Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Dokumen PDF Dikonversi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

X DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAFASAN AKIBAT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
(ISPA) DI RSUD R SYAMSUDIN SH KOTA SUKABUMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Karya Tulis Ilmiah
Pada Program D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Oleh :
N ENENG PAUZIAH
32722001D19071

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2021/2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. X DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAFASAN AKIBAT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
(ISPA) DI RSUD R SYAMSUDIN SH KOTA SUKABUMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Karya Tulis Ilmiah
Pada Program D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Oleh :
N ENENG PAUZIAH
32722001D19071

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2021/2022
SURAT PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL KTI TAHUN
AKADEMIK 2021/2022

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Pembimbing Utama
Nama : Asmarawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Jabatan : Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping
Nama : Rani Fitriani Arifin, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Jabatan : Pembimbing Pendamping

Dengan ini memberitahukan bahwa mahasiswa bimbingan kami:


Nama : Neneng Pauziah
NIM : 32722001D19071

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Anak Pada An. X Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

Telah disetujui untuk melaksanakan ujian seminar proposal pada:


Hari : Selasa, 1 Maret 2022
Jam : 14.00-15.00 Wib
Tempat : Kampus STIKESMI

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Asmarawati, ( Rani Fitriani Arifin,


S.Kep.,Ners.,M.Kep) S.Kep.,Ners.,M.Kep)
NIDN.0422038003 NIDN.
3
Judul : Asuhan Keperawatan Anak Pada An. X Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Di
RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi
Nama : Neneng Pauziah

NIM : 32722001D19071

USULAN PROPOSAL
Usulan proposal ini telah disetujui untuk diajukan dihadapan
Tim Penguji KTI Program Studi III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Sukabumi, Februari 2022

Menyetujui:

Pembimbing Utama

(Asmarawati,
S,Kep.,Ners.,M.Kep)
NIDN.0422038003

Pembimbing Pendamping

( Rani Fitriani Arifin,


S.Kep.,Ners.,M.Kep) NIDN.

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya karena telah memberikan kenikmatan dan
kesehatan yang tak ternilai harganya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada jungjunan kita umat Nabi Muhamad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Alhamdullilah dengan segala kemampuan yang dimiliki penulis dapat
menyelesaikan Proposal karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada An. X Dengan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan
Atas (Ispa) Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi” sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan Program DIII Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi. oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. H. Iwan Permana, S.KM., S.Kep., M.Kep. Selaku ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Sukabumi
2. Yeni Yulianti,S.Kp,M.Kep selaku Ketua Program Study DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi
3. Asmarawanti, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku pembimbing utama Proposal karya
Tulis Ilmiah yang selalu memberi saran dan tambahan agar Tugas akhir ini
menjadi lebih baik.
4. Rani Fitriani Arifin, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku pembimbing pendamping
Proposal karya Tulis Ilmiah yang selalu memberi saran dan tambahan agar
Tugas akhir ini menjadi lebih baik.
5. Kedua orang tua penulis yang senantiasa selalu memberi dukungan baik
material maupun do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikannya hingga
akhir.
6. Teman sejawat mahasiswa/I angkatan 2019 yang sama – sama sedang
berjuang, dan selalu membantu serta mendukung penulis.

5
7. Serta semua pihak yang bersangkutan yang tidak dapat penulis sebut satu
persatu
Penulis menyadari Proposal Karya Tulis ini masih banyak kekurangan, maka
penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak supaya lebih dapat
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Akhirnya penulis berharap semoga
Proposal Karya Tulis ini walaupun sederhana dapat bermanfaat bagi pembaca
umumya dan penulis khususnya

Sukabumi, Oktober 2021

Penulis

6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR BAGAN vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan 8
1.3.1 Tujuan Umum 8
1.3.2 Tujuan Khusus 8
1.4 Manfaat 9
1.4.1 Bagi Penulis 9
1.4.2 Lahan Praktis 9
1.4.3 Bagi Institusi STIKES Sukabumi 9
BAB II TUNJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
10
2.1.1. Definisi ISPA 10
2.1.2. Anatomi dan Fisiologis 10
2.1.3. Etiologi ISPA 14
2.1.4. Menifestasi Klinis ISPA 14
2.1.5. Patofisiologi ISPA 14
2.1.6. Klasifikasi ISPA 18
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik ISPA 20
2.1.8. Penatalaksanaan ISPA 21
2.1.9. Komplikasi ISPA 22
2.1.10. Factor Resiko Terjadinya ISPA
23

7
2.2 Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler (1 –
3 Tahun) 23
2.2.1. Pertumbuhan Biologis
24
2.2.2. Perkembangan Motorik Kasar dan Halus
26
2.2.3. Perkembangan Psikososial
27
2.2.4. Perkembangan Rasa Autonomi (Erikson)
27
2.2.5. Perkembangan Kognitif (Fase Sensorimotor dan
Prakonseptual) 28
2.2.6. Perkembangan Spiritual
29
2.2.7. Perkembangan Citra Tubuh
29
2.2.8. Perkembangan Seksual
30
2.2.9. Perkembangan Sosial
30
2.2.10. Bahasa
31
2.2.11. Konsep Hospitalisasi Pada Anak Usia Thodler.................31
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA) 33
2.3.1 Pengkajian Keperawatan 33
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 45
2.3.3 Intervensi Keperawatan 46
2.3.4 Implementasi Keperawatan 52
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

8
3.1 Rancangan Studi Kasus 53
3.2 Subyek Studi Kasus 53
3.3 Fokus Studi Kasus 53
3.4 Definisi Operasional 55
3.5 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus 55
3.6 Metode Pengumpulan Data 56
3.7 Analisis Data Dan Penyajian Data 57
3.8 Etik studi kasus 59

DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN – LAMPIRAN 66

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Frekuensi Pernafasan Normal Anak 42

Tabel 2.2 Jenis/Pola Pernafasan 42

Tabel 2.3 Pola Frekuensi Jantung Dan Nadi 43

Tabel 2.4 Tabel Intervensi Keperawatan 47

9
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Modifikasi bagan patofisiologi Infeksi Saluran Penafasan Akit

(ISPA) 17

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil kampanye global Every Last Child Campaign yang di gagas Save

The Children pada April 2016 menyatakan, anak-anak di seluruh dunia

mendapatkan hak yang sama untuk kelangsungan hidup dan mendapatkan

akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hak setiap anak untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan juga didukung dalam UU No 36 tahun

2009 tentang Kesehatan. Disebutkan bahwa, upaya pemeliharaan kesehatan

anak dilakukan sejak dalam kandungan, bayi, Balita, hingga remaja; termasuk

upaya pemeliharaan kesehatan anak cacat dan anak yang memerlukan

perlindungan.

Balita merupakan usia dimana berbagai jenis penyakit termasuk penyakit

ISPA karena bisa dengan mudah menyerang oleh karena sistem imunitas

balita belum optimal. Seseorang bisa terkena ISPA jika kekebalan tubuh atau

imunitasnya menurun. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan balita terkena

ISPA yakni berat badan pad saat lahir, asi eksklusif, status imunisasi, ventilasi

rumah, dan pencemaran udara. Beberapa faktor di atas dapat menjadi

penyebab terjadinya ISPA, asupan gizi balita sebelum dan sesudah lahir dapat

menjadi penentu agar balita memiliki kondisi fisik yang sehat, pemberian asi

eksklusif juga dapat berperan penting agar balita memiliki kekebalan tubuh

yang baik agar pada saat tubuh diserang oleh agen penyakit maka kekebalan

1
tubuh dapat merespon masukya benda asing kedala tubuh agar tubuh bisa

terhindar dari agen-agen yang dapat menyebabkan penyakit (Ginting, 2020).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah

kematian pada anak di Negara berkembang. ISPA adalah penyakit saluran

pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan

berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau

infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung, faktor

lingkungan, faktor pejamu. Namun demikian, sering juga ISPA didefenisikan

sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen

infeksius yang ditularkan dari manusia kemanusia. Timbulnya gelaja biasanya

cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya

meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek),

sesaknapas, mengi, atau kesulitan bernapas (Masriadi,2017).

Hasil Survey yang dilakukan WHO pada tahun 2013, diperkirakan kasus

ISPA pada anak dengan usia di bawah 5 tahun menunjukan angka tertinggi

pada wilayah asia tenggara sebanyak 168.74 juta kasus, sedangkan diurutan

kedua wilayah pasifik barat dengan jumlah kasus baru 133.05 juta. selain itu,

Indonesia termasuk kedalam 15 besar negara dengan estimasi tertinggi kasus

ISPA.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2016, ada 10 penyebab utama

kematian di dunia, dikatakan bahwa dari 56,9 juta kematian yang ada di

seluruh dunia 54% diantaranya disebabkan oleh 10 penyebab kematian

tersebut, salah satunya adalah infeksi pernapasan bawah yang merupakan

1
penyumbang kematian terbesar dari kategori penyakit menular yaitu 3 juta

kematian pada tahun 2016. Data dari organisasi kesehatan dunia pada tahun

2018 ada kurang lebih 960.000 balita yang meninggal dunia dan hal tersebut

disebabkan oleh ISPA (WHO, 2018).

Berdasarkan Prevalensi ISPA tahun 2016 di Indonesia telah mencapai

25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4% dengan 16

provinsi di antaranya mempunyai prvalensi di atas angka nasional. Selain itu

ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyaki tterbanyak di rumah sakit.

Survey motalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA pada tahun 2016

menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia

dengan persentase 32,10 % dari seluruh kematian balita. (Kemenkes RI,2016)

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat menyatakan ISPA masih merupakan

urutan pertama penyakit terbanyak pada balita di Propinsi Jawa Barat yakni

sebesar 33,44%.

