Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Yulita - Chronic Kidney Disease, SURABAYA - ACC

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 64

1

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) STAGE 5 ON HD REGULER DENGAN
MALNUTRISI DI RUANG HEMODIALISA
RSUA SURABAYA

Oleh :

Nama : Yulita
NIM : ( 2021-01-14901-076 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Yulita

NIM : 2021-01-14901-076

Program Studi : Profesi Ners

Angkatan : IX (Sembilan)
Judul : Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney
Disease (CKD) Stage 5 On HD Dengan Malnutrisi di Ruang
Hemodialisa RSUA Surabaya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan stase Keperawatan Medika Bedah II Pada Progarm Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Klinik

Vivi Armany D, S.Kep., Ns

i
ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUANi
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
KATA PENGANTAR v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat 4
1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan 4
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan 4
1.4.3 Bagi Mahasiswa 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 5
2.1.2 Definisi 5
2.1.1 Anatomi Fisiologi 5
2.1.2 Definisi 8
2.1.3 Etiologi 8
2.1.4 Klasifikasi 8
2.1.5 Patofisiologi 11
2.1.6 Manifestasi Klinis 11
2.1.7 Komplikasi 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis 14
2.2 Konsep Dasar Penyakit Hemodialisa 15
2.2.1 Pengertian Hemodialisa 15
2.2.2 Tujuan Hemodialisa 15

ii
iii

2.2.3 Indikasi Hemodialisa 15


2.2.4 Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisa 16
2.2.5 Komplikasi Hemodialisa 17
2.2.6 Perawatan Hemodialisa 18
2.3 Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisa 22
2.3.1 Definisi 22
2.3.2 Penyebab Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisa 23
2.3.3 Diagnosis Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisa 23
2.3.4 Penatalaksanaan Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisa 24
2.3.5 Cara Kerja Alat Hemodialisa 25
2.4 Manajemen Keperawatan 27
2.4.1 Pengkajian Keperawatan 27
2.4.2 Diagnosa Keperawatan 28
2.4.3 Intervensi Keperawatan 29
2.4.4 Implementasi Keperawatan 31
2.4.5 Evaluasi Keperawatan 32
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian33
3.2 Analisa Data 34
3.3 Prioritas Masalah 35
3.4 Intervensi 36
3.5 Implementasi dan Evaluasi 37
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan 39
4.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA

iii
v

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD)
Stage 5 On HD Reguler Dengan Malnutrisi di Ruang Hemodialisa RSUA
Surabaya ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Profesi Ners STIKES Eka Harap Palangkaraya. Selain itu, Asuhan Keperawatan
ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca maupun kami sebagai
penulis. Sehingga pada waktu yang akan datang materi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Asuhan
Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa data
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan dimasa
yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Surabaya, 30 Mei 2022

Yulita

iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama lebih dari 3
bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejala pada pasien PGK (NKF-KDIG, 2013). Jika terjadi kerusakan
ginjal yang berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu akhirnya
produksi sel darah merah berkurang. Seiring dengan perdarahan, defisiensi besi,
kerusakan ginjal, dan diikuti dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, maka
derajat anemia akan meningkat (Suhardjono 2009). Salah satu gejala yang sering
terjadi pada pasien yang mengalami anemia adalah pasien terlihat pucat (anemis),
mudah lelah, lesu, badan lemah, pusing, mata berkunangkunang, nafas sesak, dan
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Keluarga Pasien gagal ginjal kronik
masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang anemia, sehingga masih banyak
pasien yang mengalami anemia.
Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun 1995-2025
diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal 41,4% di
Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien GGK menurut World Health
Organizatin (WHO) adalah 84,5% dengan prevalensi pada pasien dialysis kronis
menjadi 100% dan 73% pada pasien pradialisis. Pada tahun (2006), di Amerika
serikat penyakit ginjal kronik menempati urutan ke-9 sebagai penyebab kematian
paling banyak. Menurut data URDS 2010 angka kejadian anemia pada gagal
ginjal kronik stadium 1-4 di Amerika yaitu sebesar 51,8 dan kadar Hb rata-rata
pada gagal ginjal kronik tahap akhir 9,9 g/dl (PERNIFER, 2011).
Di Indonesia, insiden terjadinya penyakit ginjal kronik yaitu 100-150 per
satu juta penduduk pada tahun (2005). Di ponorogo, pada tahun 2017 jumlah
pasien gagal ginjal kronik mulai bulan januari sampai bulan desember sejumlah
2.708 dengan ratarata perbulan sebanyak 226 pasien (Rekam medik RSUD Dr.
Harjono Ponorogo). Ketidakmampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya
menyebabkan terjadinya akumulasi produk sisa metabolisme dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yang akan mempengaruhi

1
2

keseimbangan seluruh sistem tubuh. Banyak pasien hemodialisis dihadapkan pada


problem kesehatan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, salah satu dan
mayoritas problem tersebut adalah anemia, yang berkembang sejak awal pasien
terkena gagal ginjal kronik dan berkontribusi pada penurunan kualitas hidup
pasien. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kemungkinan efek samping
yang terjadi, termasuk komplikasi dan kematian karena penyakit kardiovaskuler
(Lankhorts dan Wish, 2010). Banyak pasien Gagal Ginjal Kronik yang mengalami
anemia. Tetapi mereka tidak mengetahui hal tersebut, karena kurangnya
pengetahuan keluarga tentang anemia. Minimnya pengetahuan dan minimnya
adanya penyuluhan tentang anemia sangatlah berpengaruh terhadap tingginya
angka kejadian anemia. Kurangnya pengetahuan tentang sumber makanan juga
dapat mempengaruhi angka kejadian anemia, sehingga banyak pasien yang harus
menjalani transfusi darah. Keluarga merupakan mata rantai pertama dan utama
sebagai identifikasi awal anggota keluarga yang mengalami anemia. Berbagai
hambatan dalam merubah gaya hidup dapat terjadi dan mempengaruhi pasien
maupun keluarga dalam menghadapi anemia, keadaan ini dapat mempengaruhi
kondisi penderita yang semakin memburuk.
Menurut Penelitian Ombuh (2013), pasien PGK yang melakukan
hemodialisa seluruhnya mengalami anemia. Anemia pada PGK akan berdampak
pada penurunan fisik, peningkatan mortalitas serta morbiditas, dan kualitas hidup,
serta meningkatkan biaya dan lama rawat inap, anemia juga merupakan faktor
resiko terjadinya penurunan fungsi kognitif. Banyak faktor yang bisa menjadi
penyebab anemia, diantaranya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin,
berkurangnya umur eritrosit, anemia karena defisiensi besi terjadi karena
kekurangan cadangan zat besi, zat besi yang tidak adekuat mengakibatkan
berkurangnya sintesis hemoglobin sehingga menghambat proses pematangan
eritrosit, perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi. Anemia pada umumnya menjadi lebih berat pada
penurunan fungsi ginjal. Semakin menurunnya fungsi ginjal (ditandai dengan
stadium yang bertambah dan GFR yang menurun), maka prevalensi anemia
semakin meningkat (Isnenia, 2008). Langkah awal yang akan dilakukan untuk
menghadapi berbagai masalah yang terjadi yaitu dengan meningkatkan
3

