Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Kelompok 1 - BK

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“Hakikat BK di SD, Model dan Pendekatan serta Paradigma Integrasi BK di


SD”
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling di SD

Dosen Pengampu :
Dr. Sulistyana, M.Pd. / Akhmad Sugianto, M.Pd.
Disusun oleh
KELOMPOK 1 :
Aisyah Utari 2010125220141
Annisa Nur Pratiwi 2010125220121
Arini Mayang Fa'uni 2010125120048
Mawahesa Eklima 2010125320095
Muhammad Fakhruzie Qadli 2010125310103
Norma Paulina 2010125220129
Wafa Nur Azizah 2010125220145
Zainatur Rahmah 2010125320101

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya dan pertolongan Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat BK di SD, Model dan Pendekatan serta Paradigma Integrasi
BK di SD” ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan Konseling di SD yang diampu oleh Ibu Dr. Sulistyana,
M.Pd dan Bapak Akhmad Sugianto, M.Pd.. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Hakikat BK di SD, Model dan Pendekatan
serta Paradigma Integrasi BK di SD bagi para pembaca dan penulis.

. Segala upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan makalah ini,


bukan tidak mungkin dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat
dijadikan masukan dalam menyempurnakan makalah lain di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua, serta
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Banjarmasin, 15 September 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................3
A. Hakikat Bimbingan Konseling di SD. ................................................................ 3
B. Landasan Bimbingan dan Konseling...................................................................7
C. Paradigma Integrasi Bimbingan Konseling di SD ............................................ 22
BAB III .................................................................................................................. 25
PENUTUP ............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27
LAMPIRAN .......................................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan layanan bimbingan di Sekolah Dasar muncul dari
karakteristik dan masalah-masalah perkembangan peserta didik. Sejalan
dengan aspek-aspek perkembangan peserta didik, layanan bimbingan di
Sekolah Dasar digolongkan ke dalam bimbingan belajar, pribadi, dan karir.
Dalam dunia pendidikan, bimbingan sangat diperlukan karena dengan
adanya bimbingan dapat mengantarkan peserta didik pada pencapaian Standar
dan kemampuan profesional dan akademis, serta perkembangan diri yang
sehat dan produktif.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dalam
keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah. Guru merupakan salah
satu pendukung unsur pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung
jawab sebagai pendukung pelaksana layanan bimbingan pendidikan di
sekolah, dituntut untuk memiliki wawasan yang memadai terhadap konsep-
konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah.
Peserta didik tidak hanya memerlukan materi-materi pelajaran sekolah,
materi bimbingan konseling pun perlu, karena pada dasarnya setiap
kehidupan pasti ada masalah. Maka dari itu bimbingan dan konseling di
sekolah sangatlah diperlukan. Seorang konselor penanganan masalah di
Sekolah Dasar, tanpa didukung oleh penguasaan landasan, model, pendekatan,
strategi dan paradigma integritas konseling yang memadai, pasti bantuan
yang diberikan kepada siswa yang bermasalah (klien) tidak akan berjalan
efektif. Oleh sebab itu, maka penerapan landasan, model, pendekatan, strategi
dan paradigma integritas dalam proses bimbingan dan konseling sangat
diperlukan untuk menggali permasalahan dengan cara yang terencana secara
cermat agar memperoleh hasil sesuai dengan yang diinginkan.
B. Metode Penulisan

