Final HS Mutahar
Final HS Mutahar
Final HS Mutahar
EDITOR
Faishal Hilmy Maulida, M.Hum
TIM PENYUSUN
Dr. Tri Wahyuning, M.A
Agus Hermanto, S.Pd., M.Hum
Syefri Luwis, M.Hum
Husein
Mutahar
PENGABDIAN DAN KARYANYA
DIREKTORAT SEJARAH
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
INVENTARISASI SUMBER ARSIP
HUSEIN MUTAHAR: PENGABDIAN DAN KARYANYA
EDITOR
Faishal Hilmy Maulida
TIM PENYUSUN
Tri Wahyuning
Agus Hermanto
Syefri Luwis
PENGARAH
Direktur Sejarah | Triana Wulandari
PENANGGUNG JAWAB
Saptari Novia Stri
ILUSTRATOR COVER
Kendra Hanif Paramita
PENERBIT
Direktorat Sejarah
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
ALAMAT REDAKSI
Direktorat Sejarah, Gedung E Lantai 9, Kompleks Kemdikbud,
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, 10270
v
vi | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
November 2019
Direktur Sejarah
Triana Wulandari
SEKAPUR SIRIH
vii
viii | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
November 2019
Nurman Atmasulistya
x | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------ 1
HS. MUTAHAR DALAM LINTASAN SEJARAH:
RIWAYAT SANG PANDU SEJATI --------------------------------- 5
A. Jejak Langkah Husein Mutahar -------------------------------------- 5
B. Penyelamat Bendera Pusaka ------------------------------------------ 8
C. Bapak Pengerek Bendera Pusaka ------------------------------------- 14
D. Pengabdian di Jalur Non Formal ------------------------------------ 17
E. Sepenggal Pengalaman: Di Antara Tokoh Bangsa --------------- 22
1. Husein Mutahar dan Sukarno ----------------------------------- 22
2. Husein Mutahar dan Suharto ------------------------------------ 24
F. Dari Kepanduan hingga Pramuka: Hs. Mutahar
dan Nurman Atmasulistya -------------------------------------------- 30
G. Akhir Hayat Sang Maestro -------------------------------------------- 40
xi
xii | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
S umber sejarah menjadi bagian dari mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan dan menentukan bagi terciptanya suatu penulisan
(historiografi). Dalam ilmu sejarah, keberadaan sumber sejarah merupakan
hal yang sangat penting dalam merekontruksi kembali peristiwa masa
lampau beserta perubahan-perubahannya. Bagi seorang sejarawan
penemuan sumber sejarah adalah suatu hal yang fundamental karena
tanpa sumber, tidak ada sejarah. Peristiwa-peristiwa yang memperlihatkan
adanya kaitan, lebih-lebih jika ikatan itu bersifat sebab akibat, maka
muncul makna sejarah yaitu sebagai kisah. Informasi yang diperoleh dari
data atau sumber sejarah tersebut akan menjawab pertanyaan-pertanyaan
elementer tentang keterangan sekitar apa yang terjadi, siapa pelakunya, di
mana peristiwa itu terjadi, dan kapan peristiwa itu terjadi.
Untuk memperkuat gambaran menyeluruh dan detail tentang
sejarah sebagai kisah, dibutuhkan sumber-sumber yang valid dan
faktual (kredibel) sehingga penelitian tersebut dapat dibuktikan
dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena suatu hasil
penelitian yang tidak menggunakan sumber-sumber yang valid dan
kredibel itu maka penelitian tersebut masih diragukan, kering fakta, dan
kurang bermakna. Kebutuhan akan sumber harus terpenuhi agar sebuah
karya dikatakan ilmiah.
Ada beberapa sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan dalam
melakukan penelitian sejarah. Sumber sejarah memiliki beberapa bentuk,
selain dari sumber tertulis, sumber lisan, sumber audiovisual, juga ada
1
2 | Pendahuluan
yang berupa sumber artefak (kebendaan). Sumber tertulis dalam hal ini
dapat berupa prasasti, dokumen arsip, piagam, manuskrip, buku, dan
sebagainya. Selain itu juga terdapat sumber lisan yang merupakan rekaman
akan ingatan masa lalu yang dituturkan oleh informan didasarkan atas
pengalaman langsung.
Pada kenyataannya, sumber sejarah seperti dokumen tertulis tidak
dapat bertahan ratusan tahun tanpa pemeliharaan yang cermat dan
perawatan yang khusus. Untuk itu, perlu langkah-langkah penyelamatan.
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam usaha penyelamatan di
antaranya kegiatan konservasi dan preservasi yang dalam prakteknya
bukanlah kegiatan yang sederhana. Kegiatan pelestarian (preservasi)
dirancang untuk meminimalisir kerusakan fisik akibat proses kimiawi
terhadap dokumen dan mencegah hilangnya konten informasi. Tujuan
dari program preservasi arsip adalah untuk memastikan bahwa dokumen
arsip akan disimpan dengan tepat sehingga siap untuk digunakan.
