Yunita Umar - Hadits Maudhu'i
Yunita Umar - Hadits Maudhu'i
Yunita Umar - Hadits Maudhu'i
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadist Maudhu’i”
Oleh:
Yunita Umar
17210910
Yunita Umar
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Hadist Tentang Pakaian Laki-laki dan Perempuan.............................2
1. Pakaian.......................................................................................2
2. Pakaian Laki-laki.........................................................................4
3. Pakaian Perempuan..................................................................36
BAB III
PENUTUP.................................................................................................58
A. Kesimpulan....................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................59
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pakaian adalah sesuatu yang digunakan untuk menutup aurat atau
sesuatu yang malu jika diperlihatkan. Setelah iman kewajiban pertama
bagi laki-laki dan perempuan adalah menutup bagian-bagian tubuhnya
disebut aurat. Hal ini sudah menjadi suatu kewajiban sejak manusia
mulai diciptakan dan sudah menjadi syariat bagi kita semua.
Pakaian dikenakan oleh seorang muslim maupun muslimah
sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu
berpakaian bagi seorang muslim memiliki nilai ibadah. Karena itu dalam
berpakaian ia pun mengikuti aturan yang ditetapkan Allah.
Tidak bisa dipungkiri lagi model pakaian yang ada di era globalisasi
ini banyak menyadur dari dunia barat. Tapi umat Islam haruslah tetap
bercermin terhadap syariat Islam yang Rasulullah Saw., yang menjadi
suri tauladannya, tidak mengabaikan apa yang menjadi batasan-batasan
berpakaian sesuai syariat Islam.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan menjelaskan tentang cara
berpakaian, batasan dan hukum berpakaian laki-laki dan perempuan.
Agar kita dapat mengetahui seperti apa tatacara berpakaian menurut
syari’at Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Pakaian?
2. Bagaimana Pakaian untuk Laki-laki?
3. Bagaimana Pakaian untuk Perempuan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
saat ibadah maupun keseharian. Dengan ayat ini, maka menutup
aurat dengan pakaian adalah perkara wajib.
Pakaian yang boleh dipakai orang Islam adalah pakaian yang
memenuhi syariat Islam antara lain:
a. Menutup aurat
b. Tidak ada hiasan yang berlebihan. Pakaian yang hiasanya
berlebih ataupun menujukan perhiasanya dilarang dipakai
karena bisa membahayakan si pemakai dari hal-hal yang buruk.
Seperti orang yang memperlihatkan perhiasanya kepada orang-
orang, maka orang yang akan akan berbuat kejahatan (mencuri)
akan lebih mudah.
c. Tidak transparan dan terlalu ketat hingga memperlihatkan
lekuk tubuhnya. Pakaian yang ketat dan transparan (berpakaian
tetap pada hakikatnya) telanjang.2
d. Tidak menyerupai lawan jenis. Tidak menyerupai pakaian
wanita bagi laki-laki dan tidak menyerupai pakaian laki-laki bagi
wanita.
e. Tidak menyerupai orang kafir. Syariat Islam telah menetapkan
bahwa kaum muslim (laki-laki dan perempuan) tidak boleh
menyerupai orang kafir, baik dalam beribadah, merayakan hari
raya mereka dan berpakaian khas mereka.
f. Bukan baju kebesaran (dipakai untuk kesombongan)3. Pakaian
yang dipakai dengan tujuan kepopularitas ditengah-tengah
masyarakat dan dipakai untuk berbangga dunia, dan bahkan
2
Yusuf Al-Qordowi, Fatwa-fatwa Muktahir, (tt.p.,: Yayasan Al-Hamidi, 1994), h.550
3
Khalid Al-Namadi, Risalah Buat Wanita Muslim, (Surabaya: Terang Surya, t.t), h.161
3
yang sangat sederhana yang dipakai untuk menampakan
kezuhudannya dengan alasan riya dan di puji oleh orang lain.
g. Pakaian yang diperoleh dari yang halal dan nyaman saat
dipakai. Ada dua macam halal dalam pakaian, yaitu halal cara
memperoleh dan halal barangnya. Pakaian yang di dapat dari
hasil mencuri, menipu ataupun diperoleh dari jalan yang
dilarang Islam, maka haram dipakai. Pakaian yang mahal belum
tentu nyaman dipakai hal ini dilarang, kenyamanan disini bisa
didapat dengan memilih bahan yang halus, lembut, bisa
menjadi sirkulasi udara.4 Jadi kenyamanan tidak ditentukan
oleh mahal atau murahnya harga pakaian. Akan tetapi
ditentukan oleh pengaruh buruk atau tidaknya terhadap badan,
Seperti: menyesuaikan cuaca yang ada disekitar, orang yang
hidup di daerah dingin memilih pakaian yang lebih tebal dari
pakaian yang dipakai di daerah tropis
2. Pakaian Laki-laki
Adapun pakaian laki-laki menurut syari’at Islam sebagai
berikut:
a. Menutup Aurat
Batasan aurat laki-laki berbeda dengan batasan aurat
yang ditetapkan Islam terhadap wanita. Para ulama
rahimahumullah telah sepakat bahwa qubul dan dubur beserta
bagian yang ada di sekitar keduanya adalah aurat bagi laki-laki.
Mereka lalu berbeda pendapat tentang keauratan paha laki-laki
dalam dua pendapat:
4
Mohammad Irsyad, Jilbab Terbukti Memperlambat Penuaan dan Kanker Kuli, (Yogyakarta:
Mutiara Media, 2012), h.72
4
1) Pendapat jumhur ulama sekaligus pendapat populer imam
yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad) bahwa
paha merupakan aurat, dan bahwasanya aurat laki-laki
adalah dari daerah pusar hingga lututnya. Lalu mereka
sendiri berbeda pada keauratan pusar dan lutut dalam dua
pendapat sebagaimana akan dijelaskan.
2) Salah satu pendapat Imam Ahmad beserta sebagian ahli
fikih di berbagai mazhab bahwa paha bukanlah aurat bagi
laki-laki dengan berlandaskan beberapa dalil, di antaranya:
Hadis Anas r.a yang panjang tentang kisah perang Tabuk,
di antara redaksinya5:
5
وب َع ْن أَيِب عُثْ َما َن َع ْن ٍ ٍ ح َّد َثنَا سلَْيما ُن بْن حر
َ ُّاد بْ ُن َزيْد َع ْن أَي
ُ َّب َح َّد َثنَا مَح َْ ُ َ ُ َ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّم َد َخل َحائِطًا َوأ ََمريِن َّ وسى َر ِضي اللَّهُ َعْنهُ أ
َ َّ َن النَّيِب َ أَيِب ُم
َ َ َ َ
اب احْلَائِ ِط فَ َجاءَ َر ُج ٌل يَ ْستَأْ ِذ ُن َف َق َال ائْ َذ ْن لَهُ َوبَش ِّْرهُ بِاجْلَن َِّة فَِإ َذا أَبُو
ِ حِبِ ْف ِظ ب
َ
ِ ِ
َ َآخُر يَ ْستَأْذ ُن َف َق َال ائْ َذ ْن لَهُ َوبَش ِّْرهُ بِاجْلَنَّة فَِإ َذا عُ َمُر مُثَّ َجاء
آخُر َ َبَ ْك ٍر مُثَّ َجاء
ِ ُيستَأْ ِذ ُن فَس َكت هَنيهةً مُثَّ قَ َال ائْ َذ ْن لَه وبشِّره بِاجْل ن َِّة علَى بْلوى ست
صيبُهُ فَِإ َذا َ َ َ َ َ ُْ َ َ ُ َْ ُ َ َ َْ
َح َو ُل َو َعلِ ُّي بْ ُن احْلَ َك ِم مَسِ َعا أَبَا ِ
ْ اد َو َح َّدثَنَا َعاص ٌم اأْل
ٌ َّعُثْ َما ُن بْ ُن َعفَّا َن قَ َال مَح
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه ِ ِّث عن أَيِب موسى بِنَح ِوِه وَزاد فِ ِيه ع
َّ اص ٌم أ
َ َّ َن النَّيِب َ َ َ ْ َ ُ ْ َ ُ عُثْ َما َن حُيَد
ف َع ْن ُرْكبََتْي ِه أ َْو ُرْكبَتِ ِه َفلَ َّما َد َخ َل ِِ ٍ ِ
َ َو َسلَّ َم َكا َن قَاع ًدا يِف َم َكان فيه َماءٌ قَ ْد انْ َك َش
6
kecuali bila dalam kondisi darurat. Adapun kalau hanya dalam
kondisi yang diperlukan seperti mengangkat pakaian agar tidak
terkena tanah becek, atau ketika mandi di kolam, atau
keperluan/hajat lainnya maka tetap tidak boleh, karena kalau
hanya sekedar hajat maka sama sekali tidak membolehkan
pelaksanaan amalan haram, tetapi yang bisa membolehkan
pelaksanaannya adalah bila dalam kondisi darurat seperti pada
kondisi pengobatan atau operasi atau perkara darurat lainnya.
Kedua: ‘Aurah Mukhaffafah atau aurat yang ringan. Yaitu
bagian paha hingga ke atasnya. Aurat jenis ini boleh
diperlihatkan bila diperlukan, namun biasanya keperluan/hajat
ini kondisinya hanya sekali-sekali dan bukan menjadi kebiasaan.
Artinya, kalau ada yang keluar dengan memakai pakaian
pendek yang memperlihatkan pahanya, maka ini tidak boleh
karena ia merupakan pakaian yang menjadi kebiasaannya. Dalil
utama yang menunjukkan bahwa paha adalah aurat yang
ringan adalah:7
1) Bahwa Nabi Saw, menampakkannya pada orang lain
dalam kondisi membutuhkan penyingkapannya,
sebagaimana dalam hadis Anas di atas ketika beliau
melewati atau melompati benteng Khaibar.
2) Juga Nabi Saw, menyingkapnya sebentar dan bukan terus
menerus menyingkapnya seperti ketika hanya duduk
sebentar sebagaimana dalam hadis Abu Musa di atas.