1
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kepustakaan/studi pustaka dan penelusuran internet. Informasi didapatkan
dari berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan makalah diupayakan saling terkait antar satu sama lain
dan sesuai dengan topik yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku, jurnal edisi
online, dan artikel yang bersumber dari internet.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka tujuan penulisan dari makalah
ini ialah :
1. Untuk Mengetahui Hakikat Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.
2. Untuk Mengetahui Landasan, Model, dan Pendekatan Bimbingan
Konseling di Sekolah Dasar.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Paradigma Integrasi Bimbingan Konseling
di Sekolah Dasar.
D. Manfaat Penulisan
Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan
khususnya bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat oleh siapapun yang membacanya, terutama bagi kami yang
membuatnya, serta dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya pada
materi Bimbingan Konseling di SD.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar
Definisi Bimbingan Konseling
Bimbingan secara harfiah berasal dari bahasa Inggris yaitu "guidance”,
akar katanya adalah "guide" yang berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2)
memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to steer).
Para ahli mengartikan bimbingan sebagai berikut, Nurihsan (2006: 7)
mendefinisikan bimbingan sebagai upaya pembimbing untuk membantu
mengoptimalkan individu. Hal ini sejalan dengan penyataan Shertzer dan
Stone (1971: 40) yang dikutip oleh Yusuf dan Nurihsan (2010: 6) Shertzer
mengartikan bimbingan sebagai “... process of helping an individual to
understand himself and his world (proses pemberian bantuan kepada
individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya).”
Pengertian bimbingan menurut I. Djumhur dan Moh. Surya (1975)
yang menyatakan bahwa Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima
dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction), kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization)
sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam pencapai penyesuaian diri
dengan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sehingga dengan diberikannya
bimbingan individu diharapkan dapat mencapai perkembangan diri secara
optimal sebagai makhluk social.
Istilah bimbingan sering kali dirangkai dengan konseling. Istilah
"counseling” sendiri dalam KBBI diartikan sebagai (1) pemberian
bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode
psikologis dan sebagainya; pengarahan; (2) pemberian bantuan oleh
konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap
kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah;

3
penyuluhan. Robinson (M. Surya dan Rochman N., 1986: 25) sebagaimana
dikutip oleh Yusuf dan Nurihsan (2010: 6) mengartikan konseling adalah
“semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu
klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya.” Suasana hubungan konseling ini
meliputi penggunaan wawancara untuk memperoleh dan memberikan
berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan,
memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha
penyembuhan (terapi).

Bimbingan konseling di Sekolah dasar


Pada abad ke 17, John Locke memunculkan filosofi tabula rasa yang
diartikan sebagai teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas
kosong” tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan
serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat
inderanya. Tabula rasa berarti bahwa pikiran individu “kosong” saat lahir,
dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya
sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya-namun
identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi
tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan
dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang
disebut alami.
Pendapat ini yang menegaskan bahwa setiap anak lahir dengan jiwa
yang suci dan lingkungan merupakan pemberi pengaruh terbesar dalam
membentuk perilaku individu. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya
pendampingan yang tepat dari orang tua di rumah dan guru di sekolah
dalam menanamkan nilai-nilai hidup yang diharapkan dimiliki siswa
sebagai bekal kehidupannya di masa depan.
Di sekolah dasar, guru kelas memiliki peran yang lebih besar dalam
mendidik dan membimbing siswa karena guru kelas dianggap lebih
mengenal dan memahami karakteristik siswanya tersebut. Oleh karenanya

4
bimbingan dan konseling di sekolah dasar disusun dan diberikan
berdasarkan karakteristik, kebutuhan serta masalah-masalah perkembangan
yang dialami siswa sehingga pendekatan perkembangan merupakan
pendekatan yang tepat digunakan di SD karena pendekatan ini lebih
berorientasi pada pengembangan ekologi perkembangan murid. Konselor
yang menggunakan pendekatan perkembangan melakukan identifikasi
keterampilan dan pengalaman yang diperlukan siswa agar berhasil di
sekolah dan dalam kehidupannya dengan mengembangkan perilaku yang
efektif berdasarkan tingkat pencapaian tugas-tugas perkembangannya di
setiap tahapan perkembangan.

Tujuan Bimbingan Konseling di Sekolah dasar


Secara khusus, layanan bimbingan di Sekolah Dasar bertujuan untuk
membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang
meliputi aspek pribadi sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan
lingkungan (Depdikbud: 1994b). Dalam aspek perkembangan pribadi sosial
layanan bimbingan membantu siswa agar dapat:
1. Memiliki pemahaman diri.
2. Mengembangkan sikap positif.
3. Membuat pilihan kegiatan secara sehat.
4. Mampu menghargai orang lain.
5. Memiliki rasa tanggung jawab.
6. Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi.
7. Menyelesaikan masalah.
8. Membuat keputusan secara baik.

Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu siswa


agar dapat:
1. Melaksanakan cara-cara belajar yang benar.
2. Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan

5
3. Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan
kemampuannya,
4. Memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian.