Saat ini, dengan berorientasi pada penyelamatan substansi dan
isi, dengan teknologi yang semakin canggih, digitalisasi merupakan
langkah strategis. Upaya digitalisasi sebenarnya sudah dimulai, tapi baru
dilakukan terhadap sedikit sumber (arsip). Di sisi lain, dalam historiografi
sejarah Indonesia, sumber-sumber sejarah ini masih banyak yang belum
diungkap oleh peneliti sejarah. Ada beberapa faktor sumber sejarah
perlu mendapatkan perhatian. Salah satunya sumber itu masih menjadi
catatan yang terpisah dan tersebar di berbagai tempat, berpindah tangan,
belum diketahui, dan sulit untuk diakses oleh orang yang membutuhkan.
Keterbatasan akan informasi keberadaan sumber tersebut menghambat
perkembangan kajian dan penulisan sejarah lebih lanjut.
Untuk itu, keberadaan sumber sejarah dan kondisi fisiknya perlu
diinventarisasi. Inventarisasi itu sendiri bertujuan agar memudahkan
peneliti, penulis, dan peminat sejarah serta masyarakat untuk menemukan
dan memanfaatkan sumber tersebut. Terlebih lagi jika sumber tersebut
merupakan sumber primer yang mencakup semua rekaman sejarah
sezaman yang memungkinkan peneliti sejarah merekonstruksi gambaran
sejarah sebagaimana yang sesungguhnya terjadi yang dibuat oleh tangan
pertama atau oleh pelaku sejarah pada masa peristiwa itu terjadi. Dengan
menghadirkan sejarah yang objektif, masyarakat luas semakin mengetahui,
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 3
5
6 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Gambar 1. Presiden Suharto melantik Duta Besar untuk Perancis, Letjen Askari; Duta Besar
untuk Jerman Barat, Yusuf Ismail; dan Duta Besar untuk Vatikan, Husein Mutahar tanggal
1 Maret 1969 di Istana Negara. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
hanya itu, Mutahar juga diberi sejumlah uang untuk membeli tiket kapal
laut. Malam itu juga ia berangkat ke Jakarta. Keesokan harinya, ketika
Belanda datang ke tempat tahanan Mutahar, mereka hanya menjumpai
kamar tahanan yang kosong. Di Jakarta, untuk beberapa saat, Mutahar
menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang tidak ikut
mengungsi ke Yogyakarta.
Mutahar kemudian mencari tempat tinggal di Jakarta. Ia kemudian
indekos di kediaman R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala
Kepolisian RI yang pertama), di Jalan Pegangsaan Timur 43. Mutahar
selalu mencari informasi dan cara, bagaimanaa bisa segera menyerahkan
bendera pusaka kepada Presiden Sukarno. Pada pertengahan bulan Juni
1949, ia menerima pesan dari Soedjono yang tinggal di Oranje Boulevard
(sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta, yang menyatakan bahwa ada
surat dari Presiden Sukarno. Mutahar segera menemui Soedjono untuk
mengambil surat tersebut, yang isinya ternyata sebuah perintah agar ia
segera menyerahkan bendera pusaka tersebut kepada Soedjono, sehingga
bisa dibawa ke Bangka.
Presiden Sukarno sengaja tidak memerintahkan Mutahar untuk
datang ke Bangka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung
kepadanya. Ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga
kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka, karena
posisinya dalam pengasingan, Presiden Sukarno hanya boleh dikunjungi
oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan
Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Nations Committee for
Indonesia). Soedjono adalah salah satu anggota dari delegasi itu. Setelah
mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Mutahar
berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan
meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter, yang ia sendiri
lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis
mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang,
meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit
sekitar 2 cm dari ujungnya.
Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan,
selanjutnya bendera pusaka diberikan Mutahar kepada Soedjono untuk
diserahkan sendiri kepada Presiden Sukarno. Hal ini sesuai dengan
12 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
dalam latihan itu pada tahun 1967 dengan peserta dari Pramuka Penegak
dari beberapa gugus depan yang ada di DKI Jakarta. Ada kekhasan pada
latihan itu, terutama pada metode pendidikan dan pelatihannya yang
menggunakan pendekatan sistem “Keluarga Bahagia” dan diterapkan
secara nyata dalam konsep “Desa Bahagia”. Di desa itu, para peserta latihan
(warga desa) diajak berperanserta dalam menghayati kehidupan sehari-
hari yang menggambarkan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Ketika terjadi fusi beberapa Direktorat Jenderal di lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Urusan
Pemuda dan Pramuka mengalami beberapa kali pergantian nama, yang
akhirnya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan
Olahraga (Diklusepora). Salah satu direktorat yang berada di bawahnya
adalah Direktorat Pembinaan Generasi Muda (PGM). Direktorat inilah
yang kemudian meneruskan latihan, yang diselenggarakan oleh Gladian
Sentra Nasional.
