dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa


av = 8 . Menurut Model Yukawa, energi dari partikel yang dipertu-
karkan adalah 140 MeV, sehingga av = 17, 5 MeV. Nilai ini sangat
dekat dengan nilai hasil fitting.

Contoh : Menghitung as secara kualitatif


Berilah gambaran kualitatif nilai as pada rumus energi ikat empiris
(Pers. (2.3)).

Penyelesaian
Jika jari-jari inti adalah R = R0 A1(3 , maka volume inti adalah
4 3
3 πRo A. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu
4 3
nukleon adalah 3 πRo . Ini berarti jari-jari nukleon adalah R0 . Ji-
ka nukleon memiliki kerapatan konstan, maka jumlah nukleon yang
berada pada permukaan inti Ns , sebagai berikut
  !
luas permukaan inti kerapatan relatif nukleon
Ns = ×
luas penampang nuleon pada permukaan inti
4πR02 A2/3
= × ρR = 4ρR A2/3 .
πR02

Hal berikutnya yang perlu mendapat perhatian adalah berapakah pro-


32 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

sentasi luasan dari nukleon permukaan yang tidak berinteraksi dengan


nukleon lain. Misalkan nilainya adalah SR , maka energi ikat permu-
kaan adalah BS = aV 4ρR SR A2/3 . Ini berarti bahwa

as = 4ρR SR aV .

1
Jika dipakai ρR = 2 dan SR = 12 , maka didapatkan as = aV . Kondisi
1
yang lebih tepat adalah ρR < 2 dan SR > 12 , sehingga didapatkan nilai
as bisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilai av .

Contoh : Menghitung ac secara kualitatif


Hitunglah nilai ac pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).

r
3 3
q1=(Ze/R )r

3 2
q2=3(Ze/R )r dr
dr

Gambar 2.5: Muatan elektrostatis pada inti

Penyelesaian
Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada
inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R,
maka rapat muatannya adalah

Ze
ρ= 4 3
.
3 πR

Sekarang kita akan menghitung energi elektrostatik antara muatan


dalam bola dengan jari r dan muatan pada selubung luar dengan
ketebalan dr, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5. Muatan pada
Ze4 3 Ze 3
bola dengan jari-jari r adalah 4 3 πr = R3 r . Sementara itu,
πR3
3
Ze Ze 2
muatan pada selubung adalah 4
πR3
4πr2 dr = 3 R 3 r dr. Selanjutnya
3
2.2. MODEL TETES CAIRAN 33

kita hitung energi potensial antara keduanya

R
3 (Ze)2 R
1 3 (Ze)2
Z Z
1 Ze 3 Ze 2 1
Bc = r 3 r dr = r4 dr = .
4πε0 0 R3 R3 r 4πε0 R6 0 4πε0 5R

Dengan memanfaatkan hubungan R = R0 A1/3 , didapatkan

1 e2 3 Z2
 
Bc = .
4πε0 R0 5 A1/3

Selanjutnya, karena Z proton tidak mungkin berinteraksi dengan di-


rinya sendiri, maka

1 e2 3 Z 2 1 e2 3 Z
   
Bc = −
4πε0 R0 5 A1/3 4πε0 R0 5 A1/3
3 1 e2 Z (Z − 1)
 
= .
5 4πε0 R0 A1/3

Membandingkan hasil terakhir dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa

3 e2 1
ac = joule
5 4πε0 R0
3 1
= 1, 44 MeV fm = 0, 72 MeV.
5 1, 2 fm

Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting.

Contoh : Menghitung aa secara kualitatif


Hitunglah nilai aa pada rumus energi ikat empiris (pers. (2.3)).

Penyelesaian
Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti
pertama memiliki Z = N = 21 A, sedangkan inti kedua memiliki N >
Z, di mana selisih netron dan proton adalah N − Z. Ini berarti bahwa
1
inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 2 (N − Z) proton
1
menjadi netron dan memindahkan posisinya 2 (N − Z) lebih tinggi.
Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan
1 1 N −Z 6
energi sebesar 2 × 2 × A Ep→n , di mana untuk memindahkannya
6
Faktor setengah yang pertama terkait dengan peluang untuk menemukan
34 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.6: Susunan simetri (kiri) dan susunan asimetri (kanan).


Perhatikan bahwa susunan asimetri dapat diperoleh dengan merubah
1 1
2 (N − Z) proton menjadi 2 (N − Z) netron, dan memindahkannya
1
sejauh 2 (N − Z) tingkat lebih tinggi. Untuk itu diperlukan energi.