pengetahuan keluarga pasien gagal ginjal kronik tentang anemia. Pemberian


suplemen zat besi baik secara oral maupun intravena akan membantu
meningkatkan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik. Selain itu
pemberian edukasi tentang diet tinggi zat besi, protein, asam folat, eritropoetin
rekombinan dan vitamin B12 dari ahli gizi sangat diperlukan untuk dapat
memelihara status hemoglobin agar tetap normal (Nanda, 2016).
Salah satu peran perawat yaitu memberikan kenyamanan fisik dan
psikologis kepada individu. Sebagai perawat dukungan yang dapat diberikan yaitu
berupa diskusi bersama dalam memecahkan masalah, pemberian keamanan serta
peningkatan harga diri pasien. Perawat dan keluarga haruslah melakukan
pendekatan pada pasien gagal ginjal kronik dengan cara memberikan health
education khususnya tentang anemia untuk merubah pengetahuan yang buruk
dalam penanganan anemia pada pasien gagal ginjal kronik. Penelitian ini
diharapkan dapat mengurangi kebutuhan tranfusi, meningkatkan fungsi kognitif,
mencegah terjadinya komplikasi seiring dengan lamanya penyakit, komplikasi
tersebut antara lain dislipidemia, hiperkalemia, acidosis metabolic, anemia,
gangguan tulang dan mineral, serta mengurangi angka kesakitan pada pasien gagal
ginjal kronik. Fenomena anemia pada pasien PGK sangatlah tinggi, maka penulis
akan mengidentifikasi pengetahuan keluarga pasien gagal ginjal kronik tentang
anemia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah Bagaimana
laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) Stage 5 On HD Dengan
Malnutrisi di ruang Hemodialisa RSUA Universitas Airlangga Surabaya ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan laporan pendahuluan adalah untuk
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan dengan diagnosa
4

medis Chronic Kidney Disease (CKD) Stage 5 On HD Dengan Malnutrisi di


ruang Hemodialisa RSUA Universitas Airlangga Surabaya di ruang Hemodialisa.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal
kronik.
1.3.2.6 Mampu membuat dokumentasi tindakan pada klien dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan keperawatan
dasar manusia pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik. Dalam
melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting adalah membina hubungan
saling percaya dengan klien.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2016).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2016).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari belakang, mulai
dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Dan
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.

Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan


tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140
sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus

5
6

menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung. Pembuluh


darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap ginjal
menjulang kelenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya
terdapat setruktur-setruktur ginjal. Setruktur ginjal warnanya ungu tua dan terdiri
dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebelah dalam. Bagian medulla
tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut sebagai
piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus dan berakhir di kalies, kalies akan
menghubungkan dengan pelvis ginjal.
Setruktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan Malpighi /
Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada unineferus.
Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-
kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu terdapat
sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus tersebut berkelok
lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan
tubulus penampung yang berjalan melintasi kortek dan medulla, dan berakhir
dipuncak salah satu piramid ginjal.
Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah yaitu
arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan
bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes),
serta masing-masing membentuk simpul didalam salah satu glomerulus.
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes),
yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal
mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama
disekeliling tubulus urineferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.
2.1.2.2 Fisiologi
1) Fungsi Ginjal
7

Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem
organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sistem
lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu sebagi organ ekresi dan
non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filtran senyawa yang
sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam
bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk urin.
Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan
bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi
hormonal. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran dalam
mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), pengatur hormon
eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan
eritrosit. Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi
feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus.
2) Proses pembentukan Urin
(1) Filtrasi
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses
aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpay bowman
yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll,
yang diteruskan ke tubulus ginjal.
(2) Proses Reabsorsi
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi
pada tubulus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi
penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan.
Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorsi fakultatif
dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
(3) Proses Ekresi
8

Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan
masuk ke fesika urinaria.
2.1.3 Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik yaitu :
1) Penyakit peradangan glomerulonefritis
2) Infeksi kronis
3) Penyakit vaskuler ( nefrosklerosis )
4) Proses obstruksi ( kalkuli )
5) Penyakit kolagen ( luris sutemik )
6) Agen nefrofik ( amino glikosida )
7) Penyakit endokrin ( diabetes )
8) Hipertensi
2.1.4 Klasifikasi
Rumus GFR :
GFR = (140-usia) x BB x (0,85 jika perempuan, atau 1jika laki-laki)
72 x Serum CR
National Kidney Foundation (2011) membagi 5 (lima) stadium penyakit
ginjal kronik yang ditentukan melalui perhitungan nilai Glomerular Filtration
Rate(GFR) meliputi :
2.1.4.1 Stadium I Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
(>90ml/min/1,73 m2 ). Fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi
abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urine.
2.1.4.2 Stadium II kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan
abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urine.
2.1.4.3 Stadium III Penurunan GFR Moderat (30-59ml/min/1,73 m2 ) . Tahapan
ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR
30-44). Pada tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
2.1.4.4 Stadium IV Penurunan GFR Severe (15-29 ml/min/1,73 m2 ). Terjadi
penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan
untuk terapi pengganti ginjal.
9

2.1.4.5 Stadium V End Stage Renal Disease (GFR<15 ml/min/1.73m2)),


merupakan tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penurunan fungsi
ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara
permanen.
Derajat Penjelasan LFG Tanda-gejala sesuai derajat
(ml/mn/1
.73m2)
1 Kerusakan ginjal > 90 Mudah lelah, Perubahan dalam
dengan GFR normal buang air kecil, Protein dalam
atau ↑ Urine, Retensi Cairan (Edema),
Nyeri Punggung bawah
2 Kerusakan ginjal 60-89 Artinya tanda kerusakan ginjal
dengan GFR ↓ atau secara fisik sudah mulai
ringan muncul
3 Kerusakan ginjal 30-59 Kaki dan tangan bengkak, sakit
dengan GFR ↓ atau punggung, atau kencing jadi
sedang sedikit
4 Kerusakan ginjal 15-29 Muncul komplikasi seperti
dengan GFR ↓ atau anemia, penyakit tulang,
berat tekanan darah kerap naik
5 Gagal ginjal < 15 atau Pada kondisi ini ginjal
dialisis penderita sudah tidak berfungsi
atau masuk tahap gagal ginjal.
Akibatnya, limbah menumpuk
di dalam darah dan
menimbulkan beragam gejala
penyakit seperti gatal, kram
otot, sering muntah, tidak nafsu
makan, tangan dan kaki
bengkak, sakit punggung, urine
berkurang, sesak napas, dan
susah tidur.