Mutahar kemudian menyusun ulang dan mengembangkan formasi
pengibaran bendera dengan membagi pasukan menjadi tiga kelompok,
yakni Kelompok 17 (Pengiring/Pemandu), Kelompok 8 (Pembawa/Inti)
dan Kelompok 45 (Pengawal). Formasi ini merupakan simbol dari tanggal
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Republik Indonesia 17
Agustus 1945, (17-8-45). Mutahar terus memikirkan formasi tersebut
dan mencoba mensimulasikan keberadaan pemuda utusan daerah dalam
gagasannya. Ia menyadari bahwa dalam kenyataannya pada saat itu
belum dimungkinkan untuk mendatangkan mereka ke Jakarta. Akhirnya
diperoleh jalan keluar dengan melibatkan putra-putri daerah yang ada
di Jakarta, yang menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan
tugas pengibaran bendera pusaka pada tanggal 17 Agustus.
Mutahar juga merencanakan untuk mengisi personil kelompok 45
(Pengawal) dengan para taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Akabri) sebagai wakil generasi muda ABRI. Akan tetapi
gagasannya tidak dapat diwujudkan mengingat kegiatan tersebut tidak
berbarengan dengan libur antar semester, di samping juga masalah
transportasi dari Magelang ke Jakarta menjadi kendala.
Ia kemudian mengusulkan untuk menggunakan anggota Pasukan
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 17
Gambar 2. Husein Mutahar, Ny. Tien Suharto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam
acara serah terima jabatan Andalan Nasional Urusan Latihan dari Husein Mutahar
(setelah diangkat menjadi Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan) kepada Sri Sultan
Hamengkubuwono IX disaksikan oleh Ibu Tien Suharto, pada tanggal 26 Maret 1969 di
Jalan Merdeka Timur No. 6. (Koleksi Hs Mutahar; 39A/110/1982; 20040723)
Gambar 3. Duplikat bendera pusaka diserahkan kepada daerah tingkat I dan II oleh
Presiden Suharto di Jakarta pada 5 Agustus 1969 melalui Pangkowilhan masing-masing
(Bulletin Paskibraka 78, edisi Juni 2007)
Gambar 4. Presiden Suharto menyerahkan duplikat bendera pusaka merah putih dan
duplikat naskah proklamasi kemerdekaan RI di Bina Graha Jakarta, 10 Agustus 1971.
Sumber foto: Perpustakaan Nasional
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 29
Nurman mulai berkenalan dengan Husein Mutahar yang kala itu masih
berusia 34 tahun. Husein Mutahar kerap kali datang ke Manggarai untuk
berdiskusi dengan Endy Radiman Atmasulistya dan Maman Yastaman
Atmasulistya yang tidak lain adalah kakak pertama dan kedua Nurman.
Endy Radiman sudah aktif di Pandu Rakyat Indonesia sejak tahun
1946. Kedekatan Mutahar dengan kedua kakak Nurman menyebabkan
seringnya pertemuan di Manggarai untuk saling bertukar pikiran
mengenai pandu rakyat Indonesia. Di dalam keluarga Nurman sendiri,
6 bersaudara tersebut aktif dalam kepanduan sedari kecil baik sebagai
pemula, perintis, penuntun, bahkan hingga pemimpin pandu. Keaktifan
Nurman dan saudara-saudaranya di dalam kepanduan terus berlangsung
hingga Pandu dibubarkan yang kemudian dibentuk Gerakan Pramuka di
tahun 1961 sebagai gantinya.
Gambar 5. Foto keluarga M Yasin Atma, saat putra-putranya bersiap berangkat latihan
pandu. Foto diambil di halaman rumah DKA Manggarai Selatan, Jakarta sekitar tahun
1952. Berdiri dari kiri ke kanan: Endy Radiman (putra kesatu), Ennas (istri), Maman
Yastaman (putra kedua), M Yasin Atma, dan Kaman (putra ketiga). Jongkok dari kiri ke
kanan: Sulaeman (putra keempat), Usman (putra keenam), dan Nurman (putra kelima)
Nurman aktif sebagai pandu perintis tahun 1950, ia selalu ikut dalam
berbagai kegiatan upacara seperti dalam upacara ulang janji tanggal 16
Agustus, menjelang hari kemerdekaan 17 Agustus di Pegangsaan Timur
56 dimana Mutahar selalu menjadi pimpinan upacara. Perkenalannya
dengan Mutahar membawa pengaruh bagi Nurman untuk terus
berkembang, bahkan hingga Mutahar aktif di pandu rakyat yang
pusatnya di pindah ke ibukota Jakarta. Husein Mutahar telah ikut aktif
bergerak sebagai pemimpin pandu dimana Husein Mutahar dipercaya
untuk menjadi anggota Kwartir Besar Organisasi Persatuan dan Kesatuan
Kepanduan Nasional Indonesia “Pandu Rakyat Indonesia”.
