Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Suksesi Negara Dalam Hukum Internasional

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

SUKSESI NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. PENGERTIAN KONSEP SUKSESI NEGARA

Suksesi pada umumnya adalah pergantian suatu subyek hukum terhadap subyek hukum lain.
Pengertian suksesi dipakai dalam hukum internasional dan diterapkan pada dua peristiwa perubahan
negara, yaitu suksesi negara dan suksesi pemerintah. Suksesi negara adalah terjemahan dari istilah
dalam bahasa Inggris “state succession” atau yang dalam Konvensi Wina tahun 1978 disebut
“succession of states”. 1 Suksesi negara dalam hukum internasional tidak dapat dirancukan dengan
suksesi pada hukum dalam negeri dan penerusan kekayaan dan seterusnya kepada ahli waris yang
relevan. Ada kepentingan dan urusan lain yang terlibat; asas-asas kedaulatan negara, persamaan
antarnegara dan tidak boleh adanya campur tangan (non interference) menghalangi penerapan asas
suksesi universal yang mirip dengan hukum domestik. Meski ada upaya-upaya untuk
mengasimilasikan pandangan-pandangan hukum Roma tentang kelangsungan legal personality dalam
hal kekayaan waris, 2 pendekatan ini tidak dapat dilakukan karena kepentingan dan praktek negara.
Doktrin lawannya, yang pada dasarnya menyangkal penerusan hak, kewajiban, dan kepentingan
kekayaan diantara penguasa pendahulu dan penguasa pengganti, muncul di masa kejayaan
positivisme pada abad kesembilan belas. Dengan timbulnya dekolonisasi, doktrin tersebut kembali
muncul dalam bentuk asas “lembaran baru yang bersih” (“clean state” principle). Menurut asas
tersebut negara-negara baru memperoleh kedaulatan yang bebas dari beban yang disebabkan
penguasa pendahulunya.

Permasalahan hukum yang timbul dalam suksesi itu ialah sejauh mana hak dan kewajiban
internasional dari negara atau pemerintah yang lama masih berlaku dan sejauh mana hak dan
kewajiban internasional negara atau pemerintah yang lama itu beralih kepada negara yang lain atau
pemerintah yang baru. Permasalahan ini belum cukup diatur oleh hukum internasional, meskipun
telah terdapat dua yang ditetapkan, yaitu Konvensi Wina Tahun 1978 tentang suksesi negara dalam
hubungannya dengan perjanjian internasional dan Konvensi Wina tahun 1983 tentang suksesi negara
dalam hubungannya dengan hak milik, arsip dan hutang negara. 3

Dalam ilmu hukum internasional, suksesi negara menunjuk kepada satu keadaan yang netral
dari adanya pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. Akibat hukum dari pergantian kedaulatan
tersebut tergantung kepada bagaimana terjadinya pergantian kedaulatan pada wilayah yang
bersangkutan. Menurut Mervin Jones, suksesi negara dibagi ke dalam dua pengertian, yaitu
pergantian yuridis dan pergantian menurut kenyataannya (factual state succession). 4 Menurut
kenyataannya atau secara faktual, suksesi negara terjadi karena dua atau lebih negara bergabung
menjadi suatu federasi, konfederasi, atau suatu negara kesatuan; dapat pula terjadi karena cessi,
aneksasi, emansipasi, dekolonisasi, dan integrasi.

Sejalan dengan pendapat di atas, Lucius Caflisch mengatakan, bahwa pada umumnya para ahli
berpendapat suksesi negara dalam arti faktual (factual state succession) terjadi apabila satu negara
memperoleh seluruh atau sebagian wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh negara lain; dan sebagai
akibatnya, sesuai dengan ketentuan hukum internasional, pengganti wilayah (territorial successor)

1
Lihat pasal 2 ayat 1 (b) “Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties” Un Doc. A/Conf.
80/31, 23 Agustus 1978.
2
Lihat O’Connell, State Succession, vol. I, hlm. 9 dst.
3
F. Sugeng Istanto, S.H. 2000, “Hukum Internasional”, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 83.
4
J. Mervin Jones, State Succession in the Matter of Treaties, 24 BYIL, 1947, hlm. 360.
berkewajiban menerima hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang paling sedikit identik secara material
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sebelumnya dimiliki oleh penguasa wilayah yang
digantikan (territorial predecessor). 5 Perumusan tersebut terdiri dari dua hal yang berbeda: pertama,
kejadian atau peristiwa atau fakta suksesi negara (factual succession state); kedua, akibat hukum dari
suksesi negara (legal state succession).

