Askep Kelompok C GGK
Askep Kelompok C GGK
Askep Kelompok C GGK
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna untuk itu kamu membutuhkan bantuan kritik dan saran dari
para pembaca demi perbaikan perubahan proposal di masa yang akan datang.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terimakasih. Maka dari itu apabila
ada kesalahan dan kata kata yang kurang berkenan, kami selaku penulis mohon
maaf yang sebesar besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Tujuan...................................................................................................................4
C. Rumusan Masalah................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................3
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis...............................................................................3
1. Definisi...............................................................................................................3
2. Etiologi..............................................................................................................9
3. Manifestasi Klinis...........................................................................................10
4. Prognosa..........................................................................................................12
5. Klasifikasi........................................................................................................12
6. Patofisiologi.....................................................................................................13
7. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................19
8. Penatalaksanaan.............................................................................................22
9. Komplikasi......................................................................................................23
B. Asuhan Keperawatan.........................................................................................24
1. Pengkajian......................................................................................................24
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................31
BAB III KASUS............................................................................................................32
A. Kasus...................................................................................................................32
B. Analisa Data........................................................................................................49
C. Diagnosa..............................................................................................................50
D. Intervensi............................................................................................................51
A. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan........................................................56
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................................58
BAB V PENUTUP.........................................................................................................60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 penderita
gagal ginjal baik akut maupun kronis mencapai 50%. The United States Renal
Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena
End Stage Renal Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada
tahun 2012 dengan tingkat pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada
tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhan 6%. Di Indonesia Prevalensi penyakit
Gagal Ginjal Kronis (GGK) berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0% dan meningkat di tahun 2018
sebanyak 3.8% atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada pasien Gagal
Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak
51.604 pasien, kemudian meningkat di tahun 2017 menjadi 108.723 pasien.
Sumber?
Menurut data dari Indonesia Renal Registry tahun 2018 jumlah pasien baru
penyakit gagal ginjal kronis di provinsi jawa barat yang menjalani hemodialisa
sebanyak 14796 pasien dan pasien yang aktif sebanyak 33828 pasien. Sumber?
Berdasarkan data dari unit hemodialisa RSU Hasanah Graha Afiah pada tahun
2019 tindakan hemodialisa yang dilakukan sebanyak 5537 dan pada tahun
2020 sebanyak 5458, sedangkan pada tahun 2021 dari bulan Januari hingga
April sebanyak 1517 tindakan. (Angka2 ini tidak bisa di analisa? Apakah ada
peningkatan?)
Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronis cukup
kompleks, yang meliputi hipervolemia, defisit nutrisi, ansietas, kerusakan
integritas kulit, gangguan pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari
beberapa masalah yang muncul dapat dilakukan intervensi berdasarkan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), seperti kaji status nutrisi
pasien, monitoring tanda-tanda vital, monitor masukan cairan, instruksikan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi dan jelaskan tentang proses
penyakit. Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien
gagal ginjal kronis, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai
pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti dan advocate. Sebagai pelaksana,
perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional
dan komprehensif yang meliputi: mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas
yang dapat ditoleransi dan mencegah injury. Sebagai pendidik perawat
memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang pembatasan diet,
cairan.
Latar belakang belum dikaitkan dengan HD?
Apa komplikasi bila masalah tidak diangkat?
Berdasarkan fenomena dari hasil jurnal dan kasus yang penulis dapatkan di
ruang hemodialisa, penulis tertarik untuk mengambil kasus tentang “Asuhan
keperawatan pasien gagal ginjal kronis on HD di ruang hemodialisa RSU
Hasanah Graha Afiah”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk memaparkan asuhan
keperawatan pada Tn M dengan gagal ginjal kronis yang dilakukan
hemodialisa di ruang hemodialisa RSU Hasanah Graha Afiah.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu untuk menjelaskan tentang :
a. Konsep gagal ginjal kronis
b. Definisi gagal ginjal kronis
c. Etiologi gagal ginjal kronis
d. Manifestasi klinis gagal ginjal kronis
e. Prognosa gagal ginjal kronis
f. Klasifikasi gagal ginjal kronis
g. Patofisiologi gagal ginjal kronis
h. Pemeriksaan diagnostik gagal ginjal kronis
i. Penatalaksanaan gagal ginjal kronis
j. Komplikasi gagal ginjal kronis
k. Pengkajian yang dilakukan pada Tn M dengan gagal ginjal kronis yang
dilakukan hemodialisa.
l. Diagnosa keperawatan yang muncul untuk Tn. M gagal ginjal kronis
yang dilakukan hemodialisa.
m. Intervensi keperawatan untuk Tn. M dengan gagal ginjal kronis yang
dilakukan hemodialisa.
n. Implementasi keperawatan untuk Tn. M dengan gagal ginjal kronis yang
dilakukan hemodialisa.
o. Evaluasi keperawatan untuk Tn. M dengan gagal ginjal kronis yang
dilakukan hemodialisa.
C. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. M dengan gagal ginjal kronis
...............di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Umum Hasanah Graha Afiah?”
BAB II
TINJAUAN TEORI
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial
ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh
limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima
urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis
majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut
piramid. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri
keduktus pengumpul (Price, 1995). Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan
tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus
dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin
(Baradero, 2015)
B. Fungsi Ginjal
a. Menyaring darah
Ketika ginjal menyaring darah, elektrolit dan protein akan tersaring dan
diserap kembali, sedangkan zat sisa atau limbah dan kelebihan cairan
akan dikeluarkan melalui urine. Jika fungsi ginjal bermasalah, maka akan
terdapat protein berlebihan pada urine. Gangguan ini bisa dideteksi
dengan pemeriksaan protein urine (Muttaqin, Arif, 2016)
b. Menyaring dan membuang limbah
Fungsi ginjal lainnya adalah menyaring dan membuang limbah, seperti
racun, garam berlebih, dan urea (limbah mengandung nitrogen hasil dari
metabolisme protein). Urea yang terbentuk dalam tubuh diangkut melalui
darah ke ginjal untuk kemudian dibuang, jika ginjal rusak limbah dan
racun akan menumpuk dalam darah (Muttaqin, Arif, 2016)
c. Memantau dan mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh
Ginjal bereaksi terhadap perubahan kadar air dalam tubuh. Ketika asupan
air dalam tubuh berkurang atau dehidrasi, fungsi ginjal dalam hal ini
adalah untuk menahan air, bukan membuangnya.
d. Mengatur tekanan darah dan tingkat garam dalam darah
Caranya, dengan memproduksi enzim renin. Ginjal memerlukan tekanan
dan aliran darah yang stabil untuk dapat menyaring darah.
e. Mengatur sel darah merah
Ketika tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen, ginjal akan
mengeluarkan hormon eritropoietin, yaitu hormon yang merangsang
produksi lebih banyak sel darah merah pembawa oksigen. Ketika kadar
oksigen atau sel darah merah sudah kembali normal, hormon ini akan
berhenti diproduksi.
f. Mengatur keseimbangan asam-basa (pH) darah
Semakin rendah pH, maka darah akan semakin asam (asidosis),
sebaliknya semakin tinggi pH maka kondisi disebut basa (alkalosis). pH
Menjaga konsentrasi mineral dan elektrolit
Ginjal menjaga konsentrasi mineral dan elektrolit penting dalam darah.