1 1
ke posisi 2 (N − Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar 2 (N − Z) ,
dengan  adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat
energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton,
EF EF
dan energi tertinggi adalah EF , maka  = 2(N +Z) = 2A . Dengan
demikian

Ba = (jumlah proton yg diubah menjadi netron)


× [(energi untuk merubah proton menjadi netron)+
(energi untuk memindahkan proton ke tingkat lebih tinggi)]
   
1 1 (N − Z) 1 EF
= (N − Z) × Ep→n + (N − Z) ×
2 4 A 2 2A
2  
(N − Z) 1
= (Ep→n + EF ) .
A 8

Dengan membandingkan persamaan di atas dengan Persamaan (2.3),


1
didapatkan aa = 8 (Ep→n + EF ). Menurut model Yukawa Ep→n =
140 MeV, sedangkan menurut model Fermi EF ≈ 33 MeV, sehingga

netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi
−Z
yang bersifat satu arah. Faktor NA terkait dengan peluang menemukan netron
secara tak berapasangan dalam inti.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 35

aa ≈ 22, 125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting.

Contoh : Memahami suku koreksi akibat sifat berpasangan


Jelaskan alasan munculnya tanda plus, minus, dan nol untuk suku
koreksi akibat sifat berpasangan dari nukleon, δ, pada pers. (2.3).

Penyelesaian
Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu
spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron
dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi
minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua ke-
mungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - ganjil dan ganjil -
genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu
netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus
terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian
tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0.

Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai
kombinasi jumlah proton dan jumlah netron.
A genap ganjil
Z genap ganjil genap ganjil
N genap ganjil ganjil genap
Stabil 148 5 53 48 254
Bermur panjang 22 4 4 3 35
Total 170 9 57 51 289

Untuk A genap, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N


dan Z, yaitu genap - genap dan ganjil - ganjil. Kombinasi genap-
genap tidak menyisakan nukleon tak berpasangan. Ini adalah kondisi
di mana energi ikatnya maksimum, sehingga suku koreksinya bersifat
menambah energi ikat dan berharga positif. Kombinasi ganjil - ganjil
menyisakan satu netron dan satu proton tak berpasangan. Ini adalah
kondisi di mana energi ikatnya minimum, sehingga suku koreksinya
bersifat mengurangi energi ikat dan berharga negatif.
Dengan mengkuti logika di atas, berarti inti cenderung stabil ji-
ka memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk genap-genap dan
36 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

cenderung tidak stabil jika memiliki kombinasi proton-netron dalam


bentuk ganjil-ganjil. Jumlah isotop stabil untuk berbagai kombinasi
Z dan N disajkan pada Tabel 2.2.

Contoh : Menuliskan suku koreksi akibat sifat berpasangan


Tuliskan ungkapan matematis untuk suku koreksi akibat sifat berpa-
sangan.

Penyelesaian

Karena suku koreksi akibat sifat berpasangan bernilai nol untuk


proton-netron ganjil genap dan genap ganjil, bernilai positif untuk
kombinasi genap-genap, serta bernilai negatif untuk kombinasi ganjil-
ganjil, maka nilainya dapat dinyatakn sebagai

1  a
p
Bp = (−1)Z + (−1)N .
2 A3/4

Contoh : Menghitung B
Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16 O.

Penyelesaian

Dengan memanfaatkan rumusan SEMF dan koefisien Meyerhof,


didapatkan
Bv = av A = 16 × 16 = 256 MeV

Bs = as A2/3 = 18 × 162/3 = 114, 29 MeV


Z (Z − 1) 8 (8 − 1)
Bc = ac 1/3
= 0, 72 × = 16 MeV.
A 161/3
(A − 2Z)2 (16 − 2 × 8)2
Ba = aa = 23, 5 × = 0.
A 16
Dengan demikian, energi ikat O2 menurut SEMF adalah = 125, 71 MeV.
Sebagai perbandingan, kita dapat menghitung nilai energi ikat (yang
2.2. MODEL TETES CAIRAN 37

sebenarnya) dengan memanfaatkan Persamaan (2.4),

B (O − 16) = [8MH + (16 − 8) mn − Matom (O − 16)] c2


= [8 × 1, 007825032 + 8 × 1, 008776 − 15, 994914619]
×931, 5 MeV
= 128, 45 MeV.