2.1.5 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
10

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara
C Long, 2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2010).
WOC CKD Glomerulonephritis Obstruksi dan Diabetic kidney disease Nefritis hipertensi 11
SLE (netritis lupus)
kronis infeksi

Gangguan tubulus dan glomerulus

Jaringan ginjal kurang o2 dan


nutrisi

Penurunan fungsi nefron

Penurunan GFR

BUN dan creatinin


meningkat

Gagal Ginjal Kronik

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Gangguan pada Obstruksi saluran kemih Gangguan fungsi Peningkatan ureum Sekresi eritropoitis menurun
Ekspansi paru
ginjal ginjal dalam saluran cerna
Suplai o2 tidak adekuat Retensi urin Produksi hb menurun
Produksi hormon Hiponatremia Peradangan mukosa
Irama pernapasan tidak eritropoetin saluran cerna Jumlah eritrosit
teratur Menekan syaraf GFR menurun menurun
Penurunan suplai o2 ke perifer
seluruh tubuh
12

Anoreksia
Sesak nafas Retensi cairan Anemia
Nyeri
elektrolit Ketidakmampuan
Hb menurun, anemia pinggang
MK : menelan makanan Kelemahan
Pola napas tidak Penumpukan
efektif Akral dingin, pucat MK :
cairan Mual, muntah, MK :
Nyeri akut
Intoleransi aktivitas
MK : Edema
Gangguan MK :
perfusi jaringan Defisit nutrisi
MK :
perifer
Hipervolemia
13

2.1.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
1) Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2) Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3) Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4) Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5) Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6) Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7) Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2011) serta Suwitra
(2011) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
14

5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar


kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
(1) Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
(2) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
(3) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
(4) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
(5) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
2) Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3) Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5) Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
6) Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
15

7) Pemeriksaan radiologi Tulang


Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8) Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9) Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10) EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11) Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
(1) Laju endap darah
(2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen
kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
(3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
(4) Hiponatremia
(5) Hiperkalemia
(6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
16

(7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia


(8) Gula darah tinggi
(9) Hipertrigliserida
(10) Asidosis metabolic
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1) Konservatif
(1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
(2) Observasi balance cairan
(3) Observasi adanya odema
(4) Batasi cairan yang masuk
2) Dialysis
(1) Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus
emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja
yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis ) CAPD merupakan teknik lain dialisis yang
dapat dijalani oleh penderita gagal ginjal terminal. CAPD
menggunakan jaringan tubuh penderita sendiri sebagai alat pencuci
darah dan penderita melakukan sendiri cuci darah sehingga tidak
membutuhkan mesin dan ruangan khusus di klinik/rs.
(2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :

(3) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

(4) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke


jantung )
3) Operasi
(1) Pengambilan batu
(2) Transplantasi ginjal
17

Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal adalah memindahkan


organ ginjal yang sehat ke dalam tubuh pasien yang memiliki gagal
fungsi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan pilihan terapi untuk
pasien penyakit ginjal kronis, untuk dapat meningkatkan kualitas
hidup dan tidak tergantung dengan alat dialisis. Fungsi ginjal yang
dicangkok diharapkan dapat bertahan lama, karena itu tindakan
medis ini disebut lebih hemat jika dibandingkan dengan dialisis
yang rutin dilakukan sepanjang hidup. Ginjal adalah sepasang
organ yang memiliki fungsi esensial bagi tubuh. Ginjal memiliki
beberapa fungsi yang penting sebagai berikut:
 Memfiltrasi darah untuk membuang produk sisa
metabolisme dalam bentuk urin, dan mengambil kembali
air dan komponen kimia lain yang masih dibutuhkan oleh
tubuh
 Mengatur tekanan darah dengan melepaskan beberapa
hormon regulator
 Menstimulasi pembentukan dari sel darah merah dengan
melepaskan hormon eritropoietin
18

2.2 Konsep Dasar Hemodialisa


2.2.1 Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi
darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan
menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan
sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
2.2.2 Tujuan dari Hemodilisa

Tujuan dari hemodialisis adalah untuk memindahkan produk-produk


limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin
dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat
menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat
toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan
atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya
harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai
mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).
2.2.3 Indikasi HD
Dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan. Indikasi
hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al.,2007):
2.2.3.1 Kegawatan Ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG,biasanya K >6,5
mmol/l)
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Perikarditis uremikum
19

10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)


11) Hipertermia
2.2.3.2 Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane
dialisis.
1) Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan
pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga
dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal
tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al.,2007):
(1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
(2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
(3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
(4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
(5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
2.2.4 Prinsip dan Cara kerja Hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen:
1) Kompartemen darah
2) Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3) Ginjal buatan (dialiser).
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran
tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah
terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh
balikselanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah
terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al.,2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut)
suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan
larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran
semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai
osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah
20

perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi


adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran
kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air
melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme
hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau
mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al.,2007).
Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan
cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran (Daurgirdas et al.,2007).
2.2.5 Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderit penyakit ginjal kronik (PGK)
stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang
mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi
pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan
darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat
HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40%penderita yang menjalani HD 15
reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat.
Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension(HID)
(Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi
akut dan komplikasi kronik
2.2.5.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual,
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Daurgirdas et al.,2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup
sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi
saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium,
reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia
(Daurgirdas et al.,2007). Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb,
2013).
21

Komplikasi Penyebab
Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,
Hipotensi
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat,
Aritmia
obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
Dialysis Disequilibirium menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada Dialisat/Kualitas Air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Kontaminasi Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala
Fluoride neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri/ Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi
endotoksin dari dialisat maupun sirkuti air

2.2.6 Perawatan Hemodialisa


Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
Persiapan mesin:
1) Listrik
2) Saluran pembuangan
3) AV Blood line
4) Infuse set
5) Insulin, Heparin Injeksi
6) Nacl 0,90%
7) Persiapan peralatan & obat2
8) Sarung tangan steril
9) Klem, Plester
10) Gelas ukur
11) Formulir Hemodialisis
12) Air (sudah melalui pengolahan)
13) Dialyzer (ginjal buatan)
14) AV Fistula/ Abocath
22

15) Spuit 50cc, 5 cc


16) Xylocain (anestesi local)
17) Kain Kasa/ Gaas Steril
18) Duk steril
19) Bak & mangkuk steril kecil
20) Desinfektan (alkohol, betadin)
21) Timbangan BB
22) Sirkulasi darah
Langkah-langkah
1) Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
2) Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
3) Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru,
ujung biru VBL dihubungkan dengan alat penampung/matikan
4) Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru
diatas
5) Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
6) Pasang inus set pada kolf NaCl
7) Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat
khusus
8) Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk
hubungan tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
9) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
10) Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
11) Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara
degan cara menekan nekan VBL
12) Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
13) Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
14) Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL
dengan ujung VBL, klem tetap dilepas
23

15) Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U


16) Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U
dan klem infus dibuka
17) Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama
10- 15 menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik
pasien
18) Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
 Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
 Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
 Soaking (Melembabkan GB)
19) Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan
sirkulasi dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB
ulang : Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen
dialisat
20) Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15
menit pada posisi rinse.Test formalin dengan tablet clinitest:
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/
2 cc) masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet
clinitest ke dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:
 Warna biru : - / negatif
 Warna hijau : + / positif
 Warna kuning : + / positif
 Warna coklat : + / positif
21) Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
22) Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB +
VBL)
23) Cara menghitung volume priming: NaCl yang dipakai membilas
dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat kan (gelas
tampung/ukur). Contoh:
1) Nacl yang dipakai membilas 1000 cc
2) Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
3) Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
24

4) Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis,


persiapan fisik (timbang BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur
TTV)
Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien Sarana hubungan
sirkulasi/ akses sirkulasi :

1) Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino


2) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
3) Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
4) Anestesi local (lidocain, procain inj)
5) Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath,
fiksasi tutup dengan kasa steril
6) Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
7) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
8) Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
9) Bolus heparin inj (dosis awal)
10) Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
11) Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
12) Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
13) Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis,
tekan arteri femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis
14) Anestesi lokal (infiltrasi anestesi) Vena femoralis dipunksi
setelah anestesi lokal 3-5 menit dan fiksasi, tutup kassa steril
Memulai Hemodilasis
1) Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
2) Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
3) Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai
sirkulasi darah terisi semua
4) Jalankan pompa darah dengan Ob
5) Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL
dengan punksi outlet
6) Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
7) Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya
25

dicatat (cairan dikeluarkan sesuai kebutuhan)


8) Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit
bisa dinaikan sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan pasien)
9) Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure,
arteri pressure, hidupkan air/blood leak detector

10) Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan).