Menurut Prevelensi ISPA Riskesdas 2018 menyatakan kasus ISPA di kota

Sukabumi mencapai 17,75% atau 3.714 kasus dan kelompok usia balita

terbanyak yang mengalami ISPA yaitu usia 24-35 bulan dengan jumlah kasus

sebanyak 1.406 kasus.

Data dinas kesehatan Kota Sukabumi Pada tahun 2018 merupakan urutan

pertama dari 10 besar penyakit di Kota Sukabumi dengan jumlah kasus yang

ditemukan sebanyak 73.455 kasus. Distribusi frekuensi 10 penyakit tertinggi

di Kota Sukabumi diurutan pertama yaitu ISPA akut tidak spesifik 73,455

kasus (17%), Nasofaringitis akut 42.313 kasus (10%), Hipertensi primer

1
(esensial) 41.197 kasus (10%) , Diare dan Gastroenteritis 29.689 kasus (7%),

Myalgia 28.597 kasus (7%), Demam yang tidak diketahui sebabnya 23.643

kausus (5%), Tukak lambung 23.234 kasus (5%), Faringitis akut 19.892

kasusu (4%), Diabetes Melitus tidak spesifik 17.348 kasusu (4%), Skabies

16.975 kasus (4%).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit

yang banyak menyerang masyarakat terutama pada bayi dan anak-anak.

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan infeksi di sistem pernapasan atas

seperti sinus dan tenggorokan. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus atau

bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis

akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis.

Menurut World Health Organization (WHO) ‘Cough and cold remidies for

the treatment of acute respiratory infections in young children, common cold

atau coryza atau acute nasopharingitis atau acute pharingorhinitis adalah

penyakit yang tergolong dalam ISPA bagian atas. Sedangkan ISPA bagian

bawah misalnya faringitis (radang tenggorokan), tonsilitis (radang pada

daerah tonsil), sinusitis (radang pada daerah sinus rongga hidung) dan otitis

media (radang telinga tengah). Sementara penyakit pneumonia, bronchitis,

dan bronchiolitis, dengan keluhan yang mirip juga disertai batuk, merupakan

penyakit yang tergolong dalam ISPA bagian bawah. (Agnes Tri

Harjaningrum, 2011).

Masalah keperawatan utama yang sering muncul pada ISPA menurut

Dewi Wulandari et.al, 2016 adalah Pola Nafas Tidak Efektif. Definisi Pola

1
Nafas Tidak Efektif menurut NANDA 2018 adalah inspirasi dan/atau

ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Masalah keperawatan

tersebut harus segera diatasi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan

dan kematian pada anak.

Jika masalah ISPA tidak segera ditangani, maka infeksi dapat menyebar

keseluruh sistem pernapasan sehingga menyebabkan tubuh tidak tercukupi

oleh oksigen dan menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu. Dalam

kasus fatal, ISPA dapat menyebabkan kematian. Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit

menular di dunia. Angka mortalitas ISPA mencapai 4,25 juta setiap tahun di

dunia (Najmah, 2016). Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

masih merupakan masalah kesehatan yang utama karena merupakan

penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia.Infeksi saluran

pernapasan atas merupakan penyebab kematian dan kesakitan balita dan anak

di Indonesia. Angka kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA)

pada balita dan anak di Indonesia masih tinggi (Safarina, 2015) sehingga

ISPA berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.

Pemenuhan kebutuhan oksigen pada klien yang mengalami ISPA akan

mengalami hambatan, karena terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen atau fungsi pernapasan yang dipengaruhi oleh kondisi seperti:

pergerakan udara masuk atau keluar dari paru, difusi oksigen dan karbon

dioksida, dan transport oksigen dan karbon dioksida melalui darah keseluruh

jaringan. Menurut Eni & Yupi (2015), oksigen dipengaruhi oleh tiga faktor

1
yaitu: Hiperventilasi, Hipoventilasi, dan Hipoksia. Untuk itu dibutuhkan

tindakan cepat dan tepat dalam menangani penyakit ISPA sehingga

pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terpenuhi.

Dampak yang timbul pada penyakit ISPA ini adalah anak menjadi sulit

bernafas, muntah-muntah, anak menjadi malas bermain dan muncul suara

wheezing saat bernafas. Dan apabila dampak dari ISPA tidak segera diobati

dan dilakukan dengan menanganan yang baik dalam jangka waktu yang lama

dapat menimbulkan komplikasi seperti bronchitis, Pneumonia, otitis media,

sinusitis, gagal nafas, cardiac arrest, syok dsb. (Marni, 2014).

Dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul pada anak dengan ISPA,

perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan asuhan

keperawatan diantaranya sebagai Care giver, Advokat, Fasilitator,

Coordinator, Educator. Sebagai perawat juga harus mampu memberikan

asuhan keperawatan secara tepat dan komprehensif sesuai dengan tugas

perawat. Perawat harus selalu meningkatkan pelayanan kesehatan. Oleh

karena itu perawat mempunyai upaya sangat penting dalam memberikan

asuhan keperawatan dengan ISPA, diantaranya dalam segi promotif yaitu

peran perawat dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan dan

penyuluhan mengenai edukasi yang berkaitan dengan infeksi saluran

pernapasan akut. Edukasi tersebut dapat berupa tanda dan gejala awal ISPA

pada anak, dan melatih batuk efektif, dalam segi preventif sebagai perawat

dapat melakukan peningkatan jangkauan penemuan dini penderita ISPA

seperti: pemenuhan nutrisi serta istirahat, menciptakan rumah yang sehat,

1
menghindarkan anak dari polusi udara, dalam segi kuratif sebagai perawat

dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional untuk menemukan

permasalahan yang terjadi dalam proses keperawatan ini perawat dapat

menemukan beberapa masalah yang muncul dan memberikan

penatalaksanaan sesuai dengan masalah yang muncul. Kemudian perawat

sebagai advokat (rehabilitatif) dapat membantu keluarga mengambil

keputusan dalam menangani penyakit ISPA, sedangkan dari segi

rehabilitatifyang dapat dilaksanakan perawat adalah dengan melatih batuk

efektif dan memberikan penyuluhan (menjaga lingkungan tetap bersih dan

memakai penutup hidung bila kontak langsung dengan salah satu anggota

keluarga yang menderita ISPA). Upaya untuk mencegah terjadinya ISPA

pada anak yaitu: meningkatkan gizi anak, memberikan imunisasi lengkap,

memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai

gejala ISPA tetapi mempunyai anggota keluarga yang menderita ISPA

(Ainurikhamah,2020).

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin melakukan Asuhan Keperawatan

Pada anak ISPA. menggunakan metode Studi Kasus dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada An. X Dengan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Di RSUD R Syamsudin SH

Kota Sukabumi ”

1.2 Rumusan Masalah

1
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada An. X Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Di RSUD

R Syamsudin SH Kota Sukabumi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada An. X Dengan

Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas

(Ispa) Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian pada An. X Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Di

RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

2) Menetapkan diagnose keperawatan pada An. X Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa)

Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

3) Menyusun Perencanaan Keperawatan pada An. X Dengan

Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan

Atas (Ispa) Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

4) Melaksanakan Implementasi keperawatan pada An. X Dengan

Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan

Atas (Ispa) Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

1
5) Melakukan Evaluasi Keperawatan pada An. X Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa)

Di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan secara langsung Asuhan Keperawatan

serta Menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan

keperawatan terutama pada anak dengan ISPA.

1.4.2 Lahan Praktis

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat dalam upaya

untuk meningkatkan mutu pelayanan kepeawatan anak khususnya

pada pasien dengan ISPA.

1.4.3 Bagi Institusi STIKES Sukabumi

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah keilmuan keperawatan

Anak terutama yang berhubungan dengan pemberian asuhan

keperawatan pada anak dengan ISPA, sehingga menambah reverensi

bagi mahasiswa Stikesmi.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

2.1.1. Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut

yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran

pernafasan bagian bawah. (Karundeng Y.M, et al. 2016).

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring,

laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan

melembabkan udara yang dihirup. (Nursing Students, 2015) .

Pernafasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari

luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta

menghembuskann udara yang banyak mengandung karbondioksida

sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh (ekspirasi). Proses

respirasi terjadi karena adanya perbedaab tekanan antara rongga

pleura dan paru.

Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas

dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan

dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen

dari darah, oksigen menembus membran, di ambil oleh sel darah

2
merah di bawa ke jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh

tubuh. Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan

menembus membran alveoli dan kapiler darah di keluarkan melalui

pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R,

2013).

a. Hidung

Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang

hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar

yang bermuara ke rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga

hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh

darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada saat udara masuk

melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam

vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta

dilembabkan.

b. Faring

Faring (Tekak) adalah pipa yang memiliki otot, memanjang mulai

dari dasar tengkorak sampai dengan esofagus dan batas tulang rawan

krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan

letaknya, yani nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut

(orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).

c. Laring

2
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri

atas bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran,

yang terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.

d. Epiglotis

Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup

laring ketika orang sedang menelan.

e. Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan

bronkhus, segmen bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi

mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.

f. Trakhea

Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan

panjang 11 cm . Trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke

bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5. Trakhea tersebut tersusun

atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa

cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas

epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.

g. Bronkhus

Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas

dua percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek

dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah,

2
dan bawah, sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan

yang berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah

bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.

h. Paru

Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu

sendiri di dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan

diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura

yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi

oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru

kanan dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat

organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan

bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat

elastis, berpori, dan memiliki fungsi pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida.

i. Alveoli

Alveolus memiliki fungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dan

karbon dioksida, bentuk alveolus berupa kantong kecil membuatnya

mirip seperti buah anggur, memiliki jumlah kantong sebanyak 480 juta.