Dalam aspek perkembangan karier, layanan bimbingan membantu siswa


agar dapat;
1. Mengenali macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai jenis
pekerjaan,
2. Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan.
3. Mengeksplorasi arah pekerjaan
4. Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis
pekerjaan

Menurut Setiawati dan Chudari (2008: 10) bimbingan dan konseling di


sekolah dasar dalam pengembangan kehidupan sebagai pribadi sekurang-
kurangnya mencakup upaya untuk:
1. Memperkuat dasar keimanan dan ketakwaan.
2. Membiasakan untuk berperilaku yang baik.
3. Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar.
4. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani.
5. Memberikan kemampuan untuk belajar, dan membentuk kepribadian yang
mantap dan mandiri.
6. Pengembangan sebagai anggota masyarakat mencakup:
a. Memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat.
b. Menumbuhkan rasa tanggungjawab dalam lingkungan hidup.
c. Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Pengembangan sebagai warga negara mencakup upaya untuk:
a. Mengembangkan perhatian dan pengetahuan hak dan kewajiban sebagai
warga negara RI.

6
b. Menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan
negara.
c. Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang
dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan
bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh,
dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3)
landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan
bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami dan
menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya. Layanan bimbingan dan konseling merupakan
bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan
profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan
secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu
landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Landasan dalam bimbingan dan konseling pada
hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan,
untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki pondasi yang
kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk.
Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak
didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan
kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang
menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara
teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum
terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan

7
bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan
teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-
masing landasan bimbingan dan konseling tersebut:
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan
setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis
dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari
jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ?
Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya
tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari
filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-
modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor
Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam
Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai
berikut:
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalahmasalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada
pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan
dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan
hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau
setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus
dikaji secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan

8
manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya
sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana
apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Dengan memahami hakikat
manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan
tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang
konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai
dimensinya.

2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (a) motif
dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu;
(d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa
lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan, baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun

9
dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan Pembawaan dan lingkungan berkenaan
dengan faktorfaktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan
hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot,
warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian
tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu
dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung
pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan
setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan
yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam
kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana
dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu
yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan
sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan
yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-
siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
(1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan
kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang
dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan
psikososial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori

10
dari Kohrlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang
perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial;
dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas- tugas perkembangan individu
semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa. Dalam menjalankan
tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan
individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan
individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan
dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru
itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda
perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari
kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya. Untuk memahami tentang
hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang
bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme;
(2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori
Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif
konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan
Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia

11
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.
Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu
Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons
individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Sedangkan yang
dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu
didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan
kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling
berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau
perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat
beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung,
Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori
Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi
Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu,
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian,
yang mencakup:
a. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.

12
d. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih,
atau putus asa.
e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Untuk kepentingan layanan
bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan
mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor
harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi
yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu,
seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspekaspek potensi
bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan
dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin
mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan
segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan
belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspekaspek dalam
belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan
upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami
tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu,
agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya
terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu
bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau
psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-

13
budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan
untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-
budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-
budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan
sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda
sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku
dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam
sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul
konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dalam proses
konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan
klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan
budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima
macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial
dan penyesuain diri antar budaya, yaitu: (a) perbedaan bahasa; (b)
komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e)
kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-
pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa
non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan
mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-
sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif
(social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain
disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula
menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang
individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan
asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar
budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu
sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar
komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis,
maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi. Terkait

14
dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural,
bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat
tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan
konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika,
yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara
nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan
konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan
dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti:
psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi,
antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama.
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain
dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui
berbagai bentuk penelitian. Sejalan dengan perkembangan teknologi,
khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an
peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan
konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan
konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan
dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan
tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan
pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut

15
kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling. Dengan adanya landasan ilmiah
dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai
ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling,
baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk
kegiatan penelitian. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling
dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan
dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius
dan landasan yuridis-formal.
5. Landasan Pedagogis
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari
tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan
bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b)
pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan
lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
6. Landasan Religius
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada
tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang
mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan
sesuai dengan kaidahkaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan
berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat
budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya
(2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah
bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern
dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi
yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan
berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah

16
dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang
kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai
spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya
bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
7. Landasan Yuridis Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan
perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang –
Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan
dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Indonesia.