Heparin dilarutkan dengan NaCl
11) Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/
lemah lakukan megukur TD, nadi lebih sering.
2.3 Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisa
2.3.1 Definisi
Malnutrisi merupakan masalah yang serius pada pasien-pasien gagal ginjal
kronik yang diterapi dengan dialisis. Hal ini berhubungan dengan malnutrisi yang
akan memberikan outcome yang buruk pada pasien (Combe, 2004).
Malnutrisi cukup sering dijumpai pada pasien dialisis dan berhubungan
dengan terjadinya inflamasi kronis. Selain itu, telah dilaporkan bahwa malnutrisi
berkaitan dengan gejala emosi pasien HD (Wang, 2012).
PEM (Protein Energy Malnutrition) sering menjadi masalah pada
pasienpasien dengan penyakit ginjal stadium akhir dan hubungan antara
malnutrisi dan outcome pasien telah terbukti (Perwitasari, 2012). Status nutrisi
pasien dialisis dapat dinilai dari pemeriksaan biokimia, antropometri, kadar
protein dan metode komposisi tubuh. Akhir-akhir ini, hubungan antara malnutrisi
dan inflamasi telah mendapat perhatian yang cukup serius dan adanya hubungan
yang kuat antara PEM dan inflamasi telah ditunjukkan pada pasien-pasien
hemodialisis. Kedua kondisi ini, PEM dan inflamasi sering terjadi bersamaan pada
pasien hemodialisis. Bersama-sama, keadaan ini disebut dengan Malnutrition
Inflammation Complex Syndrome (Zadeh, 2002).
Subjective Global Assessment (SGA) menyatakan apakah asimilasi nutrisi
telah dibatasi karena asupan makanan yang menurun, maldigesti atau malabsorbsi,
apakah efek malnutrisi terhadap organ telah terjadi dan apakah proses penyakit
pada pasien berefek pada kebutuhan nutrisi (Brazier, 2002). Kedua keadaan
26

inflamasi dan malnutrisi berefek pada kondisi klinis pada pasien-pasien dialisis
dan harus dinilai dengan berbagai cara.
Untuk itu, sebuah sistem skoring yang komprehensif yang disebut dengan
MalnutritionInflammation Score (MIS), yang mampu mengelompokkan resiko
pada pasien hemodialisis secara kuantitatif untuk penatalaksanaan yang lebih
optimal.Malnutrition-Inflammation Score (MIS) berhubungan kuat dengan angka
morbiditas dan mortalitas, begitu juga dengan pengukuran nutrisi, inflamasi dan
anemia pada pasien-pasien hemodialisis (K-DOQI, 2002). Pengaruh ras terhadap
terjadinya depresi pada pasien HD masih menjadi konflik. Prevalensi depresi
lebih tinggi pada ras kaukasia daripada afrika-amerika atau meksiko-amerika.
Sebaliknya beberapa studi dikatakan tidak menunjukkan perbedaan prevalensi
depresi berdasarkan ras. Studi yang dilakukan oleh Balakrishnan et al.
menyatakan bahwa polimorfisme nukleotida tunggal pada regio promotor sitokin
proinflamasi memiliki hubungan yang kuat dengan komorbiditas, marker biologi
dan nutrisi. Apakah depresi berikaitan dnegan predisposisi genetik atau perbedaan
ras atau polomorfisme genetik sitokin masih membutuhkan penelitian lebih lanjut
(Wang, 2012). Penelitian yang lain telah mengevaluasi efek yang mungkin terjadi
dari materi dialisis terhadap depresi. Pasien yang menjalani peritoneal dialisis
(PD) dikatakan mengalami ansietas, insomnia dan depresi yang tidak begitu berat
dibandingkan dengan pasien HD. Selain itu tingkat depresi lebih banyak terjadi
pada pasien yang menggunakan dialiser derivatif selulosa dibandingkan dengan
dialiser polysulfone (Hsu et al., 2009; Wang, 2012). Sejumlah studi telah
difokuskan terhadap efek HD kepada pasien, termasuk mengenai perasaan tidak
ada harapan, persepsi kehilangan dan kurangnya kontrol, kehilangan pekerjaan,
perubahan hubungan keluarga dan sosial. Hal-hal tersebut berkaitan dengan
terjadinya depresi (Wang, 2012).
2.3.2 Penyebab Malnutrisi Pada Pasien Hemodialysis
Malnutrisi tidak jarang terjadi pada pasien-pasien dialisis dan penyebabnya
bermacam-macam. Prosedur dialisis sendiri menyebabkan hilangnya nutrisi-
nutrisi ke dalam dialisat dan efek dari hilangnya nutrisi-nutrisi ini menyebabkan
peningkatan katabolisme selama hemodialisis. Timbulnya asidosis metabolik yang
biasa terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal mungkin berhubungan
27

dengan peningkatan katabolisme pada pasien-pasien ini (Bozzola, 2006;Riella,


2012). Asam amino hilang melalui dialisat dan dengan aliran dialiser yang kuat,
hilangnya vitamin melalui dialisat juga terjadi. Gejala uremia seperti anoreksia,
nausea dan muntah dan gejala-gejala ini tidak selalu terkontrol pada pasien-pasien
dialisis reguler, menyebabkan terjadinya pengurangan ambilan protein dan
energi.Falken-hagen dkk meneliti bahwa pasien gagal ginjal yang diterapi dengan
hemodialisis ataupun peritoneal dialisis menunjukkan pola konsumsi makanan
yang berbeda-beda.
Penyebab dari berkurangnya nafsu makanan tidak sepenuhnya diketahui,
namun peningkatan leptin serum atau faktor lainnya yang menekan nafsu makan
mungkin terlibat (K-DOQI,2002).
2.3.3 Diagnosis Malnutrisi pada Pasien Dialisis
Adanya malnutrisi tidaklah diketahui hanya dengan satu tes saja atau
dievaluasi hanya pada satu waktu saja, sehingga penting untuk menskrining
pasien apakah dijumpai adanya malnutrisi dengan beberapa pemeriksaan dan
dilakukan secara reguler. Penting juga untuk melakukan pemeriksaan status
protein dan komposisi tubuh sama seperti ambilan nutrisi, untuk mengidentifikasi
adanya malnutrisi.
2.3.4 Penatalaksanaan Malnutrisi pada Pasien Dialisis
Jika malnutrisi terjadi, outcome pasien akan menurun. Sehingga,
pencegahan terhadap malnutrisi sangatlah penting.Pasien-pasien harus diberikan
protein dan energi yang adekuat untuk mencegah kejadian malnutrisi. Meskipun
belum ada studi yang menunjukkan pencegahan malnutrisi dapat mengubah
outcome pasien, hubungan yang jelas antara status nutrisi yang buruk dan
peningkatan risiko kematian menunjukkan malnutrisi haruslah dihindari (Bossala,
2005).
2.3.4.1 Diet Protein
Adanya diet protein sering diteliti, sebagai salah satu strategi utnuk
memperlambat progresivitas gagal ginjal terminal, mengurangi sindroma
uremikum dan untuk mengevaluasi kebutuhan protein yang tepat pada pasien-
pasien gagal ginjal dengan terapi dialisis reguler.
28