Di antaranya natrium, kalium, fosfor, dan kalsium.
g. Menghasilkan bentuk aktif dari vitamin D
Vitamin D dibutuhkan untuk kesehatan tulang dan untuk keseimbangan
zat kimia dalam tubuh.
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga
ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala
sakit (Hudak dan Gallo, 1996 dalam Aspiani, 2015). Gagal ginjal kronis
adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internal
yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
(Long C Barbara, 1996 dalam Aspiani, 2015).
Gagal ginjal kronis juga diartikan sebagai bentuk kegagalan fungsi ginjal
terutama di unit nefron yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab
yang berlangsung lama, menetap dan mengakibatkan penumpukan sisa
metabolit atau toksik uremik, hal ini menyebabkan ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan seperti biasanya sehingga menimbulkan gejala sakit.
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kelainan struktur atau fungsi
ginjal, yang terdapat selama lebih dari 3 bulan (Susianti, 2019).
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2016), kondisi klien yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal
diantaranya:
a. Penyakit dari ginjal,
1) Penyakit pada saringan (glomerulus), glomerulonefitris,
2) Infeksi kuman, pyelonefritis, ureteritis,
3) Batu ginjal; nefrolitiasis,
4) Kista di ginjal, polcystis kidney,
5) Trauma langsung pada ginjal,
6) Keganasan pada ginjal, dan
7) Sumbatan batu tumor, penyempitaan atau struktur,
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik, diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi,
2) Dyslipidema,
3) SLE,
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
5) Preeklamsi,
6) Obat-obatan, dan
7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
3. Manifestasi Klinis
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema. Pada gagal ginjal kronis hampir selalu disertai
hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena
penimbunan garam dan air, atau sistem Renin Angiostensin Aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat
kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi
perikardial. Gangguan irama jantung sering dijumpai akibat gangguan
elektrolit (R.Haryono, 2013).
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan denganmetabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal,ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang
terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikumakibat bau
amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga
sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai
pada 90% kasus GGK, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan
kolitis uremik (R.Haryono, 2013).
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-ototekstremitas.
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (
restlessless leg syndrome ), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan
syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Gangguan integument
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik
hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metaboliclemak dan vitamin D.
g. Gangguan hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang,
hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni. selain anemia pada GGK sering disertai pendarahan
akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni.
Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga
pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita GGK mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
Tanda dan gejala terkait dengan GGK menjadi lebih umum pada stage III,
IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor
(hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan
elektrolit menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya
pada pasien GGK stadium V juga mengalami intoleransi dingin, berat
badan menurun, neuropati perifer (Muttaqin, 2016).
4. Prognosa
Pada penyakit gagal ginjal dini (mikroalbuminuria) sudah mempunyai
prognostik morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Dengan memberatnya
kelainan ginjal, disertai dengan penurunan fungsi ginjal, prognosis terbukti
semakin buruk, menuju gagal ginjal yang memerlukan dialisis, komplikasi
organ target yang mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan angka
kematian (Suhardjono, 2001 dalam Aspiani, 2015).
5. Klasifikasi
Seseorang dapat dikatakan memiliki penyakit gagal ginjal kronis apabila
penurunan fungsi ginjal yang anda alami terjadi selama kurang lebih 3 bulan
secara berturut turut. Penurunan fungsi ginjal ini juga memiliki beberapa
tingkatan sebelum mencapai stadium akhir. Tingkatan ini diukur dari
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) atau bisa juga disebut Glomerular
Filtration Rate (GFR) dengan tingkatan sebagai berikut:
6. Patofisiologi
Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses pembentukan
urine yang dikenal sebagai ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler
glomerulus berupa air dan kristaloid. Selanjutnya dalam tubuli ginjal
pembentukan urine disempurnakan dengan proses reabsorpsi zat-zat yang
esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam darah dan proses
sekresi zat-zat untuk dikeluarkan ke dalam urine (Aspiani, 2015).
Menurut Aspiani (2015), keadaan gagal ginjal kronis (GGK) ini disebabkan
oleh kejadian:
a. Gangguan kliren renal
Banyak masalah yang muncul pada GGK sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tak berfungsinya glomerulus) menyebabkan
klirens kreatinin dan serum kreatinin meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal, karena
substansi ini diproduksi secara spontan oleh tubuh.
b. Retensi cairan dan natrium
Ginjal tak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Retensi cairan dan
natrium meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi. Hipertensi dapat Juga terjadi akibat aktivitas Renin
Angiotrensin dan kerjasama keduanya dapat meningkatkan sekresi
Aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah,
diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin
memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Asidosis metabolik terjadi seiring dengan ketidakmampuan ginjal meng-
ekskresi ion H+ yang berlebihan. Penurunan ekskresi asam akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk meng-ekskresikan amonia (NH3)
dan mengabsorbsi bikarbonat (HCO3).
d. Anemia
Anemia dapat terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien
terutama dari saluran gastrointestinal.
e. Ketidakseimbangan natrium dan fosfat
Dengan menurunnya filtrasi glomerulus melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium.
Menurut Aspiani (2015), kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan
penyakit dengan stadium yang berbeda-beda diantaranya:
a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal)
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan
ginjal residu 40% dari normal.
b. Stadium II (Insufisiensi Ginjal)
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi.
Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal
residu 15-40% dari normal, GFR (Glomerulo Filtration Rate) menurun
menjadi 20 ml/menit, (normal : 100-120 ml/menit).
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25%
dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat
melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria
(akibat kegagalan pemekatan urine).
c. Stadium III (Payah Ginjal Stadium Akhir)
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10 dari normal). BUN
meningkat, klieren kreatinin 5-10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih
parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan
dan elektrolit dalam tubuh.
Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan
elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
d. Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, keluhan pada semua sistem, fungsi ginjal residu
<5% dari normal.
a. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu
memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan
(poliuria).
Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan
jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini
terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan
air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi
osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak
mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus
menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui
tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan
natrium.
b. Ketidakseimbangan Natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana
ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau
dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium
berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila
terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron
menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan
gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi.
Pada gagal ginjal kronis atau Cronic Renal Failure (CFR) yang berat
keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan
yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas
500 mEq perhari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml permenit, maka
ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq perhari, maksimal ekskresinya
150-200 mEq perhari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5
gram perhari.
c. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine
dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan,
dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi) atau hiponatremia.
Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal, nefron ginjal meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan
produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
d. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan
ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler
mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ion H+. Dan pada umumnya
penurunan ekskresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang
secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak
difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler
tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral
tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya
osteodistrophy.
e. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi
penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti
napas dan jantung.
f. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid
hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi
calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi
ginjal menurun 20-25% dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia
terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme
vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam
waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
g. Anemia
Penurunan Hemoglobin disebabkan oleh :
1) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
2) Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi
gastrointestinal, dialisis dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
3) Defisiensi folat.
4) Defisiensi iron atau zat besi.
5) Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau
osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
h. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi).
Kadar blood urea nitrogen (BUN) bukan indikator yang tepat dari
penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan
GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan
sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar serum sodium atau natrium dan potassium atau kalium, pH, kadar
serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah
(BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urine, urinalisis (Baradero,
2015).
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat
menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal.
Batas kreatinin urine rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa
urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana
dijumpai produksi urine yang tidak normal. Dengan urine analisa juga
dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan
WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urine. Pada gagal ginjal yang
progresif dapat terjadi output urine yang kurang dan frekuensi urine
menurun (Muttaqin, 2016).
Monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting bagi pasien
dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir, dari metabolisme
protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN
dan kreatinin sekitar 20:1. Bila ada peningkatan BUN selalu
diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
1) Urine
a) Volume: Kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria).
b) Warna: biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas: kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan kerusakan
tubular).
e) Klirens kreatinin: agak sedikit menurun.
f) Natrium: lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g) Proteinuri: terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
2) Darah
a) Kadar ureum dalam darah (BUN): meningkat dari normal > 50
mg/dl
b) Kreatinin: meningkat sampai 10 mg/dl (normal: 0,5-1,5 mg/dl).
c) Hitung darah lengkap-Ht: menurun akibat anemia, -Hb: biasanya
kurang dari 7-8 g/dl
3) Ultrasono ginjal: menetukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,
obstrusi pada saluran kemih bagian atas.
4) Pielogram retrograde: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
5) Endoskopi ginjal: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
6) Elektrokardiogram (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam atau basa.
7) Menghitung laju filtrasi glomerulus: normalnya lebih kurang
125ml/menit, 1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
b. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain (Baradero, 2015):
1) Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi
dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil
yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat
secara jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaannya dengan
memakai kontras atau tanpa kontras.
3) Intervuenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi
keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan
pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma,
pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal,
abses/batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
4) Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem arteri,
vena dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis,
aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan
bentuk vaskuler.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi
kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, Acute Renal Failure,
proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
c. Biopsi Ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal
lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF dan perencanaan
transplantasi ginjal.
Diagnosis penyakit GGK dapat ditentukan berdasarkan :
1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik.
3) Pemeriksaan laboratorium.
4) Pemeriksaan penunjang laninya seperti :
a) BNO; untuk melihat besarnya batu, adanya obstruksi.
b) IVP; untuk menila sistem pelvioxalises-ureter.
c) USG; untuk menilai besar, bentuk, tebal parenkhim ginjal.
d) Renogram; untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri.
e) Radiologi; jantung, paru dan tulang.
f) Pvelografi retrograd; bila dicurigai ada obstruksi reversibel.
g) EKG; hiperventrikel, aritmia, hiperkalemia.
h) Biopsi ginjal.
5) Pemeriksaan Lab CCT (Clirens Creatinin Test); untuk mengetahui laju
filtrasi glomerulus.
8. Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2015), penatalaksanaan pada seseorang dengan gagal
ginjal kronis antara lain:
a. Tentukan tatalaksana dan penyebabnya.
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 mg/hari). Hindari masukan
berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit (yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat).
f. Batasi kalium hingga 60 mmol/hari, diuretik lemah kalium. Deteksi
melalui kadar K+ plasma dan EKG.
g. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal: pemberian Al (OH)3 300-1800
mg, CaCO2 500-3000 mg pada setiap makan untuk mencegah
hipopospatemia.
h. Deteksi dini dan terapi infeksi.
i. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal.
j. Deteksi dini dan terapi komplikasi.
k. Persiapan dialisisi dan program transplantasi.
Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2015), pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa
sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk
mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang
terdiri:
a. Pengaturan minum,
b. Pengendalian hipertensi,
c. Pengendalian kalium dalam darah,
d. Penanggulangan anemia,
e. Penanggulangan asidosis,
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi,
g. Pengurangan protein dalam makanan,
h. Pengobatan neuropati,
i. Dialisis, dan
j. Transplantasi.
9. Komplikasi
Menurut Aspiani (2015), komplikasi pada seseorang dengan gagal ginjal
kronis antara lain:
a. Hipertensi.
b. Infeksi traktus urinarius.
c. Obstruksi traktus urinarius.
d. Gangguan elektrolit.
e. Gangguan perfusi ke ginjal.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Aspiani (2015), pengkajian yang dilakukan pada seseorang dengan
gagal ginjal kronis antara lain:
a. Identitas
Gagal Ginjal Kronis terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70% pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benigna Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum klien dengan gagal ginjal kronis biasanya lemah.
2) Tanda vital lemah.
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan dalam: hipertensi, nafas cepat
dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
3) Pemeriksaan Body Systems:
a) Pernafasan (B1: Breathing)
Gejala:
(1) Nafas pendek.
(2) Dyspnoe nocturnal.
(3) Paroksismal Nocturnal Dyspneu.
(4) Batuk dengan atau tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda:
(1) Takhipnoe.
(2) Dyspnoe.
(3) Peningkatan frekuensi.
(4) Batuk produktif dengan/tanpa sputum.
(5) Pernafasan kusmaul.
(6) Apneu.
(7) Edema pulmonal.
(8) Pneumonia.
(9) Effusi pleura.
(10) Hiperventilasi.
b) Cardiovasculer (B2: Bleeding)
Gejala:
(1) Riwayat hipertensi lama atau berat.
(2) Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas.
(3) Gangguan irama jantung.
(4) Edema.
(5) Peningkatan tekanan darah.
(6) Nyeri dada dan sesak nafas.
(7) Gangguan irama jantung.
Tanda:
(1) Hipertensi.
(2) Nadi kuat.
(3) Edema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan.
(4) Disritmia jantung.
(5) Nadi lemah halus.
(6) Hipotensi ortostatik.
(7) Perikardial friction rub.
(8) Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning kecendrungan
perdarahan.
(9) Anemia (normocromik, normositik).
(10) Gangguan fungsi trombosit, trombositopenia.
(11) Gangguan leukosit.
(12) CHF (Cronic Heart Failure/Gagal Jantung Kongesif).
(13) Dysrhytmia.
(14) Cardiomegali.