Dalam hadis ini beliau menyingkapnya dalam kondisi
duduk, dan bukan berdiri atau berjalan. Sebab itu, ketika
7
Wahdah Islamiyah, https://wahdah.or.id/batasan-aurat-laki-laki-dalam-islam/
7
beliau melihat Abu Bakr r.a yang menyingkap pahanya
dalam keadaan berdiri tanpa hajat tertentu seperti
melompati pagar atau tempat tinggi, beliau lantas
bersabda:
8
Wahdah Islamiyah, https://wahdah.or.id/batasan-aurat-laki-laki-dalam-islam/
8
Ahmad dalam salah satu riwayat darinya, dengan berdalil hadis
populer:
الفخذ عورة
Artinya: “Paha itu aurat.” HR Ahmad: 1/275 dan Tirmidzi:
2796 dari hadis Ibnu Abbas, dan HR Ahmad: 3/478, Abu Daud:
4014, dan Tirmidzi: 2795 dari hadis Jarhad sebagaimana berikut
ini:
9
sebagai aurat. Wallaahu a’lam. (Diringkas dari At-Tafsir wa Al-
Bayan: 3/1293-1296)9
Hadis diatas memerintahkan umat Islam untuk memakai
pakaian, dengan memakai pakaian sebagian aurat jadi tertutup
dan melindungi diri dan perasaan yang tidak enak. Hadis diatas
juga selalu dibaca nabi sebagai do’a pada saat memakai
pakaian.
b. Mengenakan Pakaian Sederhana
Hendaknya seorang muslim meninggalkan pakaian
mewah dan mahal. Hal ini dapat menjauhkannya dari sifat
sombong, dan menjadikannya dekat dengan orang-orang
sederhana dan miskin. Selain itu, Allah akan menjauhkannya
dari sifat suka berfoya-foya, serta perasaan iri dan dengki dari
sesama muslim.10 Sebagaimana Rasulullah Saw., bersabda:
9
Wahdah Islamiyah, https://wahdah.or.id/batasan-aurat-laki-laki-dalam-islam/
10
Prasetyo Abu Ka’ab, https://muslim.or.id/19847-adab-berpakaian-lelaki-muslim.html ,
diakses tanggal 29 Januari 2014.
10
mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari
kiamat di hadapan para makhluk, lantas ia diperintahkan untuk
memilih perhiasan iman mana saja yang ingin ia pakai.” (HR.
At-Tirmidzi). Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan shahih.11
Syaikh Muhammad bin Sholeh al ‘Utsaimin rahimahullah
ketika menerangkan hadits di atas dalam penjelasan kitab
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, beliau berkata, “Jika
seseorang berada di tengah-tengah orang yang hidupnya
sederhana, maka janganlah ia berpenampilan terlalu mewah.
Kalau ia mau mengambil sikap tawadhu’ (rendah diri), maka
berpakaianlah seperti pakaian mereka. Biar hati mereka tidak
merasa kerdil dan juga bukan tanda sombong. Inilah membuat
seseorang mendapatkan pahala yang besar. Namun jika
seseorang berada di sekitar orang yang berpakaian bagus, maka
lebih pantas ia memakai pakaian semisal mereka, karena Allah
itu jamil (indah) dan menyukai suatu yang indah. Karena kalau
seseorang berpakaian sederhana di tengah-tengah orang-orang
yang berpakaian bagus, maka ia akan tampil beda. Jadi
seseorang dalam berpakaian bisa menyesuaikan kondisi.”
Jadi maksud Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
tidak selamanya memakai pakaian yang sederhana, namun
melihat pada kondisi kapan dan di mana berpakaian. 12 Kita
diperintahkan berpakaian sederhana, namun bukan berarti
11
Muhammad Abduh Tuassikal, https://rumaysho.com/7064-berpakaian-yang-bagus-dan-
sederhana.html# diakses tanggal 27 Maret 2014.
12
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/77064-berpakaian-yang-bagus-dan-
sederhana.html#, diakses tanggal 27 Maret 2014
11
sengaja menampakkan diri miskin seperti tak punya apa-apa.
Tetap menampakkan nikmat Allah yang telah diberikan, itu
lebih baik dan Allah sangat suka dengan hal itu.
c. Memakai Pakaian Putih
Pakaian berwarna putih lebih baik dari pakaian berwarna
lain. Rasulullah Saw., bersabda:
س َح َّد َثنَا ُزَهْيٌر َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن عُثْ َما َن بْ ِن ُخَثْي ٍم َع ْن
َ َُح َّدثَنَا أَمْح َ ُد بْ ُن يُون
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم الْبَ ُسوا ِ ُ اس قَ َال قَ َال رس ِ ِسع
ٍ َّيد بْ ِن ُجَبرْيٍ َع ْن ابْ ِن َعب
َ ول اللَّه َُ َ
اض فَِإن ََّها ِم ْن خَرْيِ ثِيَابِ ُك ْم َوَكفِّنُوا فِ َيها َم ْوتَا ُك ْم َوإِ َّن َخْيَر ِ ِ
َ َم ْن ثيَابِ ُك ْم الَْبي
ِ ِ
.َّعَر ُ ِصَر َويُْنب
ْ ت الش َ َأَ ْك َحال ُك ُم اإْلِ مْث ُد جَيْلُو الْب
Ahmad bin Yunus menyampaikan kepada kami dari
Zubair, dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim, dari Sa’id bin
Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
“Pakailah pakaian berwarna putih. Karena pakaian putih
adalah pakaian yang paling baik. Dan kafanilah orang yang
meninggal dengan kain putih. Sebaik-baik celak kalian al-itsmid
(antimonium); ia memperjelas penglihatan dan menumbuhkan
bulu mata.” (HR. Abu Dawud).13
Senada dengannya diriwayatkan Imam Ahmad dan para
penulis kitab As-Sunan (kecuali An-Nasa’i) dan dinyatakan
shahih oleh At-Tirmidzi serta Ibnu Hibban, dari Ibnu Abbas.14
13
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud 5, (Jakarta:
Almahira, 2013), h.844
14
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2014), h.576-577
12
Syaikh Muhammad bin Sholeh al ‘Utsaimin berkata,
‘benarlah apa yang dikatakan oleh Nabi Saw., pakaian warna
putih adalah pakaian yang lebih baik dari yang lain. Pakaian
putih lebih bercahaya. Kalau pakaian tersebut terkena kotoran,
maka begitu nampak, sehingga segera pakaian tersebut dicuci.
Adapun pakaian berwarna lain, kotorang pada permukaannya
tidak begitu nampak. Seseorang tidak tahu kalau pakaian
tersebut kotor. Jika dicuci pun tidak nampak bersihnya.
Makanya Nabi Saw., bersabda, “Sesungguhnya pakaian
berwarna putih adalah pakaian yang terbaik, dan kafanilah
pula salah seorang mayit di antara kalian dengan kain warna
putih.”
Juga Syaikh rahimahullah menerangkan bahwa yang
dimaksud pakaian putih adalah pakaian atas dan bawah
(kemeja maupun celana atau sarung). Yang terbaik adalah
warna putih, warna tersebut lebih baik. Akan tetapi jika
seseorang memakai warna lain tidak mengapa asal tidak
menyerupai warna wanita. Jika itu adalah warna pakaian
wanita, maka tidak boleh pria mengenakannya, karena Nabi
Saw., melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
sebaliknya. Begitu pula dipersyaratkan warnanya bukanlah
merah polos. Namun jika ada warna merah, juga putih, maka
tidaklah masalah. Demikian penyampaian Syaikh dalam Syarh
Riyadhus Sholihin, 4: 270.15
d. Pakaian Berwarna Lainnya
15
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/6882-sunnah-pakaian-warna-
putih.html, diakses pada tanggal 8 Maret 2014
13
1) Pakaian Berwarna Hijau
16
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud 5, h.845.
17
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari 2, (Jakarta: Almahira,
2012), h.502
14
َح َّد َثنَا عَُبْي ُد اللَّ ِه بْ ُن ُم َع ٍاد َح َّد َثنَا أَيِب َح َّد َثنَا ُش ْعبَةٌ َع ْن َقتَ َاد َة َع ْن ِع ْك ِرَم ةَ َع ْن
ِّ ِِّس ِاء ب
َ الر َج ِال َوالْ ُمتَ َشبِّ ِهنْي
ِ ِ هِب ٍ َّابْ ِن َعب
َ اس َع ْن النَّيِب ِّ صلعم اَنَّهُ لَ َع َن املُتَ َشا َات م ْن الن
ِّس ِاء ِ ِ ِّ ِمن
َ الر َجال با الن ْ
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz
berkata, telah menceritakan kepada kami bapakku berkata,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
Bahwasanya beliau melaknat para wanita yang menyurupai
laki-laki dan melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR.
Abu Daud)18
Rasulullah telah menyatakan bahwa perempuan dilarang
memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai
pakaian perempuan, disamping itu beliau juga pernah melaknat
laki-laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang
menyerupai laki-laki. Termasuk diantaranya ialah tentang
bicara, gerak, cara berjalan dan pakaian dan sebagainya.
Ibn At-Tin berpendapat bahwa yang dimaksud terlaknat
adalah laki-laki yang berusaha menyerupai perempuan dalam
hal berpakaian, begitupun sebaliknya.
Syaikh Abi Muhammad ibn Abi Zamrah menyimpulkan
bahwa secara dzahir-nya hadis ini diperintahkan untuk
mencegah perbuatan penyerupaan dalam segala hal. Namun,
ditinjau dari dalil-dalil lain yang serupa, bahwa yang dimaksud
adalah penyerupaan dalam hal kemaksiatan. Beliau juga
18
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud 5, h.851
15
mengatakan bahwa laknat ada dua bentuk yang pertama,
laknat dalam bentuk pencegahan, yang bertujuan untuk
mencegah sesuatu yang menimbulkan sesuatu yang
menyebabkan dosa besar, yang kedua, laknat yang terjadi
karena tidak mengandung dosa19.