Ernst H. Feilchenfeld dalam “State Succession”, Encyclopedia of the Social Sciences,


mengatakan: “State Succession is the acquisition, by one or several states, of sovereignty over territory
which previously belonged to another state.” 6 Sedangkan D.P. O’Connell berpendapat bahwa suksesi
negara ialah “the factual situation which arises when on state is substituted for another in sovereignty
over a given territory . . . . “7 Dan di bukunya yang lain D.P. O’Connell menulis bahwa suksesi negara
adalah suatu “total displacement of one set of power by another and not an assignment of these
powers.” 8

Namun sebagai pendapat yang paling baru dan disepakati secara lebih luas adalah
sebagaimana yang telah dirumuskan pada Konvensi Wina tahun 1978 yang menentukan, bahwa
suksesi negara atau “succession of states means the replacement of one state by another in the
responsibility for the international relations of territory . . . . . “ 9

5
Lucius Caflisch, “The Law of State Succession Theoretical Observations”, NTIR, X, 1963, hlm. 358-359.
6
Ernst H. Feilchenfeld, loc, cit.
7
D.P O’Connell, The Law of State Succession, terkutip; Nkambo Mugerwa dalam Max Sorensen (ed), Manual of
Public International Law, London, 1968, hal. 291.
8
D.P O’Connell, “State Succession in Municipal and International Law”, Book Reviews amd Botes, Ajil, No. 5,
1970, hal. 969-972.
9
Pasal 2 ayat 1 (b) Konvensi Wina tahun 1978.
B. BENTUK-BENTUK SUKSESI NEGARA

Dalam pandangan para sarjana, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dipandang sebagai
suksesi negara, yang bisa juga dikatakan sebagai bentuk-bentuk suksesi negara adalah: 10

1. Penyerapan (absorption), yaitu suatu negara diserap oleh negara lain. Jadi di sini terjadi
penggabungan dua subjek hukum internasional. Contohnya, penyerapan Kongo oleh Belgia
tahun 1909, Korea oleh Jepang tahun 1910.
2. Pemecahan (dismemberment), yaitu suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara
yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa terjadi, negara yang lama lenyap sama
sekali (contohnya, lenyapnya Uni Soviet yang kini menjadi negara-negara yang masing-masing
berdiri sendiri) atau negara yang lama masih ada tetapi wilayahnya berubah karena sebagian
wilayahnya terpecah-pecah menjadi sejumlah negara yang berdiri sendiri (contohnya,
Yugoslavia).
3. Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu satu negara pecah menjadi beberapa
bagian dan kemudian bagian-bagian itu lalu diserap oleh negara atau negara-negara lain.
Contohnya, pecahnya Polandia tahun 1795 yang beberapa pecahannya masing-masing
diserap oleh Rusia, Austria, dan Prusia.
4. Negara merdeka baru (newly independent states). Maksudnya adalah beberapa wilayah yang
sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara lain atau berada di bawah jajahan
kemudian memerdekakan diri menjadi negara-negara yang berdaulat. Contohnya, lahirnya
negara-negara baru setelah Perang Dunia II, seperti Republik Indonesia, Polandia, India,
Pakistan)
5. Bentuk-bentuk lainnya yang pada dasarnya merupakan penggabungan dua atau lebih subjek
hukum internasional (dalam arti negara) atau pemecahan satu subjek hukum internasional
(dalam arti negara) menjadi beberapa negara.

Sementara itu, dalam perkembangannya, dalam Konvensi Wina 1978 memerinci adanya lima
bentuk suksesi negara, yaitu :

1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi
tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari wilayah negara itu (Pasal
15).
2. Negara merdeka baru (newly independent state), yaitu bila negara pengganti yang beberapa
waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah yang tidak bebas yang dalam
hubungan internasional berada di bawah tanggung jawab negara negara yang digantikan
(Pasal 2 Ayat 1f).
3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih menjadi
satu negara merdeka.
4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih menjadi
menjadi suatu negara serikat (Pasal 30 Ayat 1).
5. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat terpecah-pecahnya suatu negara negara menjadi
beberapa negara baru (Pasal 34 ayat 1).