(15) Atherosklerosis.
c) Persarafan (B3: Brain)
Gejala:
(1) Disorientasi.
(2) Gangguan tingkat kesadaran (somnolent sampai koma).
(3) Perubahan dalam fungsi berpikir dan perilaku.
(4) Sakit kepala.
(5) Gelisah.
(6) Apatis.
(7) Letargi.
(8) Insomnia.
Tanda:
(1) Miopati.
(2) Ensefalopati metabolik.
(3) Burning feet syndrome.
(4) Restles sleg syndrome.
(5) Neuropathy perifer.
(6) Noctural leg cramping (Kram kaki pada malam hari).
d) Endokrin dan Metabolik
(1) Gangguan toleransi glukosa.
(2) Gangguan metabolisme lemak.
(3) Gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada
laki-laki.
(4) Gangguan metabolisme vitamin D.
(5) Peningkatan BUN dan serum kreatinin.
(6) Peningkatan asam urat.
(7) Gangguan pemecahan insulin.
(8) Hypertriglyceridemia.
(9) Asidosis.
(10) Tetani.
e) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Gejala:
(1) Penurunan frekuensi urine.
(2) Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/24jam).
(3) Anuria (produksi urine kurang dari 100 cc/24 jam).
Tanda:
(1) Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan).
(2) Sediment urine mengandung: Red Blood Cells (RBC) granular,
hialyn.
f) Pencernaan-Eliminasi Alvi B5: Bowel)
Gejala:
(1) Anoreksia.
(2) Nausea.
(3) Vomiting.
Tanda:
(1) Fektor uremicum.
(2) Gastritis erosiva.
(3) Abdomen kembung.
(4) Diare atau konstipasi.
g) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Gejala:
(1) Nyeri panggul.
(2) Nyeri tulang.
(3) Nyeri sendi.
(4) Sakit kepala.
(5) Kram otot.
(6) Nyeri kaki, (memburuk saat malam hari).
(7) Kulit gatal.
(8) Ada atau berulangnya infeksi.
Tanda :
(1) Pruritus.
(2) Demam (sepsis, dehidrasi).
(3) Ptekie, area ekimosis pada kulit.
(4) Fraktur tulang.
(5) Defosit fosfat kalsium pada kulit dan jaringan lunak.
(6) Keterbatasan gerak sendi.
(7) Kulit berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasis,
echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.
(8) Peningkatan alkaline phospatase.
(9) Renal osthedistropy.
g. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronis terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronis sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala :
a) Peningkatan berat badan cepat (edema).
b) Penurunan berat badan (malnutrisi).
c) Anoreksia (nafsu makan kurang atau tidak ada).
d) Nyeri ulu hati.
e) Mual muntah.
f) Bau mulut (amonia).
g) Stomatitis, Ginggivitis.
h) Metalic taste (rasa pengecapan seperti logam).
i) Hematemesis dan melena.
j) Esofagus.
k) Penggunaan diuretik
Tanda:
a) Gangguan status mental.
b) Ketidakmampuan berkonsentrasi.
c) Kehilangan memori, kacau.
d) Penurunan tingkat kesadaran.
e) Kejang.
f) Rambut tipis.
g) Kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi (urine-alvi)
Gejala:
a) Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
b) Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda :
a) Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan).
b) Oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala:
a) Kelelahan ektremitas.
b) Malaise.
Tanda:
a) Kelemahan otot.
b) Kehilangan tonus.
c) Penurunan rentang gerak
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronis cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual
(impotensi), gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak
pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala:
a) Penurunan libido.
b) Amenorea.
c) Infertilitas, Gynecomastia.
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif /adaptif.
Gejala:
a) Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan.
Tanda:
a) Ansietas, takut.
b) Marah, mudah terangsang.
c) Perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronis dapat menghambat klien dalam melaksanakan
ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2017), diagnosa keperawatan pada pasien dengan gagal
ginjal kronis diantaranya:
a. (D.0022) Hipervolemia
1) Definisi
Peningkatan volume cairan intravascular, interstitial, dan/atau
intraseluler.
2) Penyebab
a) Gangguan mekanisme regulasi
b) Kelebihan asupan cairan
c) Kelebihan asupan natrium
d) Gangguan aliran balik vena
e) Efek agen farmakologis (mis. kortikosteroid, chlorpropamide,
tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif:
(1) Ortopnea
(2) Dispnea
(3) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
b) Objektif:
(1) Edema anasarka dan/atau edema perifer
(2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
(3) Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Central Venous
Pressure (CVP) meningkat
(4) Refleks hepatojugular positif
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif: (tidak tersedia)
b) Objektif:
(1) Distensi vena jugularis
(2) Terdengar suara napas tambahan
(3) Hepatomegali
(4) Kadar Hb/Ht turun
(5) Oliguria
(6) Intake lebih banyak dari output (balance cairan positif)
(7) Kongesti paru
2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b) Perubahan membran alveolus-kapiler
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(1)Dispnea
b) Objektif
(1) PCO2 meningkat/menurun
(2) PO2 menurun
(3) Takikardia
(4) pH arteri meningkat/menurun
(5) Bunyi napas tambahan
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
a) Pusing
b) Penglihatan kabur
b) Objektif:
a. Sianosis
b. Diaforesis
b) Gelisah
a. Napas cuping hidung
b. Pola napas abnormal (cepat/lambat, reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
c. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
d. Kesadaran menurun
3. Intervensi Keperawatan
Rencana intervensi, strategi, atau tindakan keperawatan dipilih setelah
tujuan dan hasil yang diharapkan ditetapkan. Intervensi keperawatan adalah
tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat
kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan sesuai hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 1997 dalam Sunaryo dkk,
2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Jainurahkma, Janes, 2021) Evaluasi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien.
Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien peda tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan
setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan penilaian
Subjektif, Objektif, Analilis dan Perencanaan (SOAP) sebagai pola pikirnya
(Budiono & Sumirah, 2017 dalam Jainurakhma dkk. 2021).
a. Subjektif
Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
b. Objektif
Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
c. Analisis
Analisa ulang data subjekuf dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
d. Perencanaan
Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien
A. Kasus
Seorang pasien laki-laki bernama Tn. M berusia 47 tahun di rawat jalan
di RSU Hasanah Graha Afiah di Ruang Hemodialisa dengan CKD on Hd
pada tanggal 29 April 2021. Pasien mengatakan tangan dan kakinya
bengkak, Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan cepat lelah
ketika beraktivitas, Tangan dan kaki pasien terlihat bengkak ditandai
dengan Pemeriksaan penilaian edema dengan palpasi ekstremitas
superior dan inferior, Penilaian edema masuk kedalam derajat 2,
kedalamannya 3 mm dengan waktu kembali 5 detik, Pasien terlihat
terpasang oksigen Nasal kanul dengan oksien 4 liter permenit, Pasien
mengalami peningkatan berat badan dalam waktu singkat yaitu 3 hari
dengan kenaikan 2kg. Dari 83kg ke 85,9kg. Input : 850,11, Output :
293,6, Balance cairan : 556.51,
- Jantung membesar
- Aorta Elongasi
- Kedua hilus suram
- Corakan Vaskular di kedua suprahiler paru tampak meningkat dengan
infiltrat dikedua perihiler paru dan lapangan bawah paru kanan
- Kedua sinus baik
- Kesan kardiomegali dengan elongasi aorta disertai kongesti paru dan
suspect pneumonia
Laporan kasus kelolaan Kelompok Laporan buat dalam bentuk narasi
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat kesehatan saat ini
1) Keluhan utama : Pasien mengeluh sakit dibagian
CDL (Klavikula Dextra), dengan skala nyeri 4, rasanya serperti
ditusuk-tusuk, timbul ketika pasien beraktivitas, cara ngatasin
nyerinya dengan istirahat dan mengurangi aktivitasnya.
