Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Kelompok 11 Matematika Keislaman

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

MATEMATIKA KEISLAMAN

“MATEMATIKA FALAQ

(MENENTUKAN AWAL RAMADHAN DAN 1 SYAWAL)”

Disusun Oleh :

Kelompok 11

1. Alinda Ayu Putri 1830206060


2. Chery Marsharahani 1830206068

Dosen Pengampu :

Harisman Nizar, M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
matematika keislaman yang berjudul “Matemtika Falaq (Menentukan Awal Ramadhan dan
1 Syawal)”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, pemimpin para nabi dan panutan bagi umat islam di dunia yang beriman
dan bertakwa, begitu juga dengan para keluarga dan sahabat yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada
pengembangan risalah mulia yang selalu mengikuti metode langkah beliau yang menjadikan
Al-Qur,an sebagai pedoman sekaligus sumber hukum.
Makalah matemtika falaq (menentukan awal ramadhan dan 1 syawal) ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangunan, khususnya
dari bapak dosen supaya bisa menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami di masa yang
akan datang.
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah yang
kami susun ini. Kami mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah
ini.
Palembang, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................4

C. TUJUAN...........................................................................................................................................4

BAB II..............................................................................................................................................5

PEMBAHASAN..............................................................................................................................5

A. Ilmu Falaq.........................................................................................................................................5

B. Proses Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dari Masa ke Masa....................9

C. Matematika Falaq............................................................................................................................16

BAB III...........................................................................................................................................22

PENUTUP......................................................................................................................................22

Kesimpulan............................................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Segala puji hanya bagi Allah swt yang telah menciptakan matahari, bulan dan
bintng-bintang sebagai petunjuk waktu dalam pelaksanaan ibadah dan sebagai
panduan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Matahari dan bulan beredar pada
garis edarnya (falaknya) masing-masing, sehingga terjadi perubahan waktu di bumi
setiap hari, bulan dan sepanjang tahun. Astronomi Islam (ilmu falak) merupakan salah
satu ilmu tertua dalam khazanah dunia keilmuan dan dipandang sebagai ilmu penting
bagi kehidupan makhluk di bumi. Ilmu falak sudah dikenal, dipelajari dan
dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat ribuan tahun sebelum Masehi. Dengan
ilmu falak, orang dapat menerka alam jagat raya, mempelajari terjadi pergantian siang
dan malam dan perubahan musim dari waktu-kewaktu sepanjang bulan dan tahun. Di
antara kegunaan ilmu falak adalah menetapkan awal bulan Kamariah, terutama bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, karena ketiga bulan tersebut terkait dengan
pelaksanaan ibadah penting dalam Islam seperti puasa Ramadhan, Idul Fithri dan Idul
Adhha. Berdasarkan hal itu, ilmu falak tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan umat
Islam, karena ilmu itu menjadi panduan umat Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ilmu falaq?
2. Bagaimana proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah dari
masa ke masa?
3. Bagaimana matematika falaq ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu ilmu falaq.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses penentuan awal bulan
ramadhan, syawal, dan dzulhijjah dari masa ke masa.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana matematika falaq.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu Falaq
Menurut bahasa, falak artinya orbit atau peredaran/lintasan benda-benda
langit, sehingga ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan
benda-benda langit khususnya bumi, bulan dan matahari pada orbitnya masing-
masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit tersebut antara satu dengan
lainnya agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.1 Ilmu falak secara
terminology adalah ilmu pengatahuan yang mempelajari benda-benda langit seperti
matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk
mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda
langit yang lain.

Dalam bahasa inggris ilmu falak di sebut juga “Astronomi”, adapun


Astronomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh benda-benda langit itu terhadap nasib seseorang di
muka bumi. Astrologi inilah yang dikenal dengan Ilmu Nujum 2 Jika di amati secara
spesifik memang terdapat perbedaan yang signifikan antara ilmu falak dengan
astronomi, dari sisi ruang lingkup bahasanya, astronomi mengkaji seluruh benda-
benda langit, baik matahari, palanet, satelit, bintang, galaksi, nabula dan lainnya.
Sedangkan ilmu falak ruang lingkup pembahasannya hanya terbatas pada matahrari,
bumi dan bulan. Itupun hanya posisinya saja sebagai akibat dari pergerakannya. Hal
ini karena perintah ibadah tidak bisa lepas dari waktu. Sedangkan waktu itu
sendiri berpedoman pada peredaran benda-benda langit dan semua itu berhubungan
dengan posisi. Dengan demikian,mempelajari ilmu falak sangatlah penting,sebab
untuk kepentingan praktek ibadah.

Adapun ilmu falaq termasuk dalam hisab dan rukyah, Kata hisab berasal dari
bahasa Arab; ‫حسابا يحسب حسب‬3 yang artinya menghitung. Dalam Bahasa Inggris kata ini
disebut Arithmatic yaitu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk

1
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004),hlm.3.
2
KH Salamun Ibrahim, Ilmu Falak, (Bandung: Pustaka Progresif, 1995), hlm. 39.
3
Loewis Ma‟luf, al-Munjid, cet. 25, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1975), hlm. 132.
perhitungan.4 Para pakar dalam memberikan definisi terhadap hisab bervariasi. Namun
jika diteliti labih lanjut, ternyata terdapat beberapa kesamaan terutama dalam objek
kajiannya. Dalam hal ini penulis akan mengungkapkan beberapa pendapat mereka
tentang ilmu hisab.

Moedji Raharto memberikan definisi terhadap ilmu hisab dalam arti khusus
yaitu cara penentuan awal bulan Islam atau cara memprediksi fenomena alam lainnya
seperti gerhana bulan dan gerhana matahari melalui perhitungan posisi, gerak bulan,
dan matahari.5 Berbeda dari Moedji, dalam Almanak Hisab Rukyah Ichtiyanto
memberi warna berbeda dalam pendefinisian hisab, bahwa hisab adalah suatu ilmu
pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan yang dalam bahasa
inggris disebut arithmatic. Ilmu falak dan ilmu faraidl 6 termasuk ke dalam ilmu hisab.
Demikian itu karena hal yang paling dominan dalam kedua ilmu tersebut adalah
menghitung, melakukan perhitungan-perhitungan.7

Jelas kiranya bahwa ilmu falak dan ilmu faraidl keduanya termasuk dalam
ilmu hisab. Dari sini pula dapat kita simpulkan bahwa ilmu falak adalah ilmu hisab,
akan tetapi ilmu hisab belum tentu ilmu falak. Namun yang terjadi dalam masyarakat
sekarang ini khususnya masyarakat Indonesia mengenal ilmu falak sebagai ilmu
hisab. Bahkan ada yang beranggapan bahwa ilmu falak adalah nama lain dari ilmu
hisab. Penamaan tersebut dengan alasan bahwa ilmu pengetahuan tersebut memiliki
objek yang disebut falak (lintasan bintang-bintang). Juga dinamakan hisab karena
dominan aktivitas didalamnya adalah melakukan perhitungan –perhitungan.

