Prinsip Belajar Menurut Teori Belajar Kognitif
Prinsip Belajar Menurut Teori Belajar Kognitif
Prinsip Belajar Menurut Teori Belajar Kognitif
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1) Bagi pembaca
Dengan adanya makalah ini diharapkan menjadi sumber belajar mengenai teori kognitif-sosial
Albert Bandura.
2) Bagi penulis
Dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang teori kognitif-sosial Albert
Bandura.
BAB II
PEMBAHASAN
bahwa secara keseluruhan anak usia antara 2-18 tahun menghabiskan rata-rata 5 jam per
hari untuk menonton televisi, surfing di web, bermain video game, atau menggunakan beberapa
bentuk media lainnya. Laporan lain menyatakan bahwa orang dewasa biasanya menghabiskan
setidaknya 3 jam per hari menonton acara televisi (Robinson & Godbey, 1997).
3) Faktor-faktor yang Memengaruhi Responsivitas Terhadap Model
Satu factor penting dalam proses belajar adalah sejauh mana pemelajar memerhatikan
model. Beberapa model, seperti kawan atau rekan yang biasa dijumpai, akan lebih efektif
ketimbang model lain dalam menarik perhatian pemelajar. Teman sebaya, anak yang lebih tua,
dan orang dewasa berperan penting dalam proses sosialisasi anak kecil.
Ada tiga karakteristik situasi yang memengaruhi responsivitas terhadap model (Bandura,
1986, h. 207). Yang satu adalah atribut khusus atau karakteristik model. Karakteristik model
yang penting adalah relevansi dan kredibilitas di mata pengamat. Faktor kedua yang
memengaruhi responsivitas terhadap model adalah ketidakpastian tentang arah tindakan tertentu.
Faktor ketiga adalah tingkat penguatan intrinsik yang sudah ada di dalam situasi.
4) Karakteristik Pengamat yang Relevan
Selain karakteristik situasional, sifat dari pengamat juga memengaruhi responsivitas
terhadap pengaruh pemodelan (Bandura, 1986). Beberapa riset mengindikasikan, bahwa orang
yang kurang percaya diri dan memiliki penghargaan diri yang rendah mudah mengadopsi
perilaku model yang sukses. Karakteristik ini mungkin sebagian menjelaskan tendensi remaja
dalam meniru gaya rambut atau pakaian, misalnya, penyanyi rock.
Namun, ketika pembelajaran secara eksplisit menggunakan pemodelan untuk
mengembangkan kompetensi, mereka yang lebih berbakat dan berjiwa petualang kemungkinan
akan mendapat manfaat terbanyak dari tindakan mengamati model yang ahli (Bandura, 1986, h.
208). Dengan kata lain, seseorang yang memiliki tujuan yang jelas akan memilih model yang
merupakan contoh dari keterampilan yang diminati. Pengamat ini berbeda dari pengamat yang
tidak yakin yang berpaling pada orang lain karena mereka kurang percaya diri terhadap
kemampuan dirinya (h. 208).
f. Konsekuensi Perilaku
Teori kognitif-sosial mengidentifikasi tiga jenis konsekuensi yang memengaruhi perilaku.
Jenis pertama, konsekuensi yang mewakili (vicarious reinforcement, seolah-olah dirasakan
sendiri oleh pengamat), diasosiasikan dengan perilaku yang diamati. Jenis kedua, konsekuensi
langsung, adalah hasil langsung yang dimunculkan oleh perilaku imitatif selanjutnya dari si
pengamat.
2) Perilaku Konseptual
Studi-studi awal mengindikasikan anak dapat menyimpulkan berlakunya kaedah dar model
ketika diintruksikan untuk menemukan keajegan dalam berbagai situasi yang dipresentasikan
(prosenthal dan simmerman, 1978; simmerman dan prosenthal; 1974).
3) Memfasilitasi Ketangguhan Pemelajar
Hal penting bagi anak yang inpulsif adalah melatih kontrol diri saat menghadapi tugas yang
meragukan atau tugas baru. Rencana yang dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman
(1971) untuk mengajar anak inpulsif mengelola prilaku mereka sendiri adalah dengan
menggunakan pemodelan yang dikombinasikan dengan pembelajaran diri yang diverbalisasikan.
Seorang dewasa pertama-tama akan berbicara dengan diri sendiri untuk memonitor 3 aspek
belajar yang dilakukan sendiri. Ketiga aspek tersebut adalah (a) definisi masalah (“ apa yang
harus saya kerjakan?”); (b) pembelajaran diri yang terfokus pada tugas (“berhenti dulu dan
ulangi pelajarannya”); dan (c) penguatan diri dan evaluasi diri (“bagus, pekerjaan saya baik”).
(Meichenbaum dan Goodman, 1971).
4) Peran Ketangguhan Diri Guru
Ketangguhan diri guru adalah keyakinan guru akan kemampuannya untuk memengaruhi
kinerja siswa (McLaughlin & Marsh, 1978,h 84). Secara spesifik, ketangguhan diri guru adalah
“penilaian guru tentang kemampuannya sendiri untuk memunculkan hasil kegiatan dan belajar
siswa yang diinginkan, bahkan diantara siswa yang mungkin tampak mengalami kesulitan atau
tidak termotivasi” (Tschannen-Moran & Woolfolkhoy, 2001, h. 783).
