Pidato Adat-Pasambahan
Pidato Adat-Pasambahan
Pidato Adat-Pasambahan
PIDATO PASAMBAHAN
Kompetensi Dasar
3.3 Mengidentifikasi gagasan, pikiran, pandangan, arahan atau pesan dalam pidato
pasambahan Minangkabau tentang kepatutan, keadilan, dan humanism yang didengar
dan dibaca.
4.3 Menyampaikan secara lisan penghormatan, permintaan, pertanyaan, jawaban, solusi, dll
dalam konstruksi pidato pasambahan Minangkabau dan menyajikan prosedur dan makna
teks dengan memperhatikan aqspek relasi teks dan konteks
A. Pengertian Pasambahan
Pengertian lain dari kata pasambahan adalah bentuk bahasa yang digunakan di
dalam upacara-upacara adat oleh pembawa acara, yang tersusun teratur dan berirama serta
dikaitkan dengan tambo sejarah, asal-usul dan sifat-sifat baik untuk menyatakan maksud,
rasa hormat, tanda kebesaran dan tanda kemuliaan (Medan, 1988:34).
B. Jenis pasambahan
Secara umum pasambahan dapat dibagi atas dua kelompok. Kelompok pertama
adalah pasambahan yang berbalas atau dijawab oleh pihak lain. Pasambahan ini biasanya
disampaikan dalam upacara perkawinan, upacara perjamuan dan sebagainya. kelompok
kedua adalah pasambahan yang tidak berbalas atau pasambahan satu arah. Pasambahan ini
biasanya disampaikan pada upacara pendirian rumah gadang, penobatan seorang penghulu,
upacara kematian dan sebagainya.
Pada zaman dahulu pengajaran pasambahan dilakukan secara lisan. Namun saat ini
proses pewarisan secara lisan tersebut sudah jarang ditemui. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah penutur tidak memiliki banyak waktu untuk
mengajarkan pasambahan secara lisan. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, sebab
apabila proses pengajaran atau pewarisan pasambahan kepada generasi selanjutnya tidak
dilakukan, tentu penutur yang bisa menuturkan pasambahan semakin berkurang bahkan
pasambahan bisa hilang keberadaannya di tengah kehidupan masyarakat Minangkabau.
Maka bentuk pengajaran pasambahan dari bahan tertulis bisa dijadikan acuan belajar
bapasambahan bagi masyarakat. Orang yang belajar bapasambahan itu adalah laki-laki
dewasa yang belum menikah dan juga laki-laki yang telah menikah. Mereka belajar di sebuah
surau kaum yang dipandu oleh seorang guru atau orang yang memahami berbagai persoalan
yang menyangkut pasambahan.
Tuturan ini dituturkan oleh pihak tamu si alek (tamu) kepada pihak sipangka (tuan
rumah) yang menanyakan apakah sipangka sudah selesai berbicara atau belum
selesai berbicara. Kesopanan tuturan tersebut dibentuk dengan kalimat direktif,
penutur bertanya kepada mitra tuturnya, apakah penutur sudah selesai berbicara atau
belum. Tuturan ini dipandang sopan karena penutur meminimalkan kerugian orang
lain dan memaksimalkan keuntungan orang lain. Hal ini ditandai dengan penutur
menanyakan kepada mitra tuturnya apakah yang sudah disampaikannya pada tuturan
sebelumnya sudah selesai atau masih ada tambahan. Di sini mereka seakan tidak
mau berebut berbicara. Bahkan yang terjadi mereka memberikan keuntungan kepada
mitra tuturnya dengan cara mempersilahkan mitra tuturnya untuk berbicara seluas-
luasnya.
Dari kondisi tersebut, tergambar bahwa peserta tutur dapat dikatakan seseorang yang
arif dan bijaksana. Karena bertanya kepada seseorang apakah ia sudah selesai
berbicara atau belum. Merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan dalam
berkomunikasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi
(2) .... sunggueh pun datuek sorang nan ambo adang jo sambah, karapek juo molah
sagalo datuek panghulu nan gadang basa batuah, nan badeta panjang bakaruik,
panjang tak dapek diukue, leba tak dapek dibidangi, tiok karuik aka manjala, tiok
katuek budi marangkak, tampuek dipaham tiok lipek, salilik lingkaran kaniang ikek
satuang jo kapalo, leba pandindiang korong kampuang, panjang kapandukuang anak
kemanakan, kahamparan dirumah nan gadang,
‘Inilah sambah yang akan saya sampaikan kepada datuk, sungguhpun datuk sendiri
yang saya datangkan sambah, namun saya sampaikan juga kepada semua datuk
penghulu yang besar dan bertuah, yang berdeta panjang berkerut, setiap kerutan
akarnya menjalar, setiap ketukannya budi merangkak, ikat kepala selilitan di dahi,
sangat lebar untuk memagari kampung, sangat panjang untuk menggendong anak
kemenakan, kehamparan rumah gadang.’
(3) Mangaie ditapi pantai, Kanailah anak aso-aso, Dipantai sajo rang latakan, Ambo
nangko balum lai pandai, Kok pandai alum lai biaso, Kok salah mintak dimaafkan
orang memancing di tepi pantai dapatlah anak aso-aso diletakkan saja di pantai saya
ini bukanlah orang yang pandai kalau pandai tapi belum terbiasa kalau salah tolong
dimaafkan.
E. SIMPULAN
Dalam pasambahan terdapat pelajaran yang sangat baik, seperti ajaran tentang
bagaimana berdialog dengan baik, Menggunakan bahasa secara sopan dalam situasi yang
formal. Selain itu juga tercermin di dalam pasambahan terdapat pelajaran bahwa bagaimana
orang Minangkabau dalam mencapai suatu kesepakatan di selesaikan secara arif bijaksana
dan demokratis.