Sedangkan “Rukyah” juga berasal dari Bahasa Arab; ‫رى رؤية‬T‫ را ء ى ي‬artinya
melihat.8 Maksudnya, melihat Bulan secara fisik dengan mata.9 Rukyah dilaksanakan
pada tanggal 29 bulan kamariah pada saat matahari terbenam. Hal ini terkait dengan
pemahaman bahwa masuknya bulan baru adalah jika ijtima‟ 10 terjadi sebelum saat
4
Badan Hisab Rukyah Depag RI, Almanak Hisab Rukyah, (Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama Islam, 1981), hlm. 14.
5
Moedji Raharto,” Astronomi Islam dalam Perspektif Astronomi Modern” dalam Moedji Raharto (ed),
Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, (Lembang: Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyah
Negara-Negara MABIMS, 2000), hlm. 105.
6
Ilmu faraidl adalah suatu disiplin ilmu dalam Agama Islam yang khusus mempelajari tentang bagian-
bagian ahli waris dan cara-cara melakukan perhitungan dan pembagian harta warisan.
7
Ichtiyanto, et. al., Alamanak Hisab Rukyah, (Jakarta: Badan Hisab Rukyah,, 1981), hlm 229.
8
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1996), hlm. 460.
9
Suara Muhammadiyah, Hisab Bulan Kamariah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008), h. 1.
10
Ijtima‟ adalah suatu keadaan dimana posisi bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus
(bujur astronomi), lihat juga Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005),
hlm. 32.
matahari terbenam, maka sejak matahari terbenam itulah awal bulan baru sudah mulai
masuk. Seiring dengan berkembangnya zaman, istilah Hisab Rukyah juga sering
disebut Ilmu Falak,11 yaitu sebuah ilmu pengetahuan yang didalamnya mempelajari
benda-benda langit tentang fisik, ukuran dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya.12

Secara etimologis kata falak berasal dari bahasa Arab yang mempunyai
persamaan kata madar13 yang berarti edar, atau dalam bahasa inggris disebut sebagai
orbit.14 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia falak diartikan sebagai “lingkaran
langit atau cakrawala”.15 Kata falak dalam al-Qur‟an diungkap sebanyak dua kali,
yaitu pada surat 21 al-Anbiya‟ ayat 33 dan surat 36 Yaasin ayat 40. Masing-masing
ayat tersebut mengartikannya sebagai garis edar16 atau orbit.17

Artinya :
Dan
dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.(Q.S. 21 al-Anbiya‟: 33)18

11
Ilmu falak, berasal dari dua kata yaitu ilmu yang berarti pengetahuan atau kepandaian, dan falak yang
berarti lengkung langit, lingkaran langit, cakrawala, dan juga dapat berarti pengetahuan mengenai
keadaan (peredaran, perhitungan, dan lain sebagainya) bintang, ilmu perbintangan (astronomi), lihat
dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 325.
12
Badan Hisab Rukyah RI, op.cit, hlm. 22.
13
Achmad Warson Munawwir. Kamus al-Munawir, op. cit, hlm. 1152.
14
Munir Ba‟albaki, Al-Munawwir A Modern English-Arabic Dictionary, cet. III, (Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malayin, 1970), hlm. 637.
15
Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2 cet. IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
hlm. 274.
16
Depag RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahan, op. cit, hlm. 499.
17
Susiknan Azhari, Ilmu Falak “Perjumpaan Khazanah Islam dan Sians Modern”, cet II, (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2007), hlm. 1.
18
Depag RI. al-Qur‟an Dan Terjemahan, op.cit, hlm. 257.
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak
dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(Q.S. 36
Yaasin: 40)19
20
Dalam beberapa literatur, ilmu falak juga sering disebut dengan ilmu hisab,
miqat, rasd, dan hai‟ah.21 Studi ilmu falak terutama diarahkan untuk keperluan ibadah
umat muslim:22

1. Menentukan posisi atau arah kiblat.


2. Menentukan waktu-waktu salat.
3. Menentukan awal bulan hijriah
4. Menentukan gerhana.

Ilmu falak pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:23

1. Ilmu falak „ilmiy (Theoritical Astronomy), adalah ilmu falak yang membahas teori
serta konsep-konsep benda langit seperti:
a. Cosmogoni adalah cabang dari astronomi yang mempelajari tentang asal mula
kejadian benda-benda langit serta perkembangan selanjutnya.24
b. Cosmologi adalah cabang dari astronomi yang mempelajari tentang bentuk dan
tata himpunan benda-benda langit.25
c. Cosmografi adalah cabang dari astronomi yang mempelajari tentang gambaran
peredaran benda-benda langit serta kelompokkelompok bintang.26
d. Astrometik adalah cabang dari astronomi yang mempelajari ukuran-ukuran
benda-benda langit serta jarak antara satu dengan lainnya. Astrometik juga
merupakan dasar bagi penentuan system koordinat astronomi, lintasan dan
gerak benda langit.27
e. Astromekanik adalah cabang dari astronomi yang mempelajari tentang gerak
benda-benda langit serta gaya tarik antara satu dengan lainnya.28

19
Ibid. hlm. 353.
20
Fakhruddin al-Razi, at-Tafsir al-Kabir, (Beirut Dar al-Fikr, 1983 H), juz 5, hlm. 479.
21
Tanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi Trsir al-Qur‟anul Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), juz 9, hlm. 166.
22
Susiknan Azhari. Ilmu Falak “Perjumpaan Khazanah Islam dan Sians Modern”, op.cit. hlm. 3.
23
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek “Perhitungan Arah Kiblat, Waktu Shalat,
Awal Bulan dan Gerhana”, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), hlm. 4.
24
Ibid, hlm. 16.
25
Muhyidin Khazin, loc.cit.
26
Muhyidin Khazin, loc.cit
27
Ibid, hlm. 9.
28
Muhyidin Khazin, loc.cit
f. Astrofisika adalah cabang dari astronomi yang mempelajari tentang sifat dan
unsur-unsur yang terdapat pada benda-benda langit dari fisika. Astrofisika
terutama bersandar kepada telaah pancaran yang diterima dari benda-benda
langit.29
2. Ilmu falak ‘amaliy30 (Practical Astronomy), yaitu ilmu yang melakukan
perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara
satu dengan lainnya. Ilmu falak 'amaliy inilah yang oleh masyarakat umum
dikenal dengan ilmu hisab.