Ternyata nilai pendekatan SEMF cukup dekat dengan nilai sebenar-


nya, dengan tingkat kesalahan 2,13%, sehingga cukup valid untuk
digunakan menghitung B.
Model tetes cairan dengan SEMF-nya terbukti berhasil mene-
rangkan berbagai fenomena eksperimen berikut.

• Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat
B
inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya, f = A. Fungsi f sam-
pai suku asimetri, adalah
 2
−1/3 −4/3 2Z
f = av − as A − ac Z (Z − 1) A − aa 1− . (2.4)
A

Selanjutnya, jika dipakai hasil (2.6) akan didapatkan f sebagai


fungsi A sebagai berikut

f = av − as A−1/3
2
1 1/2
− 12 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A

ac 4A
− 2 (2.5)
A3/4 + γA1/2

ac ∂f
di mana γ = 4aa . Dengan memilih ∂A = 0, model ini juga
bisa meramalkan nilai A0 yang menghasilkan inti paling stabil.
∂f
Kurva ∂A sebagai fungsi A ditunjukkan pada Gambar 2.7.

• Pita kestabilan inti, di mana sebuah inti dengan nilai A tertentu


akan stabil untuk nilai Z tertentu. Untuk A ganjil maka δ = 0,
sehingga untuk suatu nilai A, hanya terdapat satu macam nilai
38 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

df
Gambar 2.7: Plot dA sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum
df
ditunjukkan oleh dA = 0.

Z yang menghasilkan inti stabil, yaitu

A/2
Z= . (2.6)
ac 2/3
1+ 4aa A

Untuk A genap, maka terdapat lebih dari satu nilai Z yang


menghasilkan inti stabil. Selanjutnya, model ini juga berhasil
mereproduksi kurva kestabilan initi, jumlah netron N sebagai
fungsi jumlah proton Z.

Contoh : Fraksi energi ikat


Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3))
dan hubungan A dan Z untuk inti stabil (Persamaan (2.6)), turunkan
ungkapan untuk f sebagai fungsi A,

Penyelesaian
Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah

2Z 2
 
−1/3 Z (Z − 1)
f ≈ av − as A − ac + aa 1 − .
A3/2 A
2.2. MODEL TETES CAIRAN 39
A/2 ac
Selanjutnya, karena Z = dengan γ = 4aa , maka
(1+γA2/3 )
 
A/2 A/2
−1 !2
−1/3
(1+γA2/3 ) (1+γA2/3 ) A
f = av − as A − ac − aa 1 − 
A3/2 1 + γA2/3
A A 2/3
 −3/2   2
−1/3 2 2 − 1 + γA A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
ac 2 ac γac 5/3
 −3/2   2
−1/3 4 A − 2 A− 2 A A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
1 1/2
− 21 A−1/2 − γ2 A1/6

−1/3 4A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
ac 41 A1/2 − 21 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A

−1/3
= av − as A − 2 .
A3/4 + γA1/2

Contoh : Kestabilan inti


Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)),
turunkan hubungan antara nomor atom Z dan nomor massa A supaya
inti menjadi stabil, jika A ganjil.

Penyelesaian

Kondisi setimbang didapatkan pada saat B maksimum. Secara


dB
matematis, hal tersebut bersesuaian dengan dz = 0. Kita nyatakan
Persamaan (2.3)

Z2 (A − 2Z)2
B ≈ av A − as A2/3 − ac − aa ± δ + η.
A1/3 A

Untuk A ganjil, maka δ = 0, sehingga


 
dB 2ac Z 2aa (A − 2Z) (−2) 2ac 8aa
= − 1/3 − = −Z 1/3
+ + 4aa = 0,
dZ A A A A

atau

4aa A/2 A/2


Z= = = . (2.7)
2ac 48a ac 2/3 ac 2/3
A1/3
+ A 4aa A +1 1+ 4aa A
40 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai
kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan
Z = A2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan
inti (sumber: wikipedia)

Dari Persamaan (2.7), terlihat bahwa

A
• Untuk A kecil, keadaan stabil tercapai bila Z ≈ 2 atau N = Z.

• Untuk A besar, keadaan stabil tercapai N > Z. Penyimpangan


tersebut terjadi karena efek gaya tolak elektrostatis. Andaik-
A
an tidak ada gaya elektrostatis (ac = 0), maka Z = 2 untuk
sebarang nilai A. Garis kestabilan inti (N = A − Z sebagai
fungsi Z) ditunjukkan pada Gambar 2.8. Inti yang berada di
luar kurva kestabilan akan cenderung mendekati kurva dengan
memancarkan partikel tertentu.

