Modul A Labtek 2
Modul A Labtek 2
Modul A Labtek 2
oleh:
2. Cold Rolling
Cold Rolling adalah proses pengerolan yang dilakukan pada
temperatur kamar atau di bawah temperatur rekristalisasi. Cold rolling
umumnya dilakukan setelah proses hot rolling. Cold rolling menyebabkan
terjadinya mekanisme penguatan pada benda kerja (strain hardening) yang
diikuti dengan turunya keuletan. Benda kerja menjadi lebih kuat, lebih
keras, dan lebih getas. Pada proses pengerolan dingin, tegangan alir benda
kerja menjadi semakin meningkat.
Sebagian besar dari produk hasil pengerolan dingin melibatkan
proses lanjutan yaitu proses perlakuan panas agar dapat diaplikasikan
sesuai dengan spesifikasinya. Proses perlakuan panas yang biasa
diterapkan pada produk hasil pengerolan dingin adalah proses Annil.
Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat produk
yang sesuai dengan aplikasinya.[2] Berikut adalah gambar dari cold rolling.
Data yang diperoleh dari teknisi adalah beban, gaya, dan perubahan panjang.
Tabel 4.2 Data Pengukuran Dimensi dan Kekerasan Spesimen Sebelum Dirol
Perhitungan Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Kekerasan (HRE)
1 99,34 15,8 10,4 80,5
2 99,34 16,2 10,3 82,5
3 99,34 16,2 10,1 81,5
Rata-rata 99,34 16,06 10,26 81,5
Gambar 4.3
Gambar 4.4 Mikrostruktur Cu reduksi 25%
F
σ eng=
Ao
∆L
∈=
lo
Nilai gage length awal dari spesimen dapat dihitung menggunakan persen
elongasi dengan rumus:
∆L
% ∈= x 100 %
lo
10,25 mm
7,14 %= x 100 %
lo
10,25 mm
lo= x 100 %
7,14 %
lo=143,5574 mm
Tabel 4.4 Pengolahan data Tegangan dan Regangan pada Uji Tarik
Dari data pada Tabel 4.4, engineering stress dan engineering strain dapat diolah
menjadi grafik engineering stress dan engineering strain.
250
200
σ (MPa)
150
100
50
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08
e (mm/mm)
Yield Strength yang didapat sebebsar 251,991 MPa dan Ultimate Tensile Strength
sebesar 256,495 MPa.
Dari data pada Tabel 4.4, true stress dan true strain dapat diolah menjadi grafik
true stress dan true strain.
262
260
258
256
254
252
250
0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
ε (mm/mm)
Gambar 4.8 Kurva True Stress - True Strain
Nilai True Stress dan True Strain diolah menjadi kurva stress flow yang
ditentukan dengan data dari setelah titik luluh hingga sesaat sebelum necking
dengan kondisi deformasi plastis yang seragam. Flow stress dapat dirumuskan
sebagai berikut:
σ =K ε n
4.2.2 Kurva Log True Stress – Log True Strain
Untuk mendapatkan koefisien strain hardening dan koefisien kekuatan,
dibutuhkan kurva log dari true stress dan true strain pada daerah plastis.
Persamaan flow stress akan dilogaritmakan menjadi:
LogσT - LogεT
2.43
f(x) = 0.04 x + 2.49 2.43
R² = 0.9
2.42
2.42
LogσT
2.41
2.41
2.4
2.4
-1.8 -1.75 -1.7 -1.65 -1.6 -1.55 -1.5 -1.45 -1.4 -1.35
LogεT
Dari kurva, nilai n dan K dapat dicari dengan metode regresi yaitu:
y= mx+c
logσT = nlogεT+logK
y = 0,0427x + 2,4869
m= 0,0427
n = m = 0,0427
c = 2,4869
logK = c = 2,4869
K = 306,832 MPa
Didapat nilai K sebesar 306,832 MPa dan nilai n (koefisien strain hardening) dari
spesimen sebesar 0,0427.
Dari Tabel 4.6, kurva perubahan kekerasan terhadap persen reduksi dapat
ditentukan.
Kekerasan - Reduksi
94
92
90
Kekerasan (HRE)
88
86
84
82
80
78
76
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Reduksi (%)
Dari nilai ketebalan spesimen tiap persen reduksi, regangan yang terjadi pada
material selama proses pengerolan berupa ε0, εf , ε i, dan ε m dapat dicari dengan
rumus:
h0 awal
ε 0=ln
h0 i
h 0 awal
ε f =ln
hfi
h0
ε i=ln
hfi
ε0 + εf
ε m=
2
Reduks
Tahap ho (mm) hf (mm) ε0 εf εi εm
i
1 10,26 9,40 0 0,087543 0,087543 0,087543
2 9,40 8,76 0,08754315 0,158057 0,070514 0,114285
0,15805693
25 3 8,76 8,10 0,236389 0,078332 0,15736
5
0,23638877
4 8,10 7,48 0,31602 0,079631 0,197826
8
0,31602004
1 7,48 6,90 0,396731 0,080711 0,238721
8
0,39673142
2 6,90 6,20 0,503704 0,106972 0,305338
8
50
0,50370354
3 6,20 5,68 0,591302 0,087598 0,33945
8
0,59130160
4 5,68 5,04 0,710847 0,119545 0,415196
7
75 1 5,04 4,40 0,71084675 0,846648 0,135802 0,491225
8
0,84664829
2 4,40 3,76 1,003834 0,157186 0,58051
9
1,00383388
3 3,76 3,16 1,177681 0,173847 0,675764
2
1,17768081
4 3,16 2,50 1,411962 0,234281 0,823122
2
Dari data pada Tabel 4.6, Δh dan h́ dapat diolah menjadi panjang proyeksi busur
rol yang bersentuhan dengan benda kerja (Lp) dan nilai Q dengan rumus:
LP =√ Rx ∆ h
Lp
Q=μ
h´m
Dengan μ adalah koefisien gesek rol dengan benda kerja sebesar 0,1.