B. Proses Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dari Masa ke
Masa
a. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa
Rasulullah

Bangsa Arab sepakat bahwa tanggal satu dimulai dengan kemunculan hilal
dan memberi nama bulan-bulan seperti saat ini. Mereka juga mengenal bulan-
bulan suci yang diharamkan untuk berperang (yakni bulan Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Namun karena alasan kepentingan dan
keuntungan kelompok dan individual maka kesucian bulan digeser pada bulan
selanjutnya (Kementerian Agama RI, 2012, 111-112), ini sebagaimana dalam QS
al-Taubah: 37 sebagai berikut:

“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah


kekafiran.disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu,
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun
yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah
mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah.
(syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.31

Namun karena kaitan yang erat dengan persoalan ibadah pula agaknya
menjadikan “manupilasi” perhitungan bulan ini secara tegas diatur dan dilarang
dalam ranah teologis, sebagaimana dalam ayat :

29
Ibid, hlm. 8.
30
Ilmu falak „amaly ini yang oleh mesyarakat umum dikenal dengan ilmu falak atau ilmu hisab.
Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, loc.cit.
31
QS al-Taubah: 37.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat
bulan haram.Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu
Menganiaya dirikamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya,
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.32

Jika dicermati mendalam, kedua ayat diatas adalah berjenis Madaniyyah


yang berarti aturan ini berlaku setelah beberapa saat Islam turun.Artinya, di awal
Islam di periode Makkah, praktek “manipulasi” ini belum secara tegas
dilarang.Haji dan shalat pun belum disyariahkan selain mengikuti tradisi dan
ajaran sejak nabi Ibrahim as. Mengacu pada pemaknaan Makkiyah, hal ini wajar
mengingat stressing da’wah Islam di masa Makkah adalah pada penyadaran
aqidah umat, penguatan keimanan serta pembentukan akhlak karimah dan pranata
sosial yang sederhana.

b. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa
khulafauttasyidin

Menurut pendapat dan definisi Ibn Hajar Al Asqalani, sahabat dimaknai


sebagai orang yang berinteraksi dengan nabi Muhammad saw, beriman pada
Islam dan meninggal dalam kondisi Islam. Hingga dari definisi ini dapat
dipetakan bahwa sahabat nabi bukan hanya nama-nama besar yang tercatat dalam
sejarah, namun banyak pula yang tergolong sahabat kecil karena interaksi yang
sesaat dengan nabi. Sebagian dari mereka masih hidup dalam kurun waktu lama
dan tersebar di beberapa wilayah sebagai konsekwensi logis dari semakin luasnya
wilayah Islam.

Tercatat bahwa sahabat yang terakhir meninggal adalah Abu Thufail ‘Amir
bin Wathilah al-Laithi pada tahun 100 H di Makkah.33 10 Namun meski
demikian, hal yang perlu dicermati dari masa ini adalah adanya penetapan tahun
Hijriah di masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab pada tahun 17 H
sebagai tonggak sejarah baru umat Islam dalam dunia ilmu hisab dan astronomi.
Dalam penuturan sebelumnya dikatakan bahwa umat Islam memang telah
mengenal sistem kalender sederhana, yakni dengan mengetahui tanggal dan bulan
32
QS al-Taubah: 3.
33
Ibn Hajar Asqalani,.Fathu al-Bari vol VII.(Beirut: Dar al-Ma’rifah. T.t), hlm. 268.
tanpa tahun. Dalam kurun waktu tertentu hal ini tentu menjadi penyebab
kerancuan sebagaimana kasus surat Abu Musa al-Ash’ari yang merupakan
gubernur Basrah pada Umar, Abu Musa menyatakan

“Telah datang kepada kami beberapa surat dari amirul mukminin, sementara
kami tidak tahu kapan kami harus menindaklanjutinya. Kami telah mempelajari
satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban. Kami tidak tahu, surat itu Sya’ban
tahun ini ataukah tahun kemarin.”34

Dari sini, Khalifah ‘Umar akhirnya mengumpulkan sahabat dan


bermusyawarah tentang urgennya keberadaan kalender. Terdapat empat usulan
tentang awal waktu perhitungan kalender ini, yakni berdasar tahun kelahiran nabi
Muhammad saw, tahun diutusnya nabi sebagai Rasul, tahun hijrahnya nabi
Muhammad ke Madinah dan tahun wafat beliau.35 Dari perdebatan dan diskusi
panjang pada akhirnya ‘Umar menyetujui usul dan argumentasi ‘Ali bin Abi
Thalib agar berdasar tahun hijrahnya nabi Muhammad.36

c. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa tabiin

Jika tabi’in dimaknai sebagai murid langsung dari sahabat dan pernah
berinteraksi meski sesaat, maka diduga tabi’in terakhir yang meninggal adalah
Khalaf bin Khalifah yang wafat pada tahun 181 H. Di abad ini, umat Islam
sedang berada dalam masa transisi pemerintahan dari Bani Umayyah menuju
Bani Abbasiyyah. Sedikit banyak hal ini juga berpengaruh dalam pengembangan
keilmuan. Dimasa dinasti Amawiyyah selama kurun 90 tahun, fokus
pemerintahan memang pada membangun dinasti yang kokoh dan ekspansi
wilayah Islam. Karena itu, penelitian dan pengembangan keilmuan relatif kurang
mendapat apresiasi dari pemerintah.Meski demikian, bukan berarti masa ini
adalah masa stagnansi keilmuan.Karena masa ini adalah masa terpenting dalam
sejarah kodifikasi hadis, juga keilmuan tafsir dan asketisme. Sedang dalam sains
34
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Subulus salam ,(Dar Al fikr , T.t), hlm. 268.
35
Ibn Hajar Al Asqalani.Al-Isabah fi Tamyiz al-Sahabah vol I. (Mesir: Dar al-Kutub.
1853), hlm. 268.
36
Muhammad Rida, Op. Cit., hlm. 176.
dan pengetahuan alam, sejatinya terdapat semisal Khalid bin Yazid bin
Mu’awiyah bin Abi Sufyan (w. 85 H/ 704 H) yang menekuni dunia keilmuan dan
sains. Dalam sejarah dikatakan bahwa Khalid mundur dari perebutan kekuasaan
sebagai khalifah pasca pemerintahan ayahnya demi menekuni dunia keilmuan. 37
Di masa ini pula sejatinya penterjemahan buku-buku dari Yunani sebagai aplikasi
pengembangan ilmu pengetahuan berawal. Yakni meliputi buku-buku falak dan
astronomi, kedokteran hingga kimia dan sebagainya.38 Meski telah dimulai sejak
masa dinasti Umayyah, perkembangan sains dan keilmuan falak dalam Islam
sejatinya benar-benar dimulai saat dipimpin oleh dinasti Abbasiyyah.
Penerjemahan besar-besaran dan penelitian serta pengembangan keilmuan Falak
benar-benar didukung oleh para khalifah di kurun periode awal bani Abbasiyyah.

d. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa pra
kemerdekaan

Awal masuknya waktu-waktu ibadah tidaklah hanya di tandai dengan bunyi


beduk akan tetapi meeka selalu memperhitungkan dalam menentukan dengan
perhitungan ilmu falak.39 Dinamika penentuan awal puasa awal syawal dan awal
dzulhijjah sudah lahir sejak zaman kolonial bahkan sebelum zaman kolonial
sudah lama terjadi perbedaan tersebut yang tak kunjung selesai untuk itu
kolonialis belanda memberi kebebasan hal tersebut. bahwa Islam telah memberi
umatnya kebebasan untuk memilih di antara dua cara itu. Lagipula, lanjutnya,
“perbedaan paham itu, sudah berjalan berabadabad.” Mengetahui terdapat dua
aliran besar dalam menentukan akhir puasa, pemerintah kolonial berupaya
mengakomodasi keduanya. “Dalam hal ini malah pemerintah Hindia Belanda
menunjukkan perhatianya dengan Pengertian itu berupa penambahan libur bulan
puasa hampir penuh dalam satu bulan.40

Lebaran sebentar lagi datang. Sebagian umat Islam menunggu


pengumuman resmi Pemerintah tentang kapan pastinya hari Lebaran.Baik melalui
televisi, radio, ataupun internet.Lainnya mengikuti keputusan ormas dan tarekat
masing-masing. Bagaimanakah umat Islam pada masa kolonial mengetahui hari
37
Izzuddin, Ahmad. Ilmu Falak Praktis. (Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2012),
hlm. 33.
38
Muhammad Basil al-Tai,Op. Cit.hlm.55.
39
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. Ke-1, 1999), hlm. 203.
40
Ibid
Lebaran Snouck Hurgonje, penasihat Urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum
Islam di Hindia Belanda pada 1897, mengemukakan dua cara umat Islam dalam
menentukan akhir Ramadan sekaligus awal bulan Syawal (Lebaran). “Yang
pertama, selain berdasarkan perhitungan penanggalan, juga didasarkan pada
penglihatan pancaindera terhadap bulan baru.41 Dan metode ini menurut orang-
orang Mohammadan (umat Islam, red.) yang agak terpelajar di Nusantara ini
berlaku sebagai satu-satunya yang benar,” tulis Snouck dalam Nasihat-nasihat C.
Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda
1889-1936 Jilid VIII.Metode kedua ialah hisab murni. “Perhitungannya berjalan
menurut metode-metode yang terdapat dalam setiap Almanak Pemerintah Hinda
Belanda mempunyai tugas menentukan hari lebaran yang di serahkan pada tangan
penghulu melalui sidang penentuan hari raya Islam.42

Tidak seperti pemahaman orang sekarang, penghulu pada masa kolonial


memiliki spektrum tugas lebih luas dari sekadar menikahkan orang.Karel A.
Steenbrink dalam Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19
menyebut tugas-tugas penghulu. Antara lain sebagai mufti (penasihat hukum
Islam), Qadi (hakim dalam pengadilan agama),43 imam masjid, wali hakim
(urusan pernikahan), dan pengumpul zakat. “Para penghulu diangkat menurut
sistem pemerintahan kolonial oleh gubernur jenderal atau atas namanya, sesudah
melalui pencalonan dari bupati dan mendapat persetujuan dari residen,” catat
Karel. Jika penghulu menggunakan metode pancaindera (rukyat), dia memperoleh
bantuan dari beberapa orang terpercaya.Orang itu bertugas memantau
penampakan hilal pada hari ke-29 bulan Ramadan di sebuah daerah lapang dan
lebih tinggi daripada daerah sekitarnya.

Di Batavia, menurut Rahmad Zailani Kiki dalam Genealogi Intelektual


Ulama Betawi, wilayah ini terletak di Basmol atau Pisalo. Sekarang jadi bagian
wilayah Kembangan, Jakarta Barat.Para saksi di Batavia biasanya membekali diri
dengan kitab Sullam an-Nayyirain. Ditulis oleh ulama kelahiran Betawi pada
1878 bernama Guru Manshur Jembatan Lima, kitab ini berisi penjelasan ilmu
falak yang mempelajari lintasan benda langit seperti bumi, bulan, dan matahari.

41
Ibid
42
Susiknan Azhari, Revitalisasi Studi Ilmu Falak di Indonesia, dalam al-Jami’ah, Pasca
IAIN Yogyakarta, No. 65/VI/(2000), hlm. 111.
43
Ibid
Kelak kitabnya menjadi rujukan banyak pesantren di Indonesia dan Malaysia. 44
Para saksi akan mencatat setiap aktivitas pemantauannya kepada penghulu. Bila
saksi melihat hilal, penghulu meneruskan keterangan itu kepada pemerintah
kolonial agar menetapkan satu Syawal jatuh keesokan harinya.Puasa pun hanya
berlangsung 29 hari.Pemerintah kolonial kemudian mengumumkannya melalui
isyarat tembakan meriam atau tabuhan beduk.45 Tapi bila saksi tak mampu
melihat hilal, puasa jadi genap 30 hari.Seringkali metode ini mempunyai hasil
berbeda di tiap wilayah.“Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam garis lintang,
demikian juga karena tebal tipisnya awan di udara dan sebagainya,” tulis Snouck.