Contoh : Mencari inti stabil


Carilah inti stabil yang nomor massanya adalah 43.

Penyelesaian
A/2
Dengan menggunakan rumusan Z = “
ac
”, maka untuk
1+ 4a A2/3
a
A = 43, didapatkan Z = 19, 7 ≈ 20, yang berarti intinya adalah
43 Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan
20
Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..
2.2. MODEL TETES CAIRAN 41

Contoh : Inti paling stabil jika Z = 21 A


Dengan memanfaatkan rumusan energi ikat f , dan menganggap Z =
1
2 A, carilah nilai A yang menghasilkan inti paling stabil.

Penyelesaian
Jika dianggap Z = 12 A, maka rumusan untuk energi ikat inti ada-
lah
Z2
B ≈ av A − as A2/3 − ac ,
A1/3
dan fraksi energi ikatnya adalah

B Z2 ac
f= ≈ av − as A−1/3 − ac 4/3 = av − as A−1/3 − A2/3 .
A A 4
df
Inti paling stabil akan memiliki nomor massa A yang memenuhi dA =
0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan

df 1 1
= as A−4/3 − ac A−1/3 = 0,
dA 3 6

sehingga didapatkan A = 2as /ac . Dengan memanfaatkan nilai as =


17.68 MeV dan ac = 0.72 MeV, didapatkan A0 = 49.11. Jika dipakai
A/2
Z= ac
1+ 4a A2/3
, maka diperoleh nilai A0 yang berbeda, tergantung pa-
a
da nilai koefisiennya, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Sejauh
ini, eksperimen menunjukkan bahwa A0 = 56. Inti dengan A < A0
akan cenderung melakukan reaksi fusi, sedang inti dengan A > A0
akan cenderung melakukan reaksi fisi.

Contoh : Menentukan R0
Tentukan nilai R0 dari data eksperimen pada gambar 2.9.

Penyelesaian
Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb Bc dari nukleon,
diplot sebagai fungsi nomor massa A2/3 . Dengan memanfaatkan nilai
42 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A2/3
(sumber: Krane, 1988).

3 Z (Z − 1) e2 3 e2 1 Z (Z − 1)
Bc = = ,
5 4πε0 R 5 4πε0 R0 A1/3
didapatkan

∆Bc = Bc (Z + 1) − Bc (Z)
3 e2 1
= [(Z + 1) Z − Z (Z − 1)]
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1
 
2Z
= .
5 4πε0 R0 A1/3

Dengan menganggap A ≈ 2Z, didapatkan

3 e2 1 2/3
∆Bc = A .
5 4πε0 R0

Dari plot Bc sebagai fungsi A2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope
dBc 3 e2 1
d(A2/3 )
= 0, 71 MeV. Ini berarti 5 4πε0 R0 = 0, 71 MeV. Jika dipakai
e2 3 1,43998
4πε0 = 1, 43998 MeV fm, didapatkan R0 = 5 0,71 ≈ 1, 2169 fm, cu-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 43

kup dekat dengan harga dugaan teoretis R0 = 1, 2 fm.

Contoh : Mencari ekspresi jari-jari inti (Beiser 11.19)


Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa energi Coulomb dari Z
3 Z(Z−1)e2
proton yang terdistribusi ke seluruh inti adalah BC = 5 4π0 R . Se-
karang kita pakai formula tersebut untuk meninjau sepasang inti cer-
min, dengan A sama tetapi Z berselisih 1.

• Jika perbedaan massa antara dua inti cermin ∆M (beda massa


kedua inti) ditimbulkan oleh ∆m (beda massa antara 11 H dan
netron) dan energi Coulumb (Bc )-nya, carilah formula untuk
jari-jari inti R.