MODEL -MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING DI


SEKOLAH DASAR

Terdapat beberapa model bimbingan dan konseling, ditinjau dari tahap


perkembangannya model bimbingan dan konseling terbagi ke dalam
beberapa periode, diantaranya:
1. Model personian, tokohnya adalah Frank parson. Model ini Memberi
bantuan pada individu dalam memilih pekerjaan. Individu yang bekerja
sesuai dengan karakteristiknya akan beik baginya. Model BK identik
dengan pendidikan,dengan tokoh dibaliknya yaitu brawer. konsep
bimbingan harus identik dengan pendidikan untuk mempersiapkan peserta
didik dalam kehidupan yang bermakna.
Model-model bimbingan pada periode selanjutnya adalah:
2. Model ditribusi dan penyesuaian, dengan tokoh koos & kevauer.
Bimbingan ditekankan pada fungsi distribusi dan penyesuaian. Model ini
cocok diterapkan pada tingkat SMA.
3. Model proses klinis
Model ini menggunakan tes psikologis dan disgnosis pembelajaran untuk
mengenali konseli.

17
4. Model bimbingan pengambilan keputusan
Model ini membantu individu dalam mengambil keputusan. Karena
keragaman permasalahan individu tidak dapat diselesaikan oleh individu itu
sendiri.
5. Model bimbingan sistem elektrik
Model dengan hasil kompromi dari beberapa teori dan pendekatan yang
sangat berbeda, meliputi: konseling direktif, dan konseling non-direktif.
Model-model bimbingan kontemporer, diantaranya:
1. Model Bimbingan konstelasi layanan, Hoyt menyelasraskan layanan
bimbingan dengan tujuan sekolah.
2. Model Bimbingan perkembangan, model ini mengupayakan
pengembangan individu untuk tumbuh secara optimal.
3. Model Bimbingan ilmu pengetahuan tentang kegiatan yang
bertujuan dalam proses pendidikan Bimbingan dibuat eksis agar konselor
tidak dipandang berada diluar proses.
4. Model Bimbingan rekonstruksi social, Dengan tokoh Edward J
Shoben, dalam model ini konselor bertugas memimpin, membangun dan
memperbaiki keadaan social di sekolah.
5. Model Bimbingan pengembangan pribadi, pendekatan yang
digunakan dalam model ini bersifat kolaboratif, dan komplementer. life
skils counseling/ Model Konseling keterampilan hidup, banyak masalah
yang di alami peserta didik digunakan sebagai refleksi hasil belajarnya.
6. Model pemikiran baru tentang konseling diservitas/ Konseling
resfectful, konselor harus menyadari bahwa factor multidimensional
mempengaruhi perkembangan psikologi klien dan konselor.
7. Model Konseling religious, model konseling ini digunakan untuk
memecahkan masalah seputar keagamaan, seperti masalah: keluarga atau
rrumah tangga, kesehatan rohani, dan kesadaran dalam beragama. (Yusuf &
Nurihsan, 2005: 45-63).

Pemilihan model bimbingan dan konseling harus di sesuai kan dengan

18
kondisi lingkungan sekolah. Misalnya model perkembangan, jika ditelaah
dari karakteristik peserta didik tingkat sekolah dasar, model ini cocok
dengan seluruh kegiatan pendidikan di tingkat sekolah dasar. Karena model
perkembangan memfokuskan tugas mengembangkan peserta didik sebagai
tujuan yang akan dicapai. Interaksi yang sehat dan lingkungan peserta didik
yang berkembang menjadikan model perkembangan lebih fisible jika
diterapkan di sekolah dasar (Ahman, 2000: 316 &317).

Pendekatan Bimbingan dan Konseling.


Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an
yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan.
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, Hal. 237) Jadi Pendekatan Bimbingan
dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang konselor
untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan masalahnya.
Dalam melaksanakan kegiatan BK ada beberapa pendekatan, antara
lain:
a. Pendekatan Non-Direktif
1) Hubungan Non-Derektif
contoh percakapan antara guru dan murid, yang berlangsung terus-menerus,
dan konselor sekolah berusaha untuk mendorong klien mengungkapkan
segala kekesalannya, kekecewaannya dan perasaan-perasaan tidak
tenangnya. Secara perlahan-lahan konselor juga mendorong klien untuk
mencurahkan perasaan positifnya serta mengadakan penilaian terhadap pola
berpikirnya dari pola pikir orang lain, serta menilai perbuatannya dari
perbuatan orang lain. Dialog diakhiri dengan tumbuhnya keinginan klien
untuk membicarakan masalahnya dengan kedua orang truanya
2) Tujuan Pendekatan Non-Direktif
a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa

19
merugikan orang lain.
c. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempercayai orang lain dan
siap menerima pengalaman orang lain yang bermanfaat baginya.
d. Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya merupakan bagian
dari suatu lingkungan social budaya yang luas tetapi ia masih tetap
memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri.
e. Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan
berkembang (process of becoming)
3) Kebaikan-kebaikan Pendekatan Non-Direktif.
Penggunaan pendekatan ini akan banyak membantu apabila:
a. Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis
secara raional dan logis.
b. Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap
penghayatan emosi dalam mengungkapkan masalah dari klien dan
memantulkan kembali kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai.
c. Pendekatan ini sangat baik digunakan jika klien memiliki kemampuan
untuk merefleksikan diri dan mengungkapkan perasaan-perasaan serta
pikiranpikirannya secara verbal.
d. Pendekatan ini cocok digunakan sebab masalah yang dihadapi klien tetap
menjadi tanggung jawab klien sendiri, walaupun konselor memberikan
bantuan-bantuan berupa pertanyaan penggali, ajakan menekankan supaya
klien memusatkan perhatian pada refleksi ini.
4) Kelemahan Pendekatan Non-Direktif
a. Cara pendekatan ini menyita banyak waktu bila wawancara konseling
tidak terarah.
b. Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal
seluruh permasalahannya sangat terbatas.
c. Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.
d. Pendekatan ini menuntut sifat dan sikap kedewasaan dari klien.
e. Kesukaran-kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan
masalah, karena konselor belum terlatih dalam masalah psikologis.

20
b. Pendekatan Rasional-Emotif
1. Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan
"rasional-emotif therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang
ahli Clinikal Psychology (Psikologi klinis).
2. Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran
yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha
agar klien makin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta
mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan
berbuat yang lebih realistis dan rasional.
3. Penerapan pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah,
terutama oleh guru, konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa. Guru
pembimbing yang berwibawa akan mampu membantu siswa yang
mengalami gangguan mental untuk mengarahkan secara langsungpada para
siswa yang memiliki pola berpikir yang tidak rasional, serta mempengaruhi
cara berpikir mereka yang tidak rasional untuk meninggalkan anggapan
yang keliru itu menjadi rasional dan logis.
4. Guru melalui mata pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara
langsung bias mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk
mempengaruhi para siswanya untuk segera meninggalkan tindakan, pikiran,
dan perasaan yang tidak rasional.
c. Pendekatan Analisis Transaksional
1. Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian
disusul dengan pembahasan yang mendalam di depan Regional Meeting of
The American Group Psychotherapy Association di Los Angeles, buolan
November 1957, yang berjudul: "Transactional Analysis: A New and
EffectiveMethod Group Therapy".
2. Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis
transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi
atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuantujuan
yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar dan pemahaman dalam

21
berhubungan dengan orang lain.
3. Tujuan Analisis Transaksional :
1. Tujuan pertama, konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi
(pencemaran) status ego yang berlebihan.
2. Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam
menggunakan semua status egonya yang cocok.
3. Konselor berusaha membantu klien di dalam mengembangkan seluruh
status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya adalah
menetapkan pikiran dan penalaran individu.
4. Tujuan terakhir dari konseling adalah membantu klien dalam
membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta
menggantinya dengan rencana hidup yang baru yang lebih produktif.
d. Pendekatan Klinikal
Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan
(vocational counseling), yang menitikberatkan pada kesesuaian pendidikan
dengan jabatan(vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan
diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga
aspek penting, yaitu : (1) pemahaman yang jelas tentang potensi-potensi
yang dimiliki individu termasuk di dalamnya ialah tentang bakat, minat,
kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya. (2)
pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan tentang prospek dari
berbagai jenis pekerjaan atau kerir, (3) penyesuaian yang tepat antara kedua
aspek tersebut.
C. Paradigma Integrasi Bimbingan Konseling di SD
Menurut Sunaryo (dalam Fathur 2012:11) kegiatan layanan bimbingan
dan konseling di sekolah yang berkembang di Indonesia selama ini lebih
terfokus pada kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif dan klerikal,
seperti mengelola kehadiran dan ketidakhadiran siswa, memberi sanksi
disiplin pada siswa yang terlambat dan dianggap nakal (Bhakti, 2015).
Seiring perkembangan zaman, paradigma bimbingan dan konseling
seharusnya diimplementasikan sesuai zamannya. Paradigma bimbingan dan