Sejahat-jahatnya bencana yang akan mengancam
kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang
abnormal dan menentang tabiat, sedang tabiat ada dua yakni
tabiat laki-laki dan perempuan. Masing-masing mempunyai
keistimewaan tersendiri. Maka jika ada perempuan berlagak
seperti laki-laki dan laki-laki bergaya seperti perempuan, maka
ini berarti suatu sifat yang tidak normal dan meluncur kebawah.
f. Tidak Memanjangkan Pakaian Melebihi Mata Kaki Bagi Laki-
Laki.
Dalam terminology hadits, perbuatan menjulurkan
pakaian hingga dibawah mata kaki dikenal dengan istilah isbal.
Secara bahasa kata isbal merupakan bentuk ism masdar dari
16
1) Hadist Nabi Saw, mengenai Sarung dan Celana:
،ُت َعْنه
َّ مُثَّ َس َك،َضأ َ َول اللَّ ِه َما ل
َّ ك أ ََم ْرتَهُ أَ ْن َيَت َو َ يَا َر ُس:َف َق َال لَهُ َر ُج ٌل
َ صلِّي َوُه َو ُم ْسبِ ٌل إَِز َارهُ َوإِ َّن اللَّهَ َت َعاىَل اَل َي ْقبَ ُل
َصاَل ة َ ُ «إِنَّهُ َكا َن ي:َف َق َال
22
Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Jawa Tengah: Insan Kamil Solo, 2011), h.396
17
Dengan sanad yang shahih yang berdasar syarat
(diterimanya hadist) menurut Muslim. Namun, di dha’ifkan
oleh Al-Albani.
Hadits lain menerangkan:
23
Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, h.399
18
ت فَاَل َح َّق لِإْلِ َزا ِر
َ َس َف َل فَِإ ْن أ ََبْي
ِ ِِ
َ فَِإ ْن أ ََبْي,َساقه َوقَ َال َه َذا َم ْوض ُع اإْلِ َزا ِر
ْ ت فَأ
ِ يِف الْ َك ْعَبنْي
24
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, (Jakarta: Al-Mahira, 2013), h.614
19
sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
(HR. Abu Daud)25
Hadits ini menunjukkan terlarangnya memakai
pakaian menjulur hingga ke tanah (disebut isbal) dalam
rangka kesombongan. Hukumnya haram dan termasuk
dosa besar karena diancam bahwa Allah tidak akan
memandang pelakunya pada hari kiamat. Yang dimaksud
pakaian di sini adalah celana, gamis, maupun sarung.
Bagaimana jika pakaian menjulur di bawah mata kaki
namun tidak sombong? Untuk masalah ini para ulama
berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat
haramnya seperti yang dianut oleh salah satu pendapat
dalam madzhab Hambali. Sedangkan jumhur ulama (ulama
Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hambali) bahwa isbal selama tidak
sombong dihukumi makruh tanzih (bukan haram).
Alasannya karena hadits ini dikaitkan dengan sifat
sombong. Juga mereka beralasan dengan hadits Abu Bakr
yang memakai pakaian menjulur tetapi tidak dalam rangka
sombong.
Dilarangnya berpakaian isbal bagi laki-laki punya
beberapa maksud: (a) untuk menghindari kesombongan,
(b) agar tidak menyerupai pakaian perempuan yang
menjulur di bawah mata kaki, (c) isbal termasuk berlebihan
dalam berpakaian, (d) berpakaian isbal akan sulit terhindar
dari najis.
25
Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, h.399.
20
Hukum panjangnya pakaian laki-laki: (a) sunnah, jika
sampai setengah betis; (b) rukhsah atau keringanan, jika di
atas mata kaki dan di bawah setengah betis; (c) termasuk
dosa besar, jika menjulur di bawah mata kaki; (d) dosanya
lebih besar, jika menjulur di bawah mata kaki disertai
kesombongan.
Secara bahasa jarra sama dengan madda artinya
membentangkan atau memanjangkan dan menurut ahli
bahasa lain berarti memperbanyak atau melebihkan.
Dalam syarah An-Nawawi maksud dari jarra adalah
memanjangkan pakaian melebihi mata kaki karena
sombong demikan halnya juga dengan isbal yang menurut
lughawi berasal dari kata asbala-yusbilu-isbalan yang
artinya menurunkan atau memelorotkan. Adapun isbal
didefinisikan sebagai memanjangkan celana, gamis atau
sorban dibawah dua buah mata kaki dengan sombong.
Penjelasan Syaikh Utsaimin menjelaskan: “Meng-
isbal-kan pakaian ada dua bentuk yaitu: bentuk yang
pertama, menjulurkan pakaian hingga ke tanah dan
menyeret-nyeretnya. Bentuk yang kedua, menurunkan
pakaian hingga dibawah mata kaki tanpa berakar pada
kesombongan. Jenis yang pertama adalah orang yang
pakaiannya isbal hingga sampai ke tanah disertai
kesombongan.
Nabi Saw., telah menyebutkan, pelakunya
menghadapi empat hukuman: Allah tidak berbicara
dengannya pada hari Kiamat, tidak melihatnya (yaitu
21
pandangan rahmat), tidak menyucikannya serta mendapat
adzab yang pedih. Inilah empat balasan bagi orang yang
menjulurkan pakaiannya karena sombong. Sedangkan
pelaku isbal tanpa disertai kesombongan maka
hukumannya lebih ringan.
Apabila ada yang memakai kain sampai melebihi kaki
atau menyentuh tanah, lantai dan sebagainya, itu jelas
dilarang menurut hadis tersebut karena sombong namun
selain sombong jika kain telah sampai menyentuh tanah
dikhawatirkan terkena najis sehingga tidak sewajarnya
apabila ingin beribadah kepada Allah dengan keadaan
najis.
Kendati demikian hal yang harus kita fahami
mengenai hadis tersebut ialah untuk tidak bersikap
sombong, baik itu sombong kepada Allah maupun kepada
sesama. Salah satu perbuatan yang akan menghindarkan
kita dari sikap sombong adalah larangan memanjangkan
kain melebihi mata kaki. Namun begitu juga sebaliknya,
ketika ada seseorang yang berpakaian di atas mata kaki
tetapi ia merasa sombong dengan ia mengaku-ngaku
sebagai ahl al-sunnah, maka ia pun berdosa dan juga akan
dilaknat oleh Allah.
Adapun Hadist Nabi, tentang celana sebagai berikut:
22
َع ِن، َع ْن َجابِ ِر بْ ِن َزيْ ٍد، َع ْن َع ْم ٍرو، َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن،َح َّد َثنَا أَبُو نُ َعْي ٍم
ِ ِ ِ
س َ :صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال
ْ َ«م ْن مَلْ جَي ْد إ َز ًارا َفْلَي ْلب
ٍ َّابْ ِن َعب
َ ِّ َع ِن النَّيِب:اس
ِ وَم ْن مَلْ جَيِ ْد َن ْعلَنْي ِ َف ْلَي ْلبَس ُخ َّفنْي،» َسرا ِويل
ْ َ َ َ
Dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw,
beliau bersabda: “Barangsiapa tidak mendapatkan sarung
hendaklah memakai celana, dan barangsiapa tidak
mendapat sepasang sandal hendaknya memakai sepasang
sepatu. (HR.Al-Bukhari)26
Dalam bab ini disebutkan hadits Ibnu Abbas yang
dinisbatkan kepada Nabi Saw, “Barangsiapa tidak
mendapatkan sarung hendaklah memakai celana”, dan
hadits Ibnu Umar tentang pakaian yang tidak boleh
dikenakan orang ihram. Penjelasan keduanya telah
dipaparkan pada pembahasan tentang haji. Imam Bukhari
tidak menyebutkannya sesuai kriterianya. Diriwayatkan
pula do’a untuk mereka yang mengenakan celana melalui
sanad yang lemah. Namun, dinukil melalui jalur yang
shahih bahwa beliau Nabi Saw membeli celana dari Suwaid
bin Qais sebagaimana dinukil Imam hadits yang empat
serta Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dari
haditsnya27.
2) Hadits Nabi Saw., tentang Memakai Sandal:
26
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari 2, (Jakarta: Almahira,
2012), h.493
27
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, h.542
23
ِ ِّ ك عن أَيِبٍِ ِ
َعَرِج َع ْن أَيِب
ْ الزنَاد َع ْن اأْل ْ َ َح َّد َثنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن َم ْسلَ َمةَ َع ْن َمال
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال إِ َذا ا ْنَت َع َل ِ َ َن رس
َ ول اللَّه
ِ
ُ َ َّ ُهَرْيَرَة َرض َي اللَّهُ َعْنهُ أ
ِّم ِال لِيَ ُك ْن الْيُمْىَن أ ََّوهَلَُما ُتْن َع ُل ِ ِ َح ُد ُكم َفْليَْب َدأْ بِالْيَ ِم
َ ني َوإِ َذا َنَز
َ ع َفْليَْب َدأْ بالش ْ َأ
ِو
.ُآخَرمُهَا ُتْنَزع َ
Rasulullah Saw, bersabda: “Apabila salah seorang di
antara kalian memakai sandal, maka hendaklah ia
mendahulukan kaki kanan. Sedangkan apabila ia hendak
melepaskannya, maka hendaklah ia mendahulukan kaki
kiri. Jadikanlah kaki kanan yang pertama kali memakai
sandal, dan yang terakhir melepaskannya.” (HR. Bukhari)28
Disunnahkan memulai memakai sandal dengan kaki
kanan karena memakai sandal termasuk memuliakan kaki.
Karena kaidahnya, mendahulukan yang kanan untuk tujuan
takrim (pemuliaan), untuk ziinah (perhiasan), dan untuk
nazhafah (tujuan kebersihan).
Disunnahkan memulai melepas sandal dengan kaki
kiri, ini disunnahkan dan termasuk adab. Sebagaimana kata
Ibnu ‘Abdil Barr, “Barakah dan kebaikan adalah ketika
mengikuti adab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan menjalankan perintahnya.”