Dalam perjalanan Pandu Rakyat Indonesia di Jakarta tahun 1957,
Nurman mendapat kepercayaan sebagai penulis lencana Kwartir Cabang
Jakarta. Pada saat gerakan pramuka dibentuk tahun 1961, Nurman
diminta untuk menjadi pembantu Andalan Nasional Urusan Penerangan
oleh Pak Kasur dan merangkap sebagai pembantu Andalan Nasional
Urusan Sekretariat atas permintaan Kolonel dr. Soedjono.
Dalam organisasi gerakan pramuka, selain kwartir, ada Majelis
Pembimbing yang anggotanya terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan
pimpinan instansi pemerintah. Dalam fungsinya, Kwartir Nasional
menjalankan fungsi organisasi, sedangkan Majelis Pembimbing
melakukan pengawasan dan memberikan bantuan moril dan materiil.
Dalam pengelolaan organisasi gerakan pramuka, pemerintah menunjuk
gedung yang terletak di Jalan Medan Merdeka Timur sebagai pusat
organisasi gerakan pramuka tingkat nasional. Struktur organisasi kwartir
nasional beranggotakan 17 orang dengan komposisi Ketua, Wakil Ketua,
dan 15 Andalan Nasional. Delapan diantara Andalan Nasional tersebut
menjalankan kegiatan sehari-hari sebagai Kwartir Nasional Harian.
Adapun yang terlibat aktif dalam kepengurusan gerakan pramuka pertama
terdiri dari ketua Kwartir Nasional, Sultan Hamengkubuwono IX, dan
anggota kwartir nasional yang pada umumnya adalah para menteri.
Andalan nasional yang berjumlah 17 orang ini merupakan policy
maker selama kepengurusan berlangsung. Husein Mutahar masuk
menjadi bagian dari kepengurusuan Kwartir Nasional gerakan pramuka
ketika disahkan pada 20 Mei 1961. Disinilah letak dan peran Mutahar
mulai terbangun sebagai Andalan Nasional Urusan Latihan untuk
36 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Gambar 6. Husein Mutahar (paling kanan) bertindak sebagai saksi dari pernikahan Nurman
Atmasulistya (sebelah kiri Mutahar memakai jas berdasi) dan Sahcriatati di tahun 1969.
Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Gambar 7. Husein Mutahar hadir dan mendampingi prosesi akad nikah pengantin pria
(Nurman Atmasulistya). Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Gambar 8. Tulisan tangan tentang permintaan Husein Mutahar kepada Nurman untuk
membantunya dalam menyempurnakan lagu yang diciptakannya. Lagu tersebut
yang berjudul Senyum Ibuku dan Terima Kasih Ibu adalah 2 lagu persembahan untuk
almarhumah Ibu Tien Suharto yang meninggal 28 April 1996.
40 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Gambar 9. Jenazah Husein Mutahar diusung oleh anggota Paskibraka dan keluarga,
didahului sebuah foto terakhirnya dengan seragam Pramuka lengkap (Bulletin Paskibraka
’78, hal. 5)
Gambar 10. Suasana di saat proses pemakaman Husein Mutahar di Tempat Pemakaman
Umum Jeruk Purut. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
44 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Gambar 11. Karangan bunga dari Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri. Foto
koleksi Nurman Atmasulistya
Gambar 12. Karangan bunga dari Suami Presiden RI, Muhammad Taufiq Kiemas. Foto
koleksi Nurman Atmasulistya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 45
Gambar 13. Karangan bunga dari Keluarga Jend. (Purn) TNI Susilo Bambang Yudhoyono
yang kemudian menjadi Presiden RI Keenam. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Gambar 14. Karangan bunga dari Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan istri. Foto
koleksi Nurman Atmasulistya
46 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Gambar 15. Karangan bunga dari Keluarga Besar dan Pengurus Pusat Purna Paskibraka
Indonesia. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Gambar 16. Karangan bunga dari Menteri Pemberdayaan Perempuan, Hj. Sri Redjeki
Sumaryoto, SH. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
MENGENAL LAGU-LAGU KARYA
HUSEIN MUTAHAR
A. Gambaran Umum
47
48 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
keseluruhan dari lagu yang terdapat di dalam lampiran surat dan lagu
yang ditemukan kemudian di luar 4 tema berjumlah 116 lagu. Namun,
jumlah tersebut masih dimungkinkan ada lagu-lagu karya Mutahar yang
lain yeng belum sempat ditemukan oleh tim penyusun.