Pada pasien-pasien hemodialisis, belum ada penelitian prospektif non


randomized yang meneliti diet protein dan outcome yang terjadi. Namun,
beberapa studi menunujukkan bahwa kebutuhan protein 1,2 gr/kgBB/hari
berhubungan dengan keseimbangan nitrogen positif. Kebutuhan akan protein yang
meningkat mungkin berhubungan dengan hilangnya protein dan asam amino
melalui dialisat atau efek katabolik dari prosedur hemodialisis. Hilangnya protein
melalui dialisat lebih tinggi pada peritoneal dialisis dibandingkan dengan
hemodialisis sekitar 5-15 gr/hari dan hilangnya protein meningkat pada episode
peritonitis (Combe, 2004; Riella, 2000; Bossala, 2006).
2.3.4.2 Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi juga merupakan hal yang penting pada pasien-pasien
dialisis.Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kebutuhan energi pada
pasienpasien dialisis tidak berbeda dari orang yang sehat. Rekomendasi kebutuhan
energi pada pasien-pasien dialisis adalah 35 kkal/kgBB/hari (Combe, 2004;Riella,
2000). Jika pasien tidak mampu mengkonsumsi protein dan energi yang
dibutuhkan dari diet, pengukuran yang lebih agresif haruslah dikerjakan untuk
meyakinkan kebutuhan energi yang adekuat (Bossala, 2005; Kopple, 2010;
Wolfson, 2010).
2.3.5 Cara Kerja Alat Hemodialisa

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan


ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada
hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser ( yang
berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses
29

difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang
dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan,
limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke
dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu
membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen
darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut
dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan,
darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan


larutan dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan
darah dari tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana
proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah
dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari
tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita.
Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah
biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat.
Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada
dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh
dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat
penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan.
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah
saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air
yang berlebih.Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam
30

tubuh.Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh
mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya
lebih besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan
memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih
kecil, khususnya dalam tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis
dialisator memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi
dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang
dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan
maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik
tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam
hemodialisis adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan
tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui
lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan
(incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya
(kontinuitas).

2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, status
perkawinan, suku, agama, pekerjaan, diagnose medis dan tanggal
masuk rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan / Perawatan
a. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output
yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan
kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasiventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau
urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan
31

(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena


ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk
ke ruang perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya
penyakit, hal yang meringankan atau memperberat gejala,
klien dengan gagal ginjal mengeluh sesak, mual dan muntah.
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
Rasa sesak akan membuat lelah atau letih sehingga sulit
beraktivitas. R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah
keluhan. Sesak akan membuat kepala terasa sakit, nyeri dada
di bagian kiri, mual-mual, dan anoreksia. S : Serverity/Scale
derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Sesak
akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat dan
dalam. T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan,
lamanya dan freukensinya, waktu tidak menentu, biasanya
dirasakan secara terus-menerus.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal
ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh
karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan
untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung,
penggunaan obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain
itu, ada beberapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
mellitus, hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada
penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan
32

hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal


ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga
yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering
dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
(2) Sistem Pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(Kussmaull).
(3) Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.
(4) Sistem Pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan
diare.
(5) Sistem Hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik,
palpitasi jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi
lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme
semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya.
33

Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan


anemia karena penurunan eritropoetin.
(6) Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolisme.
(7) Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
(8) Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output tinggi di keringat
dapat menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit.
(9) Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi. (Prabowo dan Pranata, 2014)
4) Pola Aktivitas Sehari
(1) Pola Nutrisi Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah
pantangan makanan atau tidak, frekuensi jumlah makan dan
minum dalam sehari. Pada pasien gagal ginjal kronik akan
ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari
kebutuhan karena klien mengalami anoreksia dan mual/muntah.
(2) Pola Eliminasi Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya,
jumlah, konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada
masalah yang berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak,
34

akan ditemukan pola eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria,


abdomen kembung, diare atau konstipasi.
(3) Pola istirahat tidur Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang
dan malam, apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola
istirahat tidur, akan ditemukan gangguan pola tidur akibat dari
manifestasi gagal ginjal kronik seperti nyeri panggul, kram otot,
nyeri kaki, demam, dan lain-lain.
(4) Personal Hygiene Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok
gigi, cuci rambut, dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal
kronik akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan
bantuan dalam kebersihan diri.
(5) Aktifitas Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung
dengan orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan
terjadi kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang
gerak. (Prabowo dan Pranata, 2014)
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI 2018 yang mungkin muncul pada
pasien CKD adalah sebagai berikut :
2.2.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder :
kompensasi melalui alkalosis respiratorik (SDKI D.0005 hal.26)
2.2.2.2 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai o2 ke
seluruh tubuh (SDKI D.0009 hal.37)
2.2.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan Obstruksi saluran kemih (SDKI D.0077
hal.172)
2.2.2.4 Hipervolemia berhubungan dengan disfungsi ginjal (SDKI D.0022 hal.62)
2.2.2.5 Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah (SDKI
D.0019 hal.56)
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (SDKI D.0022
hal.62)
35

2.4.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola napas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Manajemen Jalan Napas ( SIKI I.01011
dengan ventrikel kiri dan kanan tidak selama 1x7 jam, diharapkan pola napas
hal.186 )
mampu memompa darah klien dapat efektif dengan KriteriaObservasi :
(SDKI D.0005 Hal.26) Hasil: (SLKI L.081004 hal.95) 1. Monitor pola napas (frekuensi,
1. Dispnea menurun (5) kedalaman, usaha napas)
2. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik :
menurun (5) 1. Posisikan semi-fowler
3. Frekuensi napas membaik (5) 2. Berikan oksigen, jika perlu
4. Kedalaman napas membaik (5) Edukasi :
1. Anjurkan asupa cairan 2000/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
eksektoran, mukolitik, jika perlu
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Hasil Laboratorium (SIKI
berhubungan dengan penurunan suplai selama 1x7 jam, diharapkan perfusi I.02057 hal.186 )
o2 ke seluruh tubuh (SDKI D.0009 perifer pasien membaik dengan Kriteria Observasi :
hal.37) Hasil: (SLKI L.02011 hal.84) 1. Identifikasi pemeriksaan laboratorium
1. Denyut nadi perifer meningkat (5) yang diperlukan
2. Warna kulit pucat menurun (5) 2. Monitor hasil laboatorium yang
3. Akral membaik (5) diperlukan
4. Turgor kulit membaik (5) Terapeutik :
1. Ambil sample darah sesuai protocol
2. Interpretasikan hasil pemeiksaan
laboratorium
36

Kolaborasi :
1. Kolaborasi untuk trafusi darah
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri ( SIKI I.08238 hal.201 )
Obstruksi saluran kemih (SDKI D.0077 selama 1x7 jam, diharapkan nyeri klien Observasi :
Hal.172) dapat berkurang dengan Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
(SLKI L.08066 hal.145) Terapeutik :
5. Keluhan nyeri menurun (5) 3. Berikan teknik nonfamakologis untuk
6. Sikap protektif menurun (5) mengurangi rasa nyeri
7. Gelisah menurun (5) 4. Kontrol lingkungan yang memperberat
8. Meringis menurun (5) rasa nyeri
Edukasi :
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Hipervolemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipervolemia (SIKI I.03114 hal.
disfungsi ginjal (SDKI D.0022 selam 1 x 7 jam diharapkan masalah 181)
hal.62) kklien dapat teratasi dengan kriteria Observasi :
hasil : (SLKI L.103020 hal.41) 1. Monitor intake output cairan
1. Edema menurun (5) Terapeutik :
2. Dehidrasi menurun (5) 1. Timbang berat badan setiap hari pada
3. Tekanan darah membaik (5) waktu yang sama
4. Turgor kulit membaik (5) 2. Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi :
37