Ketika seseorang menghirup udara maka kantong tersebut akan

mengembang dan sebaliknya jika menghembuskan nafas maka kantong

2
akan mengempis. Letak alveolus berada di ujung bronkhiolus pada

paru-paru.

2.1.3. Etiologi ISPA

Menurut Marni, 2014 ISPA (Infeksi Sluran pernafasan Akut)

dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri : Escherichia coli, streptococcus pneumoniae, chlamidya

trachomaatis, clamidia pneumonia, mycoplasma pneumoniae,

dan beberapa bakteri lainnya.

2. Virus : miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornafirus, virus

influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratorik syncytial

virus, dan beberapa virus lainnya.

2.1.4. Menifestasi Klinis

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,

nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri

retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7

hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah

dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya

menunjukkan adanya penyulit. (Yenilis Suriani, 2018).

2.1.5. Patofisiologi

2
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) perjalanan alamiah penyakit

ISPA dibagi menjadi 4 tahap:

1. Tahap prepatogenesis: penyebab telah ada tetapi belum

menunjukan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi: virus merusak lapisan epitel dan lapisan

mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan

daya tahan sebelumnya rendah.

3. Tahap dini penyakit: dimulai dari munculnya gejala penyakit,

timbul gejala demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit: dibagi menjadi empat yaitu dapat

sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis,

dan meninggal akibat pneumonia.

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri:

escherichia coli, streptococcus pneumoniae, chlamidya trachomatis,

clamidia pneumonia, mycoplasma pneumoniae, dan beberapa bakteri

lain dan virus: miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,

virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratory syncytial

virus kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet

infection).

Bakteri dan virus penyebab ISPA ini akan melekat pada sel epitel

hidung, dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut

bisa masuk ke saluran pernapasan dalam dan masuk ke bronkus

2
menyebabkan terjadinya peradangan pada bronkus. Hal tersebut

mengakibatkan terjadinya gangguan suhu tubuh atau Hipertermia.

Peradangan yang terjadi pada bronkus dapat menimbulkan

beberapa perubahan. Yang Pertama peningkatan pada produksi

mukus yang akan menghasilkan secret, Jika pasien tidak dapat batuk

secara efektif, berkurangnya luas permukaan alveoli serta

peningkatan produksi sputum akan menyebabkan terjadinya

obstruksi jalan napas sehingga akan menimbulkan bersihan jalan

napas tidak efektif (Bararah & Jauhar, 2013).

Kedua, terjadinya akumulasi (pengumpulan) mukus yang

menimbulkan reaksi balik pada tubuh anak, sehingga anak

memerlukan pengeluaran energi secara maksimal yang membuat

anak menjadi kelelahan sehingga menimbulkan Gangguan Intoleransi

Aktivitas.

Dan terakhir peradangan pada bronkus dapat menimbulkan

kontraksi berlebih dan menyebabkan terjadinya hiperventilasi

(pernafasan cepat) pada paru. Karena terjadi Hiperventilasi membuat

Karbondioksida (CO2) menunpuk dalam darah sedangkan Oksigen

(O2) mengalami pengurangan, hal ini berdampak pada Peningkatan

kompensasi frekuensi nafas (perubahan ventilasi alveolar untuk

membawa plasma pH kembali ke nilai normal 7,4), sehingga timbul

gangguan Ketidakefektifan Pola Nafas.

2
Secara sistematik alur patofisiologis dari ISPA dapat

digambarkan pada modifikasi bagan sebagai berikut:

Bagan 2.1
Modifikasi Bagan Patofisiologi Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA)

Virus, bakteri, jamur


(penyebab)

Saluran nafas

Radang Bronkial

Radang inflamasi pada bronkuse


Hipertermia

↑ Produksi Mukus Kontraksi berlebih


Akumulasi mukus

Edema/ Hiperventilasi paru


Timbul reaksi balik pembengkakan
Pada mukosa/
secret
Atelectasis
Pengeluaran
energi Ketidakefektifan Hypoxemia

bersihan jalan
Intoleransi aktivitas
nafas Peningkatan kompensasi frekuen
Kelelahan
Anoreksia

Ketidakefektifan pola na
Katidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan 27
Sumber : Capernito (2009 (dalam Yenilis Suryani, 2018))

2.1.6. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan

atas dua kelompok yaitu berdasarkan umur dan berdasarkan lokasi

anatomi (Kemenkes RI, 2002 dalam Rusnaini, 2013) :

1. Klasifikasi berdasarkan umur

1) Untuk kelompok umur kurang 2 bulan terdiri dari :

a. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat

yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali

per menit atau adanya tarikan yang kuat pada dinding

dada bagian bawah.

b. Bukan pneumonia yaitu penderita balita dengan batuk

dan pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti

berdahak atau berlendir dan demam, yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan

tidak ada tarikan dinding dada.

2) Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun terdiri


dari :

a. Pneumonia berat yaitu berdasarkan pada adanya

batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak

atau tarikan dinding dada bagian bawah. Dikenal pula

diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau

kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala

2
diagnosis sentral dan anak tidak dapat minum.

b. Pneumonia yaitu berdasarkan pada adanya batuk dan

atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat

sesuai umur. Batas nafas cepat pada anak usia 2 bulan

sampai < 1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit

sedangkan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah

40 kali atau lebih per menit.

c. Bukan pneumonia. Mencakup kelompok penderita

balita dengan batuk dan pilek disertai atau tidak

dengan gejala lain seperti berdahak atau berlendir dan

demam, tidak menunjukkan gejala peningkatan

frekuensi nafas d a n tidak menunjukkan adanya

tarikan dinding dada bagian bawah. Klasifikasi bukan

pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain

diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common

cold, faringitis, tonsilitis).

3) Kelompok umur dewasa yang mempunyai faktor risiko lebih

tinggi untuk terkena pneumonia (Kurniawan dan Israr, 2009),

yaitu :

a) Usia lebih dari 65 tahun

b) Merokok

c) Malnutris, baik karena kurangnya asupan makan ataupun

dikarenakan penyakit kronis lain.

2
d) Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis,

asma, PPOK, danemfisema.

e) Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk

diabetes danpenyakit jantung.

f) Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV,

transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid

lama.

g) Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena

stroke, obatobatansedatif atau alkohol, atau mobilitas yang

terbatas.

h) Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus

respiratorius atas olehvirus.

2. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi (Kemenkes RI, 2010),


sebagai berikut :
a) Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA) Infeksi yang

menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis

media, faringitis.

b) Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi

yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring

sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ

saluran napas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis,

bronkitis, bronkiolitis, pneumonia

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik ISPA

3
1. CT-Scan, untuk meelihat penebalan dinding nasal, penebalan

konka dan penebalan mukosa sinus, yang menunjukan common

cold

2. Foto polos, untuk melihat perubahan pada sinus

3. Pemeriksaan sputum, untuk mengetahui organisme penyebab

penyakit.

4. Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap: hemoglobin

hematokrit, kultur tenggorok, kadar protein C reaktif, tes

antibody tes serologi untuk IgM atau peningkatan titer IgG

menunjukkan infeksi oleh mycoplasma atau chlamydia.

hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis matabolik maupunasidosis

respiratorik.

2.1.8. Penatalaksanaan ISPA

Menurut Dwi Wulandari et.al, 2016. Penatalaksanaan ISPA

terdiri dari:

1. Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

b. imunisasi

c. Rajin mencuci tangan

d. Membersihkan permukaan umum, seperti meja, mainan anak,

gagangan pintu dan fasilitas kamar mandi dengan desinfektan

anti-bakteri.

3
e. Hindari anak berkontak langsung dengan orang yeng

terinfeksi flu atau pilek

f. menjaga kebersihan diri dan lingkungan

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Istirahat total

b. Peningkatan intake cairan, jika tidak ada kontraindikasi

c. Memberikan penyuluhan kesehatan sesuai penyakit

d. Memberikan kompres hangat bila demam

e. Pencegahan infeksi lebih lanjut

3. Penatalaksanaan medis

a. Simtomatik (sesuai dengan gejala yag muncul), sebab

antibiotic tidak efektif untuk infeksi virus

b. Obat kumur, untuk menurunkan nyeri tenggorokan

c. Antihistamin, untuk menurunkan rinorrhea

d. Vitamin C dan espektoran

e. Vaksinasi (Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015)

2.1.9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma.

Komplikasi lain yang dapat timbul yaitu:

1. Otitis media

2. Croup

3. Gagal nafas

3
4. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu

(Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015) .

2.1.10. Factor Resiko Terjadinya ISPA

Secara umum terdapat tiga faktor risiko ISPA (Rusnaini, 2013),

yaitu :

1. Faktor lingkungan rumah

1) Pencemaran udara dalam rumah

2) Ventilasi rumah\

3) Kepadatan hunian rumah

2. Faktor individu anak

1) Umur anak

2) Berat badan lahir

3) Status gizi

4) Status imunisasi

3. Perilaku

2.2 Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler (1 – 3

Tahun)

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari

perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi

sampai maturitas/dewasa.

3
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif,

yaotu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,

maupun individu.

Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan

(skill) strktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan/maturitas.

Istilah terrible twos sering digunakan untuk penjelasan mas Toddler,

periode dari usia 12 – 36 Bulan.

2.2.1. Pertumbuhan Biologis

Pertumbuhan melambat selama masa todler. Rata-rata per

tambahan berat badan adalah 1.8 sampai 2.7 kg per tahun. Berat

rata-rata pada usia 2 tahun adalah 12 kg. Berat badan menjadi

empat kali berat badan lahir pada usia 2,5 tahun. Kecepatan

pertambahan tinggi badan juga melambat. Penambahan tinggi

badan yang biasa adalah bertambah 7,5 cm/tahun dan terutama

terjadi pada perpanjangan tungkai dan bukan batang tubuh. Tinggi

badan rata rata anak usia 2 tahun adalah 86.6 cm.

Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir

masa bayi, dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada

pada usia 1 sampai 2 tahun. Total pertambahan lingkar kepala pada

umumnya selama tahun kedua adalah 2,5 cm.

3
Lingkar dada terus meningkat ukurannya dan melebihi lingkar

kepala selama masa todler. Bentuknya juga berubah karena

diameter transversal, atau lateral melebihi diameter antero-

posterior. Setelah tahun kedua lingkar dada melebihi ukuran perut,

yang selain untuk pertumbuhan ekstremitas bawah, memberi kesan

anak menjadi lebih tinggi dan langsing.

Ketajaman penglihatan 20/40 dianggap bisa diterima selama

masa todler. Penglihatan binokular sudah berkembang dengan baik

dan total, dan setiap tanda strabismus menetap memerlukan

perhatian profesional sedini mungkin untuk menghindari

ambliopia. Persepsi yang dalam terus menerus berkembang namun

karena anak belum memiliki koordinasi motorik, bahaya yang terus

menerus ada adalah jatuh dari ketinggian.

Indra pendengaran, penciuman, pengecapan, peragaan men jadi

semakin berkembang, saling terkoordinasi satu sama lain, dan

berhubungan dengan pengalaman lain. Semua indra digunakan

untuk mengeksplorasi lingkungan

Sistem gastrointestinal yang paling menonjol adalah kontrol

eliminasi secara volunter. Dengan kompletnya eliminasi korda

spinalis, pengontrolan sfingter anal dan uretra dapat dicapai secara

bertahap. Kemampuan fisiologis untuk mengontrol sfingter

kemungkinan terjadi antara usia 18-24 bulan. Kapasitas kandung

3
kemih juga meningkat dengan pesat. Pada usia 14-18 bulan anak

sudah mampu menahan urine sampai 2 jam atau lebih.

2.2.2. Perkembangan Motorik Kasar dan Halus

Keterampilan motorik kasar mayor selama masa todler adalah

perkembangan lokomosi. Pada usia 12-13 bulan todler sudah dapat

berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki melebar untuk

keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan mereka berusaha lari tetapi

mudah terjatuh. Antara usia 2-3 tahun, posisi tegak dengan dua

kaki menunjukkan peningkatan koordinasi dan keseimbangan. Pada

usia 2 tahun todler dapat berjalan menaiki dan menuruni tangga

Pada usia 2,5 tahun todler dapat melompat, menggunakan kedua

kaki, berdiri dengan satu kaki selama 1 atau 2 detik, dan melakukan

beberapa langkah dengan berjinjit.

Perkembangan motorik halus diperlihatkan dengan mening.

kemampuan deksteritas manual, misalnya pada usia 12 bulan todler

dapat menggenggam benda yang ukurannya sangat kecil tetapi

belum mampu melepaskannya sesuai keinginan. Pada usia 18 bulan

mereka dapat memasukkan peller ke dalam botol berleher sempit.

Pada usia 15 bulan mereka sangat obsesif dengan kegiatan

melempar dan menangkap bola. ada usia 18 bulan mereka dapat

melempar bola tanpa kehilangan keseimbangan.

3
2.2.3. Perkembangan Psikososial

Beberapa tugas perkembangan yang harus dikuasai pada masa

todler adalah sebagai berikut:

a. Diferensiasi diri dari orang lain, terutama ibunya

b. Toleransi terhadap perpisahan dengan orangtua

c. Kemampuan untuk menunda pencapaian kepuasan

d. Pengontrolan fungsi tubuh

e. Penguasaan perilaku yang dapat diterima sacara sosial

f. Komunikasi memiliki makna verbal

g. Kemampuan berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang

tidak terlalu egosentris

2.2.4. Perkembangan Rasa Autonomi (Erikson)

Menurut Erickson, tugas perkembangan pada masa todler

adalah menguasai sensasi autonomi serta mengatasi sensasi ragu

dan malu. Jika pada masa bayi dapat membentuk dasar

kepercayaan, maka pada masa todler individu menemukan bahwa

perilaku mereka adalah milik mereka sendiri dan perilaku tersebut

memiliki efek yang dapat diramalkan dan dipercaya oleh orang

lain. Jika mereka melakukan dan mempertahankan sesuatu sesuai

keinginannya (autonomi) pasti ada konsekuensi negatif yang

diterima Sementara jika mereka mempertahankan perilaku

3
ketergantungan dan kepatuhan, mereka akan dihargai dan

disayangi.

2.2.5. Perkembangan Kognitif (Fase Sensorimotor dan Prakon

septual)

Dari usia 19 sampai 24 bulan anak berada di tahap akhir

sensorimotor. Selama tahap ini anak melengkapi proses berpikir

autistik yang lebih primitif di masa bayi dan dipersiapkan untuk

tindakan mental yang lebih kompleks yang muncul selama fase

berpikir praoperasional. Salah satu pencapai paling dramatis pada

tahap ini adalah dalam area keberadaan benda. Anak-anak kini

akan mencari suatu benda secara aktif di berbagai tempat yang

mungkin menjadi tempat persembunyian benda tersebut. Selain itu,

mereka bisa memperkirakan penyebab dari suatu keadaan hanya

jika mereka mengalami efeknya. Mereka dapat menyimpulkan

bahwa sebuah benda disembunyikan di beberapa tempat meskipun

mereka hanya melihat tempat persembunyian yang asli.

Imitasi memperlihatkan makna dan pemahaman yang lebih

dalam. Terdapat simbolisasi yang lebih besar terhadap imitasi.

Anak sangat mengetahui aksi orang lain dan berupaya menirunya

dengan gerak dan kata-kata. Mimikro domestik (meniru aktivitas

rumah tangga) dan perilaku peran seksual menjadi semakin umum

terjadi selama periode ini dan selama tahun kedua. Identifikasi

3
dengan orangtua yang berjenis kelamin sama menjadi jelas pada

tahun kedua dan menunjukkan kemampuan intelektual anak untuk

membedakan model perilaku yang berbeda dan menirunya dengan

benar

2.2.6. Perkembangan Spiritual

Todler hanya memiliki ide yang samar tentang Tuhan dan

pelajaran agama karena proses kognitif mereka yang masih belum

matang. Namun, rutinitas seperti mengucapkan doa sebelum makan

atau tidur bisa sangat penting dan menenangkan. Mendekati masa

akhir todler, ketika anak menggunakan pikiran praoperasional,

pemahaman mereka tentang Tuhan telah mengalami kemajuan.

Ajaran agama, seperti penghargaan atau ketakutan akan hukuman

(surga dan neraka) dan perkembangan moral dapat memengaruhi

perilaku anak.

2.2.7. Perkembangan Citra Tubuh

Seperti pada masa bayi, perkembangan citra tubuh hampir

beriringan dengan perkembangan kognitif. Dengan meningkatan

kemampuan motorik, todler mulai mengenali kegunaan bagian

tubuh dan secara bertahap mempelajari setiap namanya. Mereka

juga mempelajari bahwa bagian tubuh tertentu memiliki berbagai

makna; misalnya, selama todler training genital menjadi bermakna

3
dan kebersihan sangat ditekankan. Pada usia 2 tahun terdapat

pengenalan perbedaan seksual dan merekomendasikannya pada diri

sendiri dengan nama dan kemudian dengan kata ganti.

2.2.8. Perkembangan Seksual

Tepat ketika todler mengeksplorasi lingkungan, mereka juga

mengeksplorasi tubuhnya dan menemukan bahwa menyentuh

beberapa bagian tubuh tertentu terasa nikmat. Permainan genital

(masturbasi) dapat terjadi dan melibatkan stimulasi manual,

maupun gerakan postural (terutama pada anak perempuan) seperti

merapatkan paha atau memberikan tekanan mekanis ke daerah

pubis atau suprapubis (lidster dan horsburgh, 1994). Demonstrasi

aktivitas sensual lain meliputi menggoyang mengayun, dan

memeluk orang dan mainan. Reaksi orangtua terhadap perilaku

seksual todler akan memengaruhi sikap anak sendiri dan sikap

tersebut harus diterima dan bukan dikritik (Finan, 1997 (dikutip

dalam Dewi & Meira, 2016)).

2.2.9. Perkembangan Sosial

Tugas mayor periode todler adalah diferensiasi diri dari orang

lain, terutama ibu. Proses diferensiasi terdiri atas dua fase;

perpisahan, kemunculan anak dari kesatuan, simbiosis dengan

ibunya, dan individualisasi, pencapaian tersebut yang menandai

4
asumsi anak mengenai karakteristik individual mereka di dalam

lingkungan. Meskipun proses ini dimulai selama paruh akhir masa

bayi, pencapaian terbesar terjadi pada masa todler.

2.2.10. Bahasa

Karakteristik perkembangan bahasa yang paling mengejutkan

selama masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya tingkat

pemahaman. Meskipun jumlah kata yang dikuasai dari sekitar 4

pada usia satu tahun menjadi 300 pada usia dua tahun. Perlu

dicatat, kemampuan untuk memahami dan mengerti percakapan

jauh lebih besar dibandingkan jumlah kata yang dapat diucapkan

anak.

2.2.11. Konsep Hospitalisasi Pada Anak Usia Thodler

Hospitalisasi atau perawatan rawat inap merupakan proses

yang direncanakan atau darurat yang mengharuskan anak untuk

tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

pemulangannya kembali ke rumah (kuswanto, 2019).