Perbedaan juga tampak ketika penghulu daerah lain menetapkan satu


Syawal melalui metode hisab. Snouck mencatat terdapat selisih satu atau dua hari
antara metode hisab dengan rukyat.“Berkaitan dengan ini, tidak usah heran jika di
negeri ini pun hampir setiap tahun timbul perbedaan setempat mengenai awal dan
akhir puasa, bahkan terkadang terjadi antara kampung yang berdekatan,” lanjut
Snouck.Mohammad Roem, diplomat ulung Indonesia sekaligus tokoh Masyumi,
pernah berdiskusi perisoal perbedaan hari raya Lebaran dengan temannya pada
1930-an. Roem mengaku pengikut metode rukyat, sedangkan temannya itu
anggota Muhammadiyah dan lebih percaya pada hisab.46

e. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa pasca
kemerdekaan

Dikala ramadhan datang,mulai muncullah perbedaan pendapat mulai dari


cara penentuan awal Ramadan,syawal dan dzulhijjah yang selalu menjadi
perdebatan di kalangan umat Islam di Indonesia.47 Dua metode yang digunakan,
hisab dan rukyatul hilal memiliki ‘pendukungnya’ masing-masing.Berdasarkan
artinya, hisab adalah perhitungan.Dalam dunia Islam istilah hisab sering
digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari
dan bulan terhadap bumi.Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan
umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat.48

44
Bambang Hidayat, Under a Tropical Sky: A History of Astronomy in Indonesia, dalam
Journal Of Astronomical History And Heritage, (June 2000), hlm. 40-44.
45
Ibid
46
Ibid
47
Susiknan Azhari, Revitalisasi Studi Ilmu Falak di Indonesia, dalam al-Jami’ah, Pasca
IAIN Yogyakarta, No. 65/VI/2000, hlm. 108.
48
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah
dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit)
tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan
(istikmal) menjadi 30 hari. Kedua metode ini menjadi penting saat menentukan
awal Ramadan sebagai patokan awal berpuasa, awal Syawal (Idul Fitri), serta
awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha
(10 Dzulhijjah). Di Indonesia, selama ini penentuan awal Ramadan beberapa kali
mengalami perbedaan.49 Seperti yang terjadi pada tahun ini.Muhammadiyah yang
menggunakan metode hisab sejak jauh-jauh hari telah menetapkan 1 Ramadan
jatuh pada tahun 2018. Sementara pemerintah baru akan memutuskan dalam
sidang isbat yang digelar petang nanti.

Kementerian Agama selama ini menggunakan metode rukyatul hilal dengan


memantau keberadaan hilal di beberapa lokasi yang tersebar diseluruh
Indonesia.”Sejak dulu memang sudah diperkirakan adanya kemungkinan
perbedaan.50 Untuk mengambil jalan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan sidang isbat.51
Dalam perjalanan sejarah, sidang isbat penentuan awal Ramadan pertama kali
dilaksanakan sekitar tahun 1950-an.

Dengan mendasarkan pada dalil-dalil serta fatwa ulama waktu itu.”Fatwa


ulama menyatakan pemerintah boleh menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah.Itu dimulai dari tahun 1950-an,” sidang isbat dijalankan dengan penuh
keterbatasan.Kemudian, pemerintah melakukan penyempurnaan dalam
pelaksanaan sidang ini.Hingga akhirnya terbentuklah badan khusus di bawah

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. Ke-1, 1999), hlm. 203,


49
Depag RI, Himpunan Keputusan Musayawarah Hisab Rukyah dari berbagai Sistem
Tahun 1990-1997, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Cet. Ke-
1, 1999-2000), hlm. 97.
50
Wahyu Widiana menyampaikan hal tersebut Ketika menjadi Key Note Speech
dalam acara Work Shop Nasional “Mengkaji Ulang Metode Penetapan Awal Waktu Shalat”
yang diselenggarakan UII Yogyakarta, 7 April 2001.
51
Syukri Ghozali: “Mengharap Kepada Badan Ilmu Falak Departemen Agama agar
memperhatikan mesyarakat Islam Indonesia. Bila masyarakat dipaksa menganut suatu pendapat
sebelum ada titik temu dari berbagai pendapat, maka usaha untuk mempersatukan pendapat akan
mengalami Kegagaalan”. A Wasit Aulawi, Laporan Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyah
1977, Jakarta: Ditbinpera, 1977, hlm. 4.
Kemenag yang bertugas melaksanakan sidang isbat.52 ”Mulai tahun 1972
dibentuklah semacam badan yang akhirnya bernama Badan Hisab Rukyat (BHR).

Di dalamnya terdapat para ahli, ulama dan ahli astronomi, yang tugas
intinya memberikan informasi, memberikan data kepada Menteri Agama tentang
awal bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, sidang isbat sebenarnya bersifat
musyawarah. Penetapan yang menjadi hasil dalam sidang ini merupakan
kesepakatan antara masing-masing ormasIslam yang yang diwakili oleh
utusannya. “Pemerintah hanya memfasilitasi, mengumpulkan para tokoh, para
ulama untuk membicarakan kapan awal bulan itu ditetapkan. 53 Hanya nanti
setelah diambil satu kesepakatan dari sidang ini, barulah menteri akan
mengumumkannya, hasil sidang isbat pun tidak sepenuhnya mengikat. Semuanya
diserahkan kepada keyakinan masyarakat.Mungkin hasil musyawarah dengan
penerapan pada masyarakat berbeda itu memang ada.Pemerintah hanya mengajak
untuk mengawali dan mengakhiri bulan Ramadan secara bersama-sama.54

C. Matematika Falaq
Ada beberapa macam metode penentuan awal bulan qamariah, yaitu sebagai
berikut. Metode hisab awal bulan dimulai sejak ditetapkan oleh Khalifah Umar bin
Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam. Pendapat lain
menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun 16 H atau 18 H, namun
yang lebih populer adalah tahun 17 H.55 Metode yang dipakai saat itu merupakan
sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan
mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.