22
konseling antara lain yaitu, masa lalu (service-driven), masa kini
(transformatif-proaktif), dan masa depan (terintegrasi dengan pendidikan).
Saat ini, bimbingan di sekolah tidak lagi dianggap sebagai layanan
tambahan dan orientasi krisis yang disampaikan oleh beberapa individu,
melainkan sebagai program komprehensif yang diintegrasikan ke dalam
kurikulum yang bertujuan untuk merangsang perkembangan sosial dan
emosional setiap siswa (Jacobs & Struy, 2014). Di sisi lain, ada pusat
konseling yang menyediakan berbagai layanan (Brunner, Wallace, Keyes,
& Polychronis, 2017). Program konseling sekolah yang efektif merupakan
upaya kolaboratif antara konselor sekolah, orang tua dan pendidik lainnya
untuk menciptakan lingkungan yang mengembangkan prestasi belajar siswa.
Lebih lanjut menurut Bowers & Hatch (Fathur Rahman, 2002:7)
menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling sekolah tidak hanya
bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun juga harus bersifat
preventif dalam desain, dan bersifat pengembangan dalam tujuan
(comprehensive in scope, preventive in design and developmental in nature).
(Bhakti, 2017)
Menurut Depdiknas (2007) dalam (Daryono, Sugiharto, & Sutoyo,
2014) dan (Safitri, 2017), Saat ini telah terjadi perubahan paradigma
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang
berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan berpusat pada konselor ke
pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Paradigma
tersebut adalah bimbingan dan konseling komprehensif. Sebuah program
konseling sekolah yang komprehensif merupakan komponen integral dalam
misi akademik sekolah.
Bimbingan dan konseling sebelumnya yang hanya menekankan pada
konseling dan pendampingan murid guna menjembatani komunikasi antar
lini sekolah dan orang tua. Kini dalam kurikulum terbaru bimbingan dan
konseling memiliki peran sentral bukan saja pada garapan konseling
individu, belajar, sosial, dan karir bahkan lebih dengan membawahi unit
pengembangan diri yang lebih dikenal dengan ekstrakurikuler (Risdianto et

23
al., 2021).
Pengembangan diri menjadi salah satu lahan garap konseling, tetapi sejauh
mana peran guru bimbingan dan konseling (guru pembimbing) membawahi
suatu unit kerja notabene dari dulu hanya menjadi pelampiasan murid
berkreatifitas secara asal atau sungguh-sungguh. Akuisisi bimbingan dan
konseling dengan disiplin ilmunya ke dalam unit ektrakurikuler tak hanya
memberi pertimbangan arah pengembangan diri tetapi juga menyelaraskan
kreatifitas anak didik dengan sekolah. Tantangan yang muncul adalah
bagaimana dengan independesi kreatifitas yang lahir dari intuisi unit
ektrakurikuler yang mapan. Sikap ini nampak dari hasil perubahan
paradigma berpikir masing-masing unit. Secara sederhana dapat
dianalogikan bahwa berfikir adalah bingkai sebuah kacamata sedang sikap
adalah lensanya, maka sikap terkurung dalam paradigma. Saatnya pendidik
dan semua unit-unit meletakkan anak didik bukan sebagai obyek ajar ajar
melainkan subyek yang ikut terlibat dalam bentuk learning how to think
(belajar tentang) dan learning how to do (belajar bagaimana) agar lebih
menjadi dewasa yaitu mampu menyeimbangkan keberanian (courage)
dengan pertimbangan (consideration) (Fitri et al., 2018).