Pasien minum sehari 1 liter, Tangan dan Kaki kiri pasien
Bengkak (Edema), dirumah BAK 240ml/24jam?, Minum
800ml, Pasien mengatakan sulit tidur, tidak pernah bisa
memulai tidur dan tidur hanya 1 jam lalu bangun.
Pasien mengatakan sesak nafas saat dilakukan hemodialisa
terpasang oksigen liter kanul nasal, Kaki Pasien bagian kiri
kram
2) Kronologis keluhan :
- Faktor pencetus : Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak?,
Dulu sewaktu masih kerja sebagai kontraktor pasien jarang
minum air putih, pasien juga pernah meminum ramuan herbal
seperti kunyit, asam, tanpa mengetahui dosisnya.
- Timbulnya keluhan : timbul keluhan nyeri saat ingin
solat, beraktivitas berlebih
- Upaya mengatasi : dengan minum obat, dan istirahat
Pasien anak ke 3 dari 4 bersaudara, orang tua pasien masih hidup, iistri
pasien anak ke 4 dari 5 bersaudara. Pasien memiliki 3 anak, anak 1
tinggal dan kuliah diluar kota, pasien tinggal serumah dengan istri dan ke
2 anaknya
2) Pola eliminasi
a) B.A. K
- Frekwensi : 1x / hari
- Warna : Kuning jernih
- Keluhan yang berhubungan dengan B.A.K : tidak ada
b) B.A.B
- Frekwensi : -/ hari
- Warna : -
- Konsistensi : -
- Bau : -
- Keluhan yang berhubungan dengan B.A.B : kalau lagi
HD susah BAB
f. Sistem Kardiovaskuler :
1) Sirkulasi Peripher
a) Nadi 96 x/ menit : Irama : (√ ) Teratur ( )Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah (√ ) Kuat
b) Tekanan darah :130/87 mm/Hg
c) Distensi vena jugularis : Kanan : ( ) Ya ( √ ) Tidak
Kiri : ( ) Ya (√ ) Tidak
d) Temperatur kulit ( √ ) Hangat ( ) Dingin suhu : ….. °C
e) Warna kulit : ( √ ) Kecoklatan ( ) Pucat ( ) Cyanosis
( ) Kemerahan
f) Pengisian kapiler : > 3 detik
g) Edema : ( √ ) Ya,………. ( ) Tidak
( √ ) Tungkai atas (√ ) Tungkai bawah
( ) Periorbital ( ) muka
( ) Skrotalis ( ) Anasarka
2) Sirkulasi Jantung
a) Kecepatan denyut apical : 70 x/menit
b) Irama : (√ ) Teratur ( ) Tidak teratur
c) Kelainan bunyi jantung : ( ) Murmur ( ) Gallop
d) Sakit dada : ( ) Ya ( √ ) Tidak
1) Timbulnya : ( ) Saat aktivitas ( ) Tanpa aktivitas
2) Karakteristik : ( ) Seperti ditusuk-tusuk
( ) Seperti terbakar ( ) Seperti tertimpa benda berat
3) Skala nyeri : tidak ada
g. Sistem Hematologi
Gangguan Hematologi :
1) Pucat : ( √ ) Tidak ( ) Ya
2) Perdarahan : (√ ) Tidak ( ) Ya, …..:
( ) Ptechie ( ) Purpura ( ) Mimisan ( ) Perdarahan gusi (
) Echimosis
h. Sistem Syaraf Pusat
1) Keluhan sakit kepala :tidak .(vertigo/migrain, dll)
k. Sistem Urogenital
- Balance Cairan : Input : 850,11, Output : 293,6 per 24 jam
kah? Tolong di rinci input dan output dari mana aja
Balance cairan : 556.51
Perubahan pola kemih : ( - ) Retensi ( - ) Urgency ( - ) Disuria
( - ) Tidak lampias ( -) Nocturia
( - ) Inkontinensia (-) Anuria
B.a.k : Warna : (√ ) Kuning jernih ( ) Kuning
kental/coklat ( ) Merah ( ) Putih
Distensi/ketegangan kandung kemih : ( ) Ya (√ ) Tidak
Keluhan sakit pinggang : ( ) Ya (√) Tidak
Skala nyeri : tidak ada
l. Sistem Integumen
Turgor kulit : ( ) Elastis (√ ) Tidak elastis
Temperatur kulit : (√ ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit : (√ ) Pucat ( ) Sianosis ( )
Kemerahan
Keadaan kulit : (√ ) Baik ( ) Lesi ( ) Ulkus
( ) Luka, Lokasi…………..
( ) Insisi operasi, Lokasi ………………………...
( ) Kelainan Pigmen
Prosentase…………
( ) Dekubitus, Lokasi………….
Kekuatan Otot : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 55 5 5
n. Sistem reproduksi
- Jantung membesar
- Aorta Elongasi
- Kedua hilus suram
- Corakan Vaskular di kedua suprahiler paru tampak meningkat
dengan infiltrat dikedua perihiler paru dan lapangan bawah paru
kanan
- Kedua sinus baik
- Kesan kardiomegali dengan elongasi aorta disertai kongesti paru dan
suspect pneumonia
5. RESUME
Pasien mengatakan tangan dan kakinya bengkak, Pasien mengatakan
sesak nafas, Pasien mengatakan cepat lelah ketika beraktivitas, Tangan
dan kaki pasien terlihat bengkak ditandai dengan Pemeriksaan penilaian
edema dengan palpasi ekstremitas superior dan inferior, Penilaian
edema masuk kedalam derajat 2, kedalamannya 3 mm dengan waktu
kembali 5 detik, Pasien terlihat terpasang oksigen Nasal kanul dengan
oksien 4 liter permenit, Pasien mengalami peningkatan berat badan
dalam waktu singkat yaitu 3 hari dengan kenaikan 2kg. Dari 83kg ke
85,9kg. Input : 850,11, Output : 293,6, Balance cairan : 556.51,
Pasien mengatakan nyeri dibagian yang terpasang CDL sebelah kanan,
pasien mengatakan ketika nyerinya timbul, pasien istirahat dan
mengurangi aktivitasnya, Pasien tampak meringis kesakitan ketika alat
CDLnya dibersihkan P : Terpasang CDL, Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R : bagian vena central besar sekitar leher dekat klavikula
dekstra, S : 4, T : Ketika berakivitas lebih. Pasien mengatakan sulit
memulai tidur, Pasien mengatakan tidurnya tidak puas karena sering
terbangun yang disebabkan dari nyeri pada bagian yang terpasang CDL,
Kelopak mata dan bawah mata pasien terlihat menghitam, Terdapat
kantung mata.