Kaum Islam mendasarkan perhitungan kalender berdasarkan peredaran sinodis


bulan.56 Satu tahun dibagi atas 12 bulan, dan bulan yang satu dengan bulan berikutnya
masing-masing berjumlah 30 dan 29 hari berselang-seling. Dimulai dengan bulan
Muharram (30 hari) dan seterusnya. Jumlah yang berselang-seling 30 dan 29 hari tiap
52
Nourouzzaman Shidiqi, Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 1997), hlm. 201.
53
Bambang Hidayat, Under a Tropical Sky: A History of Astronomy in Indonesia, dalam
Journal Of Astronomical History And Heritage, (June 2000), hlm. 45-58.
54
Ibid.
55
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Cetakan pertama, hlm. 3.
56
Bulan sinodis atau dalam astronomi disebut Sinodic Month dan dalam bahasa arab disebut Syahr
Qamari adalah waktu yang diperlukan oleh bulan selama dua kali ijtima‟ berturut-turut, yaitu selama 29
hari 12 jam 44 menit 02,8 detik. Lihat Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit,
hlm. 76.
bulan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan pola peredaran sinodis bulan yang kira-
kira 29,5 hari itu. Sehingga satu tahun dihitung = (6 x 30) + (6 x 29) atau 12 x 29,5 =
354 hari.57

Dalam hisab urfi terdapat siklus yaitu setiap satu daur (30 tahun) terdapat 11
tahun kabisat (panjang = 355 hari) dan 19 tahun basitah (pendek = 354 hari). Tahun-
tahun kabisat jatuh pada urutan tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29.
Selain urutan itu merupakan tahun basitah.58

Sementara Hisab haqiqi adalah hisab awal bulan yang perhitungannya


berdasarkan gerak bulan dan matahari yang sebenarnya, sehingga hasilnya cukup
akurat. Ketika melakukan perhitungan ketinggian hilal menggunakan data deklinasi59
dan sudut waktu60 bulan serta besaran lintang tempat observer yang diselesaikan
dengan rumus ilmu ukur segitiga bola61 atau Spherical Trigonometri.62

Dari Hisab haqiqi sendiri terdapat beberapa klasifikasi. Metode-metode


tersebut yakni sebagai berikut:

1. Metode Hisab Haqiqi Taqribi. Kelompok ini mempergunakan data bulan dan
matahari berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek dengan proses perhitungan yang
sederhana. Hisab ini hanya dilakukan dengan cara penambahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian tanpa mempergunakan ilmu ukur segitiga bola
(spherical trigonometry).63 Termasuk dalam kelompok ini seperti kitab Sullam al-
Nayyirain karya Muhammad Mansur bin Abdul Hamid al-Betawi, Kitab Fathu al-

57
P. Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985, hlm. 78.
58
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik , op.cit, hlm. 79.
59
Deklinasi atau adalah jarak sepanjang lingkaran deklinasi dihitung dari equator sampai benda langit
yang bersangkutan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Mail yang lambangnya δ (delta). Mail
bagi benda langit yang berada di sebelah utara equator maka tandanya positif (+) dan mail bagi benda
langit yang berada di sebelah selatan equator maka tandanya negatif (–). Lihat Muhyiddin Khazin,
op.cit, hlm. 51.
60
Sudut waktu atau fadllud dair adalah busur sepanjang lingkaran harian suatu benda langit dihitung dari
titik kulminasi atas sampai benda langit yang bersangkutan. Sudut waktu ini disebut pula dengan
Zawiyah Suwa‟iyyah. Dalam astronomi dikenal dengan istilah Hour Angle dan biasanya digunakan
lambang huruf t. Ibid, hlm. 24.
61
Konsep dasar ilmu ukur segitiga bola adalah: “Jika tiga buah lingkaran besar pada permukaan sebuah
bola saling berpotongan, terjadilah sebuah segitiga bola. Ketiga titik potong yang berbentuk,
merupakan titik sudut A, B, dan C. Sisi-sisinya dinamakan berturut-turut a, b, dan c yaitu yang
berhadapan dengan sudut A, B, dan C. Lihat Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis,
Yogyakarta: Logung Pustaka, Cetakan pertama, 2010, hlm. 27.
62
Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 78.
63
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal
Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, hlm. 7.
Rouf al-Mannan karya Abu Hamdan Abdul Jalil Kudus, kitab Faidl al-Karim al-
Rouf karya Ahmad Ghozali dll.64
2. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi. Metode ini berasal dari sistem astronomi serta
matematika modern yang asal muasalnya dari sistem hisab astronom muslim
tempo dulu dan telah dikembangkan oleh astronom-astronom modern berdasarkan
penelitian baru. Inti dari sistem ini adalah menghitung atau menentukan posisi
matahari, bulan, dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam sistem
koordinat ekliptika. Artinya, sistem ini mempergunakan tabel-tabel yang sudah
dikoreksi dan perhitungan yang relatif lebih rumit serta memakai ilmu ukur
segitiga bola.65 Termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab al-Khulashah al-
Wafiyah karya K.H. Zubair Umar al-Jailani Salatiga, kitab Badi‟atul Mitsal oleh
K.H. Ma‟shum Jombang, dan kitab Hisab Haqiqi karya KRT. Wardan
Diponingrat.66
3. Metode Hisab Haqiqi Kontemporer. Metode ini menggunakan hasil penelitian
terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan. Metodenya
sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja sistem koreksinya lebih teliti
dan kompleks sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi. 67 Termasuk dalam
kelompok ketiga ini, seperti The New Comb, Astronomical Almanac, Islamic
Calendar karya Mohammad Ilyas, dan Mawaaqit karya Khafid dan kawan-
kawan.68

Setelah dijelaskannya beberapa metode hisab perhitungan awal bulan yang


ada, kemudian untuk penentuan kapan awal bulan kamariah maka terdapat beberapa
kriteria:

1. Berdasarkan kriteria penentuan awal bulan yang berpatokan ijtima‟ sebagai titik
acuannya, maka dapat dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu:
a. Ijtima‟ qabla al-ghurub. Golongan ini menetapkan bahwa jika ijtima terjadi
sebelum matahari terbenam, maka malam harinya sudah dianggap bulan baru.