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan komponen yang tak terpisahkan
dari komponen-komponen lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tujuan inti pendidikan adalah perkembagan kepribadian secara optimal dari
setiap peserta didik sebagai pribadi. Setiap kegiatan proses pendidikan
diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang.
Sehubungan dengan itu, kegiatan pendidikan hendaknya bersifat
menyeluruh, tidak hanya berupa kegiatan instruksional pembelajaran,
melainkan meliputi semua kegiatan yang menjamin layanan terhadap
masing-masing individu peserta didik sehingga mereka dapat berkembang
secara optimal.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan
bimbingan dan konseling. Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan
dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh. Karena
landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk
terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan.
Pemilihan model bimbingan dan konseling harus di sesuai kan dengan
kondisi lingkungan sekolah. Misalnya model perkembangan, jika ditelaah
dari karakteristik peserta didik tingkat sekolah dasar, model ini cocok
dengan seluruh kegiatan pendidikan di tingkat sekolah dasar.
Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien
mau menceritakan masalahnya. Kemudian dalam melaksanakan program
BK di sekolah terdapat berbagai macam paradigma atau pendekatan.

25
Paradigma atau pendekatan ini merupakan pola pikir yang menjadi acuan
ketika sekolah itu melaksanakan program BK.

B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini penyusun dapat mengharapkan
pembaca dapat mengetahui tentang hakikat bk di sd, landasan bk di sd,
model dan pendekatan serta paradigma integrasi BK di SD

26
DAFTAR PUSTAKA
Bhakti, C. P. (2015). BIimbingan dan Konseling Komprehensif : Dari Paradigma
Menuju Aksi. Jurnal Fokus Konseling.
Bhakti, C. P. (2017). Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif untuk
Mengembangkan Standar Kompetensi Siswa. Jurnal Konseling Andi
Matappa.
Jacobs, K., & Struy, E. (2014). A First Step Toward a Comprehensive
Model of Integrated Socio-emotional Guidance: Investigating the Effect
of Teachers’ Task Perception and a Supportive Network at School. The
Journal of Educational Research.
Brunner, J., Wallace, D., Keyes, L. N., & Polychronis, P. D. (2017). The
Comprehensive Counseling Center Model. Journal of College Student
Psychotherapy.
Febrini, Deni. "Editor: Samsudin, Bimbingan dan Konseling." (2020).
Fitri, E., Erwinda, L., & Ifdil, I. (2018). Konsep Adiksi Game Online dan
Dampaknya terhadap Masalah Mental Emosional Remaja serta Peran
Bimbingan dan Konseling. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 6(2), 211–
219. https://doi.org/10.29210/127200
Hidayat, Rahmad. (2020). Implementasi Model Integrasi Bimbingan dan
Konseling dalam Pendidikan dan Penerapannya di Sekolah dan Madrasah.
Jurnal Konseling dan Pendidikan. 9(1), hal 56-64.
https://doi.org/10.29210/145500 atau
http://jurnal.konselingindonesia.com
Yuningsih, Ayu Tri dan Herdi. (2021). Studi Literatur Memgenai
Perancangan Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif Bidang
Layanan Perencanaan Individual. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling. 7(1), hal 15-26. https://doi.org/10.22373/je.v6i2.7567
Myrna Apriany Lestari, M.Pd. 2020. BIMBINGAN KONSELING DI SD
(MENDAMIPINGI SISWA MERAIH MIMPI). Penerbit : CV. Budi Utama,
Oktober 2020

27
Nor Alfichoiriyyah. 2020. Kajian Konsep Dasar dan Model-Model Bimbingan
dan Konseling di Sekolah Dasar. kompasiana.com
Risdianto, E., Wachidi, W., Riyanto, R., Alexon, A., Fathurrochman, I., & Kusen,
K. (2021). Blended Learning Model Based on Massive Open Online
Courses ( MOOCs ) Assisted by Augmented Reality ( BMA ) Model as
the Electronic Learning Media in the Pandemic Covid-19. Al-Ishlah:
Jurnal Pendidikan, 13(1), 228–241.
https://doi.org/10.35445/alishlah.v13i1.470
Safitri, N. E. (2017). Pengembangan Modul Penyusunan Program Bimbingan dan
Konseling Komprehensif di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Ilmiah
Counsellia.

28
LAMPIRAN

29

Anda mungkin juga menyukai