Selama anak menjalani hospitalisasi banyak kejadian yang

sering dialami anak dan keluarga seperti perasaan trauma dan stress

sehingga menimbulkan perasaan cemas, marah, marah, sedih, takut

dan merasa bersalah (Safriani and Kurniawan 2018).

Reaksi anak terhadap hospitalasi pada anak usia toddler:

4
a. Respon emosi pada anak: rewel, menangis, menolak dan

menyerang

Kurang kendali akan mengakibatkan persepsi ancaman dan

dapat mempengaruhi keterampilan koping anak-anak.

Kehilanga kencali pada anak sangat beragam dan tergantung

usia serta tingkat perkembangannya seperti:

b. Kehilangan kendali pada anak usia toddler:

Sesuai dengan teori ericson dalam Price & Gwin

(2005), bahwa pada fase ini anak sedang mengembangkan

kemampuan otominya. Akibat sakit dan dirawat di rumah

sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam

mengembangkan otominya. Keterbatasan aktifitas,

kurangnya kemampuan untuk memilih dan perubahan

rutinitas dan ritual akan menyebabkan anak merasa tidak

berdaya. Toddler bergantung pada konsistensi dan

familiaritas ritual harian guna memberikan stabilitas dan

memberikan kendali selama masa pertumbuhan dan

perkembangan. Area toddler dalam hal ritual mencakup

makan, tidur, mandi, toileting, dan bermain. Jika rutinitas

tersebut terganggu, maka dapat terjadi kemunduran

terhadap kemampuan yang sudah dicapai atau disebut

dengan regresi (Wong,2003).

4
c. Respon nyeri pada anak tergantung pada tahap tumbuh

kembang:

Karakteristik respon nyeri pada anak usia toddler:

a) Meringis

b) Mengantupkan mulut

c) Membuka mata lebar-lebar

d) Marah atau bertingkah laku agresif seperti menggigit,

menendang, memukul, dan berusaha untuk lari

d. Mekanisme koping pada hospitalisasi anak usia toddler:

Memberikan toddler bersama obyek yang memberika

rasa aman bagi mereka seperti selimut, boneka beruang,

atau obyek khusus lain amatlah penting selama tindakan

prosedur. Sering kali poto ibu digunakan anak-anak sebagai

pelindung saat mengalami tindakan. Anak akan lebih tenang

dan mau bekerjasama dengan perawat jika memegang atau

memeluk foto ibunya.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan awal interaksi antara perawat dan pasien.

Dengan pengkajian akan didapatkan data yang nantinya akan

mendukung proses perawatan dan pengobatan. Dengan pengkajian

4
yang baik dan benar, kita akan mendapatkan data yang sangat

bermanfaat untuk peningkatan atau kesembuhan pasien.

A. Identitas

1. Pasien

Yang harus dikaji pada data identitas pasien adalah

 Nama lengkap

 Nama panggilan

 Usia dan tempat tanggal lahir: kebanyakan infeksi

saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi di bawah 1 tahun.

 Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA anak

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

 Alamat: Kepadatan hunian dan rendahnya kualitas

udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik

secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi

rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di

dalam rumah akan mempermudah terjadinya ISPA

anak.

 Suku

 Agama

 Bahasa yang digunakan

2. Penanggung jawab

4
Yang harus dikaji pada data Penanggung jawab adalah

Nama, Alamat, Usia / tempat tanggal lahir, Hubungan dengan

pasien, Nomor telepon yang bisa dihubungi, Pendidikan ayah,

Pendidikan ibu dan pekerjaan.

B. Keluhan Utama

Keluhan yang sering muncul pada klien dengan ISPA antara

lain sakit kepala hebat, nyeri otot, demam, menggigil, fatigue,

weakness, anoreksia (tidak nafsu makan), sakit tenggorokan,

batuk, bersin, rinorhea, hidung tersumbat, dan pada beberapa kali

dapat mengeluh kelemahan umum selama 1-2 minggu setelah

periode akut.

C. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengalami demam mendakak, sakit

kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan

menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan. Di kaji

menggunakan PQRST:

 Provokative/Palliative yaitu faktor penyebab


keluhan pada Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) bakteri dan Virus yang masuk ke dalam
tubuh manusia melalui partikel udara (dropet
infection), kemudian setelah masa inkubasi akan
muncul tanda dan gejala. Umumnya jika gejala

4
dirasakan semakin terjadi apabila kondisi tubuh
dalam keadaan menurun atau lemah.
 Qualitative/Quantity yaitu bagaimana gejala yang
dirasakan? Apakah menyebar atau lokal, berapa
kali gejala yang dirasakan muncul?
 Region yaitu pada bagian mana gejala dirasakan?
Apakah gejala dirasakan menyebar ke bagian
tubuh yang lain? Apakah terdapat nyeri perut?
Biasanya akan terasa pada daerah hidung, mulut
dan dada/ paru-paru.
 Skala yaitu seberapa parah gejala yang dirasakan?
Apakah masih dalam rentang normal atau nyeri
terasa hebat?
 Time yaitu kapan gejala tersebut timbul? Seberapa
sering gejala yang dirasakan muncul?
b) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji jenis penyakit yang di derita klien, apakah klien


pernah dirawat di RS, riwayat alergi, kaji apakah klien
pernah menderita penyakit seperti saat ini sebelumnya di
masa lalu.
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami

penyakit ini.

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji adakah anggota keluarga yang memiliki penyakit

yang sama dengan yang di derita klien. Kaji apakah

keluarga memiliki penyakit keturunan seperti Pneumonia

dan asma. Jika ada buat dengan menggunakan genogram.

4
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah

mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

d) Riwayat Sosial

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang

berdebu dan padat penduduknya. (Nursing Student, 2015).

D. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

 Prenatal Care

 Natal Care

 Post natal Care

E. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

1) Pola Nutrisi

Terdapat mual dan muntah, nafsu makan menurun

selama sakit, lidah kotor dan terasa pahit ketika makan

sehingga mempengaruhi status nutrisi.

2) Pola Istrirahat/tidur\

Pola tidur klien akan terganggu akibat adanya

peningkatan suhu tubuh, sehingga klien akan merasa

gelisah pada waktu tidur.

3) Pola Personal Hygine

Toileting di bantu oleh keluarga.

4) Pola Aktivitas dan Latihan

4
Aktivitas klien akan terganggu akibat adanya

kelemahan fisik dan akan mengalami keterbatasan gerak

akibat penyakit yang dideritanya

5) Pola Eliminasi

Kebiasaan klien dalam buang air kecil akan terjadi

retensi ketika klien mengalami dehidrasi akibat suhu tubuh

yang meningkat, konsumsi cairan kurang dari kebutuhan.

6) Pola reproduksi dan kesehatan

Pada pola reproduksi .

7) Pola Kognitif dan persepsi

Perubahan konsisi kesehatan dan gaya hidup klien

akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam

merawat diri.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Dapat terjadi perubahan apabila klien tidak efektif

dalam mengatasi masalah penyakit yang dideritanya.

9) Pola toleransi terhadap stress-koping

Stress akan timbul apabila klien tidak dapat mengatasi

masalah penyakitnya dengan efektif.

10) Pola hubungan interpersonal/Peran

Terdapat kondisi kesehatan yang mempengaruhi

terhadap hubungan interpersonal dan peran klien serta

4
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama

sakit.

11) Pola nilai dan keyakinan

Munculnya distres dalam spiritual pada klien, maka

klien akan menjadi cemas dan takut akan kematian serta

kebiasaan dalam hal beribadah pun akan terganggu

F. Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi yang di berikan pada anak diantaranya BCG,

DPT (I,II,II), Polio (I,II,III,IV), Campak, Hepatitis.

G. Tumbuh Kembang

a. Pertumbuhan Fisik:

 Tinggi badan/Panjang badan:

 Berat badan sebelum sakit:

 Berat badan setelah sakit:

 Lingkar kepala:

 Lingkar dada:

 Lingkar lengan:

 Lingkar perut:

b. Perkembangan

Untuk menilai perkembangan anak usia toddler menggunakan

KPSP.

H. Pemeriksaan Fisik Head To Toe

4
1. Keadaan umum:

Biasanya pada klien dengan penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Atas (ISPA) akan mengalami Demam, nyeri

tenggerokan, batuk disertai dengan dahak, lemah, pucat,

mual, muntah, dan anoreksia.

2. Pengukuran Tanda-tanda Vital

 Suhu:

 Respirasi:

 Tekanan Darah:

3. Kepala : bentuk simetris, rambut berwarna hitam dan tidak

rontok, tidak ada lesi pada kulit kepala.

4. Mata: kanan dan kiri simetris, congjungtiva berwarna merah

muda, sklera berwarna putih dan bersih, dan tidak ada lesi.

5. Muka: bersih, tidak ada oedema, agak puca, dant tidak ada

lesi.

6. Hidung: bentuk simetris, terdapat cairan/ lendir berwarna

jermih, hidung bagian luar tampak kemerahan, pernafasan

cuping hidung.

5
7. Telinga: simetris, pada telingan kanan dan kiri tidak ada

cairan yang keluar, tidak ada peradangan, dan tidak ada

nyeri tekan.

8. Mulut: mukosa bibir kering dan pecah-pecah lidah ditutupi

selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan Pada

psien penderita ISPA mengalami peningkatan produksi

secret dan pernafasan tertahan karena terdapat secret di

hidung.

9. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroyd, tidak ada

peningkatan vena jugularis, dan tidak ada nyeri tekan

10. Kulit: warna kulit sawo matang, kulit pucat, turgor kulit

kering, CRT > 2 detik, tidak ada nyeri tekan pada kulit,

akral hangat

11. Dada : bentuk dada simetris, Tidak tampak penggunaan

otot-otot pernafasan tambahan,

a) Paru-Paru

Inspeksi

 Membran mukosa- faring tamppak kemerahan

 Tonsil tampak kemerahan dan edema

 Tampak batuk tidak produktif

 Tidak ada jaringan parut dan leher

5
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan

tambahan, pernafasan cuping hidung

Palpasi

 Adanya demam

 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada

daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

Perkusi

 Suara paru normal (resonance)

 Auskultasi

 Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada

kedua sisi paru

Tabel 2.1 Frekuensi Pernapanan Normal Anak

USIA FREKUENSI
(NAFAS/MENIT)
Bayi Bari Lahir 35
1-11 bulan 30
2 tahun 25
4 tahun 23
6 tahun 21
8 tahun 20
10 tahun 19
12 Tahun 19
14 tahun 18
16 tahun 17
18 tahun 16-18
Sumber: Wong, 2003:824 (dalam Marni, 2014 : 19)

5
Tabel 2.2 Jenis / Pola Pernapasan

Takipnea Peningkatan frekuensi napas


Apnea Penghentian pernapasan
Bradipnea Penurunan frekuensi repas
Dipenea Distres selama pernapasan
Hiperpnea Peningkatan kedalaman pernapasan
Hiperventilasi Peningkatan frekuensi napas dan
Hipoventilasi kedalaman
Krakles Pola napas yang mengalami penurunan
kedalaman (dangkal) dan irama tidak
teratur Mempunyai ciri bunyi tidak
terus menerus, terdengar terutama
selama inspirasi dari saluran udara
melalui cairan atau kelembaban, bila
krakles tidak ada pada napas dalam,
maka hal itu dianggap tidak patologis
Pernapasan hiperventilasi, pernapasan terengah-
engah dan sulit, biasanya
Kussmaul terlihat pada asidosis respiratorik
Pernapasan Cheyne Secara bertahap meningkat dalam
stokes frekuensi dan kedalaman dengan
periode apnea
Pernapasan Biot Periode hiperpnea yang bergantian
dengan apnea (serupa dengan cheyne-
stokes kecuali kedalamannya tetap
konstan
Pernapasan Seesaw Dinding dada turun pada inspirasi
(paradoksik) naik pada ekspirasi.
Sumber: Wong, 2003:68 (dalam Marni 2014:21)

b) Jantung

Pemeriksaan jantung dengan cara inpeksi,palpasi

dan aukultasi di dapatkan, bunyi jantung reguler,

frekuensi jantung meningkat (Takikardi), dan tidak ada

nyeri tekan.

Tabel 2.3 Berbagai Pola Frekuensi Jantung Atau Nadi

Takikardia Peningkatan frekuensi

5
Bradikardia Penurunan frekuensi denyut
jantung/nadi
Pulsus alternans Denyut kuat diikuti lemah
Pulsus paradolos Intensitas atau kekuatan nadi menurun
dengan inspirasi
Sinus aritmia Frekuensi meningkat dengan inspirasi
Nadi dikrotik Nadi radialis ganda untuk setiap denyut
atipikal
Nadi lemah Nadi cepat, lemah, yang hilang dan
timbul
Sumber: Wong, 2003:70. (dalam Marni 2014 : 22)

12. Abdomen

Tidak ada penonjolan umnilikus, tidak ada nyeri tekan,

dan tidak ada bekas luka operasi.

13. Genetalia

Pada genetalia eksternal tidak didapatkan kelainan.

Produksi urine normal, frekuensi menurun, kandung

kemih kosong, warna jernih dan tidak didapatkan

hematuria.

14. Anus dan rektal

Pada anaus dan rektal tidak ditemukan kelainan,

tidak ada atresia ani, tidak ada nyeri tekan.

15. Punggung dan Ekstremitas

Itulang puggung simetris dan tidak ada kelainan, tidak

ada nyeri atau kekauan, fleksibel rentang gerak penuh,

bentuk tangan dan kaki simetris, kiri dan kanan sama

panjang, tidak ada pembengkakan tulang dan sendi, tidak

5
ada nyeri tekan pad ektemitas atas dan bawah, dan tonus

otot lemah.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksan penunjang dengan pasien ISPA biasanya akan

dilakukan, CT-Scan, Foto polos, Pemeriksaan sputum,

Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap.

G. Analisa Data

Menurut Setiawan (2012), Analisis data merupakan

metode yang dilakukan perawat untuk mengkaitkan data

klien serta menghubungkan data tersebut dengan konsep

teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk

membuat kesimpulan dalam menentukan masalah

kesehatan pasien dan keperawatan pasien. Dalam

analisis data perawat juga menggunakan keterampilan

berpikir kritis untuk memeriksa setiap potong informasi

dan menentukan relevansinya terhadap masalah

kesehatan klien dan hubungannya dengan potongan

informasi lain. Keterampilan berpikir kritis untuk

mempertimbangkan pertanyaan lain yang mungkin

penting atau mengembangkan gambaran visual mengenai

apa yang klien katakana kepeda perawat (Rosdahl, 2014).

(dikutip dalam Firda, 2015)

5
2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah bagian dari peroses keperawtan dan

merupakan penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu,

keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan

actual/potensial/ proses kehidupan.

Diagnose keperawatan Menurut PPNI, 2017 (dikutip dalam Intan

Widyasari Paramitha, 2020)

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme

jalan nafas

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolism

5. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik

yang diharapkan dari kien, dan atau tindakan yang harus dilakukan

oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membentuk klien mencapai

hasil yang diharapkan

5
Tabel 2.4 Tabel Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan & kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Pola napas tidak Tujuan : Setelah dilakukan Observasi Kecepatan biasanya mencapi
efektif berhubungan intervensi, maka diharapkan pola a) Monitor bunyi napas kedalaman pernafasan bervariasi
dengan hambatan napas (L.01004) membaik. Dengan b) Monitor sputum tergantung derajat gagal nafas
upaya napas kriteria hasil : c) Monitor frekuensi, irama, Ronchi dan mengi menyertai obstruksi
a) Tekanan ekspirasi meningkat kedalaman dan upaya napas jalan nafas
b) Tekanan inspirasi meningkat d) Monitor kemampuan batuk Memudahkan dalam eksoansi paru dan
c) Dispnea menurun efektif pernafasan
d) Penggunaan otot bantu napas e) Monitor adanya sumbatan jalan Memaksimalkan bernafas dan
menurun napas menurunkan kerja nafas
e) Frekuensi napas membaik f) Palpasi kesimetrisan ekspansi
f) f) Kedalaman napas membaik paru
g) Monitor saturasi oksigen
Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif

2 Bersihan jalan nafas Tujuan : Setelah dilakukan Observasi Penempatan kepala tempat tidur
tidak efektif intervensi, maka diharapkan bersihan a) Identifikasi kemampuan batuk mempermudah fungsi pernafasan
berhubungan dengan jalan napas (L.01001) meningkat. b) Monitor adanya retensi sputum Membantu mempermudah
spasme jalan napas Dengan kriteria hasil : c) Monitor tanda dan gejala infeksi pengeluaran sekret
a) Batuk efektif saluran napas Memberikan cara untuk mengatasi dan

5
b) Produksi sputum menurun d) Monitor pola napas (frekuensi, mengontrol dispnea, mengeluarkan
c) Mengi menurun kedalaman, usaha napas) sekret
d) Wheezing menurun e) Auskultasi bunyi napas Menurunkan kekentalan sekret dan
e) Dispnea menurun Terapeutik mengeluarkan sekret
f) Ortopnea menurun a) Atur posisi semi fowler atau
g) Gelisah menurun fowler
h) Frekuensi napas membaik b) Berikan minum hangat
i) Pola napas membaik c) Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
d) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b) Ajarkan teknik batuk efektif
c) Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

3 Intoleransi aktifitas Tujuan : Setelah dilakukan Observasi Penurunan stress menghemat energi
berhubungan dengan intervensi, maka diharapkan toleransi a) Monitor lokasi dan
ketidakseimbangan aktivitas (L.05047) meningkat. ketidaknyamanan selama
antara suplai dan Dengan kriteria hasil : melakukan aktivitas
kebutuhan oksigen a) Frekuensi nadi meningkat b) Monitor saturasi oksigen
b) Keluhan lelah menurun c) Monitor tekanan darah, nadi dan

5
c) Dispnea saat aktivitas menurun pernapasan setelah melakukan
d) Dispnea setelah aktivitas aktivitas
menurun
e) Perasaan lemah menurun Terapeutik
a) Libatkan keluarga dalam aktivitas
b) Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
c) Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
a) Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
4 Defisit nutrisi Tujuan : Setelah dilakukan Observasi Pasien disstres pernafasan akut sering
berhubungan intervensi, maka diharapkan status a) Identifikasi status nutrisi anoreksia karena dispnea, produksi
peningkatan nutrisi (L.03030)membaik. Dengan b) Monitor asupan makanan sputum, dan obat-obatan
kebutuhan kriteria hasil: c) Monitor berat badan Membantu dalam menentukan respon
metabolism a) Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik untuk makan atau berkembangnya
meningkat a) Berikan makanan tinggi serat komplikasi
b) Diare menurun untuk mencegah konstipasi Meningkatkan proses pencernaan dan
c) Berat badan membaik b) Berikan makanan tinggi kalori toleransi pasien terhadap nutrisi yang
d) Indeks Massa Tubuh (IMT) dan tinggi protein diberikan dan dapat meningkatkan
membaik c) Berikan suplemen makanan, jika kerjasama pasien saat makan
e) Nafsu makan membaik perlu Rasa tak enak, bau, dan penampilan
d) Hentikan pemberian makan adalah pencegah utama terhadapnafsu