64
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan ,
op.cit, hlm. 18.
65
Ahmad Izzuddin, loc.cit.
66
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan,
loc.cit.
67
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal
Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 8.
68
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan,,op.cit, hlm. 4.
Jika ijtima terjadi setelah matahari terbenam, maka malam itu dan keesokan
harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.69
b. Ijtima‟ qabla al-fajr. Golongan ini menghendaki bahwa bulan baru Qamariyah
dimulai dengan kejadian ijtima‟ sebelum terbit fajar, maka pada malam itu
sudah dianggap sudah masuk awal bulan baru.
c. Ijtima‟ qabla zawal. Yaitu apabila ijtima‟ terjadi sebelum zawal, maka hari itu
sudah memasuki awal bulan baru.

Namun dari golongan-golongan tersebut yang masih banyak dipegang oleh


ulama adalah Ijtima‟ qobla al-ghurub dan Ijtima‟ qobla al-fajri. Sedangkan golongan
Ijtima‟ qobla zawal tidak banyak dikenal secara luas oleh masyarakat.70

2. Berdasarkan ufuknya untuk menentukan posisi hilal, dibedakan menjadi:


a. ufuk hakiki71

Menurut golongan ini masuknya tanggal satu bulan Qamariyah, posisi hilal
harus sudah berada di atas ufuk hakiki. Sistem ini berpendapat setelah terjadi
ijtima hilal sudah wujud di atas ufuk hakiki pada saat terbenam matahari, maka
malamnya sudah dianggap bulan baru. Sebaliknya, jika pada saat terbenam
matahari hilal masih berada di bawah ufuk hakiki, maka malam itu belum
dianggap sebagai bulan baru.

b. ufuk mar‟i.

Untuk keperluan pengamatan hilal yaitu ufuk hakiki dengan koreksi seperti
kerendahan ufuk72, refraksi73, semi diameter74 dan parallax75.

69
Ibid, hlm. 9.
70
Nuruz Zaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997, hlm. 195.
71
Ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal
sipeninjau. Depaq RI, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama
Islam, 1981, hlm. 10.
72
Kerendahan ufuk adalah perbedaan ufuk hakiki dan ufuk mar‟i yang disebabkan pengaruh ketinggian
tempat sipeninjau, untuk menghitung kerendahan ufuk menggunakan rumus D= 0 ° 1,76‟ dikalikan
dengan akar ketinggian mata sipeninjau dari permukaan laut dihitung dengan satuan meter. Ibid, hlm.
12.
73
Refraksi adalah perbedaan antara tinggi langit menurut penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya,
nilai refraksi yang terbesar adalah 34,5 menit busur, yakni pada saat benda langit itu berada pada garis
ufuk, sedang nilai yang terkecil adalah nol, yakni pada saat benda langit itu berada pada titik zenith.
Ibid.
74
Semi Diameter / jari-jari/ Nishf al- Qothr adalah titik pusat matahari / bulan dengan piringan luarnya.
Nilai Semi Diameter hilal rata-rata 16 menit busur, namun tidak selamanya demikian. Ibid.
75
Parallax/ ikhtilaful mandzor adalah sudut antara garis yang di tarik dari benda langit ke titik pusat bumi
dan garis yang di tarik dari benda langit ke mata sipengamat. Nilai paralaxs yang terbesar terjadi pada
saat hilal berada pada garis ufuk berkisar antara 54 sampai 60 menit busur. Ibid.
c. Ufuk Hissi

Awal bulan Qamariah menurut aliran ini akan dimulai pada saat terbenam
matahari setelah terjadi ijtima‟ dan pada saat itu tinggi hilal sudah berada di
ufuk hissi (astronomical horizon). Adapun pengertian dari ufuk hissi adalah
lingkaran pada bola yang bidangnya melalui permukaan bumi tempat si
pengamat dan tegak lurus pada garis vertikal dari si pengamat tersebut. Ufuk
hissi ini juga dikenal dengan istilah Horizon Semu atau Astronomical Horizon.
Bidang ufuk hissi ini sejajar dengan bidang ufuk haqiqi, perbedaannya dengan
ufuk haqiqi terletak pada beda lihat (parallax). Posisi atau kedudukan hilal
pada ufuk menurut aliran ini adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan
pada ufuk hissi.

3. Berdasarkan visibilitas hilal untuk penentuan awal bulan kamariah, ada beberapa
pendapat tentang kriteria hilal untuk dapat dirukyah.

Awal bulan Qamariah menurut visibilitas hilal ini dimulai pada saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtima‟ dan pada saat itu hilal sudah
diperhitungkan untuk dapat dirukyat, sehingga diharapkan awal bulan Qamariah
yang dihitung sesuai dengan penampakan hilal sebenarnya (actual sighting).76

Dalam menetapkan kriteria visibilitas hilal, ada yang hanya menetapkan


ketinggian hilal saja dan ada yang menambah kriteria lain, yakni angular distance
(sudut pandang/jarak busur) antara bulan dan matahari.

Mengenai imkan al Rukyat, pada bulan Maret 1998 para ulama ahli hisab
dan rukyat dan para perwakilan organisasi masyarakat Islam mengadakan
musyawarah kriteria imkan al rukyat untuk Indonesia. Di mana keputusan
musyawarahnya baru dihasilkan pada tanggal 28 September 1998. Keputusannya
adalah:

a. Penentuan awal bulan Qamariah didasarkan pada sistem hisab haqiqi tahqiqi
dan atau rukyat.
b. Penentuan awal bulan Qamariah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah
mahdhah yaitu awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah di tetapkan dengan
mempertimbangkan hisab haqiqi tahqiqi dan rukyat.

76
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktik, hlm.102 .
c. Kesaksian rukyat dapat diterima apabila ketinggian hilal 2 derajat dan jarak
ijtima‟ ke ghurub matahari minimal 8 jam.

Kondisi iluminasi bulan sebagai prasyarat terlihatnya hilal pertama kali


diperoleh Danjon yang berdasarkan ekstrapolasi data pengamatan menyatakan
bahwa pada jarak bulan-matahari < 7° hilal tak mungkin terlihat. Batas 7°
tersebut dikenal sebagai limit Danjon. Beberapa peneliti membuat kriteria
berdasarkan beda tinggi bulan-matahari dan beda azimutnya. Ilyas memberikan
kriteria jarak busur minimal 10,5° dan tinggi hilal 5°.77

Berdasarkan data kompilasi Kementerian Agama RI yang menjadi dasar


penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Thomas Djamaluddin
mengusulkan kriteria visibilitas hilal di Indonesia yang dikenal sebagai Kriteria
LAPAN, yaitu:

1) Umur hilal harus > 8 jam.