Dari data pada Tabel 4.7 dan data Lp serta Q, tegangan alir rata-rata teoritis (σ 0T )
dan gaya yang dibutuhkan oleh rol secara teoritis (PT) dapat dihitung dengan
rumus:
εf
1
σ 0T = k ε n dε
ε f −ε 0 ∫
ε0
1
σ 0T = k (ε f n+1−ε 0n+1 )
ε f −ε 0
Dengan nilai K dan n yang didapat pada pengolahan uji tarik sebesar:
K = 306,832 MPa
n = 0,0427
2 1 Q
PT =
√3
σ 0 b LP
Q (
( e −1 ) )
Dengan b adalah tebal pelat.
Tabel 4.8 Data Lp, Q, Tegangan dan Gaya Teoritis untuk Setiap Tahap
Pengerolan
15000 P Teoritis
P Terukur
10000
5000
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Regangan
Gambar 4.11 Kurva Beban Terukur vs Beban Teoritis
BAB V
ANALISIS DATA
Bentuk butir yang dihasilkan pada cold rolling ini adalah elongated grain.
Hal ini terjadi karena pada proses cold rolling butir tidak mengalami tahap seperti
annealing dimana butir memiliki waktu untuk bertumbuh (grain growth) sehingga
butir tidak dapat berbentuk equiaxial grain. Akibatnya,struktur butir yang
dihasilkan adalah elongated grain seperti yang terlihat pada gambar mikrostruktur
spesimen di bab pengolahan data.
Adapun cacat yang dapat diamati dari spesimen setelah mengalami proses
pengerolan adalah Alligatoring, roll bending dan side crack. Alligatoring dapat
disebabkan karena kualitas material yang dirolling kurang baik sehingga mudah
terbelah menjadi 2. Lalu roll bending dapat terjadi karena roll mengalami
pelengkungan permukaan sehingga benda kerja ada yang menerima gaya tarik dan
gaya tekan yang mengakibatkna permukaannya menekuk atau mengalami
bending, penyebab hal ini terjadi bisa juga karena kekerasan benda kerja lebih
keras dibandingkan dengan kekerasan pengerolan. Selain itu, setelah pengerolan,
dapat dilihat bahwa bagian pinggir dari benda kerja terlihat adanya retakan-
retakan kecil (side crack). Hal ini bisa terjadi karena deformasi plastis di arah
lebar (lateral) besarnya tidak seragam di sepanjang benda kerja.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan di atas adalah :
1. Nilai n (koefisien strain hardening) yang didapatkan adalah 0,0427 dan K
sebesar 306,832 MPa.
2. Nilai kekerasan pada 0% reduksi adalah 81,5 HRE, 25% reduksi adalah 86,33
HRE, 50% reduksi adalah 91,33 HRE dan 75% reduksi adalah 92 HRE.
6.2 Saran
Saran saya pada praktikum ini adalah sebaiknya praktikan diberikan
kesempatan untuk melakukan uji tarik juga kepada spesimen dan melihat
langsung struktur mikro dari spesimen di bawah mikroskop setiap peningkatan
peresentase reduksi pada saat pengerolan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Dieter, G.E. 1988. Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition. McGraw Hill.
[2]Https://ardra.biz/sain-teknologi/metalurgi/pembentukan-logam-metal-
forming/proses-canai-panas-canai-dingin-hot-rolling-cold-rolling/ Diakses pada
12 November (21:40)
[3]Http://teknikmesinmanufaktur.blogspot.co.id/2015/10/cacat-pada-plat-dan-
sheet-produk.html Diakses pada 12 November (22:15)
LAMPIRAN A
PERTANYAAN SETELAH PRAKTIKUM
1. Jelaskan mengapa pelat hasil pengerolan sering tidak lurus dan tebalnya
tidak seragam?
2. Menurut perkiraan saudara, adakah pengaruh kecepatan pengerolan
terhadap daya dan gaya pada proses rolling?
3. Jelaskan kegunaan proses Annealing pada tembaga hasil cold work !
Gambarkan struktur mikro spesimen dari tembaga sebelum dan sesudah
cold work serta setelah di anneal!
JAWAB =
1. Pelat hasil pengerolan sering kali tidak lurus dan tebalnya seragam dapat
diakibatkan karena pelat yang dimasukan ke dalam roll tidak tegak lurus
terhadap roll atau bisa juga karena roll yang terpasang tidak sejajar secara
vertikal satu sama lain. Selain itu perbedaan kekerasan di sepanjang
permukaan pelat dapat juga menjadi salah satu faktornya.
2. Iya adanya pengaruh dari kecepatan pengerolan terhadap daya dan gaya
pada proses rolling. Semakin cepat kecepatan pengerolan, maka waktu
akan semakin sedikit untuk pelat dan rol bergesekan sehingga gaya untuk
menekan roll harus lebih besar. Gaya tekan yang besar dibutuhkan
sehingga daya yang besar diperlukan.
3. Tujuan proses annealing pada tembaga hasil cold work untuk
menghilangkan fenoema strain hardening yang terjadi selama proses cold
working berlangsung. Gambar struktur mikro tembaga setelah di Anneal
adalah sebagai berikut
LAMPIRAN B
FOTO FOTO SPESIMEN SETELAH PENGEROLAN DAN UJI KERAS