• Gunakan formula R untuk mencari jari-jari sepasang inti cermin


15 O, jika perbedaan massa antara 15 O dan 15 N adalah ∆M =
8 8 7
0, 00296u.

Penyelesaian

Ditinjau dari aspek massa, perbedaan energi antara sepasang inti


cermin adalah ∆B = (∆M + ∆m) c2 . Karena sepasang inti cermin
memiliki nilai A dan |N − Z| yang sama, maka menurut SEMF se-
mua komponen energinya sama, kecuali komponen energi Coulumb.
Dengan demikian, beda energi ikat pada sepasang inti cermin adalah

∆BC = BC (Z + 1) − BC (Z)
3 (Z + 1) Ze2 3 Z (Z − 1) e2 3 e2 2Z 2ZR0
= − = = ac .
5 4π0 R 5 4π0 R 5 4π0 R R

Dengan memanfaatkan ∆B = (∆M + ∆m) c2 , didapatkan nilai jari-


jari inti
2ZR0
R = ac .
(∆M + ∆m) c2
Untuk pasangan inti cermin 15 N dan 15 O maka Z = 7, sehingga
7 8
2×7x1,2 fm
R = 0, 72 MeV × (0,00296+0,.0014)×931,5 MeV = 2, 9782 fm.
44 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Contoh : Kestabilan bintang netron


Dengan menggunakan SEMF, dugalah perangai bintang netron supa-
ya stabil. Bayangkan bintang netron sebagai inti raksasa yang tersu-
sun atas netron saja.

Penyelesaian

Dengan mengikutsertakan energi gravitasi, SEMF dapat ditulis


sebagai

2/3 Z (Z − 1) (A − 2Z)2 A (A − 1)
B ≈ av A−as A −ac 1/3
−aa ±δ +η +ag .
A A A1/3
Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi.
Nilai ag dapat dihitung dengan cara yang sama dengan ac , sehingga
2
didapatkan ag = 53 G m
R0 joule.
n

Jika sebuah bintang hanya terdiri atas netron, berarti Z = 0 dan


Bc = 0. Karena ukuran bintang sangat besar, maka suku permukaan
bisa diabaikan. Dengan demikian, persamaan energi sehingga ukuran
bintang mencapai batas atau energi ikatnya nol, adalah

B ≈ av A − aa A + ag A5/3 = 0,

atau
av − aa + ag A2/3 = 0,
2
Dengan menggunakan nilai av dan aa , didapatkan ag A2/3 = 35 G m
R0 A
n 2/3 =

7.5 MeV. Selanjutnya, dengan mengunakan G = 6, 7 × 10−11 Jmkg−2


dan mn = 1, 67 × 10−27 kg, didapatkan kondisi batas untuk bintang
netron A ≈ 5 × 1055 , R ≈ 4, 3 km, dan M = 0, 045 MO , dengan MO
adalah massa matahari. Perhitungan yang lebih teliti menghasilkan
M = 0.1 MO .
2.2. MODEL TETES CAIRAN 45

Contoh : Inti sferis


Sejauh ini kita selalu menganggap bahwa inti berbentuk bulat. Mi-
salkan inti terdeformasi dan berbentuk sferis dengan jari-jari ma-
yor a = R (1 + ) dan jari-jari minor b = R (1 + )−1/2 , dengan 
adalah parameter deformasi. Akibatnya, luas permukaannya men-
jadi Asf eris = Abulat 1 + 25 2 dan jari-jari rata-ratanya menjadi


Rsf eris = Rbulat 1 − 15 2 . Carilah perubahan energinya.




Penyelesaian

Akibat perubahan luas permukaan dan jari-jari, maka komponen


energi yang mengalami perubahan adalah energi permukaan Bs dan
energi Coulumbnya Bc berubah. Dengan demikian

∆B = ∆Bs + ∆Bc
     
2 2 1 2
= Bs 1 +  − 1 + Bc 1 −  − 1
5 5
2
= (2Bs − Bc ) .
5

Selama ∆B > 0, maka inti bersifat stabil, dalam arti deformasinya


tidak merusak inti. Karena Bs = as A2/3 dan Bc = ac Z(Z−1)
A1/3
, maka
Z(Z−1) 2as
inti akan akan stabil selama A < ac .

Contoh : Plot massa inti sebagai fungsi Z


Turunkan ungkapan massa inti sebagai fungsi Z.

Penyelesaian

Rumus energi dalam inti dapat ditulis sebagai

Matom (A, Z) c2 = ZMp c2 + (A − Z) Mn c2 − B + Zme c2 .