Sebagaimana kata Imam Ash-Shan’ani rahimahullah,
ada kata ijmak (sepakat ulama) bahwa adab yang dimaksud
di sini dihukumi sunnah.
28
https://rumaysho.com/19512-bulughul-maram-adab-adab-memakai-sandal-dan-celana-
isbal.html
24
عن أيب, عن االعرج, عن أيب ازناد,حدثنا عبد اهلل بن مسلمة عن مالك
َولُْيْنعِْل ُه َما مَجِ ًيعا أ َْو لِيَ ْخلَ ْع ُه َما مَجِ ًيعا,اح َد ٍة
ِو
َ
Abdullah bin Maslamah menyampaikan kepada kami
dari Malik dari Abu az-Zinad, dari al-A’raj, dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah Saw: “Janganlah salah seorang
di antara kalian berjalan dengan satu sandal. Hendaklah ia
memakai kedua-duanya atau melepas kedua-duanya.” (HR.
Bukhari)29
Seorang Muslim dilarang berjalan dengan satu sandal
saja. Solusinya adalah memakai kedua-duanya atau
melepas kedua-duanya.
Menurut jumhur atau kebanyakan ulama, hukum
memakai satu sandal saja adalah makruh tanzih (tidak
sampai haram). Bahkan ada klaim ijmak dari Imam Nawawi
rahimahullah bahwa hukumnya makruh karena perihal ini
termasuk masalah adab dan irsyad (pembimbingan).
Kenapa sampai berjalan dengan satu sandal
terlarang? Jawabannya, supaya kaki yang tidak memakai
sandal tidak kena tanah, duri, batu, panas, dan
semacamnya. Ada juga yang menyatakan alasan terlarang
memakai satu sandal saja adalah karena untuk berbuat adil
pada kaki. Ada juga yang menyatakan bahwa terlarangnya
agar tidak terjadi syuhrah (tampil beda). Ada juga alasan
29
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari 2, h.503
25
lainnya karena cara jalan seperti itu adalah cara jalannya
setan. Disebutkan dalam hadits, “Sesungguhnya setan
berjalan dengan satu sandal.” (HR. Ath-Thahawi dalam
Syarh Musykil Al-Atsar, 3:386-387. Lihat Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah, no. 384).
Hadits larangan ini khusus berlaku untuk berjalan,
bukan ketika lagi duduk atau berdiri lantas memakai satu
sandal.30
Dalam hadis dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memotivasi
umatnya untuk banyak menggunakan sandal. Beliau
bersabda:
26
وسالمة رجله ممّا، وقلة تعبه، معناه أنه شبيه بالراكب يف خفة املشقة عليه
َع ْن، َح َّدثَيِن أَيِب: َح َّد َثنَا ُم َعاذُ بْ ُن ِه َش ٍام قَ َال:َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر قَ َال
31
https://konsultasisyariah.com/31941-ternyata-memakai-sandal-itu-sunah-para-nabi.html
32
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.615
27
وسى َوَزيْ ُذ
َ ض ُل بْ ُن ُم َّ َح َدثَّنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن مُحَْي ِد
ْ َح َّد َثنَا أَبُ ْو مُتَْيلَة َو الْ َف:الرا ِز ْي
ب
َّ ُح ِ ِ ٍ بْن حب
َ َكان أ:ت
ْ َ َع ْن أ ُِّم َسلَ َمةَ قَال,اب َع ْن َعْبد اهلل بْ ُن بَُريْ َد َةَُ ُ
ِ ِ ِ ِ
َ الثِّياَب إِىَل َر ُس ْو ُل اهلل.
ُ صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الْ َقمْي
ص
Muhammad bin Humaid ar-Razi menyampaikan
kepada kami dari Abu Tumailah, al-Fadhi bin Musa, dan
Zaid bin Hubab, dari Abdul Mukmin bin Khalid dari
Abdullah bin Buraidah bahwa Ummu Salamah berkata:
“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah Saw, adalah
gamis.”(HR. At-Tirmidzi)33
Abu Isa bekata, “Hadits ini hasan gharib, kami hanya
mengetahuinya dari hadits Abdul Mukmin bin Khalid
dengan periwayatan sendiri dan dia adalah seorang
Marwazi. Sebagian mereka juga meriwayatkan hadits ini
dari Abu Tumailah, dari Abdul Mukmin bin Khalid, dari
Abdullah bin Buraidah, dari ibunya, dari Ummu Salamah.”
Abu Isa berkata, “Aku mendengar Muhammad bin Ismail
berkata, Hadist Ibnu Buraidah dari ibunya, dari Ummu
Salamah lebih shahih, hanya saja di dalamnya disebutkan
Abu Tumailah dari ibunya.”34
Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam
Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan
bahwa pakaian yang paling disukai Rasulullah Saw., adalah
pakaian gamis.
33
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.609
34
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.609
28
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
rahimahullah berkata, ‘Karena gamis di sini lebih menutupi
diri disbanding dengan pakaian yang dua pasang yaitu izar
(pakaian bawah) dan rida’ (pakaian atas). Namun, para
sahabat di masa Nabi Saw., terkadang memakai pakaian
atas dan bawah seperti itu. Terkadang mereka mengenakan
gamis. Nabi Saw., sendiri menyukai gamis karena lebih
menutupi. Karena pakaian gamis hanyalah satu dan
mengenakannya pun hanya sekali. Memakai gamis disini
lebih mudah disbanding menggunakan pakaian atas
bawah, dimana yang dipakai adalah bagian celana terlebih
dahulu lalu memakai pakaian bagian atas.
Namun ada catatan yang diberikan oleh Syaikhh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, akan tetapi jika
engkau berada di daerah (negeri) yang terbiasa memakai
pakaian atasan dan bawahan, memakai semisal mereka
tidaklah masalah. Yang terpenting adalah jangan sampai
menyelisihi pakaian masyarakat di negeri kalian agar tidak
terjerumus dalam larangan memakai pakaian yang tampil
beda. Sungguh, Nabi Saw., telah melarang pakaian syuhroh
(pakaian tampil beda). (Lihat Syarh Riyadhis Sholihin,
4:284-285, terbitan Madarul Wathon.35
Hadits Nabi yang lain:
35
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/6920-sunnah-memakai-gamis-bagi-
pria.html, diakses tanggal 13 Maret 2014
29
ٍ ِ و ح َّد َثنَا ُقَتيبةُ َعن مال:ك حِ
,ك َ ْ َْ َ َ ٌ َح َدثَّنَا َمال: َح َدثَّنَا َم ْع ٌن,صا ِرى
َ َْح َّد َثنَا اأْل َن
ِ عن عب ِد, اهلل ب ِن ِدينَا ٍر وزي ِدي ِن أَسلَم ُكلُّهم خُيْرِب
:اهلل بْ ِن عُ َمَر ِ ِ ِ
ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ْ َع ْن نَاف ٍع َو َعْبد
36
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.601
30
Abu Hurairah r.a meriwayatkan, Nabi Saw bersabda:
“Kain yang berada dibawah mata kaki itu dineraka.” (HR.
Al-Bukhari)37
Demikian disebutkan dalam judul bab tanpa
dikaitkan dengan sarung, maka dalam riwayat ini terdapat
isyarat bahwa ia mencakup sarung, gamis, dan lainnya.
Seakan-akan dia mengisyaratkan kepada hadits Abu Sa’id.
Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa’I serta Ibnu Majah –
dinyatakan shahih oleh Abu Awanah dan Ibnu Hibban-
semuanya dari Al Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub, dari
bapaknya dari Abu Sa’id, dan para periwayatnya tergolong
para perawi Imam Muslim.
Kata ‘maa’ pada kalimat ini berfungsi sebagai kata
penghubung, dan terdapat kalimat ini berfungsi sebagai
kata penghubung, dan terdapat penghapusan kata, yaitu
kata ‘kaana’, maka kata ‘asfal’ (dibawah) merupakan kata
penjelas. Kata ini diberi tanda fathah dan bisa pula
dhammah. Maksudnya, apa yang berada dibawah. Kata
asfal adalah pola kata yang menunjukkan perbandingan,
tetapi mungkin juga kata kerja dalam bentuk masa lampau.
Kemungkinan lain kata ‘maa’ merupakan nakirah
(indefinite) yang diberi sifat dengan kata asfal. Al
Khaththabi berkata, “Maksudnya, tempat di bawah mata
kaki yang ditutupi sarung, maka berada di neraka. Kata
‘kain’ digunakan sebagai kiasan untuk badan si pemakai
kain itu. Maknanya, punggung kaki dan selainnya yang
37
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, h.490.
31
berada di bawah mata kaki, akan di siksa di neraka.” Atas
dasar ini, maka kata ‘mim’ adalah berfungsi sebagau
penjelas. Namun mungkin juga ia berfungsi sebagai ‘sebab’
sehingga maksudnya adalah orang itu sendiri. Atau
maknanya, apa yang berada di bawah kedua mata kaki
yang bersentuhan dengan sarung, ia berada di neraka. Atau
orang memakai apa yang di bawah mata kaki. Atau
perbuatan seperti itu termasuk perbuatan penghuni
neraka. Mungkin juga bagian awal kalimat disebutkan lebih
akhir dan demikian sebaliknya, sehingga maknanya adalah;
kaian yang berada lebih rendah dari kedua mata kaki, maka
tempatnya adalah di neraka.38
Pernyataan ini dipahami di bawah konteks hadis-
hadis yang mengkaitkan dengan kesombongan, dan inilah
yang mendapatkan ancaman. Adapun menurunkan kain
tanpa disertai kesombongan, akan disebutkan pada bab
berikutnya. Kemudian dikecualikan dari larangan itu jika
dalam kondisi darurat, seperti seseorang yang menderita
luka di tumitnya sehinggga ia di ganggu lalat bila tidak
ditutupi kain dan dia tidak menemukan cara lain kecuali
menurunkan sarungnya. Hal ini disinyalir syaikh kami dalam
kitab Syarh At-Tirmidzi. Dia melandasi hal itu dengan izin
Nabi Saw, kepada Abdurrahman bin Auf untuk memakai
baju sutera karena penyakit gatal yang dideritanya. Kolerasi
antara keduanya adalah bolehnya melakukan sesuatu yang
dilarang karena kondisi darurat. Sebagaimana
38
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, h.491
32
diperbolehkan membuka auratt untuk berobat. Kaum
wanita juga dikecualikan dari ancaman di atas.39
4) Hadits Nabi Saw, Tentang Sorban dan Peci:
َع ْن أَيِب, َح َدثَّنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َربِْي َعةَ َع ْن أَيِب احْلَ َس ِن الْ َع ْس َقاَلِ ين:َُح َدثَّنَا ُقَتْيبَة
39
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, h.493
40
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.614-615
33
orang-orang kafir dalam berbagai keadaan, juga saat
berpakaian pada waktu beribadah41.