1. Ajarkan cara mengukur dan mencatat


asupan dan haluaran cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretik
Defisit nutrisi berhubungan dengan Setalah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (SIKI I.03119 hal.200)
anoreksia, mual, muntah (SDKI selama 1 x 7 jam diharapkan nutrisi Observasi :
D.0019 hal.56) pasien membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
(SLKI L.03030 hal.121) 2. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik :
meningkat (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
2. Berat badan membaik (5) jika perlu
3. Indeks massa tubuh membaik (5) 2. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
3. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Aktivitas (SIKI I.05186 hal. 415)
dengan kelemahan fisik (SDKI selam 1 x 7 jam diharapkan masalah Observasi :
D.0022 hal.62) kklien dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
hasil : (SLKI L.050047 hal.149) dalam aktivitas tertentu
1. Kelelahan menurun (5) Terapeutik :
2. Dispnea saat aktivitas menurun 1. Fasilitasi aktivitas rutin (mis.ambulasi,
(5) mobilisasi, dan perawatan diri), jika
38

3. Dispnea setelah aktivitas perlu


menurun (5) 2. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan cara aktivitas yang dipilih
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika perlu
39

2.4.5 Implementasi Kepwerawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Nursalam,2015)
2.4.6 Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan dalam evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dapat dilakukan setelah melakukan perasat dan evluasi hasil berdasarkan
rumusan terutama keriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang
perencanaanlanjutan terhadap masalah yang dihadapi pasien (Nursalam,2015).
40

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama Ny. N, umur 62 tahun, jenis kelamin perempuan, suku/bangsa
Jawa/Indonesia, agama islam, pekerjaan IRT, pendidikan SMA, status
perkawinan sudah menikah, alamat jl. mojokidul, tgl MRS 30 Mei 2022,
diagnosa medis CKD Stage V On HD Reguler Dengan Malnutrisi.
3.1.2 Riwayat Kesehatan / Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Ny. N mengatakan berat badanya naik
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang tanggal 30 Mei 2022 bersama keluarganya, keluarga
pasien mengatakan kerumah sakit untuk melakukan cuci darah di ruang
Hemodialisa RSUA Surabaya, saat pasien masuk ruangan langsung di
lakukan timbang berat badan 35.30 kg, pemeriksaan TTV : TD 138/72
mmHg, N 81x/menit, RR 18x/menit, S 36,10C, SPO2 98%. Dan pasien
siap dilakukan hemodalisa. Pada saat dikaji pasien mengeluh berat
badan meningkat, nafsu makan berkurang, dan saat melakukan aktivitas
sehari-hari dibantu oleh keluarganya.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi)
1) Diabetes mellitus sejak usia ±50 tahun
2) Hipertensi sejak ±50 tahun
3) CKD sejak desember 2021
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. R mengatakan bahwa keluarganya memiliki riwayat penyakit
keturunan dari kakaknya yaitu penyakit diabetes mellitus.

GENOGRAM KELUARGA :

40
41

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: HubunganKeluarga

: SatuRumah

: Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien terpasang alat dialysis CDL dileher dexra, terpasang AV Shunt,
posisi semi fowler, pasien tampak kurus, pasien tampak tidak
menghabiskan makanan yang diberikan, pasien tampak dibantu oleh
keluarganya untuk beraktivitas, pasien tampak dibantu keluarga untuk
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran composmentis, ekpresi wajah tenang, bentuk badan
kurus, cara berbaring semi fowler, komunikasi lancar saat ditanya oleh
perawat.
Fungsi Kognitif :
Pasien dapat mengetahui waktu pagi, siang, sore, malam, Pasien dapat
membedakan perawat/keluarga, Pasien mengetahui bahwa ia sedang
berada di RS untuk dilakukan hemodialisa.
Insight baik, mekanisme pertahan diri adaptif.
42

3.1.3.3 Tanda-Tanda Vital :


Saat dikaji pada tanggal 30 Mei 2022, pukul 10 : 30 WIB suhu tubuh
pasien 36,1 0
C tempat pemeriksaan axilla, Nadi/HR : 81x/mnt,
pernafasan : 18 x/mnt, Tekanan Darah/BP : 138/72 mmHg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, pasien tidak batuk, pasien tidak sesak napas, type
pernapasan dada dan perut, irama pernafasan teratur, suara napas
vesikuler dan suara napas tambahan tidak ada.
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Saat dikaji terdapat Capillary refill < 2 detik, suara jantung S1/S2 (lup-
dup ), Keluhan lainnya tidak ada
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E : 4 (Membuka mata dengan spontan ), V : 5 ( Dapat
menjawab salam ), M : 6 ( Dapat mengikuti perintah ), Total Nilai GCS
: 15 ( Normal ). Kesadaran composmentis, pupil isokor, refleks cahaya
kanan kiri positif, dan tidak ada nyeri.

Hasil Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I ( olfaktorius ) : Pasien dapat


mencium bau aroma makanan, Nervus Kranial II ( optikus ) :
penglihatan pasien kurang jelas, Nervus Kranial III ( okulomotorius ) :
Pasien dapat menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah, Nervus
Kranial IV ( troklearis ) : Pasien dapat menggerakan bola mata ke kiri
dan ke kanan, Nervus Kranial V ( trigeminus ) : Pasien dapat
mengunyah dengan baik, Nervus Kranial VI (andusen ) : Pasien dapat
membedakan rasa makanan, Nervus Kranial VII ( fasialis ): Pasien
dapat tersenyum, dan tertawa, Nervus Kranial VIII
( vestibuloakustikus ) : Pasien dapat mendengar dengan baik, Nervus
Kranial IX ( glosofaringus ) : Pasien dapat menelan dengan baik,
43

Nervus Kranial X ( vagus ) : Pasien dapat berbicara dengan baik dan


lancar, Nervus Kranial XI ( aksesorius ) : Pasien dapat menggerakan
leher ke kiri dan ke kanan. Nervus Kranial XII ( hipoglosus ): Pasien
dapat mengecap makanan dengan baik.
Uji Koordinasi :
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstremitas
bawah tumit ke jempol kaki positif. Dan uji kestabilan tubuh positif.
Keluhan lainnya tidak ada
Masalah Keperawatan :
Tidak ada
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder) :
Produksi Urine : ±300 ml 24x/jam, warna kuning, bau khas amoniak,
Keluhan lainnya tidak ada. Rumus iwl 10 x BB/ 24 jam
Masalah Keperawatan : 10 x 35.30/24 = 14,7
Rumus intake-(Output + iwl
Hipervolemia
1000( 300 + 50,4) = +649
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Mulut dan Faring
Bibir kering, gigi tidak lengkap, gusi baik tidak ada peradangan, lidah
baik tidak ada peradangan, mukosa lembab, tonsil tidak ada
peradangan, BAB belum ada, bising usus normal 3-34x/mnt, nyeri
tekan ada, benjolan tidak ada.
Masalah Keperawatan :
3.1.3.9 Tulang -Otot -Integumen (Bone) :
Kemampuan pergerakan sendi bebas, ukuran otot simetris, uji kekuatan
otot ekstremitas kiri atas 4, kanan atas 4 dan ekstremitas kiri bawah 4,
kanan bawah 4 dan tulang belakang normal. Tidak ada peradangan
patah tulang maupun nyeri.
Keluhan lainnya ;
Hemoglobin 10,2 g/dl
Masalah Keperawatan :
Intoleransi Aktivitas
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
44

Tidak ada riwayat alergi obat, makanan, maupun kosmetik. Suhu kulit
hangat, warna kulit normal, turgor jelek, tekstur kulit kering, Tekstur
rambut halus, bentuk kuku simetris dan bersih.
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
3.1.3.11 Sistem Penginderaan :
1) Mata/penglihatan kurang jelas, gerakan bola mata bergerak
normal, skelera normal/putih, konjungtiva merah muda, kornea
bening, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak ada
nyeri maupun keluhan lainnya.
2) Telinga / Pendengaran :
Fungsi pendengaran baik
3) Hidung / Penciuman:
Bentuk hidung simetris, tidak ada lesi maupun nyeri tekan sinus.
Masalah Keperawatan :
Tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak teraba, jaringan tidak teraba, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid teraba dan mobilitas leher bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
1) Reproduksi Pria
2) Reproduksi Wanita
Keluhan lainnya Tidak dikaji
Tidak ada
Masalah Keperawatan :
Tidak ada
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Menurut Ny.N kesehatan sangat penting, karena dengan sehat ia dapat
beraktivitas seperti biasanya dan Ny.N juga mengatakan bahwa saat ini
ia sudah tau tentang penyakit yang dideritanya.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
45

TB : 150 cm, BB sekarang 35.30 kg, BB sebelum sakit 40 kg,


Diet biasa/lunak, kesukaran menelan tidak.
IMT = BB 35.30 = 35.30 = 15,6 (sangat kurus)
TB2 1,50 x 1,50 2,25
Keluhan lainnya : Tidak ada
Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari

Frekuensi/hari 3 x sehari 3 x sehari

Porsi 1 porsi dewasa 1 porsi dewasa

Nafsu makan Normal Normal

Jenis Makanan Nasi. daging, sayur Nasi. daging, sayur

Jenis Minuman Air mineral Air mineral

Jumlah minuman/cc/24 1000 cc 1500 cc


jam

Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam

Keluhan/masalah Tidak nafsu makan Tidak ada

Masalah Keperawatan
Defisit Nutrisi
3.1.4.3 Pola Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit : siang 1 jam, Malam : 5-8 jam
Setelah sakit : pasien mengatakan tidur siang kurang lebih 30 menit,
malam 4-7 jam
Masalah Keperawatan
Tidak ada
3.1.4.4 Kognitif :
Pasien mengatakan sudah tau tentang penyakitnya
Masalah Keperawatan
Tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran
):
46

Gambaran diri : pasien mengenali dirinya, Ideal diri : pasien ingin cepat
sembuh, Identitas diri : pasien bersama seorang anak, Harga diri :
pasien sangat dipertahankan oleh keluarga, Peran : sebagai ibu rumah
tangga
Masalah Keperawatan
Tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien banyak melakukan kegiatan
Setelah sakit pasien hanya istirahat dan tidur dan saat melakukan
aktivitas dibantu keluarga
Masalah Keperawatan
Intoleransi Aktivitas
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien bila ada keluhan hanya istirahat dan bercerita pada anaknya
Masalah Keperawatan
Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien aktif dalam keyakinannya
Masalah Keperawatan
Tidak ada
3.1.5 Sosial – Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Saat perawat bertanya kepada pasien, pasien pun menjawab dengan
berkomunikasi sangat baik
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa yang sering digunakan pasien yaitu bahasa jawa
3.1.5.3 Hubungan dengan Keluarga :
Hubungan dengan keluarga sangat baik
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Hubungan dengan orang lain pun sangat baik.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Bagi pasien orang yang sangat berarti yaitu keluarga nya
47

3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :


Mengobrol dengan keluarga dan tetangga
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Keluarga dan pasien berdoa akan kesembuhannya
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Hasil laboratorium

No. Jenis Pemeriksaan TGL Hasil Nilai


Pemeriksaan Normal

1. Hemoglobin 27 Maret 2022 10,2 g/dl 11,7-15,5

2. Leukosit 27 Maret 2022 6,52 10^3/ul 6,0-12,0

3. Eritrosit 27 Maret 2022 3,26 10^3/ul 4,0-5,2

4. Hematocrit 27 Maret 2022 29,2 % 35-47

5. Trombosit 27 Maret 2022 153 10^3/ul 150-440

6. MCV 27 Maret 2022 89,6 fl 80-100

7. MCH 27 Maret 2022 31,3 pg 26-34

8. MCHC 27 Maret 2022 34,9 g/dl 32-36

9. RDW 27 Maret 2022 13,8 % 11,5-14,5

10. MPV 27 Maret 2022 10,7 fl 6,8-10

11. Limfosit % 27 Maret 2022 20,1 % 25-40

12. Monosit % 27 Maret 2022 5,8 % 2-8

13. Eosinophil 27 Maret 2022 9,8 % 2-4

14. Basofil 27 Maret 2022 0,9 % 0-1

15. Neutrofil 27 Maret 2022 63,4 % 50-70

16. PCT 27 Maret 2022 0,16 % 0,2-0,36

17. LED 27 Maret 2022 17 mm/jam 0-20


28 April 2022
18. Calsium 8,3 mg/dl 8,1-10.4
23 April 2022
19. Phosphor anorganik 2,6 2,6-4,5
48

24 Maret 2022
20. BUN 46,8 mg/dl 8-18
24 Maret 2022
21. Kreatinin 7,04 mg/dl 0,5-0,9

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


No Obat Dosis Rute Indikasi

1. Merawat 2 x/ Dileher Digunakan untuk mencegah terjadinya


luka CDL minggu dexra infeksi

Preskripsi HD
Durasi : 4 jam
QB : 150-200 ml/menit
QD : 500 ml/menit
UF Goal : 1,2 L
Heparin : 1000
Lain-lain : - HD 2x/minggu (Senin & Jumat)
- inj. ESA 2000 International unit

Surabaya, 30 Mei 2022


Mahasiswa

( YULITA )
NIM : 2021-01-14901-076

ANALISA DATA
49

Data Subyektif dan Kemungkinan Masalah


Data Obyektif Penyebab

DS : Ny. N mengatakan Kelebihan asupan cairan Hipervolemia


berat badannya naik

DO : Gangguan mekanisme
- Urine/24 jam : ±300 cc regulasi
- Balance cairan/ 24
jam : +649 cc
- BB pre HD 35.30 kg Hipervolemia
- BB Post HD 36.30 kg
- Balance Cairan +649
- HD setiap 2x/minggu
(senin, jum’at)

DS : Anoreksia Defisit Nutrisi


Ny. N mengatakan nafsu
makannya berkurang Ketidakmampun
mencerna makanan
DO :
- Pasien tampak kurus Berat badan menurun
- Makanan yang telah
diberikan tidak habis Defisit nutrisi
- Kesukaran menelan
- Bibir kering
- Mukosa lembab
- Turgor jelek
- IMT : 15,6 (sangat
kurus)
50