Salah satu model ketangguhan guru menyatakan bahwa ketangguhan terdiri dari 2 keputusan
simultan. Yang pertama menganalisis tugas guru, yang mencangkup beragam faktor yang
memberi kontribusi pada kesulitan tugas yang didasarkan pada sumber daya yang tersedia untuk
memfasilitasi belajar; yang kedua adalah konsepsi guru tentang kompetensi pengajarannya
(Tschannen-Moran, et al., 1998, h.228).
Ketangguhan guru tidak berfungsi dalam isolasi. Bandura (2000) mencatat bahwa
ketangguhan diri berperan penting dalam perkembangan kognitif dan prestasi melalui tiga jalur.
Yaitu: (a) keyakinan siswa pada ketangguhan mereka untuk mengatur aktivitas belajar dan
menguasai subjek akademik; (b) keyakinan guru pada ketangguhan personal mereka untuk
memotivasi dan mempromosikan belajar siswa mereka; dan (c) pemahaman ketangguhan
kolektif pihak sekolah bahwa sekolah mereka dapat mencapai kemajuan akademik yang
signifikan (h.4).
f. Mendesain Pembelajaran untuk Keterampilan yang Kompleks
Teori kognitif-sosial membahas belajar keterampilan kompleks dalam tiga cara. Aplikasi
pertama adalah mencontohkan dan mengajarkan strategi yang efektif untuk sukses dalam tugas
yang kompleks. Aplikasi kedua adalah strategi permodelan untuk mengarahkan dan memonitor
belajar sendiri. Aplikasi ketiga dari teori kognitif sosial dalam mengembangkan keterampilan
yang kompleks mencakup dua pendekatan umum yakni a mempromosikan keterampilan dan
strategi pengaturan diri yang baru, dan b mendorong dan mendukung pengaturan diri ketika ia
muncul dikelas (Boekerts & Corno, 2005).
Dalam bidang penulisan, riset mengindikasikan bahwa guru harus (a) membuat kegiatan
menulis sebagai sesuatu yang nyaman dan menarik, (b) memberi kesempatan pada siswa untuk
memulai mengatur usahanya sendiri, (c) menggunakan tugas menulis yang membutuhkan
pengaturan diri (tetapi bukan menceritakan pengelaman personal), dan (d) memberi contoh
pengaturan diri, memberi bantuan strategi kepada siswa saat mereka menulis (Graham & Harris,
1994, h. 223).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1) Belajar didefinisikan sebagai akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual
yang bertindak sebagai pedoman untuk perilaku di masa depan.
2) Prinsip pembelajaran teori kognitif-sosial Albert Bandura telah diimplementasikan secara sukses
dalam akuisisi keterampilan motorik maupun kognitif.
3) Aplikasi teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura memiliki dua implikasi utama untuk
pendidikan, yakni pemodelan yang merupakan sumber utama informasi bagi pemelajar. Kedua
pentingnya pemahaman ketangguhan dan keterampilan pengaturan diri pribadi untuk menjadi
pemelajar yang berhasil.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita mengetahui tentang teori belajar kognitif-
sosial Albert Bandura agar nantinya sebagai calon guru dapat menerapkan teori belajar yang
tepat dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar.
Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (1)
January 20, 2015 Psikologi Kepribadian, Psikologi Sosial No comments
Menurut Albert Bandura, dalam memahami perilaku manusia kita harus memahami bahwa
manusia dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Selain itu, banyak aspek fungsi
kepribadian yang melibatkan interaksi individu dengan individu lainnya. Perilaku seseorang
adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan.
Salah satu asumsi awal yang mendasasi teori kognitif sosial Bandura adalah manusia cukup
fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku. Dan titik
pembelajaran terbaik dari semua adalah pengalaman-pengalaman tak terduga.
Teori kognitif sosial Bandura ini meyakini bahwa fungsi psikologis bekerja dalam bentuk
determinis resiprokal. Sistem ini menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dari interaksi
tiga variabel – lingkungan, perilaku, dan pribadi (faktor-faktor kognitif-memori, antisipasi,
perencanaan, dan penilaian).
Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self-
regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan
dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan
kecerdasan untuk berpikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani
lingkungan dengan menyimpan pengalaman dalam ingatan dalam wujud verbal dan gambaran
imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang akan
mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan strategi reaktif dan proaktif untuk mengaur
dirinya. Maksudnya, mereka berupaya secara aktif untuk mereduksi pertentangan antara
pencapaian dan tujuan, dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara proaktif
menetapkan tujuan yang baru yang lebih tinggi.
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung kepada reinforcement. Jika setiap
unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk direinforse satu persatu, bisa jadi
orang tidak belajar apapun. Menurut Bandura, reinforcement penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah
laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang
apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti
tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi (ini merupakan pokok teori belajar sosial).