5
melalui selang nasogastrik jika makan dan dapat membuat mual
asupan oral dapat ditoleransi muntah dengan peningkatan kesulitan
e) Berikan makanan sesuai nafas
keinginan, jika memungkinkan
Edukasi
a) Anjurkan orang tua atau keluarga
membantu memberi makan
kepada pasien
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antiemetil
sebelum makan, jika perlu
5 Hipertermia Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Observasi : Perubahan TTV dalam rentang
berhubungan dengan keperawatan, maka termoregulasi a) Identifikasi penyebab hipertermia abnormal mengidikasikan adanya
proses penyakit (L.14134) membaik dengan kriteria b) Monitor tanda-tanda vital respon tubuh
hasil : c) Monitor suhu tubuh anak tiap dua Terjadinya vasodilatasi sehingga suhu
a) Menggigil menurun jam, jika perlu tubuh cepat kembali normal
b) Kulit merah menurun d) Monitor intake dan output cairan Mencegah terjadinya kekurangan
c) Kejang menurun e) Monitor warna dan suhu kulit cairan karena dehidrasi
d) Pucat menurun f) Monitor komplikasi akibat Permberian terapi mempercepat proses
e) Takikardi menurun hipertermia penyembuhan
f) Takipnea menurun Terapeutik :
g) Bradikardi menurun a) Sediakan lingkungan yang dingin
h) Hipoksia menurun b) Longgarkan atau lepaskan
i) Suhu tubuh membaik pakaian

6
j) Suhu kulit membaik c) Basahi dan kipasi permukaan
k) Tekanan darah membaik tubuh
d) Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
e) Berikan cairan oral
f) Ganti linen setiap hari jika
mengalami keringat berlebih
g) Lakukan pendinginan eksternal
(mis. kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila
Edukasi :
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan memperbanyak minum
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian antipiretik,
jika perlu
a) b) Kolaborasi pemberisn
antibiotik, jika perlu
Sumber : PPNI, 2017 (dikutip dalam Intan Widyasari Paramitha, 2020)

6
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan

yang berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui

pemanfaatan sumber-sumber yang dimiliki klien. Implementasi di

prioritaskan sesuai dengan kemampuan klien dan sumber yang

dimiliki klien. (Friedman, 2010 (dalam Yenilis Suriani, 2018).

Implementasi keperawatan harus dapat mempertahankan keamanan

bagi pasien, berdasarkan pada respon klien, dan memberikan asuhan

seefisien mungkin.

2.3.5 Evaluasi keperawatan

Menurut (Supratti & Ashriady, 2018) Evaluasi adalah mengkaji

respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan

oleh perawat dengan mengacu pada standar atau kriteria hasil yang

telah ditetapkan pada rumusan tujuan.

Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif

yang dapat digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh

mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan

tercapai, yaitu:

1) Tujuan tercapai

2) Tujuan tercapai sebagian

3) Tujuan tidak tercapai

6
Evaluasi dbagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu:

c. Evaluasi Proses (Formatif)

Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis

perawat terhadap respon klien segera setelah tindakan. Evaluasi

formatif dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang

ditentukan tercapai.

d. Evaluasi Hasil (Sumatif)

Evaluais yang dilakukan setelah semua aktivitas proses

keperawatan selesai dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi

dan kesimpulan dari observasi dan anlisisstatus kesehatan klien

sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Evaluasi

sumatif bertujuan menjelaskan perkembangan kondisi klien

dengan menilai dan memonitor apakah tujuan tersebut tercapai.

Penyusunan evaluasi dengan menggunakan SOAP (Subjektif,

Objektif, Assessment, dan Planing).

Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien ispa harus

sesuai denga rencana tujuan yang telah ditetapkan yaitu:

a. Pola napas kembali efektif

b. Jalan napas menjadi efektif

c. Keluhan lemah dan lelah menurun

d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

e. Suhu tubuh dalam batas normal

6
BAB III

METODE STUDI KASUS

1.1 Rancangan Studi Kasus

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dimana penulisannya adalah

deskriptif dalam bentuk studi kasus. Studi kasus ini untuk

mengeksplorasikan masalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak

Dengan Gangguan System Pernafasan Akibat ISPA di RSUD R

Syamsudin SH Kota Sukabumi menggunakan pendekatan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.

1.2 Subyek Studi Kasus

Subyek keperawatan pada studi kasus ini yaitu klien anak usia Toddler

dengan diagnosa ISPA di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

1.3 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus pada pengelolaan kasus ini yaitu :

1. Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada An. X dengan ISPA

melalui pendekatan keperawatan yang meliputi tahap pengkajian,

penegakan diagnosa keperawatan, menetapkan perencanaan,

6
melakukan tindakan keperawatan, dan diakhiri dengan mengevalusi

respon pasien.

2. Pemberian pelayanan keperawatan terhadap anak dengan masalah

oksigenasi pada klien dengan ISPA

1.4 Definisi Operasional

Asuhan keperawatan anak adalah tindakan pemberian asuhan pada

anak yang berfokus pada keluarga. Keluarga merupakan unsur penting

dalam merawat anak, karena dalam pemberian asuhan keperawatan

diperlukan keterlibatan keluarga mengingat anak selalu membutuhkan

orangtua saat berada di rumah sakit. Hal ini juga akan menurunkan atau

mencegah dampak perpisahan kelurga yang dapat menimbulkan gangguan

psikologis anak, gangguan ini akan menghambat penyembuhan anak dan

dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun yang masih

berada pada masa tumbuh kembang dan dengan kebutuhan khusus baik

kebutuhan fisik, psikologis, social, dan spiritual.

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan penyakit infeksi

yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai dari

saluran pernafasan atas (hidung) sampai saluran pernafasan bawah

(alveoli).

1.5 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

6
Studi Kasus ini dilakukan di RSUD R Syamsudin SH Kota

Sukabumi Lama waktu studi kasus 3 hari sesuai dengan target

keberhasilan dalam tindakan keperawatan dengan kunjungan 3 kali selama

perawatan.

1.6 Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Metode observasi langsung atau dengan pengamatan langsung

adalah cara pengambilan data menggunakan mata tanpa ada

pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang

dinamakan interview guide (panduan wawancara). Tujuan dari

wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari

narasumber yang terpercaya (Wikipedia, 2020).

Hasil dari wawancara yaitu berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga dll. Sumber dari wawancara ini bisa dari klien,

keluarga, perawat, atau tenaga medis lainnya.

3. Pemeriksaan fisik

6
Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Insfeksi

merupakan metode observasi yang digunakan untuk pemeriksaan fisik.

Palpasi merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba

menggunakan satu atau dua tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk

gambaran organ tubuh atau masa abnormal dari berbagai aspek seperti

ukuran, tekstur permukaan, konsistensi massa, lokasi massa, suhu, rasa

nyeri, denyutan atau getaran dan batas – batas organ didalam tubuh.

Perkusi adalah Suatu metode pemeriksaan fisik dengan cara

melakukan pengetukan pada bagian tubuh dengan menggunakan jari,

tangan, atau alat kecil untuk mengevaluasi ukuran, konsistensi, batas

atau adanya cairan dalam organ tubuh. Perkusi pada bagian tubuh

menghasilkan bunyi yang mengindikasikan tipe jaringan di dalam

organ. Perkusi penting untuk pemeriksaan dada dan abdomen.

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi

yang berasal dari dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas,

durasi dan kualitasl, dengan bantuan alat yang disebut stetoskop.

3.7 Analisis Data Dan Penyajian Data

1. Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancaara, catatan

lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah di

pahami (Sugiyono, 2015). Analisa data didasarkan pada data yang

6
terkumpul dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumentasi

.selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan teori yang ada sebagai

bahan untuk direkomendasikan dalan intervensi, hasil data yang

terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk

transkrip dan dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif

untuk menunjang penentuan masalah keperawatan

Analisa data pada study kasus menggunakan pendekatan PES

(Problem, Etiologi, symptom) yang dituangkan dalam bentuk bagan.

2. Penyajian Data

Penyajian Data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat.

Penyajian data yang digunakan dalam penelitian adalah bersifat naratif.

Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami (Dera Eka Novita

Fersandi, 2019).

Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif

yang dipilih. Untuk studi kasus, data disajikan secara terstular/narasi

dan dapat disertai cuplikan ungkapan verbal dari subjek studi kasus

yang merupakan data pendukungnya. penyajian data juga dapat

dilakukan dengan table, gambar maupun bagan.

3. Kesimpulan

Kesimpulan yaitu dari data yang di sajikan ,kemudian data dibahas

dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara

teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan

6
dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data

pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.8 Etik studi kasus

Etika adalah ilmu/pengetahuan tentang apa yang dilakukan (pola

perilaku) orang, atau pengetahuan tentang adat kebiasaan orang. Sedangkan

penelitian adalah upaya mencari kebenaran terhadap semua fenomena

kehidupan manusia, baik yang menyangkut fenomena alam maupun sosial,

budaya, pendidikan, kesehatan , ekonomi, politik, dan sebagainya. Jadi,

Etika Penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut. Etika penelitian ini mencakup juga perilaku peneliti atau

perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan

oleh peneliti bagi masyarakat (Soekidjo, 2014 (dalam Dera Eka Novita

Fersandi, 2019)). Etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari

1. Informed Consent ( persetujuan menjadi responden), dimana subjek

harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian

yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpatisipasi atau

menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu

dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk

pengembangan ilmu. .

6
2. Anonymity (tanpa nama), dimana subjek mempunyai hak untuk meminta

bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan.

3. Confidelity,, kerahasiaan responden dijaga dengan tidak menunjukan

hasil penelitian kepada orang lain. Kerahasiaan infoemasi atau data yang

diperolehakan dari responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya akan

digunakan dalam penelitian ini saja.