Hadits Nabi yang lain:
َح َدثَّنَا حَيْىَي بْ ُن حٌمَ َّم ٍد الْ َم َديِن ُّ َع ْن:ْ َح َدثَّنَا َه ُارْو ُن بْ ُن إِ ْس َح َق اهْلَْم َدايِن
41
Wiyonggo Seto, http://wiyonggoputih.blogspot.com/2016/01/penjelasan-tentang-
memakai-sorban.html?m=1, diakses tanggal 17 Januari 2016
42
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.603
43
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.603
34
,َ َع ْن مَحَّ ِاد بْ ِن َسلَ َمة،ي ِ َّ َح َدثَّنَا َعْب ُد:َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر
ٌ الرمْح َ ِن بْ ُن َم ْهد
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َد َخ َل َع َام ِ َ َن رس
َ ول اللَّه ِ
ُ َ َّ «أ، َع ْن َجاب ٍر، ِالزَبرْي
ُّ َع ْن أَيِب
ِ ِ َّ
ُ»الْ َفْت ِح َمكةَ َو َعلَْيه ع َم َامةٌ َس ْوَداء
Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami
dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Hammad bin Salamah,
dari Abu az-Zubair bahwa Jabir ra ia berkata, “Ketika
Rasulullah Saw, memasuki kota makkah pada hari
penaklukannya, beliau memakai sorban hitam.” (HR. At-
Tirmidzi)44
Abu Isa berkata: “Terkait dengan bab ini ada pula
hadits riwayat ali, Amr bin Huraits, Ibnu Abbas, dan
Rukanah.” Abu Isa berkata, “Hadits Jabir ini hasan shahih.”
3. Pakaian Perempuan
Saat ini masyarakat di Indonesia mulai berkiblat pada gaya-
gaya berpakaian orang-orang Barat. Betapa banyak kita lihat saat
ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam
keadaan ketat. Sungguh kadang hati terasa perih. Apa bedanya
penampilan mereka yang berkerudung dengan penampilan wanita
lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya? Oleh karena
itu, pembahasan kita saat ini adalah mengenai pakaian wanita
muslimah yang seharusnya mereka pakai.45
Islam telah memperkenalkan pula pakaian-pakaian yang
seharusnya dipakai oleh kaum muslim terutama bagi wanita yang
44
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.602
45
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/163-pakaian-yang-mesti-engkau-
pakai-saudariku.html, diakses pada tanggal 30 Juli 2019.
35
berjilbab. Tidak hanya sekedar menutup, tetapi juga harus
memenuhi syarat berbusana muslimah yang benar. Pemakaian
busana muslim dalam arti pakaian yang menutup seluruh tubuh
kecuali wajah dan telapak tangan yang pernah menjadi kurang
perhatian masyarakat Islam sejak abad ke 19. 46 Sebagaimana firman
Allah Swt sebagai berikut:
46
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), h.29-30
36
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (Qs. An-Nuur: 31)
الس ْرِح َوأَمْح َ ُد بْ ُن ُّ َو َح َدثَّنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َد ُاوَد الْ َم ْه ِر,صالِ ٍح
َّ ي َوابْ ُن َ َح َدثَّنَا أَمْح َ ُد بْ ُن
47
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5 Sunan Abu
Dawud, h.852
37
Ibnu as-Sarh berkata, “Aku melihat hadits ini dalam kitab
pamanku yang diriwayatkan dari Uqail, dari Ibnu Syihab, lengkap
dengan sanad dan matan yang semaknanya.”
Allah Swt, juga berfirman:
ۚ ني َعلَْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِيبِ ِه َّنِ ِك ونِس ِاء الْم ْؤِمنِ َ يا أ َُّيها النَّيِب قُل أِل َْزو ِاج
َ ني يُ ْدن
َ ُ َ َ َ ك َوَبنَات َ ْ ُّ َ َ
ِ ِ
ً ك أ َْدىَن ٰ أ َ ْن يُ ْعَرفْ َن فَاَل يُ ْؤ َذيْ َن ۗ َوَكا َن اللَّهُ َغ ُف ًورا َرح
يما َ َذٰل
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka
menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu
agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(Qs. Al-
Ahzab: 59).
ِ ح َّدثَنَا عمرو بن ع:ح َّدثَنَا حُم َّم ُد بن بشَّا ٍر قَ َال،
َع ْن َقتَ َاد َة، َح َّدثَنَا مَهَّ ٌام:اص ٍم قَ َال َ ُ ْ َُْ َ َ ُْ َ َ
قَ َال،صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ ِ ٍ
َ ِّ َع ِن النَّيِب، َع ْن َعْبد اللَّه،ص
ِ َح َو
ْ َع ْن أَيِب األ،ع ْن ُم َوِّرق:
َ
«استَ ْشَرَف َها الشَّْيطَا ُن
ْ ت ْ فَِإذَا َخَر َج،ٌ »امل ْرأَةُ َع ْوَرة:
َ
ِ يث حسن ِ
ٌ يح َغ ِر
يب ٌ صح َ ٌ َ َ ٌ َه َذا َحد
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud, beliau berkata dari Nabi Saw.,
“Wanita itu adalah aurat, hingga dia keluar maka setan
mengawasinya.” (HR. At-Tirmidzi)
38
، ٍ صنْي ِ ٍ ِ ِ ح َّد َثنا أَبو
َ َع ْن ع ْمَرا َن بْ ِن ُح، َح َّد َثنَا أَبُو َر َجاء، َح َّد َثنَا َس ْل ُم بْ ُن َزِري ٍر،الوليد
َ ُ َ َ
،َت أَ ْكَثَر أ َْهلِ َها ال ُف َقَراء ِ
ُ ْت يِف اجلَنَّة َفَرأَي
ِ
ُ «اطَّلَ ْع: قَ َال،صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
َ ِّ َع ِن النَّيِب
ِ
ُ ْت يِف النَّا ِر َفَرأَي
َ ت أَ ْكَثَر أ َْهل َها الن
َِّساء ُ » َواطَّلَ ْع
Rasulullah Saw, bersabda: “Aku melihat ke dalam syurga, Aku
melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir. Lalu Aku
melihat ke dalam neraka, Aku melihat kebanyakan penghuninya
adalah para wanita” (HR. Bukhari dan Muslim)48
Wanita modern saat ini pada umumnya lebih menyukai
mode-mode busana yang memamerkan atau tidak menutupi
auratnya sebagai seorang wanita. seperti kita lihat dalam kehidupan
sehari-hari, terutama di televisi dengan sengaja memperlihatkan
auratnya secara berlebihan, banyak yang memakai pakaian ketat,
pakaian transparan, atau menutup sebagian aurat, namun aurat
lainnya masih terbuka, memakai rok mini atau celana ketat
merupakan gejala yang tak terpisahkan dari peradaban masa kini. 49
Padahal Islam telah mengajarkan tentang etika berbusana dengan
menutup aurat, yang tidak lain adalah demi perlindungan terhadap
penggunanya sendiri, sehingga pelecehan seksual tidak terjadi
terhadapnya. Dengan demikian harkat dan martabat kaum wanita
akan terlindungi.50
48
Shahih Al-Bukhari kitab Bad’I al-Khalk bab Ma Ja’a Fi Sifahat al-Jannah wa annaha
Makhluqah No.3241 dan Shahih Muslim Kitab al-Riqaq bab Aktsar ahli al-Jannah al-Furqan
No.7114
49
Maulana Muhammad, Kekeliruan Ijtihad Para Cendekiawan Muslim (Surabaya: Pustaka,
1990), h.319.
50
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terj. Mu‘ammal Hamidy, (Surabaya: Bone
Pustaka, 2007), h.166.
39
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah
dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap
pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di
toko muslimah dapat kita sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua
pakaian tadi harus kita kembalikan pada syarat-syarat pakaian
muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua
tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti
ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu, tidak sama sekali,
semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari al-
Qur’an dan hadits yang shahih, bukan pemahaman golongan atau
aliran tertentu. Penulis mohon jangan disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus
penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
rahimahullah –ulama pakar hadits abad ini-. Lalu ada ulama yang
melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul
Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama
sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun semua yang
mereka sampaikan berdasarkan Al-Qur’an dan hadits yang shahih.
Adapun pakaian wanita menurut syari’at Islam sebagai
berikut:
a. Syarat Pertama: Jilbab menutup seluruh badan, selain yang di
kecualikan (wajah dan telapak tangan).
Bagi kaum perempuan, para ulama berbeda pendapat
dalam menetapkan batasan auratnya. Sebagian berpendapat
bahwa seluruh anggota tubuh perempuan adalah aurat.
Sementara yang lainnya berpendapat, seluruhnya aurat
40
kecuali wajah dan telapak tangan. Pendapat yang disebutkan
terakhir nampaknya lebih kuat, karena sesuai dengan nasihat
Nabi Saw, kepada Asma binti Abu Bakar. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits berikut ini:
Dalam hadis Nabi Saw., dari Aisyah r.a dia berkata,
Rasulullah bersabda:
51
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5 Sunan Abu
Dawud, h.852
41
Muslim, Sa’îd bin Basyîr, Qatâdah, Khâlid bin Duraik dan
‘Aisyah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Sa‘îd bin
Basyîr dinilai dha‘if oleh para ulama, dan sanadnya juga
terputus bahwa Khâlîd bin Duraik tidak pernah bertemu
dengan ‘Aisyah, oleh sebab itu dari segi sanad hadis ini adalah
Maudhu‘.