10
- C.G. Fenwick, International Law, 3rd. Ed. Appleton-Century-Crofts, New York, 1962, hlm.152.
- Oppenheim, op.cit. , hlm.157.
- J.G. Starke, op.cit. , hlm. 165.
- Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Publik Internasional, cetakan pertama, Jakarta, PT Pemmas, 1967,
hlm. 62-65.
C. CARA TERJADINYA SUKSESI NEGARA

1. Revolusi
Revolusi adalah perombakan suatu tata yang sudah menetap, tidak semata-mata mengganti
penguasa (Amurath) yang satu dengan yang lain, tetapi mengganti suatu sistem sosial, religius,
politik dengan sistem yang lain. 11 Menurut Schuman, revolusi bertujuan untuk merombak
secara radikal suatu susunan politis atau sosial di seluruh wilayah negara. Revolusi sebagai
cara terjadinya suksesi negara atau pembentukan negara baru telah terjadi di Uni Soviet dan
negara-negara sosialis lainnya melalui revolusi sosial yang menghasilkan penggantian suatu
sistem sosial dengan sistem lainnya, yaitu sistem kapitalisme menjadi sistem sosialisme. 12

2. Perang
Perang adalah persengketaan antara dua atau lebih negara, terutama dilakukan dengan
angkatan bersenjata mereka, dengan maksud menaklukkan pihak lawan dan menetapkan
syarat-syarat perdamaiannya sendiri. 13 Beberapa unsur dari pengertian perang:
 Persengketaan yang terutama dilakukan dengan kekuatan bersenjata;
 Dilakukan oleh atau antara negara-negara;
 Bertujuan untuk menaklukkan pihak yang lain;
 Adanya pemaksaan syarat-syarat perdamaian oleh pihak pemenang terhadap pihak
yang kalah.

Perang sebagai salah satu cara terjadinya suksesi negara, dapat dijelaskan bahwa, apabila
perang berakhir dengan kekalahan mutlak salah satu pihak yang bersengketa, maka dalam hal
ini pihak yang menang menghadapitiga pilihan, yaitu: pertama, pihak yang menang perang
dapat menganeksasi wilayah negara yang dikalahkannya itu; kedua, pihak pemenang dapat
meninggalkan wilayah tersebut sebagai terito rium nullius atau wilayah yang tidak ada pemilik
atau penguasanya; ketiga, pihak pemenang dapat menetapkan suatu subjek internasional
baru, baik merdeka maupun tidak merdeka di atas wilayah tersebut. 14 Misalnya aneksasi
Jepang atas Korea tahun 1910, aneksasi Italia atas Ethiopia tahun 1936 dan atas Albania tahun
1939.

3. Perubahan wilayah secara damai


Perubahan wilayah secara damai adalah perubahan atau pergantian pemegang kedaulatan
atas wilayah baik seluruh atau sebagian terjadi dengan kehendak atau kesukarelaan negara
yang digantikan kedaulatannya atas wilayah tersebut. Pergantian itu berlangsung tanpa
didahului oleh tindakan kekerasan. Dapat terjadi dengan pecahnya satu negara menjadi
beberapa negara yang masing-masing berdiri sendiri. Sebagai contoh adalah Columbia pada
1829-1830 pecah menjadi tiga negara, yaitu Venezuela, Equador, New Granada yang masing-
masing menghendaki pengakuan diri sendiri. Dapat pula terjadi dengan berintegrasi secara
sukarela, dimana satu negara yang independen atas kehendak rakyatnya sendiri
menggabungkan diri dengan negara lain (yang berdekatan), sebagai contoh ialah negara Texas
yang secara sukarela menggabungkan diri ke dalam federasi Amerika Serikat pada tahun
1845.15

11
Yulius Gould (ed), A Dictionary of the Social Sciences, UNESCO, The Free Press, New York, 1967, hlm. 603.
12
S. Tasrif, op.cit. , hlm. 15.
13
J.G. Starke, op.cit. , hlm. 261.
14
G. Schwarzenberger, A Manual of International Law, I, 4th. Ed., Stevens & Sons, Ltd. , London, 1960, hlm.
203.
15
C.G. Fenwick, op.cit. , hlm. 149.
D. AKIBAT-AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA

1. Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Internasional

Tahun 1978, ILC telah mengesahkan Konvensi Wina mengenai Suksesi Negara dalam kaitannya
dengan perjanjian internasional. Adanya konvensi ini dimaksudkan sebagai kodifikasi dari hukum
kebiasaan yang berlaku. Namun tidak semua ketentuan Konvensi merupakann perumusan
ketentuan hukum yang berlaku. Konvensi ini hanya berlaku bagi perjanjian internasional yang
tertulis.