Jumlah 116 lagu tersebut ada diantaranya yang merupakan lagu asing
yang di Indonesiakan syairnya oleh Husein Mutahar. Tidak diketahui
kapan lagu-lagu asing tersebut di Indonesiakan, namun jika melihat dari
judul-judulnya hampir semuanya merupakan lagu berbahasa Belanda
dan Inggris yang mungkin saja di Indonesiakan oleh Husein Mutahar
di masa Hindia Belanda atau sebelum kemerdekaan. Dapat disebutkan
lagu-lagu asing yang di Indonesiakan tersebut antara lain lagu berjudul
Bertemu Lagi, Indah Api Merah, Salam, Yo Hayo, Pulang Ke Lumbung,
Balik Gilwell, Ban Sepeda, Sangat Jauh, Di Tenda Makan, Tetapi Saya
Lupa, Minta Duitnya, Bisul Besar, Bertemu Lagi, Kebakaran, Dayung
Mendayung, Lonceng, Bapak Ja’kub, Selamat Tinggal, dan Perpisahan.
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 49
I. Tema Nasional
1. Syukur
2. Hari Merdeka
3. Dwi Warna
4. Terima Kasih Kepada Pahlawanku
5. Dirgahayu Indonesiaku
6. Himne Pancasila
7. Panggilan Membangun
8. Pengakuan
9. Wahai Pemuda
10. Himne Siswa
11. Mars Siswa
12. Mars Khidmat
13. Pekan Olahraga Asia Tenggara (Sea Games)
14. Mars Kongres Umat Islam Indonesia
15. Do’a Kami
16. Senyum Ibuku
17. Terima Kasih Ibu
1. Lagu Syukur
Lagu ini diciptakan pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda.
Tepatnya diciptakan pada tanggal 7 September 1944 di Semarang. Lagu
yang harus dinyanyikan secara pelan dan khidmat ini merupakan cerminan
dari keprihatinan akan nasib dan penderitaan rakyat yang terjajah.
Kondisi sosial masyarakat yang sengsara dan sulit untuk memenuhi
kebutuhan pokok memaksa mereka melakukan berbagai cara untuk
dapat bertahan hidup. Namun di dalam kondisi demikian, ada keyakinan
dan secercah harapan bahwa perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka
akan terwujud di kemudian hari dan bebas dari penderitaan. Beliau
membayangkan akan masa depan negeri ini untuk merdeka sehingga
tidak ada lagi penindasan manusia kepada manusia yang lain.
Apabila melihat pada dokumen arsip pribadinya, ada keterangan
seperti disebutkan Husein Mutahar bahwa lagu Syukur yang diciptakan
ini dibuat serba tujuh, yang itu nampak baik dalam lirik dan birama
merujuk pada tanggal saat dia membuat lagu tersebut. Di lain kesempatan,
yang menarik lagi bahwa pada tanggal 10 April 2001 seperti apa yang
terungkap dalam dokumen arsip, Husein Mutahar merubah kata terakhir
(lirik) pada stanza kedua dan ketiga yang semula kata “Tuan” menjadi
“Johan”. Perubahan kata tersebut mengandung arti bahwa kata “Johan”
sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pahlawan.
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 55
56 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 57
58 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 59
60 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
2. Hari Merdeka
Lagu yang berjudul “Hari Merdeka” diciptakan di Yogyakarta pada tanggal
17 Agustus 1945, menjadi lirik lagu yang wajib dinyanyikan setiap tanggal
17 Agustus dalam peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Makna dari
lagu ini adalah suatu ungkapan rasa syukur terhadap kemerdekaan yang
diraih oleh bangsa Indonesia pada tahun 1945 sebagai hasil jerih payah
perjuangan rakyat untuk membebaskan diri dari penjajahan. Bahwa
kemerdekaan yang diraih berkat perjuangan bangsa Indonesia sendiri
dan bukan atas pemberian dari bangsa lain sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa bagi kita semua. Oleh karena itu, kemerdekaan yang telah diraih
bangsa Indonesia hingga kini patut dipertahankan dengan jiwa dan raga.
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 61
62 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
3. Dwi Warna
Lagu Dwi Warna (dua warna) yang diciptakan pada tahun 1952 adalah
penggambaran dari bendera Merah Putih. Bendera Merah Putih
melambangkan kedaulatan, jati diri bangsa, persatuan, identitas Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tanda kehormatan. Merah yang berarti
berani dan putih yang berarti suci merangkum nilai-nilai kepahlawanan,
patriotisme, dan nasionalisme. Dwi Warna mencerminkan kemandirian
dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 63
64 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 65
5. Dirgahayu Indonesiaku
Lagu Dirgahayu Indonesiaku diciptakan oleh Mutahar pada 23 Maret
1995 untuk memperingati ulang tahun ke-50 kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1995. Lagu ini menjadi lagu resmi dalam peringatan tersebut
sebagai ungkapan yang bermakna panjang umur Indonesiaku.