Dalam hadis ini Rasulullah melarang setiap wanita yang
sudah baligh untuk memperlihatkan auratnya. Karena aurat
merupakan perhiasan wanita yang wajib ditutupi jika mereka
sudah beranjak dewasa. Apabila perempuan melepaskan
pakaiannya dan memperlihatkan kecantikan-kecantikannya,
dia akan kehilangan rasa malu dan kehormatan yang
merupakan ciri-ciri yang paling khusus dan jatuh dari derajat
kemanusiaan. Tidak ada yang dapat menyucikan dari kotoran
yang melekat kepadanya kecuali Jahannam.52
Dalam hadits yang lain, Nabi Saw, memberikan
spesifikasi ukuran panjang pakaian yang harus digunakan oleh
perempuan, salah satunya tercermin pada kasus dialog antara
Nabi Saw, dengan Ummu Salamah, sebagaimana dijelaskan
dalam hadits berikut ini:
52
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr, 1980), jilid IV, h.485.
42
ِ ِ ِ
ْ َ َف َق ال، »«م ْن َج َّر َث ْوبَ هُ ُخيَاَل ءَ مَلْ َيْنظُ ِر اللَّهُ إِلَْي ه َي ْوَم القيَ َام ة
ت أ ُُّم َ :َو َس لَّ َم
إِ ًذا:ت ِ «يرِخ: فَ َكيف يصَنعن النِّساء بِ ُذيوهِلِ َّن؟ قَ َال:َسلَمة
ْ َ َف َقال، »ني شْبًرا
َ ُْ ُ ُ َ َْ ْ َ َ ْ ََ
اَل يَِزْد َن َعلَْي ِه،اعا ِ ِ ِ
ً « َفُيْرخينَهُ ذ َر: قَ َال،ف أَقْ َد ُام ُه َّن
ُ »َتْن َكش
Al-Hasan bin Ali al—Khallal menyampaikan kepada kami
dari Abdurrazzaq, dari Ma’mar, dari Ayub, dari Nafi’ dari Ibnu
Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang
menjulurkan kainnya karena sombong, Allah tidak akan
melihatnya pada hari kiamat” Ummu Salamah bertanya,
“Lalu apa yang harus dilakukan kaum wanita dengan
kelebihan bagian bawah mereka?” Beliau menjawab,
“mereka boleh memanjangkan sejengkal.” Ummu Salamah
berkata, “kalau begitu telapak kaki mereka akan terlihat”
Beliau bersabda, “mereka boleh memanjangkan sehasta dan
jangan lebih.” (HR. At-Tirmidzi)53
Abu Isa berkata. “Hadist ini hasan shahih. Di dalam
hadis ini ada keringanan bagi wanita untuk menjulurkan
kainnya karena hal itu lebih menutup anggota tubuh mereka.”
Berdasarkan Hadis ini ukuran panjang pakaian
perempuan adalah satu hasta dari pertengahan betis.54 Hadis
ini juga dijadikan dalil oleh para ulama tentang bolehnya
perempuan melabuhkan pakaian (isbāl) secara mutlak.55
b. Syarat Kedua: Busana muslimah tidak sebagai perhiasan.
53
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, h.602
54
Al-Mubarakfuri, Tuḥfatu, Jilid 5, h.128.
55
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nayl al-Autar Syarh Muntaqa al-Akhbar
Min Ahadithi Sayyid al-Akhyar (Kairo: Dar al-Hadith, 1993), Jilid 2, h.134.
43
ٰ اهلِيَّ ِة اأْل ُوىَل
ِ وَقر َن يِف بيوتِ ُك َّن واَل َتبَّرجن َتبُّرج اجْل
َ َ َ َْ َ َ ُُ ْ َ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama…”
(Qs. Al-Ahzab: 33)
Secara umum kandungan ayat ini mencakup pakaian
biasa jika dihiasi sesuatu yang menyebabkan kaum laki-laki
melirikan pandangan kepadanya.56
Maqatil bin Hayan mengatakan bahwa yang dimaksud
berhias diri adalah seseorang memakai khimar (kerudung) di
kepalanya namun tidak menutupinya dengan sempurna. Dari
sini terlihatlah kalung, anting, dan lehernya. Inilah yang
disebut tabbaruj (berhias diri) ala jahiliyyah.57
Disebutkan dalam Tafsir al-Jalalain, wanita yang disebut
berdandan ala jahiliyyah yang pertama adalah berdandan
yang dilakukan oleh wanita dengan berpenampilan cantik di
hadapan para pria dan ini terjadi sebelum Islam.
Kecantikan wanita seharusnya hanya untuk suaminya
atau ia hanya boleh bercantik di rumahnya, bukan diobral di
luar rumah. Karena setiap wanita yang menyenangkan hati
suami dipuji dalam hadits dari Abu Hurairah ra, berkata:
ٍ ِ عن سع، عن اب ِن عجاَل َن، ح َّد َثنا اللَّيث: قَ َال،ُأَخبرنَا ُقتيبة
ِّ ِيد الْ َم ْقرُب
َع ْن،ي َ َْ ْ َ ْ َْ ُ ْ َ َ َْ َ َ َ ْ
ِّس ِاء َخْيٌر؟ ُّ أ:صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
َ َي الن
ِ ِ ِ ِ ق: قَ َال،أَيِب هريرَة
َ يل لَر ُسول اللَّه
َ َ َْ ُ
56
Meida Kartika, “Pakaian Perempuan di Zaman Modern” (Studi Pemahaman Hadis Tentang
Wanita Berpakaian Tapi Telanjang), Skripsi, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), h.23
57
Silahkan kaji dari kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim karya Ibnu Katsir 6, (terbitan Dar Ibnul
Jauzi), h.138
44
َواَل خُتَالُِفهُ يِف َن ْف ِس َها َوَماهِلَا مِب َا، َوتُ ِطيعُهُ إِ َذا أ ََمَر، الَّيِت تَ ُسُّرهُ إِ َذا نَظََر:قَ َال
ُيَكَْره
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw., “Siapakah
wanita yang paling baik?” Jawab Nabi, “Yaitu yang paling
menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika
diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan
hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasa’I
dan Ahmad)58
Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadist ini hasan
dan shahih.
c. Syarat Ketiga: Busana muslimah tidak tipis dan tidak tembus
pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh.
Busana muslimah yang dipakai harus longgar dan tidak ketat.
،َ َع ْن أَيِب ُهَرْي َرة، َع ْن أَبِْي ِه، َع ْن ُس َهْي ٍل، َح َّد َثنَا َج ِرْي ٌر،ب
ٍ ح َّدثَيِن ُزَهْي ر بْن ح ر
َْ ُ ُ َ
ان ِم ْن أ َْه ِل النَّا ِر مَلْ أ ََرمُهَ ا َق ْوٌم َم َع ُه ْم ِس يَا ٌط
ِ ؤل اللَّ ِه صلعم ِص ْن َف
ُ قَ َال قَ َال َر ُس
ِ ِ اس يات عا ِري
ِ ِ ض ِربو َن هِب ا الن ِ ٍ
ت
ٌ َت َم ائال
ٌ ات مٌم ْياَل َ َ ْ ُ ْ ََكأَ ْذنَاب الَْب َق ر ي
ٌ َ َ ٌ َ َّاس َون َس اءٌ َك
ت الْ َمائِلَ ِة اَل يَ ْد ُخ ْل َن اجْلَنَّةَ َواَل جَيِ ْد َن ِرحيَ َها َوإِ َّن ِرحيَ َها
ِ رءسه َّن َكأَسنِم ِة الْبخ
ُْ َ ْ ُ ُ ُُ
وج ُد ِم ْن َم ِس َريِة َك َذا َوَك َذا
َ ُلَي
Zuhair bin Harbari menyampaikan kepadaku dari Jarir,
dari Suhail, dari perdebatan, dari Abu Hurairah untuk
Rasulullah bersabda: "Ada dua golongan penghuni neraka
58
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/18598-faedah-surat-an-nuur-20-dua-
belas-syarat-pakaian-wanita.html, diakses pada tanggal 13 September 2018.
45
yang belum pernah melihat: orang-orang yang mencari
cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk
memukul orang lain dan wanita-wanita yang berguling-guling
(tembus pandang, ketat, atau tidak menutup aurat) yang
condong untuk keburukan dan berjalan berlenggok-lenggok.
Kepala mereka punuk unta yang miring. Wanita-wanita ini
tidak akan akan masuk surga, bahkan tidak bisa mencium bau
surga, padahal bau harum surga itu tercium dari jarak sekian
dan sekian” (HR. Muslim) 59
Kualitas dari perawi sanad hadis di atas, antara Zuhair
bin Harb, Jabir, Suhail, Dzakwân, dan Abu Hurairah, semua
perawinya dinilai Tsiqah oleh ulama hadis, dan sanadnya
bersambung. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi
sanad hadis ini adalah Shahih
Makna ‘berpakaian tetapi telanjang’ adalah dia
menutup sebagian auratnya tapi menampakkan sebagian
lainnya. Sebagian menyatakan maknanya adalah dia menutupi
seluruh auratnya tapi dengan pakaian yang tipis sehingga
nampak bagian dalam tubuhnya.60
Dalam syarah Imam Nawawi, kasiyat adalah wanita yang
diberi kenikmatan dan karunia Allah. Adapun ‘ariyat artinya
telanjang atau terlepas dari kesyukuran atas nikmat-nikmat
Allah tersebut dengan menyelewengkan harta kekayaan,
kecantikan, dan sebagainya.
59
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtasar Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2012), h.142
60
Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), h.356.