Klien mengatakan orang terdekatnya yaitu anak sulungnya, Klien
mengatakan kurang dekat dengan istrinya, Klien mengatakan kurang
mendapat support dari keluarganya, Klien mengatakan saat meminta di
jaga ketika pasien sakit, keluaganya menolak dan mengatakan sibuk,
Klien terlihat kurang mau bercerita tentang keluarganya, Klien
mengatakan kulitnya kering, Klien mengatakan terkadang merasa gatal
pada kulinya, Kulit kaki klien teraba kering dan kasar, Kulit kaki klien
terlihat pecah-pecah atau spidermesi.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital oleh perawat, TD
190/100 mmHg, RR 20x/mnt, NN: 100x/mnt, S: 37 ℃,
DO =
- Tangan dan kaki pasien
terlihat bengkak ditandai
dengan Pemeriksaan penilaian
edema dengan palpasi
ekstremitas superior dan
inferior
- Penilaian edema masuk
kedalam derajat 2,
kedalamannya 3 mm dengan
waktu kembali 5 detik
- Pasien terlihat terpasang
oksigen Nasal kanul dengan
oksien 4 liter permenit
- Pasien mengalami peningkatan
berat badan dalam waktu
singkat yaitu 3 hari dengan
kenaikan 2kg. Dari 83kg ke
85,9kg.
- Input : 850,11
- Output : 293,6
- Balance cairan : 556.51
- Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tn.M : TD 130/87 MmHg, RR
22X/mnt, N: 96 x/mnt, S:
36℃.
- Pengisian kapiler > 3 detik.
Hasil Lab :
- Hemoglobin Tn.M mengalami
penurunan yaitu 9,5 gr/dL
- Hematokrit Tn.M mengalami
penurunan yaitu 27,0 %
- eGFR Tn.M mengalami
penurunan yaitu 11 mg/dL
- Ureum darah klien tinggi yaitu
156 mg/dL
- Kreatinine darah klien tinggi
yaitu 5,8 mg/dL
DS = Nyeri Akut Kondisi Pembedahan
- Pasien mengatakan nyeri (Pembedahan apa?)
dibagian yang terpasang CDL
sebelah kanan
- pasien mengatakan ketika
nyerinya timbul, pasien istirahat
dan mengurangi aktivitasnya
DO = kondisi luka?
- Pasien tampak meringis
kesakitan ketika alat CDLnya
dibersihkan
- P : Terpasang CDL
- Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk
- R : bagian vena central besar
sekitar leher dekat klavikula
dekstra
- S:4
- T : Ketika berakivitas lebih
DS = Gangguan Pola Nyeri Akut
- Pasien mengatakan sulit Tidur
memulai tidur
- Pasien mengatakan tidurnya
tidak puas / tidak cukup
karena sering terbangun yang
disebabkan dari nyeri pada
bagian yang terpasang CDL
- Pasien mengatakan pola
tidurnya selama sakit
berubah dari sebelum sakit
DO =
- Kelopak mata dan bawah mata
pasien terlihat menghitam
- Terdapat kantung mata
Ada di pengkajian?
DS = Mekanisme Koping
- Klien mengatakan orang Keluarga Tidak
terdekatnya yaitu anak Efektif
sulungnya
- Klien mengatakan kurang
dekat dengan istrinya
- Klien mengatakan kurang
mendapat support dari
keluarganya
- Klien mengatakan saat
meminta di jaga ketika pasien
sakit, keluaganya menolak
dan mengatakan sibuk
DO =
- Klien terlihat kurang mau
bercerita tentang keluarganya
- Klien
Ada data ini di pengkajian?
DS = Risiko Kerusakan
- Klien mengatakan kulitnya Integritas Kulit
kering
- Klien mengatakan terkadang
merasa gatal pada kulinya
DO =
- Kulit kaki klien teraba kering
dan kasar
- Kulit kaki klien terlihat
pecah-pecah atau spidernevi
Ada data ini di pengkajian?
B. Diagnosa Keperawatan
Tgl Tanda Diagnosa Tgl Masalah Tanda
Masalah tangan
Tangan Keperawatan Teratasi
Muncul
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rencana Tindakan keperawatan
(NIC)
(D.0022) Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 1. Manajemen Hipervolemia (I.O3114)
jam diharapkan masalah keperawatan Observasi:
berhubungan dengan
Hipervolemia dapat teratasi dengan kriteria Periksa tanda dan gejala hipervolemia
Gangguan mekanisme hasil: (edema, dispnea, suara napas tambahan)
Keseimbangan cairan (L.03020) :
regulasi Penyakit Ginjal Identifikasi penyebab hipervolemia
1. Asupan cairan sedang Monitor intake dan output cairan
2. Haluaran urin sedang Terapeutik:
4. Kelembaban membrane mukosa sedang Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
5. Edema sedang Timbang berat badan sebelum dan sesudah
hemodialisa
6. Tekanan darah sedang
7. Turgor kulit sedang Edukasi:
Anjurkan melapor jika BB bertambah> 1kg
8. Berat badan sedang dalam sehari
Ajarkan cara mengukur dan mencatat
Tingkat kepatuhan (L.12110) : asupan dan haluaran cairan
Ajarkan cara membatasi cairan
1. Verbalisasi kemauan mematuhi program Kolaborasi??
perawatan atau pengobatan sedang
2. verbalisasi mengikuti anjuran sedang 2. Dukungan kepatuhan program pengobatan
(I.12361)
Observasi:
Identifikasi kepatuhan menjalani program
pengobatan
Terapeutik:
Diskusikan hal-hal yang mendukung atau
menghambat berjalannya program
pengobatan
Edukasi:
Informasikan manfaat yang akan diperoleh
jika teratur menjalani program pengobatan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian diuretik Apa
obatnya? Dosisnya?