Dengan menggunakan nilai B dari Persamaan (2.3) dan menatanya


sebagai

ac 2 ac 4aa 2
−B = −av A + as A2/3 + 1/3
Z − 1/3 Z + aa A + Z − 4aa Z,
A A A
46 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.10: Plot energi sebagai fungsi Z, untuk A = 135. Ku-


rva hampiran didapatkan dengan menggunakan Persamaan (2.8), se-
dang nilai eksperimen didapatkan dengan menggunakan persamaan
E (A, Z) = [M (A, Z) − Zme ] c2 , di mana M (A, Z) adalah berat mo-
lekul. Terlihat bahwa A = 135 akan stabil jika Z = 56.

maka didapatkan

Matom (A, Z) c2 = αZ 2 + βZ + γ, (2.8)

di mana

ac 4aa
α = 1/3
+
A A
β = − (Mn − Mp − me ) c2 − 4aa
 as 
γ = Mn c2 − av + aa + 1/3 A.
A
Terlihat bahwa, Matom adalah fungsi kuadratik dari Z dengan nilai
minimum pada
2.3. MODEL GAS FERMI 47

b (Mp − Mn + me ) c2 − Aa1/3
c
− 4aa A/2
Zmin =− =−   ≈ ac .
2a 2 a c
+ a4a 1 + 4a a
A2/3
A1/3 A

Nilai Matom c2 minimum menunjukkan Bmaksimum . Ini berarti bahwa


 

nilai Matom c2 minimum terkait dengan inti paling stabil untuk suatu
 

A tertentu. Contoh plot Matom c2 sebagai fungsi Z untuk A yang


konstan ditunjukkan pada Gambar 2.10.

2.3 Model Gas Fermi


Seperti kita diskusikan di awal bab, bahwa suatu model inti biasa-
nya hanya bisa menjelaskan suatu fenomena, tetapi seringkali belum
bisa menjelaskan fenomena yang lain. Sebagai contoh, model tetes
cairan bisa menjelaskan kestabilan inti, tetapi tidak bisa menjelask-
an munculnya suku koreksi asimetri pada SEMF. Sekarang kita akan
diskusikan Model Gas Fermi (MGF) yang merupakan pendekatan in-
dependen yang paling sederhana.
Dalam model gas Fermi, suatu nukleon diperlakukan sebagai su-
atu partikel atau fermion dalam gas fermion yang menempati ruang
sebesar volume inti. Suatu fermion dianggap tidak berinteraksi satu
sama lain, atau berinteraksi dengan gaya yang sangat lemah. Posi-
si suatu fermion diberikan oleh 6 koordinat, yaitu 3 koordinat ruang
(x, y, dan z) dan 3 koordinat momentum (px , py , dan pz ). Dengan
demikian elemen volumenya adalah

dΓ = dx dy dz dpx dpy dpz .

Kekhasan nilai energi suatu nukleon dipengaruhi oleh koordinat mo-


mentumnya dan tidak dipengaruhi koordinat ruangnya. Dengan de-
mikian, kita dapat mengintegrasikan elemen volume spasial dan me-
nuliskan volume 6 dimensi sebagai dΓ = V dpx dpy dpz , dengan V
adalah volume spasial. Biasanya akan lebih mudah menyatakan koo-
rdinat momentum dalam koordinat bola, sehingga elemen volumnya
48 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Gambar 2.11: Gambaran gas fermion untuk netron dan proton (sum-
ber: Loveland, 2006).

adalah dΓ = V 4πp2 dp (di mana p2 = p2x + p2y + p2z ), dan volume ‘bola
4 3
inti’ dalam koordinat 6 dimensi adalah Γ = 3 πp V . Mengacu pa-
da ketidakpastian Heisenberg, suatu fermion akan menempati ruang
sebesar [(∆x) (∆px )]3 ≈ (2π~)3 . Dengan demikian, jumlah keadaan
energi yang tersedia dalam inti adalah
4
volume bola πp3 V 4πp3 V
N= = 3 = .
ruang per partikel (2π~)3 3 (2π~)3

Model gas Fermi mempunyai dua cara pandang terhadap nukleon,


yaitu

• memandang proton dan netron sebagai partikel yang sama (isos-


pin) dengan dengan jumlah A

• memandang proton dan netron sebagai partikel berbeda, masing-


masing dengan jumlah Z dan A − Z

Dalam cara pandang isospin, tiap keadaan energi dapat terisi 4 nukle-
on, yaitu proton spin up (s = + 21 ), proton spin down (s = − 12 ), netron
spin up, dan netron spin down. Dengan demikian, jumlah keadaan
energinya adalah
16πp3 V
N= . (2.9)
3 (2π~)3
2.3. MODEL GAS FERMI 49