2) Jarak sudut bulan-matahari harus > 5,6°.
3) Beda tinggi > 3° (tinggi hilal > 2°) untuk beda azimut ~ 6°, tetapi bila beda
azimutnya < 6° perlu beda tinggi yang lebih besar lagi. Untuk beda azimut 0°,
beda tingginya harus > 9°.

Kriteria tersebut memperbarui kriteria MABIMS yang selama ini dipakai


dengan ketinggian minimal 2°, tanpa memperhitungkan beda azimuth.

Dengan menganalisis berbagai kriteria visibilitas hilal internasional dan


mengkaji ulang kriteria LAPAN yang didasarkan pada data rukyat di Indonesia
yang dikompilasi oleh Kementerian Agama RI dan data baru rukyat di wilayah
sekitar Indonesia yang dihimpun Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), Thomas
Djamaluddin mengusulkan kriteria baru “Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia”
sebagai kriteria tunggal hisab-rukyat di Indonesia. “Kriteria Hisab-Rukyat
Indonesia” adalah sebagai berikut:

1) Jarak sudut bulan-matahari > 6,4°.


2) Beda tinggi bulan-matahari > 4°.

Menurut Thomas Djamaluddin kriteria baru tersebut hanya merupakan


penyempurnaan kriteria yang selama ini digunakan oleh BHR dan ormas-ormas
Islam untuk mendekatkan semua kriteria itu dengan visi hisab dan rukyat hilal
77
Ibid.
menurut kajian astronomi. Dengan demikian aspek rukyat maupun hisab
mempunyai pijakan yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar‟i tetapi juga
interpretasi operasionalnya berdasarkan sains-astronomi yang bisa diterima
bersama. Jangan sampai kriteria yang menjadi pedoman sekadar berdasarkan
interpretasi dalil syar‟i tanpa landasan ilmiah astronomi atau berdasarkan laporan
rukyat lama yang kontroversial secara astronomi.78

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Menurut bahasa, falak artinya orbit atau peredaran/lintasan benda-benda langit,
sehingga ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda

78
Ibid.
langit khususnya bumi, bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan
untuk diketahui posisi benda langit tersebut antara satu dengan lainnya agar dapat
diketahui waktu-waktu di permukaan bumi. Ilmu falak secara terminology adalah ilmu
pengatahuan yang mempelajari benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-
bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari
benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.

Dalam beberapa literatur, ilmu falak juga sering disebut dengan ilmu hisab, miqat,
rasd, dan hai‟ah. Studi ilmu falak terutama diarahkan untuk keperluan ibadah umat
muslim:

1. Menentukan posisi atau arah kiblat.


2. Menentukan waktu-waktu salat.
3. Menentukan awal bulan hijriah.
4. Menentukan gerhana.

Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah dari masa ke masa
dimulai dari :

1. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa Rasulullah.
2. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa
Khulafaurrasyidin.
3. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa Tabiin.
4. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa Pra
Kemerdekaan.
5. Proses penentuan awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah pada masa Pasca
Kemerdekaan.

Perhitungan dari matematika falaq dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu
hisab, ijtima’, dan ufuk.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawir. 1996. Kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif.


Al Asqalani, Ibn Hajar.1853. Al-Isabah fi Tamyiz al-Sahabah vol I. Mesir: Dar al-Kutub.

---------------, Subulus salam, Dar Al fikr , T.t


Azhari, Susiknan. 2007. Hisab dan Rukyat: Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azra,Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Badan Hisab Rukyah Depag RI. 1981. Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam.
Departemen P & K. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2 cet. IX, Jakarta: Balai
Pustaka.
Depaq RI. 1981. Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama Islam.

Fakhruddin al-Razi. 1983. at-Tafsir al-Kabir, Beirut Dar al-Fikr.

Ghozali, Syukri. 1997. “Mengharap Kepada Badan Ilmu Falak Departemen Agama agar
memperhatikan mesyarakat Islam Indonesia. Bila masyarakat dipaksa menganut
suatu pendapat sebelum ada titik temu dari berbagai pendapat, maka usaha untuk
mempersatukan pendapat akan mengalami Kegagaalan”. A Wasit Aulawi,
Laporan Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyah 1977, Jakarta: Ditbinpera.

Hidayat, Bambang, Under a Tropical Sky: A History of Astronomy in Indonesia, dalam


Journal Of Astronomical History And Heritage, June 2000.

Ibrahim, KH Salamun. 1995. Ilmu Falak, Bandung: Pustaka Progresif.

Ichtiyanto. 1981. et. al., Alamanak Hisab Rukyah, Jakarta: Badan Hisab Rukyah.

Khazin, Muhyiddin.2004. Ilmu Falak Teori dan Praktik, Yogyakarta:Buana Pustaka.

Loewis Ma‟luf. 1975. al-Munjid, cet. 25,Beirut: Dar al-Masyriq.

Moedji Raharto.2000. ” Astronomi Islam dalam Perspektif Astronomi Modern” dalam


Moedji Raharto (ed), Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, Lembang:
Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyah Negara-Negara MABIMS.

Muhyidin Khazin. 2005. Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka.

Muhyidin Khazin. 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek “Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana”, Yogyakarta: Buana Pustaka.

Munir Ba‟albaki. 1970. Al-Munawwir A Modern English-Arabic Dictionary, cet. III, Beirut:
Dar al-Ilm li al-Malayin.
Nuruz Zaman Shiddiqi. 1997. Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

P. Simamora. 1985.Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: CV. Pedjuang Bangsa.]

Shidiqi, Nourouzzaman. 1997. Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Suara Muhammadiyah. 2008. Hisab Bulan Kamariah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Susiknan Azhari. 2007. Ilmu Falak “Perjumpaan Khazanah Islam dan Sians Modern”, cet
II, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Susiknan Azhari. 2007. Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Tanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi Trsir al-Qur‟anul Karim, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Widiana,Wahyu, menyampaikan hal tersebut Ketika menjadi Key Note Speech dalam acara
Work Shop Nasional “Mengkaji Ulang Metode Penetapan Awal Waktu Shalat”
yang diselenggarakan UII Yogyakarta, 7 April 2001.

Anda mungkin juga menyukai