(D.0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) (I.08238) Manajemen Nyeri
berhubungan dengan agen 1x4 jam diharapkan masalah a) Observasi
pencedera fisik keperawatan nyeri akut dapat teratasi (1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1) (L.08066) tingkat nyeri nyeri.
a) Keluhan nyeri, dari sedang (3) (2) Identifikasi skala nyeri.
menjadi cukup meningkat (4). b) Terapeutik
b) Meringis, dari sedang (3) menjadi (3) Kontrol lingkungan yang
cukup meningkat (4). memperberat rasa nyeri (mis. suhu
c) Frekuensi nadi, dari sedang (3) ruangan, pencahayaan, kebisingan).
menjadi cukup membaik (4). c) Edukasi
d) Tekanan darah, dari sedang (3) (4) Anjurkan memonitor nyeri secara
menjadi cukup membaik (4). mandiri.
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
d) Kolaborasi
(6) Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu. Dapat ngga?
Observasi :
Monitor status oksigen sebelum dan sesuda
merubah posisi
Terapeutik :
Tempakan pada tempat tidur terapeutik yang
tepat
Atur posisi untuk mengurangi sesak
Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
Tingikan tempat tidur bagian kepala
Berikan bantal yang tepat pada leher
Motivasi terlibat dalam perubahan posis,
sesuai kebutuhan
Hindari menempatkan pada posisi yang dapat
menigkatkan nyeri
Hindari posisi yang memberikan ketegangan
pada luka
Menimakan gerakan atau gesekan saat
merubah posisi
Edukasi:
Informasikan saat dilakukan perubahan posisi
Ajarkan cara mengunakan postur yang baik
dan makanik tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian premedikasi senbelum
menguba posisi, jika perlu
(D.0097) Penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Koping Keluarga (I 09260)
Koping Keluarga b.d selama 1x4 jam maka Penurunan Koping Observasi:
Keluarga b.d penyakit kronis meningkat
penyakit kronis dengan kriteria hasil: Identifikasi respon emosional terhadap
Status Koping Keluarga (L09088) kondisi saat ini
Kriteria Hasil: Terapeutik:
1. Perasaan diabaikan menurun Dengarkan masalah, perasaan dan
2. Kekhawatiran tentang anggota keluarga pertanyaan keluarga
menurun Terima nilai-nilai keluarga dengan cara
3. Komitmen pada perawatan/pengobatan yang tidak menghakimi
meningkat Edukasi
Informasikan kemajuan pasien secara berkala
4. Komunikasi antara anggota keluarga
Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang
meningkat
tersedia
Kolaborasi
Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
Terapeutik
Diskusikan perubahan peran yang dialami
Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
Motivasi mengidentifikasi system
pendukung yang tersedia
Edukasi
Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika
perlu
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
Anjurkan keluarga terlibat
(D.0129) Resiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Intergitas Kulit atau selama 1x4 jam maka resiko gangguan Observasi:
integritas kulit/jaringan meningkat dengan Identifikasi penyebab gangguan integritas
Jaringan kriteria hasil: kulit
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) : Terapeutik:
1. Kemerahan cukup menurun Gunakan produk berbahan petroleum atau
2. Jaringan parut sedang minyak pada kulit kering
3. Nekrosis sedang Gunakan produk berbahan tingan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
Kontrol Risiko (l.14128) :
Hindari produk berbahan alcohol pada kulit
1. Kemampuan mengubah perilaku cukup kering
meningkat
2. Komitmen terhadap strategi cukup Edukasi:
meningkat Anjurkan menggunakan pelembab
3. Kemampuan menghindari factor risiko Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
cukup meningkat Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
4. Penggunakaan fasilitas Kesehatan cukup Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
meningkat minimal 30 saat berada di luar rumah
5. Penggunaan system pendukung cukup Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
meningkat secukupnya
6. Pemantauan perubahan status Kesehatan
cukup meningkat
2. Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi:
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
sistemik
Terapeutik:
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi:
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
A. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Sebaiknya dinarasikan
No Implementasi Evaluasi
Diagnosa Tanggal dan jam? S O A P Tanggal dan jam?
1. 1. Manajemen Hipervolemia (I.O3114) S:
Klien mengatakan tangan
Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia dan kakinya bengkak
(edema, dispnea, suara napas tambahan) Klien mengatakan sering
minum kurang lebih 1 liter
S : klien mengatakan tangan dan kakinya
dalam satu hari
bengkak Klien mengatakan minum
O : klien menunjukan bagian tangan dan lebih banyak dari yang
disarankan
kakinya
Klien mengatakan lebih
H : edema pada bagian tangan dan kaki klien nyaman seperti ini
Klien mengatakan bb
sebelumnya adalah 85,9
Mengidentifikasi penyebab hipervolemia Klien mengatakan jarang
S : Klien mengatakan sering minum kurang melakukan timbang berat
lebih 1 liter dalam satu hari badan dirumah kecuali di
rumah sakit
O : Klien terlihat menggunakan oksigen Klien mengatakan tidak
H : Klien sedikit sesak pernah mencatat atau
mengukur asupan dan
pengeluaran cairan
Memonitor intake dan output cairan Klien mengatakan selama
S : Klien mengatakan minum lebih banyak ini tidak pernah membatasi
apa yang diminum dan
dari yang disarankan dimakannya
O : bb klien naik 3 kg Klien mengatakan tidak
H : Jumlah intake/24 jam : 850,11 cc Jumlah rutin menjalani hemodialisa
Klien mengatakan merasa
output/24 jam :293,6 cc Balance Cairan = sendiri dan tidak
850,11-293,6 = +556,51 cc mendapatkan dukungan
keluarga dalam menjalani
pegobatan
Meninggikan kepala tempat tidur 30-40 Klien mengatakan
S : klien mengatakan lebih nyaman seperti ini mengetahui manfaat dari
pengobatan yang dijalani
O : klien terlihat rileks
tetapi terkadang klien suka
H : klien tenang malas dan merasa tidak
memiliki motivasi dari
Menimbang berat badan sebelum dan orang terdekatnya
sesudah hemodialisa
O:
S : Klien mengatakan bb sebelumnya adalah Klien menunjukan bagian
85,9 tangan dan kakinya
Klien terlihat menggunakan
O : bb klien sekarang 83 kg oksigen
H : terjadi kenaikan berat badan sebanyak 2 BB klien naik 3 kg
Klien terlihat rileks
kg dalam 3 hari
BB klien sekarang 83 kg
Klien terlihat lelah
Menganjurkan melapor jika BB Ketika diajarkan cara
mengukur dan mencatat
bertambah > 1kg dalam sehari asupan dan Pengeluaran
S : klien mengatakan jarang melakukan cairan klien tampak antusias
Ketika diajak berbicara
timbang berat badan dirumah kecuali di klien sesekali menarik nafas
rumah sakit Ketika ditanya alasannya
klien tampak ragu
O : Klien terlihat lelah menjawab
H : Terjadi kenaikan bb sebanyak 2 kg Kontak mata klien kurang
Ketika diberikan informasi
klien tampak mendengarkan
Mengajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran cairan A:
S : klien mengatakan tidak pernah mencatat Masalah Hipervolemia
atau mengukur asupan dan pengeluaran berhubungan dengan penyakit
cairan ginjal sudah tertasi sebagian
O : ketika diajarkan cara mengukur dan P:
mencatat asupan dan pengeluaran cairan klien Intervensi dihentikan
tampak antusias Perlukah di evaluasi dikunjungan
H : klien memahami apa yang sudah berikut?