46
Pendapat lain mengatakan, makna kasiyat ‘ariyat adalah
kaum wanita yang menutupi sebagian tubuh, namun
membuka bagian tubuh lain dengan tujuan menampakkan
kelebihannya. Mereka berpakaian tapi tidak cukup menutupi
tubuh, karena terlalu tipis atau terlalu pendek sehingga tidak
mencapai pengertian berpakaian sebenarnya. Mereka disebut
‘ariyat atau telanjang karena pakaian mereka tidak menutupi
aurat.
Pendapat lain menegaskan, yaitu kaum wanita yang
menutupi tubuhnya dengan pakaian tipis untuk
memperlihatkan lekak-lekuk tubuhnya, berarti membangkang
dari ketaatan kepada Allah Swt.
Ucapan Rasulullah mengenai berpakaian tapi telanjang
bahwa memakai pakaian tapi tidak menutupi yang semestinya
tertutup baik itu karena pendeknya, tipisnya, ketatnya atau
pun diantara dadanya terbuka. Pakaian yang digunakan hanya
membalut aurat bukan menutup aurat atau model berjilbab
yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Hanya ada satu prinsip
yang dilanggar yaitu ketat, sehingga menampakan lekuk tubuh
yang tersembunyi. Sehingga berpakaian yang seperti itu
melupakan eksistensi makna hijab atau jilbab itu sendiri yakni
melindungi diri dari pandangan lawan jenis dan juga menjaga
kehormatan diri61.
Maka dari itu baiknya seorang muslimah
memperhatikan cara berpakainnya yang sesuai dengan syariat
61
Achyar Zein, dkk, “Konsep TABARRUJ dalam hadis (Studi tentang Kualitas dan Pemahaman
Hadis Mengenai Adab Berpakaian Bagi Wanita” dalam Jurnal At-Tahdis Studi Hadis, Vol.1
No. 2 Desember 2017, h. 61-62
47
dengan berbusana yang sopan dan menutup aurat. Sehingga
tidak menimbulkan kesan seolah-olah telanjang padahal
sudah memakai baju. Adapun hadits Nabi yang lain yaitu
memerintahkan kepada wanita agar menutup atau
menyembunyikan warna kulit dan lekuk tubuh wanita agar
tidak diketahui sebagaimana hadist berikut ini:
َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه َي ْعيِن ابْ َن حُمَ َّم ِد بْ ِن، َح َّدثَنَا ُزَهْيٌر َي ْعيِن ابْ َن حُمَ َّم ٍد،َح َّدثَنَا أَبُو َع ِام ٍر
48
pakaian itu akan menampakkan lekukkan bentuk tulangnya’.
(HR. Ahmad)62
Pakaian dari Mesir ini dikhawatirkan akan
menampakkan lekukan tubuh si pemakai. Maka Rasulullah
Saw, memerintahkan kepada si pemakai untuk mengenakan
pakaian dalam. Maksud dari pakaian yang dipakai wanita
apabila berada di dalam rumah, seperti kaos, rok, celana,
hem, dan sebagainya.
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab,
pakaian yang katanya gaul yang tipis dan ketat yang banyak
dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan
bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.
d. Syarat Keempat: Busana muslimah tidak diberi parfum atau
wangi-wangian.63
Wanita muslimah tidak diperkenankan memberikan
wewangian pada pakaian yang dikenakannya. Karena, hal ini
dapat me narik perhatian orang. Dalam sebuah hadits
Rasulullah Saw, bersabda:
ِ ٍ ِ ِ
ٌ ِ َح َّد َثنَا ثَاب: قَ َال، َح َّدثَنَا َخال ٌد: قَ َال،يل بْ ُن َم ْسعُود
ت َوُه َو ابْ ُن ُ َخَبَرنَا إمْسَع
ْأ
ِ ُ قَ َال رس:ي قَ َال ٍ َع ْن غَُنْي ِم بْ ِن َقْي،ِع َم َارَة
ُصلَّى اهلل
َ ول اللَّه َُ ِّ َع ْن اأْل َ ْش َع ِر،س
ٌَزانِيَة
62
Defathimah, https://defathimah.wordpress.com/2014/01/16/pakaian-muslimah-
berdasarkan-alquran-assunnah/amp/ , diakses pada bulan Juli, 2019.
63
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, hadis no. 5406
49
Telah mengabarkan kepada kami Ismail bin mas'ud
berkata menceritakan kepada kami Khalid menceritakan
kepada kami Tsabit, dan dia Ibn Imarah dari Gunaim bin Qais
dari Al asy'ari bahwa Rasulullah bersabda: "Seorang wanita
siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-
wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium
bau wanginya maka wanita itu adalah seorang pezina” (HR.
An-Nasa'i). At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
dan shahih.
Kualitas dari perawi sanad hadis di atas, antara Ismail
bin Mas‘ud, Khalid bin Harits, Tsabit, Gunaim bin Qa‘is, dan
Abu Musa, semua sanadnya bersambung. Namun dalam
perawinya menurut ulama hadis ada kualitas yang shaduq.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi sanad hadis
ini adalah hasan.
Sedangkan dari segi matan hadis, setelah melakukan
penelitian dengan melihat matan pada hadis-hadis di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa matan hadis yang ada
pada hadis-hadis tentang tabarruj dapat diterima, karena
tidak bertentangan dengan Alquran, hadis-hadis yang lebih
sahih kualitasnya, akal dan sejarah.
Pemahaman hadis ini sebagaimana menurut Imam Ibnul
Qayyim berkata: Rasulullah Saw., melarang perempuan keluar
rumah dengan memakai wangi-wangian dikarenakan hal ini
sungguh merupakan sarana (sebab) untuk menarik perhatian
laki-laki kepadanya. Karena baunya yang wangi, perhiasannya,
50
posturnya dan kecantikannya yang diperlihatkan sungguh
mengundang (hasrat laki-laki) kepadanya.
Itulah sebabnya, seorang muslimah dilarang
mengenakan wewangian di luar rumah. Sebaliknya,
dianjurkan bagi wanita muslimah untuk menggunakan
wewangian di dalam rumah, apalagi bagi mereka yang sudah
bersuami. Namun, Islam agama yang bijaksana. Bagi wanita
muslimah yang memang memiliki masalah bau badan,
dibolehkan mengenakan wewangian sekedar untuk
menghilangkan (menetralkan) bau badan tersebut agar tidak
menggangu orang lain yang ada disekitarnya.64
e. Syarat Kelima: Busana muslimah yang dipakai tidak
menyerupai pakaian laki-laki
Perempuan dan laki-laki diciptakan sesuai dengan
kekhasannya masing-masing. Laki-laki dengan sifat-sifat
maskulinnya dan perempuan dengan sifat feminimnya. Maka
sewajarnya wanita muslimah berperilaku sebagaimana
mestinya perilaku seorang wanita, baik dalam berturur kata,
berpakaian maupun bergaul. Dalam hal ini berpakaian, tentu
berbeda antara pakaian wanita dan pakaian laki-laki karena
batasan auratnya juga berbeda. Karena itu dilarang
berpakaian menyerupai laki-laki, seperti celana pendek.
Dalam konteks kekinian kita bisa menyaksikan fenomena
wanita-wanita yang berpenamilan (menyerupai laki-laki). 65
Sebagaimana Rasulullah Saw, bersabda:
64
Meida Kartika, “Pakaian Perempuan di Zaman Modern”…, h.26
65
Meida Kartika, “Pakaian Perempuan di Zaman Modern”…, h.27
51
,َ َع ْن ِع ْك ِرَمة, َح َّد َثنَا ُش ْعبَةُ َع ْن ُقتَ َاد َة: َح َّد َثنَا أَيِب:اهلل بْ ُن ُم َع ٍاذ
ِ ح َّد َثنَا عبي ُد
ْ َُ َ
ِّس ِاء ِ ِ َّ ِ َّ َ اس َع ْن النَّيِب
َ أَنَّهُ لَ َع َن الْ ُمتَ َشِّب َهات م َن الن:صلى اهللُ َعلَْيه َو َسل َم ْ
ٍ ََّع ْن ابْ ِن َعب
، َع ْن ُس َهْي ٍل، َع ْن ُسلَْي َما َن بْ ِن بِاَل ٍل، َح َّد َثنَا أَبُو َع ِام ٍر،ب
ٍ ح َّدثَنَا ُزَهْير بْن حر
َْ ُ ُ َ
66
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud 5, h.851
67
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud 5, h.851
52
antara laki-laki dan perempuan. Kedua, untuk
menyembunyikan diri wanita. Menyembunyikan diri yang
dimaksud adalah menyembunyikan lekuk tubuh wanita dan
tertutupnya seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
Beliau juga menjelaskan bahwa keserupaan dalam urusan
penampilan, niscaya akan melahirkan kemiripan dan
keserupaan dalam berbuat dan berperilaku.
f. Syarat Keenam: Busana muslimah tidak menyerupai pakaian
wanita-wanita kafir. Umat Islam harus memiliki ciri khas yang
membedakan antara dirinya dengan orang kafir.