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 69
70 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 71
72 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 73
6. Himne Pancasila
74 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 75
76 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
7. Panggilan Membangun
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 77
8. Pengakuan
78 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
9. Wahai Pemuda
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 79
80 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
15 Doa Kami
90 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 91
92 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 93
94 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 95
18 Bukit Biru
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 105
19 Gema
106 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
31. Gembira
122 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
56. Kebakaran
152 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
59. Ke Pitaran
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 155
86. Uang
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 207
208 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
95. Salam
218 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
103. Ke Ambalan
226 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
107. Dimana
230 | Mengenal Lagu-Lagu Karya Husein Mutahar
108. Lonceng
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 231
111. Perpisahan
HUSEIN MUTAHAR
DALAM KENANGAN
Kursus Pemimpin Pemula tahun 1959 di lapangan Perguruan Tinggi Kedokteran (PTK),
Jakarta. Duduk di baris tengah dari kiri ke kanan: Kak Sukari, Abunda Mastini, Kak Mutahar,
dan Kak Dwi Soedibjo. Foto koleksi Iwan Setiawan Nazir
235
236 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Husein Mutahar
sedang menyematkan
Tali Rimba Pandu
Perintis Jakarta-1
kepada Didid
Tjindarbumi pada
acara latihan Perintis
Jakarta-1, Judistira di
lapangan Perguruan
Tinggi Kedokteran
(PTK), Salemba,
Jakarta. Foto koleksi
Iwan Setiawan Nazir,
tanpa keterangan
waktu
Husein Mutahar
sedang membuka
Desa Pandu,
medio 1954. Foto
koleksi Nurman
Atmasulistya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 237
Husein Mutahar dan Ipuh Emi Sudibyo sedang membuka Desa Pandu, medio 1954. Foto
koleksi Iwan Setiawan Nazir
Presiden Suharto melantik Duta Besar untuk Perancis, Letjen Askari, Duta Besar Jerman
Barat Yusuf Ismail, dan untuk Vatikan, Husein Mutahar tanggal 1 Maret 1969 di Istana
Negara. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
238 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Masagung (kiri) dan Husein Mutahar (kanan) yang akan menempati posnya sebagai
Dubes RI untuk Takhta Suci Vatikan sedang menyampaikan amanatnya pada saat Upacara
perpisahan yang diselenggarakan oleh Yayasan Idayu di Kwitang no. 13 Jakarta tanggal 11
Januari 1969. Koleksi Perpustakaan Nasional RI
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 239
Dari kiri ke kanan: Ny. Sumantri Hardjoprakoso, Ny. Ayu Agung, Husein Mutahar, Ny. Said
Reksohardiprodjo, Ny. Rochmuljati Hamzah, dan Mayjen. Prof. Dr. Sumantri Hardjoprakoso
dalam rangka upacara perpisahan serta pelepasan Husein Mutahar sebagai Duta Besar RI
untuk Takhta Suci Vatikan, diselenggarakan oleh Yayasan Idayu di Kwitang No. 13 Jakarta
pada tanggal 11 Januari 1969. Foto F.X. Purwanto, Koleksi Perpustakaan RI
Ny. Djusnah Asif (kiri) dan Husein Mutahar (kanan) dalam rangka kunjungan perpisahan
ke Idayu di Kwitang Nomor 13 Jakarta pada tanggal 11 Januari 1969 berkenaan dengan
diangkatnya sebagai Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan. Foto F.X. Purwanto, Koleksi
Perpustakaan RI
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 241
Dari kiri ke kanan: Moh. Said Reksohadiprodjo, Husein Mutahar (Duber RI untuk Takhta
Suci Vatikan) dan Masagung dalam rangka perpisahan/pelepasan Husein Mutahar menuju
posnya. Upacara diselenggarakan oleh Yayasan Idayu di Kwitang No. 13 Jakarta pada
tanggal 11 Januari 1969. Foto F.X. Purwanto, Koleksi Perpustakaan RI
242 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Husein Mutahar di
Yayasan Idayu, Foto
koleksi Perpustakaan
Nasiona
Upacara serah terima jabatan Andalan Nasional Urusan Latihan pada tanggal 26 Maret
1969 di Jalan Merdeka Timur No. 6. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 243
Upacara serah terima jabatan Andalan Nasional Urusan Latihan pada tanggal 26 Maret
1969 di Jalan Merdeka Timur No. 6. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
Upacara serah terima jabatan Andalan Nasional Urusan Latihan pada tanggal 26 Maret
1969 di Jalan Merdeka Timur No. 6. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
244 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Upacara serah terima jabatan Andalan Nasional Urusan Latihan pada tanggal 26 Maret
1969 di Jalan Merdeka Timur No. 6. Foto koleksi Perpustakaan Nasional RI
Husein Mutahar selaku Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan menyambut Presiden
Suharto saat tiba di Vatikan pada November 1972. Foto koleksi Sukari
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 245
Dari kiri ke kanan: Emil Salim, Adam Malik, dan Husein Mutahar di kediaman Duta Besar
Indonesia di Vatikan dalam kunjungan kenegaraan Presidden Suharto tahun 1972. Foto
koleksi Sukari
Husein Mutahar dan Ibu Tien Suharto di Kedutaan Besar RI di Vatikan tahun 1972. Foto
koleksi Sukari
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 247
Husein Mutahar dan beberapa pejabat negara lain di kediaman Duta Besar Indonesia di
Vatikan. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan waktu
Husein Mutahar dan beberapa pejabat negara lain di kediaman Duta Besar Indonesia di
Vatikan. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan waktu
248 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Husein Mutahar dan Ibu Tien Suharto pada kunjungan kenegaraan ke Vatikan tahun 1972.