diajarkan
Berdasarkan kasus, Tn. M saat ini dirawat jalan dengan diagnosa medis CKD On
HD dan memiliki riwayat hipertensi. Pasien mengatakan memiliki riwayat
Hipertensi sejak mengalami kecelakaan motor tunggal pada tahun 2008 hingga
saat ini, yang artinya sudah 13 tahun. Namun selama itu hipertensi pasien tidak
pernah terkontrol dan pada tahun 2017 pasien di diagnosa gagal ginjal kronis yang
mengharuskan pasien cuci darah 2 minggu sekali. Menurut Muttaqin, Arif, (2016)
kondisi klien yang memungkinkan mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari luar
ginjal, seperti penyakit sistemik, diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
Maka hal ini sejalan dengan kondisi penyakit pasien yang menderita Gagal ginjal
kronis yang disebabkan dari hipertensi.
Menurut Muttaqin, Arif, (2016) pada pasien gagal ginjal kronis ditemukan hasil
pemeriksaan laboratorium darah pasien yaitu Kadar ureum dalam darah (BUN) :
meningkat dari normal, Kreatinin meningkat sampai 10 mg/dl (Normal : 0,5-1,5
mg/dl). Hitung darah lengkap - Hematokrit : menurun akibat anemia, -
Hemoglobin : biasanya kurang dari 7-8 g/dl. Hal ini berkaitan dengan kondisi
pasien Tn.M yang mana ditemukan hasil pemeriksaan laboratoriumnya yaitu
ureum darahnya tinggi dengan hasil 156 mg/dL dari rentang nilai normalnya 17-
50. Kreatinin darah tinggi dengan hasil 5,80 mg/dL dari rentang normal 0,7-1,2
serta hasil hemoglobin pasien rendah 9,5 gr/dL dari rentang normal 14-16.
Rentang nilai normal tersebut diambil dari rentang nilai normal laboratorium RSU
Hasanah Graha Afiah.
Diagnosa prioritas?
Menurut Guswanti, (2019) kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan
gagal ginjal kronis yaitu, hipervolemia, defisit nutrisi, nausea , gangguan
integritas kulit/jaringan, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, resiko
penurunan curah jantung, perfusi perifer tidak efektif serta nyeri akut. Adapun
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien Tn.M yang sesuai dengan teori
tersebut yaitu hipervolemia, nyeri akut, gangguan integritas kulit. Adapun yang
tidak sesuai dengan teori tersebut yang didapat pada pasien yaitu penurunan
koping keluarga, dan gangguan pola tidur. Dalam hal penegakkan diagnosa ini,
kelompok menyesuaikan dengan kondisi pasien serta didukung oleh data subjektif
maupun data objektif yang didapat dari hasil pengkajian pada pasien Tn.M.
Berdasarkan kasus pada pasien Tn.M ditemukan data subjektif pasien mengatakan
tangan dan kakinya bengkak, pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan
cepat lelah ketika beraktivitas. Data objektif ditemukan tangan dan kaki pasien
terlihat bengkak ditandai dengan pemeriksaan penilaian edema dengan palpasi
ekstremitas superior dan inferior, penilaian edema masuk kedalam derajat 2,
kedalamannya 3 mm dengan waktu kembali 5 detik, pasien terlihat terpasang
oksigen nasal kanul dengan oksien 4 liter permenit, pasien mengalami
peningkatan berat badan dalam waktu singkat yaitu 3 hari dengan kenaikan 2kg.
Dari 83kg ke 85,9kg, Intake : 850,11 Output : 293,6, Balance cairan : 556.51.
Pemeriksaan tanda-tanda vital Tn.M : TD 130/87 MmHg, RR 22X/mnt, N: 96
x/mnt, S: 36℃, Pengisian kapiler > 3 detik yang dilakukan dengan menekan jari
kuku pasien. Hasil Laboratorium pasien Hemoglobin Tn.M mengalami penurunan
yaitu 9,5 gr/dL, Hematokrit Tn.M mengalami penurunan yaitu 27,0 %, eGFR
Tn.M mengalami penurunan yaitu 11 mg/dL, Ureum darah klien tinggi yaitu 156
mg/dL, Kreatinine darah klien tinggi yaitu 5,8 mg/dL. Dari data tersebut,
kelompok sepakat untuk menegakkan diagnosa keperawatan prioritasnya adalah
Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Hal ini sesuai
dengan SDKI, (2016) yang menyebutkan tanda gejala diagnosa hipervolemi
beberapa diantaranya yaitu, edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan
meningkat dalam waktu singkat, kadar hemoglobin dan hematokrit turun, intake
lebih banyak dari output (balance cairan positif). Kondisi pasien Tn.M sesuai
dengan Studi Kasus dalam jurnal yang berjudul “Studi Kasus Pasien Gagal Ginjal
Kronis Dengan Masalah Hipervolemia Di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang” diperoleh data pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis GGK,
klien mengatakan bengkak pada kedua tangan dan juga perut terasa membesar.
Klien tampak lemas, kedua tangan tampak bengkak, perut klien tampak besar.
BB : 57 kg (sebelum sakit 52 kg), Hasil laboratorium : Ureum : 175,7 mg/dL,
BUN : 82,1 mg/dL, Kreatinin : 4,06 mg/dL (Letik et al., 2020).
Anjurkan melapor jika BB bertambah> 1kg dalam sehari, Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan haluaran cairan, Ajarkan cara membatasi cairan dan
kolaborasi dengan ahli medis untuk pemberian obat furosemide.
Selama Hd adakah yg mau dibahas? Kaitkan masalah dengan teori atau jurnal yg
ada
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Diambil dari bab IV. Apa kesimpulan kasus Tn M
bisa dibandingakan dengan teori atau hasil penelitian yg ada. Apa
kesamaannya dan apa kesenjangannya mulai dari pengkajian sd
evaluasi
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit
faktor pencetus dari penyakit ini sering kali berhubungan dengan penyakit
kronis yang menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit
jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres
faktor obesitas, hipertensi.
Guswanti. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Hemodialisa Di Ruang Flamboyan Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Repository Poltekkes Kaltim, 8(5), 55.
Letik, G. H., Sutiyarsih, E., & Ariesti, E. (2020). Studi Kasus Pasien Gagal Ginjal
Kronis Dengan Masalah Hipervolemia Di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang.
Moorhead, Sue, and Johnson, M. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC)
(5th ed.). Elseiver.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan) (1 Cetakan). DPP PPNI.