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum Muslimin
(laki-laki maupun perempuan) tidak boleh menyerupai
kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan
hari raya, dan berpakaian khas mereka.68
g. Syarat Ketujuh: Busana muslimah bukan merupakan pakaian
untuk mencari popularitas.69
Nasaruddin al-Albani menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan pakaian popularitas adalah pakaian yang
dipakai untuk tujuan mencari ketenaran di tengah-tengah
manusia. Beliau menyamakan antara memakai pakaian yang
mahal harganya sehingga dipakai dalam rangka berbangga diri
dengan dunia dan perhiasannya, dengan memakai pakaian
yang murah dalam rangka untuk menampak-nampakan
kepada orang lain betapa sederhananya dirinya (untuk riya’)
Rasulullah Saw, bersabda:
68
Burhan Sodiq, Engkau Lebih Cantik dengan Jilbab, (Sukaharjo: Samudera, 2006), h.118
69
Albani dan Syaikh Muhammad Nashiruddin, Jilbab Wanita Muslimah Menurut Qur’an dan
Sunnah, (Solo: At-Tibyan, 2011), h.35
53
ِ
ْ َع ْن عُثْ َما َن َي ْعيِن ابْ َن الْ ُمغِ َرية َوُه َو اأْل،يك
،َع َشى ِ ح َّد َثنَا ه
ٌ َح َّد َثنَا َش ِر،اش ٌم َ َ
َصلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّم ِ ٍِ
ِ ُ قَ َال رس: ع ِن اب ِن عمر قَ َال،َّامي
َ ول اهلل َُ َ َ ُ ْ َ ِّ َع ْن ُم َهاجر الش
: " ب َم َذلٍَّة َي ْوَم الْ ِقيَ َام ِة ُّ ب ُش ْهَرٍة يِف
َ أَلْبَ َسهُ اهللُ َث ْو،الد ْنيَا َ س َث ْو ِ
َ َم ْن لَب
Telah menceritakan kepada kami Hâsyim telah
menceritakan kepada kami Syarîk dari ‘Utsmân yakni Ibnul
Mughîrah dia adalah al-A’syâ dari Muhâjir asy-Syâmi dari Ibnu
‘Umar, berkata: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa
mengenakan baju kebesaran agar terkenal di dunia, Allah
memakaikan baginya baju kehinaan hari kiamat (HR.
Ahmad).70
Setelah meneliti kualitas dari perawi sanad hadis di atas,
antara Hasyim bin al-Qasim, Syarik, Utsman bin al-Mughirah,
Muhajir as-Sami, dan Ibnu Umar, semua sanadnya adalah
bersambung. Namun dalam perawinya ada yang berkualitas
Shaduq. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi
sanad hadis ini adalah hasan.
Dalam hadis ini Rasulullah Saw, melarang orang
berlebih-lebihan dalam berpakaian yang dapat menimbulkan
rasa angkuh, menyombongkan diri/ membanggakan diri
kepada orang lain dengan bentuk-bentuk yang kosong secara
lahiriyah. Bahkan menurut Imam al-Ghazali, berlebih-lebihan
yaitu melewati batas ketentuan dalam menikmati yang halal.
Kemudian yang dimaksud dengan kesombongan ialah erat
70
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits No.5406.
54
sekali hubungannya dengan masalah niat dan hati manusia
berkaitan dengan yang zahir. 71
Dengan demikian apa yang dimaksud dengan
kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megahan
dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri
terhadap orang lain. Padahal Allah sama sekali tidak suka
orang yang sombong.
Hadits Nabi yang lain:
ِ ِح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بن َعب ِد الْمل
ِ ك بْ ِن أَيِب الشَّوا ِر
َع ْن،َ َح َّد َثنَا أَبُو َع َوانَة:ب قَ َال َ َ ْ ُْ َ
ُ قَ َال َر ُس: َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن عُ َمَر قَ َال،اج ِر
ول ِ ع ِن الْمه،عثْما َن ب ِن الْمغِريِة
َُ َ َ ُ ْ َ ُ
ب ُّ ب ُش ْهَرٍة يِف
َ أَلْبَ َسهُ اللَّهُ َث ْو،الد ْنيَا َ س ثَ ْو ِ َّ ِ َّ َ اللَّ ِه
َ َم ْن لَب:صلى اهللُ َعلَْيه َو َسل َم
ب فِ ِيه نَ ًارا ِ ِ ٍَّ
َ َ مُثَّ أَهْل،َم َذلة َي ْوَم الْقيَ َامة
“Barang siapa mengenakan pakaian syuhrah (tampil
beda) di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian
kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya
dengan api neraka” (HR. Ibnu Majah).72
Syaikh Al-Albani mengatakan hadist ini hasan dengan
para perawi yang tsiqoh
Asy-Syaukani dalam Nail al-Authar mengatakan bahwa
yang dimaksud syuhrah adalah menampakkan sesuatu. Yang
dimaksud adalah pakaian tampil beda dari lainnyya, dilihat
dari sisi warna misalnya. Akhirnya orang lain tertarik melihat
71
Al-Ghazali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), h.134.
72
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/18598-faedah-surat-an-nuur-20-dua-
belas-syarat-pakaian-wanita.html, diakses pada tanggal 13 September 2018.
55
tampilannya yang berbeda dari lainnya. Yang berpenampilan
syuhrah akhirnya berjalan di hadapan yang lain denga
menimbulkan takjub dan kesombongan.
Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mu’im Salim menyatakan wanita
muslimah wajib memilih pakaian untuk dirinya yang mecocoki
syarat syar’I dan menyesuaikan pakaian di negerinya pada
zamannya. Akan tetapi rambu-rambu syari’at memanglah
harus tetap dipegang teguh dan ditaati.73
Begitu hebatnya pengaruh budaya dan mode dalam
berpakaian, membuat manusia lupa memahami hakekat dari
fungsi adanya pakaian. Oleh karena itulah, Islam memberikan
perhatian khusus kepada pakaian perempuan. Alquran dan
Hadis Nabi, juga telah banyak berbicara tentang batasan-
batasan pakaian perempuan secara terperinci, tidak seperti
kebiasaannya dalam membicarakan masalah-masalah kecil
lainnya. Tentu dalam hal ini harus kembali kepada Islam,
memahami apa yang terkandung dalam Alquran dan Hadis
Nabi.
73
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, h.40
56
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa perintah
berpakaian dalam Islam telah diterangkan dalam Qs. Al-A’raf ayat 26.
Ayat tersebut menjelaskan kepada umat manusia baik laki-laki maupun
perempuan untuk menutup auratnya, dan dengan pakaian itu manusia
akan terlihat lebih indah dengan berpakaian, baik pada saat ibadah
maupun keseharian.
Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mu’im Salim menyatakan laki-laki dan
perempuan wajib memilih pakaian untuk dirinya yang mecocoki syarat
syar’I dan menyesuaikan pakaian di negerinya pada zamannya. Akan
tetapi rambu-rambu syari’at harus tetap dipegang teguh dan ditaati.
57
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Abu Tayyib Muhammad Syams al-Haq al-Azim, ‘Aun al-Ma’bud Syarh
Sunan Abu Daud Jilid 7, Kairo: Dar al-Hadith, 2001.
Ahsan, M. Fahmi, “Larangan Berpakaian Menyerupai Lawan Jenis” (Skripsi),
UIN Sunan Ampel: Surabaya, 2019.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Mukhtasar Shahih Muslim, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2012.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari 28 Syarah Shahih Al-Bukhari, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2014
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari 2,
Jakarta: Almahira, 2012.
Al-Ghazali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, Surabaya: Putra Pelajar,
2002.
Al-Namadi, Khalid, Risalah Buat Wanita Muslim, Surabaya: Terang Surya, t.t.
Al-Qordowi, Yusuf, Fatwa-fatwa Muktahir, Yayasan Al-Hamidi, 1994.
Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nayl al-Autar Syarh
Muntaqa al-Akhbar Min Ahadithi Sayyid al-Akhyar Jilid 2, Kairo: Dar al-
Hadith, 1993.
At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa, Jami’ at-Tirmidzi, Jakarta: Al-
Mahira, 2013.
Hasyim, Husaini A Majid, Terjemah Riyadhus Sholihin, Surabaya: Penerbit
Islam
58
Ibn al-Athir, Majdudin al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari, Al-Nihayah fi
Gharib al-Hadith wa al-Athar, Saudi Arabia: Dar al-Jawzi: t.th.
Irsyad, Mohammad, Jilbab Terbukti Memperlambat Penuaan dan Kanker
Kuli, Yogyakarta: Mutiara Media, 2012.
Ka’ab, Prasetyo Abu, https://muslim.or.id/19847-adab-berpakaian-lelaki-
muslim.html, diakses tanggal 29 Januari 2014.
Kartika, Meida, “Pakaian Perempuan di Zaman Modern” (Studi Pemahaman
Hadis Tentang Wanita Berpakaian Tapi Telanjang), Skripsi, Ciputat:
UIN Syarif Hidayatullah, 2017.
Muhammad, Maulana, Kekeliruan Ijtihad Para Cendekiawan Muslim,
Surabaya: Pustaka, 1990.
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997.
Nashiruddin, Albani dan Syaikh Muhammad, Jilbab Wanita Muslimah
Menurut Qur’an dan Sunnah, Solo: At-Tibyan, 2011.
Nawawi, Imam, Syarh Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.
Purnomo, Heri, Dilema Wanita Di Era Modern, Jakarta: Mustaqim, 2003.
Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram Dalam Islam, terj. Mu‘ammal Hamidy,
Surabaya: Bone Pustaka, 2007.
Sabiq, As-Sayyid, Fiqh as-Sunnah jilid IV, Libanon: Dar al-Fikr, 1980.
Seto, Wiyonggo, http://wiyonggoputih.blogspot.com/2016/01/penjelasan-
tentang-memakai-sorban.html?m=1, diakses tanggal 17 Januari 2016
Shihab, M. Quraish, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta: Lentera Hati,
2010.
Sodiq, Burhan, Engkau Lebih Cantik dengan Jilbab, Sukaharjo: Samudera,
2006.
59
Tuasikal, Muhammad Abduh, https://rumaysho.com/163-pakaian-yang-
mesti-engkau-pakai-saudariku.html, diakses tanggal 30 Juli 2019.
Tuasikal, Muhammad Abduh, https://rumaysho.com/6882-sunnah-pakaian-
warna-putih.html, diakses pada tanggal 8 Maret 2014
Tuasikal, Muhammad Abduh, https://rumaysho.com/6920-sunnah-
memakai-gamis-bagi-pria.html, diakses tanggal 13 Maret 2014
Tuasikal, Muhammad Abduh, https://rumaysho.com/77064-berpakaian-
yang-bagus-dan-sederhana.html#, diakses tanggal 27 Maret 2014
Zein, Achyar, dkk, “Konsep TABARRUJ dalam hadis (Studi tentang Kualitas
dan Pemahaman Hadis Mengenai Adab Berpakaian Bagi Wanita”
dalam Jurnal At-Tahdis Studi Hadis, Vol.1 No.2, Desember, 2017.
60