Foto koleksi Sukari
Dari kiri ke kanan: Seorang pastur, Husein Mutahar, dan Romo Soegijapranata di Vatikan.
Foto koleksi Sukari tanpa keterangan tempat dan waktu
Husein Mutahar dan Romo Soegijapranata saat dalam kebersamaan di suatu acara di
Vatikan. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan tempat dan waktu
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 251
Husein Mutahar beserta beberapa pegawai Kedutaan Besar RI di Takhta Suci Vatikan dalam
rangka peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan
waktu
Husein Mutahar sedang berbicara dengan para tamu di kediaman Duta Besar Indonesia di
Vatikan. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan waktu
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 253
Husein Mutahar saat berbicara dengan para tamu di kediaman Duta Besar Indonesia di
Vatikan. Foto koleksi Sukari tanpa keterangan waktu
Husein Mutahar dan para pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia di Takhta Suci
Vatikan saat perayaan Hari Natal kediaman Duta Besar Indonesia di Vatikan. Foto koleksi
Sukari tanpa keterangan waktu
254 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Upacara serah terima jabatan Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri (Deplu) dari
Husein Mutahar kepada Sarwo Edhie Wibowo dengan Inspektur Upacara Menlu Prof.
Mochtar Kusumaatmadja SH. Bertempat di Deplu tanggal 4 Agustus 1978. Sumber:
Perpurnas RI
Upacara serah terima jabatan Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri (Deplu) dari
Husein Mutahar kepada Sarwo Edhie Wibowo dengan Inspektur Upacara Menlu Prof.
Mochtar Kusumaatmadja SH. Bertempat di Deplu tanggal 4 Agustus 1978. Sumber:
Perpurnas RI
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 255
Jumpa pers dengan Kwarnas Gerakan Pramuka yang dihadiri Sekjen PWI Soenardi
Supangat, Dirjen Pers dan Grafika Sukarno SH, Kakwarnas Mashudi H. Koesno Utomo, Prof.
Napitulu, Husein Mutahar, dan H Soedarsono di Press Club Indonesia tanggal 14 Juni 1979.
Sumber: Perpurnas RI
Jumpa pers dengan Kwarnas Gerakan Pramuka yang dihadiri Sekjen PWI Soenardi
Supangat, Dirjen Pers dan Grafika Sukarno SH, Kakwarnas Mashudi H. Koesno Utomo, Prof.
Napitulu, Husein Mutahar, dan H Soedarsono di Press Club Indonesia tanggal 14 Juni 1979.
Sumber: Perpurnas RI
256 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Duduk dari kiri ke kanan: Istri M Sarbini, Husein Mutahar, Mastini Hardjoprakoso MLS, J
Liem Beng Kiat, dan Nurman Atmasulistya dalam persiapan acara penyematan lencana
Pancawarsa Gerakan Pramuka oleh Presiden Suharto saat bertindak sebagai ketua
Mabinas (Majelis Pembimbing Nasional) yang berlangsung di Graha Wisata Pramuka
Cibubur tanggal 19 Juli 1984. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Nurman Atmasulistya bersama Husein Mutahar, Mastini Hardjoprakoso MLS, dan J Liem
Beng Kiat saat penyematan lencana Pancawarsa Gerakan Pramuka oleh Presiden Suharto
yang bertindak sebagai ketua Mabinas (Majelis Pembimbing Nasional) yang berlangsung
di Graha Wisata Pramuka Cibubur tanggal 19 Juli 1984. Foto koleksi Nurman Atmasulistya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 257
Dalam acara Apel Besar Hari Pramuka tahun 1985, Presiden Suharto menyematkan tanda
penghargaan “Melati” secara simbolis kepada H. Kusno Utomo, Hs. Mutahar, Soeparjo
Rustam, GH. Mantik, Mohammad Noer, ny. D. Bunakim di Cibubur, Jakarta. Sumber Foto:
Patah Tumbuh Hilang Berganti. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka 1987, hal. 170
Husein Mutahar memimpin Paduan Suara Reuni Pandu Rakyat Indonesia di TMII dalam
rangka 40 Tahun Pandu Rakyat dihadiri Ibu Tien Suharto tahun 1985. Foto koleksi Sukari
258 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Husein Mutahar sedang bersama para anggota Pramuka. Foto koleksi Nurman Atmasulistya,
tanpa keterangan waktu
Husein Mutahar. Foto koleksi Nurman Atmasulistya, tanpa keterangan tempat dan waktu
260 | Husein Mutahar Dalam Kenangan
Ulang Janji antara Kak Mutahar dan Didid Tjindarbumi pada reuni Jakarta – 1 tahun 1994
di rumah Zaid Alatas, Megamendung. Foto koleksi Iwan Setiawan Nazir
Foto Temu Kangen Anggota Pandu Rakyat Indonesia, Jakarta Periode 1950-1961, 22
Februari 2004. Pada usianya yang sudah senja, ia tetap dikelilingi anak didiknya (adik
binaan) yang begitu menghormatinya. Sumber: Reuni Pandu Rakyat Indonesia 2011, hlm.