Jika seluruh A nukleon ditempatkan pada keadaan energi yang ada,


maka energi tertingginya dikenal sebagai energi Fermi (EF ) dengan
nilai momentum tertingginya adalah momentum Fermi (pF ). Se-
lanjutnya dengan memanfaatkan fakta bahwa volume spasial adalah
V = 43 πR03 A dan N = A, maka didapatkan nilai momentum Fermi

~
pF = (9π)1/3 .
2R0

p2
Dengan memanfaatkan hubungan E = 2m , didapatkan

~2
EF = 2 (9π)2/3 .
8mR0

Mengacu Persamaan (2.9), jumlah nukleon dengan energi antara E →


E + dE adalah
3
16πp2 V 16πp2 34 πR03 A

8 R0
dN = 3 dp = 3 dp = Ap2 dp
(2π~) (2π~) 3π ~
 3
4 R0
= (2m)3/2 AE 1/2 dE.
3π ~

Dengan menggunakan persamaan terakhir, energi rata-rata nukleon


dapat dihitung sebagai

2 5/2
R EF R EF
0 EdN E 3/2 dE 5 EF 3
Ē = R E = R0EF =
2 3/2
= EF , (2.10)
F
dN E 1/2 dE 5
0 0 3 EF

sehingga energi total nukleonnya adalah

3
E = ĒA = EF A.
5

Contoh : Menghitung panjang gelombang de Broglie


Hitunglah panjang gelombang de Broglie dari nukleon yang bergerak
dengan energi rata-rata dalam inti Pb-208? Anggap R0 = 1, 2 fm.

Penyelesaian
50 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Energi Fermi dari nukleon pada inti Pb-202 adalah

~2 2/3 (~c)2
EF = (9π) = (9π)2/3
8mR02 8mc2 R02
(197, 3 MeV fm)2
= (9π)2/3 = 27 MeV.
8 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × (1, 2 fm)2

Mengacu pada Gambar 2.11, didapatkan potensial intinya adalah


Vinti = 27 + 8 = 35 MeV. Mengacu pada Persamaan (2.10), energi
rata-rata nukleon adalah Ē = 53 27 = 16 MeV. Selanjutnya, panjang
gelombang de Broglienya adalah

h 2π~ 2π~c
λ = =√ =p
p 2mEF 2mc2 EF
2π × (197, 3 MeV fm)
= p = 5, 487 fm.
2 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × 16 MeV

Contoh : Menghitung tekanan pada inti


A 3/2
Jika suatu inti dengan volume V dan N = Z = 2 dan A = KV EF ,
di mana K konstanta, hitunglah tekanannya.

Penyelesaian

∂E
Tekanan suatu gas diberikan oleh p = − ∂V = − 53 A ∂E
∂V . Untuk
F

∂EF 3/2
menghitung ∂V , kita manfaatkan batasan nilai A = KV EF . Kare-
∂A 3/2 3 1/2 ∂EF
na A konstan, maka ∂V = 0 atau KEF +KV 2 EF ∂V = 0. Dengan
demikian, − ∂E
∂V =
F 2 EF 3 2 EF 2A 2
3 V , sehingga p = − 5 A 3 V = 5 V EF = 5 ρN EF .

Contoh : Menghitung EFp dan EFn


Tinjau proton dan netron sebagai dua jenis fermion yang berbeda.
Hitunglah energi Fermi untuk proton (EFp ) dan energi Fermi untuk
netron (EFn )

Penyelesaian

Jika proton dianggap sebagai partikel berbeda, maka jumlah pro-


2.3. MODEL GAS FERMI 51

ton dengan energi antara E → E + dE adalah


 3
2 R0
dNp = (2m)3/2 AE 1/2 dE.
3π ~

Karena jumlah proton adalah Z, maka


p 3
Z EF 
2 R0 2 3/2
dNp = (2m)3/2 A EFp =Z
0 3π ~ 3

~2 9πZ 2/3 2Z 2/3


atau EFp =
 
2mR02 4A = EF A . Dengan cara yang sa-
ma dan dengan mengingat jumlah netron adalah A − Z, didapatkan
 2/3  2/3
~2 9π(A−Z) 2(A−Z)
EFn = 2mR 2 4A = E F A .
0

Contoh : Menghitung suku asimetri


Hitunglah energi asimetri Ba dengan menggunakan model gas Fermi.

Penyelesaian

Energi asimetri adalah selisih energi jika N 6= Z terhadap energi


jika N = Z. Untuk itu kita hitung energi kinetik total untuk kondisi
N 6= Z dan kondisi N = Z, dengan menggunakan model gas Fermi,
di mana kita perlakukan proton dan netron sebagai 2 gas fermi yang
berbeda. Dengan memanfaatkan hasil yang sudah ada, didapatkan

Z6=N Z=N
∆E = Etot − Etot
 
3 p 3 n 3
= EF Z + EF (A − Z) − EF A
5 5 5
"  #
2/3
2 (A − Z) 2/3
 
3 2Z
= EF Z+ (A − Z) − A
5 A A
"  #
2Z 5/3 2 (A − Z) 5/3
 
3 A
= EF + −2
5 2 A A
"  #
2Z 5/3 2Z 5/3
 
3
= EF A + 2− −2
10 A A
52 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
2Z
Jika dimisalkan δ = 1 − A  1, maka

3 h i
∆E = EF A (1 − δ)5/3 + (1 + δ)5/3 − 2
10     
3 5 521 2 5 521 2
≈ EF A 1 − δ + δ + 1+ δ+ δ −2
10 3 332 3 332
2Z 2 (N − Z)2
 
1 3 10 2 1
= EF A 1 − = EF A δ ∆E = EF
3 A 10 9 3 A

Dalam penurunan di atas dipakai deret Taylor

1
(1 ± δ)n = 1 ± nδ ± +n (n − 1) δ 2 ± ...
2

Hasil di atas, menunjukkan bahwa keadaan tak simetris (N 6= Z) me-


miliki energi kinetik lebih besar dibanding keadaan simetris (N = Z).
Ini berarti keadaan simetris memiliki energi ikat lebih besar dan ka-
renanya, jika suatu inti tak simetris, maka ada reduksi energi ikat
yang muncul sebagai faktor koreksi asimetris (lihat Persamaan (2.3)),
yang besarnya persis sama dengan ungkapan di atas, yaitu Ba =
(N −Z)2 2
1
3 EF A = aa (A−2Z)
A dan aa = 13 EF .

Contoh : Menghitung energi koreksi akibat asimetri


Hitunglah energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208?

Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa EF = 27 MeV. De-
ngan demikian, energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208 adalah

1 (A − 2Z)2 1 (208 − 2 × 82)2


Ba = EF = 27 ≈ 83, 77 MeV.
3 A 3 208

Contoh : Menganalisis bintang katai putih


Hitunglah jari-jari kesetimbangan bintang katai putih (yaitu jari-jari
yang dibutuhkan supaya bintang tidak runtuh).

Penyelesaian
Energi gravitasi dari sebuah bintang dengan massa M adalah
2.3. MODEL GAS FERMI 53

EG = − 35 G M e 3
r , sedang energi Ferminya adalah EF = ne EF = ne 5 EF −e ,
dengan ne adalah jumlah elektron. Dengan demikian, energi total bin-
tang adalah
3 3 M
E (r) = ne EF −e − G .
5 5 r
n
Jika terdapat n nukleon maka jumlah intinya adalah A dan jumlah
n Z
elektronnya adalah ne = AZ = nA = nx, sehingga

3 3 M
E (r) = nxEF −e − G ,
5 5 r
 2/3
h2 3n 2/3 h2 3n h2 9n 2/3 1
 
di mana EF −e = 8me πV = 8me π 34 πr3
=8me 4π 2 r2
,
dan M = nmp . Kondisi setimbang didapatkan ketika dEdr = 0 atau
h2 9n 2/3 1 n2 m2
− (−1) 53 G r2 p = 0, yang memberikan kita r0 =

(−2) 8m e 4π 2 r03 0
xh2 9
2/3 1
4me 4π 2 xn Gnm2
. Bintang katai putih tidak mungkin memiliki
p
jari-jari yang lebih kecil dari r0 . Hasil yang sama dapat dipakai untuk
bintang netron, dengan memanfaatkan fakta bahwa x = 1 dan meng-
ganti me dengan mp . Dengan cara yang sama, kita bisa mendapatkan
m0 atau massa minimum yang dikenal sebagai batas Chadrasekkar.
Keberhasilan model gas fermi dalam menerangkan kehadiran dan
cara menghitung nilai suku asimetri serta nilai potensial inti menem-
patkannya sebagai batu loncatan yang penting dalam memahami per-
ilaku inti atom.
54 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

Anda mungkin juga menyukai