DS : Ny. N megatakan tidak Hormon eritropoietin Intoleransi Aktivitas


mampu melakukan aktivitas menurun
secara mandiri
DO : Produksi HB menurun
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak tdak bisa Anemia
melakukan aktivitas
secara mandiri Kelemahan
- Pasien tampak dibantu
keluarga melakukan Intoleransi aktivitas
aktivitas
- Pasie tampak dibantu
keluarga untuk pindah
dari kursi roda ke
tempat tidur
- Hemoglobin 10,2 g/dl
51

PRIORITAS MASALAH
1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan
urine/24 jam : ±300 cc, balance cairan/ 24 jam : +649 cc, BB pre HD 35.30
kg, BB Post HD 36.30 kg, HD setiap 2x/minggu (senin, jum’at).
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
ditandai dengan pasien tampak kurus, pasien tampak lemas. makanan yang
telah diberikan tidak habis, kesukaran menelan, bibir kering, mukosa lembab,
turgor jelek, IMT : 15,6 (Sangat kurus).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien
tampak tdak bisa melakukan aktivitas secara mandiri, pasien tampak dibantu
keluarga melakukan aktivitas, pasien tampak dibantu keluarga untuk pindah
dari kursi roda ke tempat tidur, hemoglobin 10,2 g/dl.
52

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N


Ruang Rawat: Hemodialisa RSUA Surabaya
DiagnosaKeperawatan Tujuan (Kriteriahasil) Intervensi
Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1 Manajemen Hipervolemia (SIKI I.03114 hal.
dengan kelebihan asupan cairan x 7 jam diharapkan masalah kklien dapat teratasi 181)
(SDKI D.0022 hal.62) dengan kriteria hasil : (SLKI L.103020 hal.41) Observasi :
1. Monitor intake output cairan
1. Asupan cairan sedang (3) Terapeutik :
2. Edema menurun (5) 1. Timbang berat badan setiap hari pada
3. Dehidrasi menurun (5) waktu yang sama
4. Tekanan darah membaik (5) 2. Batasi asupan cairan dan garam
5. Turgor kulit membaik (5) Edukasi :
1. Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi hemodialisa
Defisit nutrisi berhubungan Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nutrisi (SIKI I.03119 hal.200)
dengan ketidakmampuan 1 x 7 jam diharapkan nutrisi klien membaik Observasi :
mencerna makanan (SDKI dengan kriteria hasil : (SLKI L.03030 hal.121) 1. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat Terapeutik :
D.0019 hal.56)
(5) 2. Ajarkan oral hygiene sebelm makan, jika
2. Frekuensi makan meningkat (5) perlu
3. Membrane mukosa membaik (5) 2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
4. Kekuatan otot menelan membaik (5) yang sesuai
Edukasi :
53

1. Ajarkan diet yang diprogramkan


Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1 Terapi Aktivitas (SIKI I.05186 hal. 415)
dengan kelemahan (SDKI D.0022 x 7 jam diharapkan masalah kklien dapat teratasi Observasi :
hal.62) dengan kriteria hasil : (SLKI L.050047 hal.149) 1. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas dalam aktivitas tertentu
sehari-hari meningkat (5) Terapeutik :
2. Keluhan lelah menurun (5) 1. Fasilitasi aktivitas rutin (mis.ambulasi,
3. Kekuatan ektremitas (5) mobilisasi, dan perawatan diri), jika
4. Kekuatan ektremitas bawah meningkat (5) perlu
5. Perasaan lemah menurun (5) 2. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan cara aktivitas yang dipilih
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika perlu
54

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N


Ruang Rawat: Hemodialisa RSUA Surabaya
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 30 Mei 2022 Jam 14.00 WIB
Jam
S:-
08.00 WIB 1. Memonitor intake output cairan O:
1. Balance cairan post HD : -1300
cc/4 jam
08.05 WIB 2. Menimbang berat badan setiap hari 2. BB Post HD 36.30 kg
pada waktu yang sama Yulita
A : Masalah teratasi
08.10 WIB 3. Membatasi asupan cairan dan P : Intervensi dilanjutkan
garam 1. Monitor intake output cairan
2. Timbang berat badan setiap
08. 15 WIB 4. Mengajarkan cara mengukur dan hari pada waktu yang sama
mencatat asupan dan haluaran 3. Batasi asupan cairan dan
cairan garam
5. Kolaborasi hemodialisa hari
kamis

08.20 WIB 5. Mengkolaborasi hemodialisa


55

Senin, 30 Mei 2022 Jam 14.10 WIB


Jam Yulita
10.00 WIB 1. Memonitor asupan makanan S:-
O:
10.15 WIB 2. Mengajarkan oral hygiene sebelum - Pasien tampak kurus
makan, jika perlu - Makanan yang telah diberikan
masih tidak dihabiskan
- Bibir masih kering
10.30 WIB 3. Menyajikan makanan secara menarik - IMT : 15,6 (Sangat kurus)
dan suhu yang sesuai A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan
10.35 WIB 4. Mengajarkan diet yang diprogramkan 5. Anjurkan makan sedikit tapi
sering
10.40 WIB 5. Meganjurkan makan sedikit tapi sering

11.00 WIB
6. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
Senin, 30 Mei 2022 Jam 14.15 WIB
Jam
13.00 WIB 1. Mengidentifikasi kemampuan S : Ny. N mengatakan masih belum
berpartisipasi dalam aktivitas tertentu bisa melakukan aktivitas secara
13.15 WIB 2. Memfasilitasi aktivitas rutin mandiri
(mis.ambulasi, mobilisasi, dan O:
perawatan diri), jika perlu - Pasien tampak masih tdak bisa Yulita
melakukan aktivitas secara
56

13.30 WIB 3. Melibatkan keluarga dalam aktivitas, mandiri


jika perlu - Pasien tampak masih dibantu
keluarga melakukan aktivitas
- Pasien tampak masih dibantu
13.35 WIB 4. Mengajarkan cara aktivitas yang keluarga untuk pindah dari kursi
dipilih roda ke tempat tidur
- Hemoglobin 10,2 g/dl
5. Mengkolaborasi dengan terapis A : Masalah teratasi sebagian
13.40 WIB okupasi dalam merencanakan dan P : Intervensi dilanjutkan
memonitor program aktivitas, jika 3. Llibatkan keluarga dalam
perlu aktivitas, jika perlu
4. Ajarkan cara aktivitas yang
dipilih
57

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama lebih dari 3
bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Jika terjadi kerusakan ginjal
yang berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu akhirnya produksi sel
darah merah berkurang.
Salah satu gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami anemia
adalah pasien terlihat pucat (anemis), mudah lelah, lesu, badan lemah, pusing,
mata berkunangkunang, nafas sesak, dan penurunan kadar hemoglobin dalam
darah.
4.2 Saran
Maka penulis memberi saran yang diharapkan bermanfaat antara lain :
4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan
prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan
pembuatan laporan.
4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin
dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
4.2.3 Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
secara optimal.

31
58

DAFTAR PUSTAKA
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.2012.
Nahas, Meguid El dan Adeera Levin. Chronic Kidney Disease : A Pratical Guide
to Understanding and Management. USA : Masby Elsevier 2010.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan,Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
SDKI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta
SIKI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1 cetakan II. Jakarta
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUL.2006.
59

Anda mungkin juga menyukai