4. Privacy dan Dignity berarti bahwa klien memiliki hak untuk dihargai

tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang dilakukan terhadap

mereka serta untuk mengontrol kapan dan bagaimana informasi tentang

mereka dibagi dengan orang lain.

7
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari Dewi & Erawati Meira. (2016)Buku Ajar Keperawatan Anak. Penerbit
Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Marni. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan


Pernafasan. Penerbit Gosyen Publishing. Yogyakarta

Nurarif Huda & Kusuma Hardhi (2015). Aplikasi asuhan keperawatan


berdasarkan diagnose medis dan nanda Nic-Noc. Penerbit Medication
Yogyakarta.

Agrina, A., Suyanto, S., & Arneliwati, A. (2014). Analisa Aspek Balita Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Rumah. Jurnal
Keperawatan, 5(2), 115–120.

Anak, H. U., Kelamin, J., & Berat, D. A. N. (2015). balita ( p = 0 . 037 ). Balita
yang memiliki berat memiliki risiko 4 , 491 kali mengalami ISPA kelamin
secara statistik tidak menunjukkan berhubungan dengan ISPA pada balita.
VIII(2), 8–13.

Dinas Kesehatan Republik indonesia. (2015). Profil Kesehatan Kota Sukabumi


Tahun 2014.

Dinkes Sukabumi. (2018). Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2018. Profil
Kesehatan, 7(9), 143.

Dongky, P., & Kadrianti, K. (2016). Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian Ispa Balita Di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar.
Unnes Journal of Public Health, 5(4), 324.
https://doi.org/10.15294/ujph.v5i4.13962

Dr. Sugiarto, dr., S. P.-K., Dhani Redhono Harioputro, dr., S. P.-K., Yuliana Heri
Suselo, dr., Ms., Siti Munawaroh, dr., Mm., Annang Giri Moelyo, dr, Sp.A,
M. K., Anik Lestari, dr, M. K., Yulyani Werdiningsih, S., & Arif Suryawan,
dr, A. (2018). Basic Physical Examination : Teknik inspeksi, palpasi, perkusi

7
dan auskultasi. Universitas Sebelas Maret, 0271, 1–37.
https://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/MANUAL-
IPPA_2018-smt-1.pdf

Fibrila, F. (2020). Hubungan usia anak,jenis kelamin dan berat badan lahir dengan
kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VIII(2), 8–13.

Harada, M. D. J. C. S., Pedroso, G. C., & Ventura, R. N. (2005). Safe community.


Jornal de Pediatria, 81(5 SUPPL.), 1–7. https://doi.org/10.2223/JPED.1401

Hidayatullah, L. M., Helmi, Y., & Aulia, H. (2016). Hubungan Antara


Kelengkapan Imunisasi Dasar dan Frekuensi Infeksi Saluran Pernapasan
Akut ( ISPA ) pada Balita yang Datang Berkunjung ke Puskesmas Sekip
Palembang 2014 Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau pemerintah
Indonesia yang dalam hal ini adalah Dep. 3(3), 182–193.

Ii, B., Pustaka, T., & Pustaka, A. T. (2016). Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2013, 1–235.

Ii, S., Kebumen, K., Stikes, K., & Gombong, M. (2010). Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 6, No. 1, Februari 2010. 6(1), 16–21.

Indonesia, J. N., Novayelinda, R., Hasanah, O., Indriati, G., Studi, P.,
Keperawatan, I., & Riau, U. (2017). PERBANDINGAN RESPON
KECEMASAN ANTARA ANAK USIA TODDLER DENGAN Respon
kecemasan anak saat dirawat ditunjukkan secara berbeda sesuai dengan
tahapan perkembangan anak . Pada anak usia sekolah dan remaja , respon
kecemasan ditunjukkan secara verbal dengan mengungkapkan perasaan
cemas dan khawatir . Mereka lebih dapat mengungkapkan perasaan
kecemasan dibandingkan dengan anak anak yang berusia di bawah lima
tahun . Sebagai akibatnya maka anak-anak usia muda cenderung untuk
menunjukkan respon kecemasan secara agresif baik secara fisik maupun
secara verbal . dengan anak prasekolah saat hospitalisasi ” Hospitalisasi
merupakan krisis yang dialami Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui
perbandingan respon kecemasan anak toddler dengan anak usia pra sekolah

7
selama hospitalisasi . Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a .
Sebagai tambahan referensi tentang reaksi kecemasan anak berdasarkan
usia b . Sebagai dasar untuk menentukan intervensi lebih lanjut dalam
mengatasi kecemasan anak usia toddler dan pra sekolah c . Untuk
mengantisipasi perilaku yang akan muncul saat hospitalisasi - Anak yang
menjalani perawatan di rumah sakit minimal 2x24 jam - Kesadaran
Composmentis - Orang tua yang bersedia dan setuju anaknya. 7(2).

Jalil, R., Yasnani, & Sety, L. O. M. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka
Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna. Fkm Uho, 3(4), 1–8.

Kallo, V. D. (2012). ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2, Mei2015.


3.

Karimah, D., Nurwati, N., & Basar, G. G. K. (2015). Pengaruh Pemenuhan


Kesehatan Anak Terhadap Perkembangan Anak. Prosiding Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 118–125.
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.13266

Karina, G., & Ginting, A. (2019). Ispa Melalui Proses Keperawatan Yang
Optimal.

Leonardus, I., & Anggraeni, L. D. (2019). Faktor – Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di RSUD Lewoleba. (Jkg) Jurnal
Keperawatan Global, 4(1), 12–24. https://doi.org/10.37341/jkg.v4i1.62

Mahendra, I. G. A. P., & Farapti, F. (2018). Relationship between Household


Physical Condition with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 6(3), 227. https://doi.org/10.20473/jbe.v6i32018.227-
235

Mulat, T. C., & Suprapto. (2018). Jurnal Ilmiah Kesehatan Trimaya Cahya Mulat ,
2 Suprapto. JUrnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 1384–1387.

Nikmatuzaroh, R. . dan N. M. (2019). 済無 No Title No Title No Title. In Skripsi.

7
Purba, C. V. G., Safryanni, O., Hidayati, A., & Rasyid, Z. (2019). Determinan
Kejadian Ispa Non Pneumonia Pada Anak Balita Di Kelurahan Kedung Sari
Kecamatan Sukajadi Kota Pekanbaru. Jurnal Penelitian Kesmasy, 1(2), 91–
97. https://doi.org/10.36656/jpksy.v1i2.173

Qiyaam, N., Qiyaam, N., Furqani, N., & Febriyanti, A. (2016). TINGKAT
PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENYAKIT ISPA ( INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT ) PADA BALITA DI PUSKESMAS PARUGA KOTA
BIMA. 1(September), 235–247.

Riskesdas. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat. In Lembaga Penerbit Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal


of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Sabri, R., Effendi, I., & Aini, N. (2019). FACTORS AFFECTING THE LEVEL
OF ISPA DISEASE IN. 2(2).

Suriani, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan ISPA


(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji
Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan.
http://repo.stikesperintis.ac.id/186/

Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313

Syam, D. M. (n.d.). Suhu , Kelembaban Dan Pencahayaan Sebagai Faktor Risiko


Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Kecamatan Balaesang Kabupaten
Donggala.

Tomatala, S., Kinasih, A., Kurniasari, M. D., De, F., Kesehatan, P., Keperawatan,

7
P. S., Kedokteran, F., Kristen, U., & Wacana, S. (2019). ISPA PADA ANAK
USIA SEKOLAH DI KECAMATAN BRINGIN. 6(1), 537–541.

Vianti, R. A. (2020). Pengalaman Perawat Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada


Anak. Jurnal PENA, 34(2), 29–39.

Wacana, S. (2020). Konsep ISPA. Universitas Kristen Satya Wacana, 1.


https://www.uksw.edu/detail_post/news/cegah-penularan-corona-bilik-
sterilisasi-uksw-gunakan-disinfektan-alami

Widyawati, W., Hidayah, D., & Andarini, I. (2020). Hubungan Status Gizi dengan
Angka Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Usia 1-
5 Tahun di Surakarta. Smart Medical Journal, 3(2), 59.
https://doi.org/10.13057/smj.v3i2.35649

Paramitha Widyasari Intan, (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak

Dengan Bronkopneumonia Yang Dirawat Di Rumah Sakit, Karya Tulis


Ilmiah, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Samarinda

(Fibrila, 2020) (Harada et al., 2005)(Jalil et al., 2018)(Dinas Kesehatan Republik


indonesia, 2015)(Dr. Sugiarto, dr. et al., 2018)(Riskesdas, 2019)(Mahendra
& Farapti, 2018)(Dongky & Kadrianti, 2016)(Agrina et al., 2014)(Karimah
et al., 2015)(Karina & Ginting, 2019)(Suriani, 2018)

7
Lampiran 1

LEMBAR MONITORING KONSULTASI PEMBIMBING UTAMA

Nama Pembimbing:

Paraf/Screenshot
No Hari/Tanggal Materi yang dikonsulkan Saran Pembimbing
Bimbingan

Sukabumi, Februari 2022


Mengetahui,
Pembimbing Utama

(Asmarawati, S,Kep.,Ners.,M.Kep)
NIDN. 0422038003

7
Lampiran 2

LEMBAR MONITORING KONSULTASI PEMBIMBING PENDAMPING

Nama Pembimbing:

Paraf/Screenshot
No Hari/Tanggal Materi yang dikonsulkan Saran Pembimbing
Bimbingan

Sukabumi, Februari 2022


Mengetahui,
Pembimbing Pendamping

(Rani Fitriani Arifin, S,Kep.,Ners.,M.Kep)


NIDN.

Anda mungkin juga menyukai