Bila terjadi pergantian negara karena hilangnya seluruh kedaulatan atas wilayahnya pada
prinsipnya tidak ada peralihan hak dan kewajiban kepada negara pengganti atau berlaku
prinisp Clean State (lembar bersih), yaitu sebuah negara yang baru saja merdeka tidak terikat
untuk meneruskan atau menjadi pihak dalam perjanjian internasional semata-mata karena saat
suksesi perjanjian internasional tersebut berlaku di wilayah yang beralih. Ketentuan clean state
ini juga berlaku bagi negara yang baru merdeka. Namun demikian, ada pengecualian dari dua
prinsip tersebut, yaitu :

 Suksesi negara tidak mempengaruhi hak dan kewajiban yang berkaitan dengan
pembatasan yang telah diterapkan dalam perjanjian internasional
 Traktat multilateral yang berkaitan dengan kesehatan, narkotika dan HAM dan sejenisnya
tetap berlaku di wilayah yang beralih, misalnya : berdasarkan Persetujuan Inggris dan
China pada 19 Desember 1984 tentang pengembalian kedaulatan kepada China terhadap
teritorial Hong Kong, Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya tetap berlaku di Hongkong.
 Traktat yang bersifat politik seperti traktat persekutuan atau pelayanan terhadap
pendaratan pesawat terbang pada umumnya tidak beralih pada negara pengganti.

Dalam hal negara kehilangan sebagian dari wilayahnya dan menjadi wilayah negara lain, perjanjian
internasional yang mengikat negara lama hapus di wilayah negara yang beralih. Perjanjian
internasional yang mengikat negara pengganti menjadi berlaku di wilayah yang beralih, kecuali
bila berlakunya perjanjian internasional di wilayah itu tidak sesuai dengan tujuan perjanjian
tersebut atau akan menimbulkan perubahan besar dalam pelaksanaannya.

2. Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Milik dan Arsip Negara

Berdasarkan Konvensi Wina 1983 tentang Suksesi Negara dalam kaitannya dengan hak milik, arsip
dan hutang negara, suksesi menyebabkan dana dan milik publik, baik yang bergerak maupun tidak
bergerak beralih dari negara lama ke negara pengganti tanpa kompensasi.

Akibat suksesi negara terhadap peralihan arsip sering ditentukan dalam perundingan. Prinsip
umum yang berlaku adalah bahwa arsip yang berhubungan dengan wilayah yang beralih atau yang
berhubungan dengan administrasi wilayah itu beralih kepada negara pengganti.

3. Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Hutang Negara

Suksesi negara tidak mempengaruhi hak dan kewajiban terhadap pihak kreditur. Sejalan dengan
itu praktek dan doktrin menetapkan bahwa negara pengganti harus bertanggungjawab atas
hutang negara yang berhubungan dengan wilayah itu. Ketentuan ini sering disebut taking the
burden with the benefits.
Bila sebagian wilayah negara memisahkan diri dan menjadi sebuah negara baru yang merdeka
atau bila negara hapus dan bagian wilayahnya menjadi negara-negara baru, hutang negara beralih
kepada negara baru dan dibagi secara adil sesuai dengan penerimaan negara pengganti atas milik,
hak dan kepentingan yang berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, M. (1976). Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Bagian Umum, . Bandung:


Binacipta.

Lazarusli, B., & A.K., S.H., S. (1986). Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian
Internasional . Bandung: Penerbit Remadja Karya.

Mauna, B. (2011). Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Edisi Ke-2, Cetakan ke-4. Bandung: PT. Alumni.

Sefriani. (2015). Hukum Internasional Suatu Pengantar, Edisi Kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

Shaw, M. N. (1997). International Law. Cambrdge: Grotius Publication .

Anda mungkin juga menyukai