107
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 261
Foto Temu Kangen Anggota Pandu Rakyat Indonesia, Jakarta Periode 1950-1961, 22
Februari 2004. Sumber: Reuni Pandu Rakyat Indonesia 2011, hlm. 107
Foto Temu Kangen Anggota Pandu Rakyat Indonesia, Jakarta Periode 1950-1961, 22
Februari 2004. Sumber: Reuni Pandu Rakyat Indonesia 2011, hlm. 107
PENUTUP
263
264 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Buku
40 Lagu Untuk Pandu, Tanpa Tahun. Dikumpulkan oleh H Mutahar
50 Tahun Gerakan Pramuka, 2011. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan
Nasional
Bertold DH Sinaulan dan Untung Widyanto, 2011. Satu Pramuka Untuk
Satu Indonesia, Jayalah Indonesia, 50 Tahun Gerakan Pramuka.
Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Bondan Winarno, 2002. Berkibarlah Benderaku: Tradisi Pengibaran
Bendera Pusaka. Jakarta: TSA Komunika
Cindy Adams, 2007. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (terj.
Syamsu Hadi), Jakarta: Yayasan Bung Karno
G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin (Ed.), 2003. Jejak Langkah Pak
Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988. Jakarta: PT. Citra Kharisma
Bunda Jakarta
Moch. Muchtar dkk, 2001. Himpunan Lagu Pramuka. Bandung: Kwartir
Daerah Gerakan Pramuka Jawa Barat
Patah Tumbuh Hilang Berganti, 1987. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka
Pedoman Kegiatan Pasukan Bendera Pusaka (Paskibraka), 2015. Jakarta:
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
Reuni Pandu Rakyat Indonesia 2011, 2011. Jakarta
265
266 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Wawancara
Transkrip Wawancara dengan Kak Nurman Atma Sulistya, tanggal 10
Maret 2019 di Jl. D Nomor 19 RT. 006 RW 04, Kebon Baru Utara,
Jakarta Selatan, pukul 16.00 WIB, kelahiran Madiun, 31 Juli 1936
Transkrip Wawancara dengan Kak Nurman Atma Sulistya, tanggal 4
Oktober 2019 di Direktorat Sejarah, Komp. Kemendikbud Jakarta
pukul 13.30 WIB
Transkrip Wawancara dengan Kak Sukari, tanggal 4 Mei 2019 di Jl. Nipah
Gg. 9, Petogogan, Jakarta Selatan, pukul 10.10 WIB, kelahiran
Ambarawa 1 Maret 1929
Internet
https://www.liputan6.com/health/read/3621464/kisah-husein-
mutahar-bapak-paskibraka-yang-selamatkan-bendera-pusaka-dari-
serangan-belanda, diunduh tanggal 17 Oktober 2019, pukul 10.07
WIB
https://www.kompasiana.com/bertysinaulan/5880fc0fad9273c51
6d86130/h-mutahar-bapak-paskibraka-yang-dititipi-merah-putih-
oleh-bung-karno?page=all, diunduh tanggal 17 Oktober 2019,
pukul 14.30 WIB
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 267
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/12/16572041/husein-
mutahar-kisah-penyelamatan-bendera-dan-pembentukan-
pramuka?page=all, diunduh tanggal 17 Oktober 2019, pukul 15.05
WIB
https://news.detik.com/berita/d-3000840/mutahar-dan-idik-tokoh-di-
balik-lahirnya-paskibraka, diunduh tanggal 17 Oktober 2019, pukul
15.36 WIB
https://www.tribunnewswiki.com/2019/08/12/husein-mutahar,
diunduh tanggal 17 Oktober 2019, pukul 16.10 WIB
LAMPIRAN-LAMPIRAN
268
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 269
270 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 271
272 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 273
274 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 275
276 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya
Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 277
278 | Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya