Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Buku Pembangunan Ketahanan Keluarga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 513

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 i

PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016

ISBN :…
No. Publikasi :…
Katalog BPS :…

Ukuran Buku 17,6 Xcm


: 18,2 25×cm
25,7 cm
Jumlah Halaman : xvii
286+halaman
268 halaman

Naskah:
Badan Pusat Statistik

Penyunting:
Badan Pusat Statistik
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Gambar Kulit:
Badan Pusat Statistik

Gambar:
Badan Pusat Statistik

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Dicetak oleh:
CV. Lintas Khatulistiwa

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya


Pembangunan
Ketahanan Keluarga
2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 iii


MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
KATA SAMBUTAN
Assassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil yang


memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pengembangan
kualitas SDM yang mencakup pengembangan kemampuannya,
kemampuan menghadapi tantangan dan mencegah resiko terhadap
masalah di sekeliling mereka. Kemampuan SDM tersebut juga bisa
menjadi modal dalam upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, dan sekaligus upaya pencapaian kesetaraan
gender. Sejalan
dengan hal tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan
Anak Nomor 6 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Peraturan ini
bertujuan antara lain; mendorong penerapan konsep Ketahanan dan Kesejahteraan
Keluarga dalam semua kegiatan pembangunan yang sasarannya dan/atau ditujukan
untuk Keluarga dan meningkatkan pelaksanaan kebijakan pembangunan kelaurga bagi
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Untuk meningkatkan ketahanan keluarga kita harus dapat menunjukan bagaimana
situasi saat ini, bagian mana dari ketahanan keluarga yang perlu diperbaiki. Dengan
mengetahuinya, kita dapat mengembangkan strategi bagaimana program dirancang
untuk memperbaiki ketahan keluarga.
Terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada Kepala Badan Pusat
Statistik dan jajarannya, terutama Deputi Bidang Statistik Sosial dan Direktorat Statistik
Ketahanan Sosial atas kerjasama penyusunan buku ini. Semoga buku ini, membantu para
pemangku kepentingan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan
keluarga. Terima Kasih.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.


Jakarta, November 2016

Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan Anak

Pembangunan Ketahanan Keluarga v


2016
Republik Indonesia

Yohana Susana Yembise


KATA PENGANTAR

Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara


jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun
sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal
untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di
Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KPPA) bekerja sama dengan Badan
Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator
terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan
keterbatasan ketersediaan data.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan
penting dalam mencapai kesejahteraan masayarakat. Kelaurga mempunyai peran dalam
memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga
juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari
dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang
dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan
informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi
penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Kelaurga;
Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketyahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan
Sosial- Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei
yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan
indikator penyusun ketahanan keluarga.
Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kewpada
semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun
lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan
publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.

Jakarta, November 2016


Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

Pembangunan Ketahanan Keluarga viii


2016
TIM PENYUSUN

Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D


Dr. Suryamin, M.Sc.
Dr. Suhariyanto
M Sairi, M.A.
dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.
Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si.
Budi Mardaya, SE., M.Si.
Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si.
Krismawati, M.A.
Dra. Lieska Prasetya, M.Sc.
Karmaji, SE., M.A.
Puji Lestari, S.Si., M.Si.
Diana Aryanti, S.P., M.Si.
Armi Susilowati, S.Si.
Drs. Sayuti Fitri
Skriptandono, SE., M.M.
Dwi Ratna Anugerah, S.Sos.
Sri Lestari, SE.
Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST
Asih Amperiana Tenrisana, S.Si.
Dewi Triana, S.Sos.
Dwi Agus Prastiwi, SST
Eko Hadi Nurcahyo, SST
Jamilah, S.Si., M.Eng.
Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E.
Viane Dorthea Tiwa, SST
Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST
Udin Suchaini, SE.
Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST
Dwi Agus Prastiwi, SST
Udin Suchaini, SE.
DAFTAR ISI

Halaman
SAMBUTAN ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
TIM PENYUSUN....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xiv

I. Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Landasan Hukum..................................................................................... 3
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3
1.4. Sistematika Penyajian ............................................................................. 4
II. Pengukuran Ketahanan Keluarga 5
2.1. Konsep Keluarga ..................................................................................... 5
2.2. Konsep Ketahanan Keluarga ................................................................... 6
2.3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga........................... 8
2.4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga...............22
2.5. Sumber Data................................................................................................ 23
III. Indeks Ketahanan Keluarga 27
3.1. Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga...............27
3.2. Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga........................................29
3.3. Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK).................................................33
IV. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga 39
4.1. Landasan Legalitas.......................................................................................39
4.2. Keutuhan Keluarga.......................................................................................47
4.3. Kemitraan Gender........................................................................................50
V. Ketahanan Fisik 63
5.1. Kecukupan Pangan dan Gizi.........................................................................63
5.2. Kesehatan Keluarga.....................................................................................71
5.3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap untuk Tidur..........................................75
VI. Ketahanan Ekonomi 79
6.1. Tempat Tinggal Keluarga............................................................................... 79
6.2. Pendapatan Keluarga.................................................................................... 82
6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak.......................................................................89
6.4. Jaminan Keuangan Keluarga.........................................................................94
VII. Ketahanan Sosial Psikologi 101
7.1. Keharmonisan Keluarga..............................................................................101
7.2. Kepatuhan Terhadap Hukum......................................................................111
VIII. Ketahanan Sosial Budaya 115
8.1. Kepedulian Sosial........................................................................................115
8.2. Keeratan Sosial...........................................................................................120
8.3. Ketaatan Beragama..................................................................................... 123

Daftar Pustaka.......................................................................................................127
Lampiran...............................................................................................................131

x Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian
2.1
Indikator Ketahanan Keluarga 1
................................................................ 0
Tabel Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara 2
3.1 Berpasangan............. 9
Tabel Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks
3.2
Ketahanan 3
Tabel Keluarga ............................................................................... 1
3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun
Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga 3
..................................................... 2
Tabel Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R- 3
3.4 IKK.......... 3
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga 1
2.1 .......... 4
Gambar Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi
3.1 dan Kategori Tingkat Ketahanan 3
Keluarga ........................................ 5
Gambar Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia 3
3.2 ........................ 7
Gambar Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40
4.1 persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku
Nikah, 4
2015........................................................................................ 0
Gambar Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40
4.2 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah
Menurut Provinsi, 4
2015..................................................................... 2
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
4.3 Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART)
Umur 0-17 Tahun, 2015 4
.................................................................... 3
Gambar Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte
4.4 Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional
Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 4
.................................................... 4
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17
4.5 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 4
.................. 6
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
4.6 Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 4
...... 8
Gambar Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah
4.7 Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 4
....................................... 9
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
4.8 Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 5
........................... 1
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang
4.9 Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut
Provinsi, 2014 5
.................................................................................... 2
xii Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
4.10 Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 5
.................................... 4
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan
4.11 Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut
Provinsi, 2015 5
.................................................................................... 5
Gambar Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi
4.12 Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan
Suami, 2012 5
....................................................................................... 6

Pembangunan Ketahanan Keluarga xiii


2016
Gambar Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi
4.13 Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan
Istri, 5
2012........................................................................................... 7
Gambar Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan
4.14 Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara
Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 5
2012..................... 8
Gambar Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan
4.15 Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan oleh Secara
Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 5
2012..................... 9
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
4.16 Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak,
2014................................................................................................... 6
0
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan
4.17 Jumlah Anak Secara Bersama Menurut Provinsi, 6
2014..................... 1
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga
5.1 (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/
Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015 6
.......................................... 5
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota
5.2 Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Berdasarkan Jenis Makanan, 6
2015.................................................... 5
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah
5.3 Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk
Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi,
2015................................................................................................. 6
.. 7
Gambar Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi
5.4 Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013 6
...................................................... 8
Gambar Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut
5.5 Provinsi, 2013 ................................................................................. 7
0
Gambar Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status
5.6 Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015 7
....................................... 1
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah,
5.7 Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan
Disabilitas, 2014 7
................................................................................ 3
Gambar Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan
5.8 Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 7
2014............................... 4
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap
5.9 Untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah,
2015................................................................................................... 7
6
Gambar Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat
5.10 Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015 7
................................. 7
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.1 Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015 8
....................... 0
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan
6.2 Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015 8
................ 1
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata
6.3 Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 8
2015............................................ 2
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.4 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 8
2015........................... 4
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran
6.5 PerKapita Per Bulan dan Provinsi, 2015 8
............................................ 5
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.6 Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi
Kebutuhan Sehari-hari, 2014 8
......................................................... 6
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan
6.7 Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan
Kelompok Pendapatan, 8
7
2014.........................................................
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan
6.8 Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan
Provinsi, 2015 8
.................................................................................... 8
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.9 Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang
Bersekolah, 8
2015 ............................................................................... 9
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT
6.10 dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18
Tahun) yang Bersekolah, 2015 9
.......................................................... 0
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota
6.11 Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi,
2015.................................................................................................. 9
. 1
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.12 Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau
Tidak Pernah Bersekolah, 2015 9
......................................................... 2
Gambar Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah
6.13 Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 9
2015....... 3
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.14 Jenis Tabungan yang Dimiliki, 9
2015................................................... 4
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota
6.15 Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan
Provinsi, 2015 9
.................................................................................... 6
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
6.16 Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga
(ART), 2015 9
........................................................................................ 7
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan
6.17 dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga
(ART), 2015 9
........................................................................................ 8
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki
6.18 Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 9
2015..................................... 9
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah Dan
7.1 Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014 1
...................... 0
2
Gambar Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap
7.2 Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan
Tertentu, 1
2014................................................................................... 0
3
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak
7.3 Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan
Apapun Menurut Provinsi, 2014 1
....................................................... 0
5
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
7.4 Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/pasangan,
2014................................................................................................. 1
.. 0
7
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan
7.5 yang Digunakan Dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 1
..... 0
7
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan
7.6 KRT/pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun,
2014................................................................................................... 1
0
8
Gambar Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak
7.7 Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14
Tahun Menurut Provinsi, 2014 1
....................................................... 0
9
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
7.8 Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 1
.......... 1
1
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana
7.9 Menurut Jenis Kejahatan, 2015 1
........................................................ 1
2
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
7.10 Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban
Tindak Pidana, 2015 1
.......................................................................... 1
3
Gambar Rumah Tangga Lansia Indonesia, 1
8.1 2015 ............................................. 1
7
Gambar Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
8.2 Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015 1
.................................... 1
9
Gambar Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial
8.3 Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 1
........ 2
1
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi
8.4 dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan
di Lingkungan Sekitar 1
Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014 2
......................................... 2
Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial
Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014.................124
Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan
Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal
Menurut Provinsi, 2014......................................................................125
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
4.1 Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan
Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015 1
................................ 3
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
4.2
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015 1
........ 3
4
Lampiran Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki
4.3
Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur,
2015 ........................................................................................ 1
... 3
7
Lampiran Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak
4.4
Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan
Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 1
2015....................................... 4
0
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat
4.5 Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 1
........... 4
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
4.6
Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 1
................... 4
6
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang
4.7
yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu
Terakhir, 1
2015............................................................................ 4
9
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status
4.8
Bekerja Istri, 2015 1
.................................................................... 5
2
Lampiran Persentase Istri Umur 15 -49 yang Suaminya Memiliki
4.9 Penghasilan Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan
Penggunaan Penghasilan Suami, 2012 1
...................................... 5
5
Lampiran Persentase Istri Umur 15 -49 yang Menerima Penghasilan
4.10 dari Bekerja Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan
Penggunaan Penghasilan Istri, 2012 1
....................................... 5
6
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu
4.11 Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 1
2014............ 5
7
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
5.1 Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan
Minimal Dua Kali Sehari, 1
2015................................................... 6
0
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
5.2 Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan
Minimal Dua Kali Sehari, 1
2015................................................... 6
3
Lampiran Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi
5.3 Berdasarkan Kriteria 1
BB/U......................................................... 6
6
Lampiran Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan
5.4 Gangguan Kesehatan, 2015 1
....................................................... 6
7
Lampiran Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit
5.5 Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut
Provinsi, 2014 1
............................................................................ 7
0
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
5.6 Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di
Rumah, 1
2015.............................................................................. 7
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status
6.1 Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati,
2015 ......................................................................................... 1
.. 7
6
Lampiran Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015 1
6.2 ......................... 7
9
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-
6.3 Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 1
2015........................... 8
0
Lampiran Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis
6.4 Kemiskinan Menurut Provinsi dan Klasifikasi Wilayah,
2015 ......................................................................................... 1
.. 8

Pembangunan Ketahanan Keluarga xvii


2016
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-
6.5 Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 1
2015........................... 8
4
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
6.6 Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi
Kebutuhan Sehari-hari, 1
2014..................................................... 8
7
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok
6.7 Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga
untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 1
2014........................ 9
0
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
6.8 Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun
yang Bersekolah, 1
2015............................................................... 9
3
Lampiran Persentase Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25
6.9 Tahun ke Atas Menurut Provinsi, 2014 1
..................................... 9
6
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan
6.10 KRT, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18
Tahun yang Bersekolah, 1
2015.................................................... 9
7
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
6.11 Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah
atau Tidak Pernah Bersekolah, 2
2015 ......................................... 0
0
Lampiran Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur,
6.12 dan Status Putus Sekolah, 2015 2
................................................ 0
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk
6.13 Tabungan/ Simpanan, 2
2015....................................................... 0
6
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
6.14 Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga
(ART), 2015 2
................................................................................ 0
9
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status
6.15 Pekerjaan KRT, dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 2
......................................... 1
2
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap
7.1 KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul
Istri dengan Alasan Tertentu, 2014 2
........................................... 1
5
Lampiran Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya
7.2 Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri
Menurut Alasan Tertentu, 2014 2
................................................ 1
8
Lampiran Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak
7.3 Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut
Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2
2014...................................... 2
1
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku
7.4 KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14
Tahun, 2
2014 ............................................................................... 2
7
Lampiran Persentase Rumah Tangga yang
7.5 KRT/Pasangannya Menggunakan
Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-
14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan 2
Kekerasan, 2014 3
........................................................................ 0
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan
7.6 KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 2
................................... 3
3
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis
7.7 Tindak Pidana yang Dialami, 2015 2
............................................. 3
9

xviii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016


Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
7.8 Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah
Menjadi Korban Tindak Pidana, 2
2015........................................ 4
2
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
8.1 Keberadaan Lansia, 2
2015........................................................... 4
5
Lampiran Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut
8.2 Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota
Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun,
2015 .......................................................................................... 2
. 4
8
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
8.3 Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di
Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2
2014................................. 4
9
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
8.4 Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan
Sekitar Tempat Tinggal, 2014 2
.................................................... 5
2
Lampiran 9 Instrumen Analytic Hierarchy Process 2
(AHP)............................. 5
5

Pembangunan Ketahanan Keluarga xix


2016
PENDAHULUAN 1
1.1LATAR BELAKANG

Orientasi pembangunan nasional di berbagai negara di lingkup internasional


telah mengalami perubahan dengan menempatkan pembangunan sosial sejajar
dengan pembangunan ekonomi. Kedua aspek pembangunan sosial dan ekonomi
tersebut bersifat sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan pembangunan sosial, yang
memposisikan manusia sebagai pusat orientasi pembangunan, akan mendorong
terciptanya kemajuan pembangunan dalam aspek ekonomi demikian pula sebaliknya.
Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun juga telah menempatkan
pentingnya aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan nasional secara
berkelanjutan.

Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga


merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan
pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek
penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional,
berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga
sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan
pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong
lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara.

Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan


penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Secara yuridis, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa “Ketahanan keluarga
berfungsi sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan
peranan, fungsi, tugas-tugas, dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan
kesejahteraan anggotanya”. Sementara itu, peran penting keluarga tertera pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Peraturan pemerintah ini sangat
jelas menyebutkan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat
mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Lebih jauh lagi,
keluarga perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar menjadi keluarga sejahtera
serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.
Pembangunan Ketahanan Keluarga 1
2016
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa upaya peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan
pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi,


berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi
individu dan keluarga telah menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari
berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan tak
terhindarkan. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi, dan
peranannya. Dampak negatif transformasi sosial akan menggoyahkan eksistensi
individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki
ketahanan. Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan ketahanannya
melalui upaya pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan penguatan struktur,
fungsi, dan peran keluarga dalam masyarakat.

Ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan


masyarakat. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan
ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan
mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Sementara suatu keluarga akan memiliki
ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan
secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi,
ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses
terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar,
termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan
kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di
masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan keluarga merupakan
konsep yang mengandung aspek multidimensi.

Upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan


dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat
pembangunan nasional. Dengan diketahuinya tingkat ketahanan keluarga maka
dinamika kehidupan sosial keluarga sebagai salah satu aspek kesejahteraan keluarga
juga dapat diukur. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan
perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung. Sayangnya, meskipun
konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, tetapi sejauh ini dirasakan masih belum tersedianya ukuran
yang pasti secara metodologis dan berlaku umum untuk mengetahui tingkat
ketahanan keluarga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bersama-sama dengan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya
untuk menyusun berbagai indikator terkait ketahanan keluarga yang digunakan
sebagai bahan kajian dan penilaian tingkat ketahanan keluarga di Indonesia.

1.2LANDASAN HUKUM

Penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016


dilaksanakan berdasarkan landasan hukum berikut ini:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pembangunan Keluarga,


2. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga,
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik,
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Konvensi Tentang Hak-Hak Anak
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1994 Tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Peningkatan
Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan
Keluarga.

1.3TUJUAN

Tujuan kegiatan penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga


Tahun 2016 sebagai berikut:

1. Mendapatkan indikator-indikator penting pengukur tingkat Ketahanan


Keluarga.
2. Mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia tahun 2016.
3. Menyediakan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 yang
dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan
keluarga oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan.
1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 disajikan dalam 8


bagian, yaitu:

Bab I. PENDAHULUAN, menyajikan informasi terkait latar belakang, landasan


hukum, tujuan, dan sistematika penyajian publikasi ini.

Bab II. PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait konsep


keluarga, konsep ketahanan keluarga, pengukuran ketahanan keluarga,
variabel dan indikator ketahanan keluarga, penggunaan rumah tangga
sebagai pendekatan keluarga, dan sumber data.

Bab III. KETAHANAN KELUARGA INDONESIA, menyajikan kondisi ketahanan keluarga


Indonesia secara umum.

Bab IV. LANDASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA, menyajikan informasi


terkait landasan legalitas, keutuhan keluarga dan kemitraan gender dalam
keluarga.

Bab V. KETAHANAN FISIK, menyajikan informasi terkait kecukupan pangan dan gizi,
kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.

Bab VI. KETAHANAN EKONOMI, menyajikan informasi terkait tempat tinggal


keluarga, pendapatan keluarga, pembiayaan pendidikan anak, dan jaminan
keuangan keluarga.

Bab VII. KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS, menyajikan informasi terkait


keharmonisan keluarga dan kepatuhan terhadap hukum.

Bab VIII. KETAHANAN SOSIAL BUDAYA, menyajikan informasi terkait kepedulian


sosial, keeratan sosial dan ketaatan beragama.
PENGUKURAN KETAHANAN
KELUARGA 2

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial terkecil mempunyai peranan penting


dalam mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi cita-cita pembangunan.
Keluarga menjadi lingkungan sosial pertama yang memperkenalkan cinta kasih, moral
keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama
yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada.
Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal
dan internal dalam komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya
diharapkan dapat ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga
yang tangguh. Oleh karena itu, pengukuran ketahanan keluarga yang dapat
menggambarkan ketangguhan keluarga di Indonesia dalam menangkal berbagai
dampak negatif yang datang dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas
menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.

2.1KONSEP KELUARGA

Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan


cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai
suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap
kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan
dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan,
atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara
itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang
anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan
darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke dalam
Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang
beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah,
atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.
Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1) keluarga
tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan,
hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota keluarga hidup dan menetap secara
bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunan
satu rumah tangga; (3) setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi,
dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan
ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya; (4)
hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-
pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.
Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai
unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami,
istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang
Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi
pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial
budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi
sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan.
Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep
keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.2KONSEP KETAHANAN KELUARGA

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi


kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan
kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di
masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Pandangan lain
mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang
memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk
hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga
untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia
lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup
kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai
kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap
berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif
terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996).
Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai
kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai
permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari dalam keluarga itu
sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat,
maupun negara. Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat
ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda
kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan
yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan
berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan
keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota
keluarganya dengan penuh kasih sayang; dan (5) adanya anak-anak yang menaati dan
menghormati orang tuanya.
Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan keluarga diidentikan dengan
ketahanan sosial karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial. BPS
mendefinisikan ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan
global. Dinamika sosial skala lokal dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu dinamika
sistem sosial skala lokal (small scale system) itu sendiri dan karakteristik sistem sosial
skala lokal (characteristics of the small scale system) yang disebut sebagai Faktor
Komunal (Communal Factors). Faktor komunal yang berpengaruh terhadap ketahanan
sosial antara lain: (1) organisasi sosial reproduksi meliputi: formasi keluarga, sistem
pernikahan dan pertalian darah, serta prinsip turunan, warisan, dan suksesi; (2)
organisasi sosial produksi meliputi: stratifikasi dan pembagian kerja berdasarkan
gender, usia, dan kelas sosial; (3) organisasi sosial partisipasi politik meliputi:
kepemimpinan lokal dan pola manajemen; dan (4) organisasi sosial keagamaan
meliputi: hukuman dan insentif yang memperkuat norma sosial yang berlaku.
Sementara itu, dinamika sosial skala global merujuk pada dinamika sosial pada sistem
sosial skala global (large scale system) yang disebut sebagai Faktor Sosial (Societal
Factors). Faktor sosial yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1)
derajat integrasi ke sistem ekonomi pasar global (misalnya prevalensi upah/gaji
buruh, moneterisasi, mekanisasi, penggunaan teknologi, penanaman modal asing,
orientasi dan ketergantungan ekspor, dan ketergantungan impor); (2) derasnya arus
pengetahuan dan informasi global; (3) derajat integrasi ke dalam tata kehidupan
perkotaan; dan (4) penerapan kebijakan skala internasional, nasional, non-lokal
berpengaruh terhadap wilayah (misal kebijakan terkait kependudukan, kesehatan dan
pendidikan).
Akhirnya, ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan
global tersebut kemudian diidentifikasi oleh BPS sebagai: (1) tingkat perlindungan
yang diberikan kepada penduduk lanjut usia, anak-anak, perempuan, orang dengan
disabilitas; (2) tingkat dukungan yang diberikan kepada individu maupun
keluarga/rumah tangga rentan seperti keluarga miskin, orang tua tunggal, anak-anak
dan penduduk lanjut usia yang terlantar, orang dengan disabilitas yang terlantar; (3)
tingkat partisipasi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan sosial dan
politik; (4) tingkat konservasi/keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi
penghidupan masyarakat lokal; dan (5) tingkat kontrol sosial terhadap kekerasan
(rumah tangga, komunitas, dan lintas budaya).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, ketahanan keluarga diidentifikasi mengandung berbagai aspek
yang bertujuan untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga
tersebut secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang
berbeda dengan konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan
erat. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar
untuk dapat memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut
dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada
Pasal 1 Ayat 11. Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga
sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung
kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir dan batin.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka
ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi
komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga
(permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output
(terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka
ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam mengelola
masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya (Sunarti, 2001). Dengan demikian, keluarga dikatakan
memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek
yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang,
perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu berorientasi pada
nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga tinggi; (3) ketahanan
psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik, pengendalian
emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.

2.3DIMENSI, VARIABEL, DAN INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA

Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan


Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan
keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan
Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial
Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan keluarga akan mencakup
kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai dimensi pengukur
ketahanan keluarga. KPPPA telah merumuskan 24 (dua puluh empat) ciri-ciri yang
merepresentasikan tingkat ketahanan keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan
keluarga tersebut terkelompok dalam 5 (lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima
belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah (1) Legalitas dan Struktur Keluarga
mempunyai 3 variabel (7 indikator); (2) Ketahanan Fisik mempunyai 3 variabel (4
indikator); (3) Ketahanan Ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator), (4) Ketahanan
Sosial Psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya
mempunyai 3 variabel (3 indikator).

Kebutuhan mendesak terkait gambaran tingkat ketahanan keluarga secara


nasional menyebabkan pengukuran tingkat ketahanan keluarga tidak dapat ditunda
lagi. Publikasi ini disusun sebagai upaya untuk menghasilkan suatu rintisan awal bagi
tersedianya ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dapat digunakan sebagai
baseline perkembangan tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Ukuran tingkat
ketahanan keluarga pada publikasi ini pada dasarnya mengacu pada Peraturan
Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013. Berbagai penyempurnaan kerangka kerja dan
indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga Indonesia akan sangat dimungkinkan
untuk dilaksanakan pada waktu mendatang. Tingkat ketahanan keluarga pada
publikasi ini diukur berdasarkan sumber data yang telah tersedia dari berbagai survei
yang telah dilaksanakan oleh BPS maupun kementerian. Hal ini dilakukan karena
cakupan (coverage) data yang tersedia telah dapat menggambarkan kondisi
ketahanan keluarga secara nasional meskipun dijumpai perlunya beberapa
penyesuaian indikator sebagai akibat dari keterbatasan atau ketidaksesuaian antara
data yang tersedia dengan beberapa indikator yang telah dimiliki oleh KPPPA. Oleh
karena itu, terdapat beberapa ciri ketahanan keluarga yang mengalami penyesuaian
karena alasan ketidaktersediaan atau ketidaksesuaian data.

Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan adalah:


(1) ciri ke-4 dan ke-5 “ayah/ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak” diganti
menjadi indikator “kebersamaan dalam keluarga” dan “kemitraan suami-istri”; (2) ciri
ke-11 “memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak” diganti menjadi
indikator “ketersediaan lokasi tetap untuk tidur”; (3) ciri ke-14 “keluarga pernah
menunggak membayar listrik” diganti menjadi indikator “kecukupan pendapatan
keluarga”; (4) ciri ke-17 “suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk
uang minimal Rp. 500.000” diganti menjadi indikator “tabungan keluarga”; dan (5) ciri
ke-21 “anggota keluarga terlibat masalah (seperti mencuri, tawuran, berkelahi,
memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya)” diganti
menjadi indikator “penghormatan terhadap hukum”. Secara lengkap, penyesuaian ciri-
ciri ketahanan keluarga menjadi indikator ketahanan keluarga dapat dilihat pada Tabel
2.1.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 9


Tabel 2.1 : Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian Indikator Ketahanan Keluarga

Penyesuaian yang Dilakukan


Dimensi dan Ciri-Ciri Ketahanan Ketersedia
Pemban Variabel Keluarga an
gu Parameter
(KPPPA) Data
na
( ( ( ( (
n 1 2 3 4 5
Ke ) ) ) ) )
ta Dimensi 1. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga
ha
na 1. Bapak dan Ibu memiliki surat nikah yang Persentase Rumah Tangga
n dikeluarkan oleh KUA atau Catatan Sipil Tersedia Legalitas Perkawinan
yangKRT/Pasangannya Memiliki Buku
Ke Landasan Nikah
lu Legalitas Persentase Rumah Tangga yang
ar 2. Semua anak memiliki akte kelahiran Tersedia Legalitas Kelahiran Seluruh ART Umur 0-17 Tahun
ga Memiliki Akte Kelahiran
20 Keutuhan Semua anggota keluarga (suami,istri dengan Persentase Rumah Tangga yang KRT
3.
Keluarga atau tanpa anak) tinggal dalam satu rumah Tersedia Keutuhan Keluarga dan Pasangannya Tinggal Serumah
16
dan tidak ada perpisahan

4. Ayah menyisihkan waktu khusus bersama Persentase Rumah Tangga yang


anak Tidak Tersedia Kebersamaan Dalam
Keluarga Mempunyai Waktu Bersama Keluarga
Minimal 14 Jam Seminggu
Ibu menyisihkan waktu khusus bersama Persentase Rumah Tangga yang KRT
5. Tidak Tersedia Kemitraan Suami-Istri dan Pasangannya Mengurus Rumah
anak
Tangga
Kemitraan
Gender Persentase Istri Umur 15-49 yang
6. Suami dan Istri bersama-sama mengelola Keterbukaan Penentuan Keputusan Penggunaan
secara terbuka keuangan keluarga Tersedia Pengelolaan Keuangan Penghasilan Suami Dilakukan
Bersama oleh Suami dan Istri
Suami dan Istri merencanakan bersama
Pengambilan Persentase Rumah Tangga yang
7. jumlah anak yang diinginkan atau alat Tersedia Penentuan Jumlah Anak dilakukan
Keputusan Keluarga
kontrasepsi yang dipakai Secara Bersama oleh Suami dan Istri
Dimensi dan Ciri-Ciri Ketahanan Ketersediaa Penyesuaian yang Dilakukan
Variabel Keluarga n Data Indikat Paramet
(KPPPA) or er
( ( ( (4) (5)
1 2 3
) ) )

Dimensi 2. Ketahanan Fisik


Persentase Rumah Tangga yang
Semua anggota keluarga mampu makan Seluruh ART-nya Makan Makanan
8. lengkap (nasi, sayur, ikan, tempe, tahu, Tersedia Kecukupan Pangan Pokok dengan Lauk Pauk
Kecukupan buah) dua kali per hari Nabati/Hewani Minimal14 Kali Dalam
Pangan dan Gizi Seminggu
Ada anggota keluarga yang menderita Persentase Balita yang Mempunyai
9. masalah gizi (kurus sekali atau gemuk Tersedia Kecukupan Gizi Status Gizi Baik Berdasarkan Kriteria
sekali atau kerdil/kuntet) Berat Badan dan Usia
Keterbebasan Dari Persentase Rumah Tangga yang Tidak
Kesehatan 10. Ada anggota keluarga yang menderita Terdapat KRT/Pasangan Penderita
Pe penyakit akut/kronis atau cacat bawaan Tersedia Penyakit dan
Keluarga Penyakit Kronis Atau Penyandang
m Disabilitas
Disabilitas Sedang Atau Berat
ba Ketersediaan Persentase Rumah Tangga yang KRT-
ng Tempat/Lokasi 11. Rumah yang ditempati memiliki ruang tidur Ketersediaan Lokasi
terpisah antara orang tua dan anak Tidak Tersedia nya Memiliki Tempat Tidur dan
un Tetap Untuk Tetap Untuk Tidur
Digunakan Maksimal oleh 3 Orang
an Tidur
Ke Dimensi 3. Ketahanan Ekonomi
ta
Tempat Tinggal Persentase Rumah Tangga yang
ha 12. Keluarga memiliki rumah Tersedia Kepemilikan Rumah
Keluarga Status Kepemilikan Bangunan
na
Tempat Tinggalnya Milik Sendiri
n
Suami dan/atau istri mempunyai Persentase Rumah Tangga yang Rata-
Ke 13. penghasilan tetap per bulan sebesar Tersedia
Pendapatan Perkapita
rata Pengeluaran Per Kapita Per
lu Rp.250,000 per orang per bulan
Keluarga
Bulan Minimal Rp 500.000,-
ar Pendapatan
Persentase Rumah Tangga yang
ga Keluarga Kecukupan
Keluarga pernah menunggak membayar Tidak Tersedia Pendapatan Rumah Tangganya
14. listrik Pendapatan Keluarga Cukup untuk Memenuhi Kebutuhan
11 Sehari-hari
Penyesuaian yang Dilakukan
Dimensi dan Ciri-Ciri Ketahanan Ketersediaa
12
Variabel Keluarga n Data
(KPPPA) Indikat Paramet
Pe or er
m ( ( ( (4) (5)
ba 1 2 3
) ) )
ng Kemampuan Persentase Rumah Tangga yang
un 15. Keluarga pernah menunggak membayar Pembiayaan Seluruh ART Usia7-18 Tahun
iuran atau keperluan pendidikan anak Tidak Tersedia
an Pembiayaan Pendidikan Anak Bersekolah
Ke Pendidikan Persentase Rumah Tangga yang
ta Anak Keberlangsungan Seluruh ART Usia7-18 Tahun Tidak
16. Ada anak yang putus sekolah Tersedia
ha Pendidikan Anak Ada yang Putus Sekolah atau Tidak
na pernah Sekolah
n Persentase Rumah Tangga yang
Ke 17. Suami dan/atau istri mempunyai tabungan
dalam bentuk uang minimal Rp. 500.000 Tidak Tersedia Tabungan Keluarga Mempunyai Tabungan/Simpanan
lu Jaminan
Berupa Uang
ar Keuangan
Keluarga Anggota keluarga memiliki asuransi Persentase Rumah Tangga yang
ga Jaminan Kesehatan
kesehatan (atau BPJS) atau lainnya, Tersedia Seluruh Anggota Rumah Tangga(ART)
Keluarga
minimal 1 orang? Memiliki Jaminan Kesehatan
Dimensi 4. Ketahanan Sosial-Psikologi

Persentase Rumah Tangga yang


Sikap Anti Kekerasan
19. Ada terjadi kekerasan antar suami dan istri Tidak Tersedia KRT/Pasangannya Tidak Menyetujui
Terhadap Perempuan Suami Memukul Istri dengan Alasan
Keharmonisan Tertentu
Keluarga Perilaku Anti Persentase Rumah Tangga yang
20. Ada terjadi kekerasan antar orangtua dan KRT/Pasangannya Tidak
anak Tersedia Kekerasan Terhadap
Menggunakan Cara-cara Kekerasan
Anak
dalam Mendidik Anak
Ada anggota keluarga yang terlibat masalah
Kepatuhan Persentase Rumah Tangga yang
(seperti mencuri, tawuran, berkelahi, Penghormatan
Terhadap Tidak Tersedia Seluruh ART Tidak Pernah Menjadi
Hukum memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar Terhadap Hukum Korban Tindak Pidana
lalu lintas, memukul dan lainnya)
Penyesuaian yang Dilakukan
Dimensi dan Ciri-Ciri Ketahanan Ketersediaa
Variabel Keluarga n Data
(KPPPA) Indikat Parame
or ter
(1) ( ( (4) (5)
2 3
) )

Dimensi 5. Ketahanan Sosial-Budaya

Kepedulian Apa anggota keluarga memberi perhatian Persentase Rumah Tangga yang
Sosial 22. Penghormatan
dan merawat orangtua lanjut usia diatas 60 Tidak Tersedia Terdapat Lansia (60 tahun ke atas)
Terhadap Lansia
tahun dan Tinggal Bersama ART Lain
Anggota keluarga berpartisipasi dalam
Keeratan Sosial 23. Partisipasi Dalam Persentase Rumah Tangga yang
kegiatan sosial seperti pengajian,
Tersedia Kegiatan Sosial Di Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial
posyandu, kerjabakti, kematian, kelahiran, Lingkungan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal
ronda, kesenian, penyuluhan, pelatihan
Persentase Rumah Tangga yang
Pe Partisipasi Dalam
Ketaatan Anggota keluarga melakukan kegiatan Berpartisipasi dalam Kegiatan
m 24. agama secara rutin Tersedia Kegiatan Keagamaan
Beragama Keagamaan di Lingkungan Sekitar
ba Di Lingkungan
Tempat Tinggal
ng
un
an
Ke
ta
ha
na
n
Ke
lu
13
ar
ga
Walaupun beberapa ciri ketahanan keluarga mengalami penyesuaian yang
disebabkan oleh ketidaktersediaan data, namun indikator ketahanan keluarga yang
digunakan tetap mengacu kepada 5 (lima) dimensi yang tercantum dalam Peraturan
Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga.
Setiap dimensi pengukur tingkat ketahanan keluarga kemudian akan dijabarkan dalam
berbagai variabel dan setiap variabel diukur dengan beberapa indikator yang secara
fungsional saling berkaitan. Penjelasan terkait dimensi, variabel, dan indikator
ketahanan keluarga yang digunakan dijabarkan setelah bagan ringkas berikut ini.
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga

3 Variabel:
3 Variabel:
1. Kepedulian sosial
1. Landasan legalitas
(1 indikator)
(2 indikator)
2. Keeratan sosial
2. Keutuhan keluarga
(1 indikator)
(1 indikator)
3. Ketaatan beragama
3. Kemitraan gender
(1 indikator) Dimensi 1 (4 indikator)
Landasan
Legalitas dan
Keutuhan
Keluarga 3 Variabel:
Dimensi 5 Kecukupan pangan dan gizi (2 indikator)
Dimensi 2
Ketahanan Kesehatan
Sosial- Ketahanan
keluarga
Budaya Fisik(1 indikator)
KETAHANAN
Ketersediaan lokasi tetap untuk tidur (1 indikator)
KELUARGA

Dimensi 4
Dimensi 3
Ketahanan
Sosial- Ketahanan
Psikologi Ekonomi

2 Variabel: 4 Variabel:
Keharmonisan keluarga (2 indikator) Tempat tinggal keluarga (1 indikator)
Kepatuhan terhadap hukum (1 indikator) Pendapatan keluarga (2 indikator)
Pembiayaan pendidikan anak (2 indikator)
Jaminan keuangan keluarga (2 indikator)

14 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Dimensi 1: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga.

Penetapan dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga didasari pada


pemikiran bahwa keluarga akan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi apabila
dibangun berdasarkan pilar yang kuat berupa perkawinan/pernikahan yang sah
menurut hukum positif yang berlaku di negara ini. Pekawinan bukan saja harus sah
menurut agama/kepercayaan, tetapi juga diakui dan disahkan menurut perundang-
undangan yang berlaku sehingga ada kepastian hukum tentang eksistensi pernikahan,
serta adanya pengakuan dan perlindungan atas hak dan kewajiban antara suami-istri
berserta anak keturunannya. Pentingnya legalitas perkawinan menurut perundang-
undangan didasari pada perlunya jaminan perlindungan dan ketertiban dalam
pelaksanaan perkawinan serta kejelasan asal-usul anak. Landasan legalitas keluarga
dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu
perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dijabarkan melalui 3 (tiga)
variabel dan 7 (tujuh) indikator yaitu:

1) Variabel Landasan Legalitas diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu:


Legalitas Perkawinan, dan Legalitas Kelahiran.

Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga


untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin.
Perkawinan yang tidak sah menurut hukum yang berlaku akan menjadi hambatan
dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga karena mengandung resiko
tidak terpenuhinya hak-hak istri dan anak. Bukti perkawinan yang sah berupa
dokumen pencatatan perkawinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Bagi penduduk yang beragama Islam maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang
ditunjuk oleh Menteri Agama. Sebaliknya, bagi mereka yang melangsungkan
perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam maka dilakukan
oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Dokumen pencatatan perkawinan
dimiliki oleh masing-masing suami dan isteri yang berisi kutipan akta perkawinan yang
dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah
isteri dan buku nikah suami.
Kepemilikan akte kelahiran merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak
memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan secara
tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal
5 pada undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Hal tersebut juga
ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) yang menyatakan“Identitas diri setiap anak harus
diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “Identitas sebagaimana
dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”. Bukti sah mengenai status dan
peristiwa kelahiran seseorang dinyatakan dengan adanya akte kelahiran yang
dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bayi yang
dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk
Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat dari
pemerintah.

2) Variabel Keutuhan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Keberadaan Pasangan Suami-Istri Yang Tinggal Bersama Dalam Satu Rumah.

Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai ketahanan yang rendah.
Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota keluarganya, khususnya bagi
anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi ketidakutuhan keluarga terjadi pada
keluarga yang suami dan istrinya tidak tinggal menetap dalam satu rumah sehingga
pembinaan keluarga dan pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan
berpengaruh terhadap kondisi psikologis semua anggota keluarganya. Salah satu
penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat tinggal antara suami
dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif lama yang pada umumnya
diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat kerja dengan jarak yang sangat
jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir dipastikan komunikasi dan interaksi
antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens yang pada akhirnya berakibat
pada terganggunya proses tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin
keutuhan keluarga tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap
dalam satu rumah sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak
dan kewajiban antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

3) Variabel Kemitraan Gender diukur berdasarkan 4 (empat) indikator, yaitu:


Kebersamaan Dalam Keluarga; Kemitraan Suami-Istri; Keterbukaan
Pengelolaan Keuangan; dan Pengambilan Keputusan Keluarga.

Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara


suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam
melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik
peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2012). Adanya
kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan ketahanan keluarga
tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya mencakup kemitraan suami-
istri dalam melakukan domestik (pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci
pakaian dan sejenisnya), namun termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan
keluarga, agar kebersamaan dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan
keluarga dapat tercipta. Selain itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan
dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan
keluarga ditentukan pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri
memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan
pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu
keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan dalam
keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun suami
yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak
boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran
dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat menguatkan ketahanan keluarga
tersebut. Misalnya, apabila pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak
dilakukan bersama-sama antara suami dan istri maka ketahanan keluarga tersebut
cukup kuat.

Dimensi 2: Ketahanan Fisik.

Kondisi fisik yang sehat bagi semua anggota keluarga merupakan syarat yang
penting bagi tercapainya ketahanan keluarga. Dengan adanya kemampuan fisik
anggota keluarga yang tercermin oleh adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari
berbagai penyakit dan kelemahan, maka keluarga akan memiliki tingkat ketahanan
keluarga yang tinggi. Kesehatan fisik anggota keluarga secara umum dipengaruhi oleh
berbagai kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dalam jumlah
yang cukup serta istirahat yang cukup dan nyaman. Dengan adanya asupan pangan
yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup dan nyaman maka diharapkan
kondisi fisik anggota keluarga tersebut akan sehat jasmaninya serta terbebas dari
berbagai penyakit dan keterbatasan (disabilitas).
Dimensi ketahanan fisik dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 4 (empat)
indikator yaitu:

1) Variabel Kecukupan Pangan Dan Gizi diukur berdasarkan 2 (dua) indikator,


yaitu: Kecukupan Pangan, dan Kecukupan Gizi.

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus,


maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang
baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat,
kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik,
sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang
dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang
menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit.
Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat
meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara
normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejalan dengan itu, orang yang
mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi
ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang
lebih rendah. Sehingga, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik
pada akhirnya membuat keluarga berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang
cukup tinggi.

2) Variabel Kesehatan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Keterbebasan Dari Penyakit Kronis Dan Disabilitas.

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri,


mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat
diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan
fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun
ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan penyakit kronis ataupun
kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang dapat menjadi hambatan untuk
melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga, sehngga ketahanan keluarganya
menjadi rendah.

3) Variabel Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur diukur berdasarkan 1


(satu) indikator yaitu: Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur.

Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang
dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Tidur yang
cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur. Kepala keluarga dan
pasangan yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun
anggota keluarga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada
kepala keluarga dan pasangan yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak
maupun anggota keluarga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat
meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan
fungsinya masing-masing dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga, keluarga yang
suami/istri mempunyai tempat tidur yang terpisah dengan anak-anaknya ditengarai
mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.

Dimensi 3: Ketahanan Ekonomi.

Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga digambarkan kemampuan keluarga


dalam memenuhi berbagai kebutuhan keluarga untuk melangsungkan kehidupannya
secara nyaman dan berkesinambungan. Kehidupan keluarga yang nyaman akan
terjadi apabila keluarga tersebut memiliki dan menempati rumah atau tempat tinggal
yang kondisinya layak. Sementara itu, kesinambungan kehidupan keluarga akan
terjamin ketika keluarga tersebut selalu memiliki pendapatan dalam jumlah yang
mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk menjamin
keberlanjutan pendidikan anggota keluarganya. Sementara itu, dalam rangka
mengantisipasi berbagai ketidakpastian hidup di masa depan, maka keluarga juga
selayaknya memiliki tabungan dalam jumlah yang memadai serta memiliki jaminan
kesehatan berupa asuransi kesehatan dan sebagainya.
Dimensi ketahanan ekonomi dijabarkan melalui 4 (empat) variabel dan 7 (tujuh)
indikator, yaitu:

1) Variabel Tempat Tinggal Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Kepemilikan Rumah.

Kepemilikan rumah akan dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat


tinggal. Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu memenuhi
salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu membangun
keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik. Dengan kata lain,
keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan
memiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan keluarga yang
menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.

2) Variabel Pendapatan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu:


Pendapatan Perkapita Keluarga, dan Kecukupan Pendapatan Keluarga.

Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan keluarga ini lebih ditekankan pada
kecukupan penghasilan keluarga. Dimana kecukupan penghasilan sebagai salah satu
aspek ketahanan ekonomi keluarga tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga
secara subjektif. Penilaian pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga
yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan
ekonomi yang lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih
menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat. Artinya
keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi
yang lebih baik.

3) Variabel Pembiayaan Pendidikan Anak diukur berdasarkan 2 (dua) indikator


yaitu: Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak, dan Keberlangsungan
Pendidikan Anak.

Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat


menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi sehingga
akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan
anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah
ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus sekolah tidak selalu
karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya tahan keluarga yang rendah.
Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada anak yang putus sekolah
berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Selain tidak ada anak yang putus
sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat
menjamin anggota keluarganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada
anak yang tidak pernah sekolah.

4) Variabel Jaminan Keuangan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator


yaitu: Tabungan Keluarga, dan Jaminan Kesehatan Keluarga.

Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga


dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga
kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa
depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan
tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan keluarga, dalam bentuk
apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat berupa jaminan kesehatan
keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga secara
ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam hal ini digambarkan melalui
kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek,
jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari
perusahaan/kantor.

Dimensi 4: Ketahanan Sosial Psikologis.


Keluarga mempunyai ketahanan sosial psikologis yang baik yaitu apabila
keluarga tersebut mampu menanggulangi berbagai masalah non-fisik seperti
pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan
dan kepuasan), kepedulian suami terhadap istri dan kepuasan terhadap
keharmonisan keluarga (Sunarti dalam Puspitawati (2015)). Oleh karena itu, keluarga
yang memiliki ketahanan sosial psikologis yang baik berpotensi untuk mempunyai
ketahanan keluarga yanng tangguh pula. Dimensi ketahanan sosial psikologis
dijabarkan melalui 2 (dua) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Keharmonisan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu:


Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Perilaku Anti Kekerasan
Terhadap Anak.

Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun
terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga
yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap anti kekerasan terhadap
perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah tangga/pasangannya yang
tidak membenarkan tindakan suami memukul istri dengan alasan apapun. Sementara
itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak tercermin dalam cara mendidik dan
mengasuh anaknya yang tidak menggunakan kekerasan dalam jenis apapun.

2) Variabel Kepatuhan Terhadap Hukum diukur berdasarkan 1 (satu) indikator


yaitu: Penghormatan Terhadap Hukum.

Keluarga yang patuh pada hukum hingga tidak pernah melakukan tindakan
kriminalitas atau pelanggaran hukum maka dapat dikatakan keluarga tersebut
memiliki ketahanan yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena keterbatasan data maka
di proxy dengan rumah tangga yang pernah mengalami tindak kejahatan (korban
tindak pidana). Pendekatan korban tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel
kepatuhan terhadap hukum karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi
korban tidak pidana, maka dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan
yang baik.

Dimensi 5: Ketahanan Sosial Budaya.


Ketahanan sosial budaya merupakan salah satu dimensi yang menggambarkan
tingkat ketahanan keluarga dilihat dari sudut pandang hubungan keluarga terhadap
lingkungan sosial sekitarnya. Keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
lingkungan komunitas dan sosial. Dimensi ketahanan sosial budaya dijabarkan melalui
3 (tiga) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Kepedulian Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Penghormatan Terhadap Lansia.

Keluarga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga


yang telah berusia lanjut berupa perhatian dan perawatan pada lansia akan memiliki
ketahanan yang cukup tinggi. Kepedulian sosial yang diukur dengan indikator
penghormatan terhadap lansia ini selanjutnya diwakili dan diukur menggunakan
pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Penggunaan pendekatan
ukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa seorang lansia yang tinggal bersama
anggota keluarga di dalam rumah tangga maka lansia tersebut sehari-harinya akan
menerima perhatian dan perawatan dari anggota keluarga lainnya secara memadai.

2) Variabel Keeratan Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial Di Lingkungan

Keeratan sosial secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya penduduk


untuk mempertahankan dan memperkuat ketahanan dalam lingkup keluarga,
khususnya yang terkait dengan keselarasan dan rasa kekeluargaan antar anggota
masyarakat. Ketahanan keluarga dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang kuat
dan sukses yaitu keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal
dari anggota lain dalam masyarakatnya secara berimbang. Sehingga, suatu keluarga
dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu
berperan serta ikut berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diadakan di
lingkungan sekitar.

3) Variabel Ketaatan Beragama diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu:


Partisipasi Dalam Kegiatan Keagamaan Di Lingkungan.

Ketaatan beragama menjadi salah satu komponen pembentuk keluarga yang


berkualitas. Kondisi mental dan spiritual serta penerapan nilai-nilai agama merupakan
dasar untuk mencapai keluarga yang berkualitas yang selanjutnya akan membentuk
keluarga yang sejahtera. Ketaatan beragama dapat berupa kesadaran individu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya
didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung
dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Sehingga, suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi
bila anggota keluarga selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan keagamaan.

2.4 RUMAH TANGGA SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS KETAHANAN KELUARGA

Pemanfaatan sumber data yang telah ada dari berbagai hasil survei BPS
ataupun kementerian membawa konsekuensi tersendiri, yaitu digunakannya rumah
tangga sebagai pendekatan keluarga. Selama ini, BPS tidak pernah mereferensikan
pengumpulan data dengan pendekatan keluarga dengan pertimbangan, antara lain:
(1) adanya kesimpangsiuran dalam definisi keluarga yang dimaksud, keluarga batih
atau keluarga extended, (2) kesulitan dalam operasional lapangan karena masih
umum berlaku keluarga muda yang tinggal bersama orang tua atau mertua dan
bergantung secara ekonomi. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perspektif
responden dalam mendeskripsikan kondisi keluarga dan menjadi keterbatasan dalam
penyusunan instrumen penelitian keluarga. Oleh sebab itu, survei dengan pendekatan
keluarga sangat terbatas dan seringkali tidak dapat digunakan sebagai gambaran
kondisi keluarga secara nasional.
Penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga tidak akan mengubah
arah hasil analisis yang dilakukan. Hal ini karena terdapat kecenderungan rumah
tangga di Indonesia yang hanya terdiri dari satu keluarga saja yaitu keluarga inti
maupun keluarga dalam arti luas (extended family). Selain itu, konsep keluarga dan
rumah tangga seringkali dianggap serupa oleh masyarakat karena pada umumnya
fungsi keluarga dan rumah tangga dianggap serupa, khususnya pada masyarakat yang
struktur keluarga batihnya masih dominan. Oleh karena itu, konsep rumah tangga
dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk menganalisis keluarga dengan
memperhatikan hubungan setiap anggota rumah tangga dengan kepala rumah
tangganya.
Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai
hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula
beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:
1. Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.
2. Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi
sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.
3. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan
data yang berbeda.
4. Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu,
seperti kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase
kepemilikan akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan
40 persen terbawah secara nasional.

2.5SUMBER DATA

Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari
berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari
kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:

1. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.

Adalah survei yang digunakan untuk untuk memperoleh keterangan rumah


tangga dan anggota rumah tangga sasaran melalui kegiatan Pemutakhiran Basis
Data Tepadu (PBDT) 2015. Target rumah tangga yang dikumpulkan datanya
sekitar 27,2 juta rumah tangga, atau mencakup sekitar 40 persen rumah tangga
dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional, yang dilaksanakan di
34 provinsi, 511 Kabupaten/Kota, 7.074 kecamatan dan 82.190 desa/kelurahan
di seluruh wilayah Indonesia. Lingkup isi data (keterangan) yang dikumpulkan
adalah alamat, keterangan sosial ekonomi rumah tangga dan individu anggota
rumah tangga, yang sifatnya umum sehingga dapat digali dengan pengamatan
dan wawancara (pengakuan).
2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Keterangan Pokok Rumah Tangga (Susenas
Kor) 2015.

Adalah survei yang mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat meliputi kondisi kesehatan, pendidikan, fertilitas, keluarga
berencana, perumahan dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Topik atau variabel
yang dicakup dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, disebut Kor dan Modul.
Variabel yang termasuk kategori Kor (inti) dikumpulkan datanya setiap tahun,
untuk variabel kategori Modul dikelompokkan lagi ke dalam 3 (tiga) paket,
masing-masing paket digilir pengumpulannya setiap 3 (tiga) tahun. Ketiga paket
tersebut adalah (i) Konsumsi/Pengeluaran, (ii) Pendidikan dan Sosial Budaya,
dan (iii) Kesehatan dan Perumahan. Pelaksanaan Susenas Maret 2015
mencakup sekitar 300.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi
dan 511 kabupaten/kota di Indonesia dan menghasilkan estimasi yang dapat
disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
3. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas
MSBP) 2015.

Adalah survei yang memberikan informasi terkait pendidikan, ketelantaran,


kebudayaan, kepemudaan, keolahragaan, dan perlindungan sosial. Pendataan
Susenas MSBP dilaksanakan bulan September 2015, mencakup 75.000 rumah
tangga sampel dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia menghasilkan
estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
4. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015.

Adalah survei yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data yang dapat
menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar periode pencacahan.
Secara khusus, untuk memperoleh informasi data jumlah penduduk yang
bekerja, pengangguran dan penduduk yang pernah berhenti/pindah bekerja
serta perkembangannya di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional.
Sakernas Tahunan 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia
dengan jumlah sampel sekitar 200 000 rumah tangga, dengan maksud untuk
memperoleh estimasi data hingga tingkat kabupaten/kota.
5. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial (Susenas Modul
HANSOS) 2014.

Adalah suatu survei yang menggambarkan kondisi ketahanan sosial di


masyarakat. Indikator-indikator yang dicakup terkait dengan dengan modal
sosial yang dimiliki masyarakat, partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berpolitik, tingkat keamanan dan kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta
perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Kegiatan ini diintegrasikan
dengan pelaksanaan Susenas triwulan III pada tahun 2014 dan dilaksanakan di
seluruh kabupaten/kota dengan sampel sekitar 75.000 rumah tangga, dimana
hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.
6. Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.

Adalah suatu survei yang mengumpulkan data terkait kebahagiaan dan


kepuasan hidup penduduk secara nasional. Data yang dikumpulkan dilengkapi
dengan data-data yang sifatnya kualitatif sehingga dibutuhkan petugas yang
memiliki kemampuan berwawancara yang baik sehingga non sampling error
dan non respons dapat ditekan sekecil mungkin. Pelaksanaan SPTK 2014,
mencakup sekitar 75.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 497
Kabupaten/Kota di seluruh provinsi, dimana hasilnya dapat disajikan untuk
tingkat nasional dan provinsi.
7. Publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan upaya Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk menyediakan data
dasar berbasis masyarakat, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari
berbagai indikator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs,
mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan
upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai
kabupaten/kota. Riskesdas mempunyai cakupan sampel sebesar ± 300.000 RT
pada 12.000 Blok Sensus yang digunakan sebagai sampel Bidang Kesehatan
Masyarakat. Estimasi yang yang dihasilkan dapat disajikan pada tingkat nasional
dan provinsi, sedangkan untuk estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku
untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan
analisis.
8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012.

Adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai


tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI
yaitu mencakup semua wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun termasuk
remaja wanita, pria kawin (PK) umur 15-54 tahun,dan remaja pria (RP) belum
kawin umur 15-24 tahun. Pelaksanaan SDKI mencakup sekitar 46.000 rumah
tangga sampel yang tersebar di di 33 provinsi, dimana hasil datanya dapat
disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
N UKURAN TINGKAT KETAHANAN KELUARGA INDONE
3
Ukuran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia pada saat ini masih merupakan
proses pengembangan. Ukuran ini akan terus disempurnakan sejalan dengan
dinamika dan perkembangan zaman. Berbagai kendala yang berkaitan dengan
indikator dan ketersediaan data, menyebabkan upaya pengembangan kerangka kerja
ketahanan keluarga dan pengukurannya menjadi tantangan tersendiri yang penting
untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pembahasan terkait tahapan
pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang digunakan pada publikasi ini
meliputi: (1) metodologi pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga; (2)
penyusunan Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK), dan (3) Rintisan Indeks
Ketahanan Keluarga (R-IKK).

3.1Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga

Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup berbagai


indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di BPS. Ukuran
tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih merupakan suatu
rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu menggambarkan secara sederhana
tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks komposit tersebut pada saat ini bersifat
sementara dan akan terus dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut
sebagai “Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”. Rintisan ini pada saatnya
nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks Ketahanan Keluarga (IKK).
Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga, maka R-IKK yang
merupakan indeks komposit mencakup multidimensi, multivariabel, dan
multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario pembobotan dimensi,
variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok. Metode yang digunakan untuk
penentuan besarnya bobot dimensi, variabel, dan indikator pada publikasi ini adalah
Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa berbagai dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada
saat ini diukur menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbeda-
beda dan telah diagregasi ke level provinsi. Pertimbangan lain terkait penggunaan
metode AHP ini adalah adanya penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel,

Pembangunan Ketahanan Keluarga 27


2016
dan indikator terhadap indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan
tingkat kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.
Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur
tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks. Metode
AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai kompleksitas
persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai persoalan yang
kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang kemudian disusun
menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut menjadi lebih terstruktur
dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait ukuran tingkat ketahanan
keluarga menggunakan metode AHP yang telah dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan
hierarki persoalan (decomposition); (2) penentuan ukuran perbandingan (comparative
judgment); (3) penentuan prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi
logis (logical consistency).
Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan untuk memecah
persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks ke dalam berbagai
bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat umum hingga yang
bersifat khusus. Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya
berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai dimensi.
Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi disebut sebagai
variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya (unobserved). Sementara
itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai penyusun variabel dan dimensi
disebut sebagai indikator. Susunan hierarki persoalan ukuran tingkat ketahanan
keluarga telah dibahas pada bab sebelumnya yang ditampilkan pada Tabel 2.1 dan
Gambar 2.1.
Tahapan penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment) dilakukan
oleh para ahli yang memiliki kompetensi terkait konsep ketahanan keluarga. Proses
penentuan ukuran perbandingan relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum
World Cafe Method (WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum.
Hanya para ahli ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian
ukuran perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons). Pada setiap
pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan objektif mana yang
dianggap lebih penting dan memberikan skor yang menggambarkan tingkat
kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif pasangannya. Skor dan tingkat
kepentingan relatif antar objektif ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tahapan penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk
menyajikan hasil ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam
bentuk sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan
sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika.
Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan prioritas
dari berbagai objektif tersebut. Oleh karena matriks perbandingan relatif tersedia
pada setiap tingkatan hierarki (dimensi, variabel, dan indikator), maka sangat
dimungkinkan untuk disusun urutan prioritas pada untuk setiap tingkatan hierarki.
Tahapan terakhir yaitu evaluasi konsistensi logis (logical consistency) dengan
maksud untuk mendapatkan gambaran derajat konsistensi maupun inkonsistensi
penilaian pada ahli serta konsistensi logis terkait susunan prioritas keseluruhan
objektif. Pada tahapan ini dapat ditentukan apakah penilaian yang diberikan oleh
seorang ahli dapat diikutsertakan secara bersama-sama dengan penilaian para ahli
lainnya dalam forum WCM tersebut. Bagi ahli yang memiliki konsistensi penilaian
perbandingan yang rendah (inkonsisten) maka hasil penilaian ahli tersebut tidak layak
untuk digunakan bagi penentuan prioritas objektif/persoalan yang dipecahkan
dengan metode AHP ini.

Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan

Skor Definisi Deskri


psi
(1) (2) (3)

Sama Penting Dua objektif memiliki derajat kepentingan yang sama


1
(Equal atau setara.
Important)
Sedikit Lebih Pengalaman dan pertimbangan cenderung
3 Penting mementingkan salah satu objektif dibandingkan
(Somewhat More objektif pasangannya.
Important)

Lebih Penting Pengalaman dan pertimbangan yang kuat untuk


5
(Much More menyokong salah satu objektif dibanding
Important) pasangannya.
Pengalaman dan pertimbangan dengan sangat kuat
Lebih Penting
untuk menyokong salah satu objektif dibanding
7 Secara Kuat (Very
pasangannya. Derajat kepentingan salah satu objektif
Much More
telah terbukti dalam praktek.
Important)
Lebih Penting Pengalaman dan pertimbangan secara mutlak dan
9 Secara Mutlak tidak terbantahkan untuk menyokong salah satu
(Absolutely More objektif dibanding pasangannya.
Important)
Nilai Tengah Apabila diperlukan kompromi antara dua nilai
2,4,
(Intermediate yang berdekatan.
6,8
Values)

3.2 Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

Salah satu bagian penting dalam penggunaan metode AHP untuk menentukan
besarnya bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga
adalah pelaksanaan forum World Cafe Method (WCM). WCM merupakan sebuah
metode yang sederhana dan efektif untuk menyelenggarakan dialog dengan
melibatkan banyak orang dalam suatu forum untuk membahas topik penting secara
terfokus. Ada 5 (lima) unsur penting untuk suksesnya forum WCM antara lain: (1)
adanya pengaturan (setting) tempat duduk dan meja untuk forum dimana setiap meja
diperuntukkan bagi 4 atau 5 peserta; (2) pengelompokkan peserta forum untuk duduk
menjadi grup-grup kecil; (3) instruksi yang sangat jelas oleh fasilitator (pimpinan
forum) terkait pelaksanaan diskusi mencakup tata cara dan etika dalam berdiskusi
sehingga dipahami oleh semua peserta; (4) setiap anggota grup dalam satu meja
diberi pertanyaan yang sama dan diperbolehkan untuk saling bertanya terkait teknik
pengisian tetapi dilarang mendiskusikan jawaban setiap pertanyaannya; dan (5)
peserta secara individual diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan
pada perbandingan antar dua dimensi atau antar dua indikator.
Forum WCM untuk menentukan bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator
penyusun ketahanan keluarga diikuti oleh 17 orang ahli ketahanan keluarga. Para ahli
yang terlibat pada acara WCM ini dibatasi hanya bagi seseorang yang telah memiliki
pemahaman yang komprehensif terkait konsep dan pengukuran tingkat ketahanan
keluarga. Ketujuhbelas orang ahli tersebut tertera pada Tabel 3.2.
Hasil forum WCM tersebut kemudian diolah datanya menggunakan teknik
matematika untuk dihasilkan eigenvector yang pada akhirnya akan diperoleh urutan
prioritas dari berbagai dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Paralel dengan penghitungan eigenvector maka dilakukan penghitungan angka rasio
konsistensi (consistency ratio) untuk menentukan ahli mana saja yang memiliki
konsistensi dalam memberikan penilaian perbandingan relatif terhadap setiap
pasangan objektif/persoalan. Ahli yang memiliki skor consistency ratio kurang dari 0,1
maka hasil penilaiannya dapat digunakan untuk menghitung bobot setiap dimensi
variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Hasil evaluasi konsistensi
diperoleh fakta bahwa 17 ahli yang terlibat forum WCM semuanya memiliki
konsistensi yang sangat baik dalam memberikan penilaian perbandingan antar
objektif yang didiskusikan dalam forum tersebut. Dengan demikian, maka bobot
setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga dapat dihasilkan
seperti pada Tabel 3.3 berikut ini. Hasil ini dikonfirmasi sebagai susunan dimensi,
variabel, dan indikator yang logis oleh semua ahli yang terlibat dalam forum WCM,
sehingga penggunaan metode AHP dinyatakan berhasil memberikan solusi bagi
penentuan bobot dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Tahapan terakhir adalah penghitungan nilai R-IKK. Nilai R-IKK diperoleh dari
penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun R-IKK. Nilai yang
dijumlahkan adalah nilai setiap indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan
bobot masing-masing indikator dibagi dengan jumlah bobot. Penghitungan IKK
diformulasikan sebagai berikut.
∑ 𝑏i𝑥i
Keterangan:
𝑅𝐼𝐾𝐾 =
∑ 𝑏i
R-IKK : Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
𝑏i : Bobot (penimbang) indikator ke-i
𝑥i : Nilai indikator ke-i

Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Indeks Ketahanan


Keluarga

N Na Instansi Jabat
o ma an
(1 (2) (3) (4)
)

1. Dr. Heru P.Kasidi, M.Sc KPPPA Deputi Kesetaraan Gender


2. Dr. Ir. Pribudiarta Nur, MM KPPPA Deputi Perlindungan Anak

3. Budi Mardaya, SE, M.Si KPPPA Asdep Kesetaraan Gender


Staf Ahli Menteri Bidang
4. Dra. Luli Altuiswaty, M.Sc KPPPA
Pembangunan Keluarga
Staf Ahli Menteri Bidang
5. Dra Sri Danti, M.A KPPPA
Pembangunan Keluarga
6. Dra. Niken Kiswandari, M.Si KPPPA Sekretaris Deputi Kesetaraan
Gender
7. Rohika Kurniadi S, SH, MSi KPPPA Asdep Pemenuhan Hak Anak APKL

8. Ir. Nurti Mukti Wibawati KPPPA Sekretaris Deputi Perlindungan


Anak
Kabid Kesetaraan Gender
9. Skriptandono,SE, MM KPPPA
Bidang Kesehatan
Kabid Kesetaraan Gender
1 Dra. Lieska Prasetya, M.Sc KPPPA
Bidang Pembangunan
0
Keluarga
.
Kabid Kesetaraan Gender
1 Drs. Sayuti Fitri KPPPA
Bidang Pendidikan
1
.
Depertemen Ilmu Keluarga dan
1 Dr. Herien Puspitawati, M.Sc. IPB
Konsumen
2
.
Depertemen Ilmu Keluarga dan
1 Dr. Ir. Istiqlaliyah M. M.Si IPB
Konsumen
3
.
1 dr. Eni Gustina, MPH Kemenk Direktur Kesehatan Keluarga
4 es
.
1 Ir. Thoman Pardosi SE, M.Si BPS Direktur Statistik Ketahanan Sosial
5
.
Direktur Analisis dan
1 Sentot B. Widoyono M.A BPS
Pengembangan Statistik
6
.
Direktur Statistik Kesejahteraan
1 Gantjang Amannullah M.A. BPS
Rakyat
7
.
Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun Rintisan
Indeks Ketahanan Keluarga

Dime Variabel Indikat Bob


nsi or ot
(1) (2) (3) (4)
Landasan Legalitas 1. Legalitas Perkawinan 0,07307
(0,121)
2. Legalitas Kelahiran 0,04807
Landasan Keutuhan Keluarga
Legalitas dan 3. Keutuhan Keluarga 0,03782
Keutuhan (0,037)
4. Kebersamaan Dalam Keluarga 0,04119
Keluarga
(0,309) Kemitraan Gender 5. Kemitraan Suami-Istri 0,04599
(0,150) 6. Keterbukaan Pengelolaan Keuangan 0,02829
7. Pengambilan Keputusan Keluarga 0,03435

Kecukupan Pangan 8. Kecukupan Pangan 0,05057


dan Gizi (0,120) 9. Kecukupan Gizi 0,06924

Ketahanan
Kesehatan Keluarga 10. Keterbebasan dari Penyakit Kronis dan
Fisik Disabilitas 0,04728
(0,047)
(0,196)
Ketersediaan
Tempat/Lokasi
11. Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur 0,02897
Tetap Untuk Tidur
(0,029)
Tempat Tinggal
12. Kepemilikan Rumah 0,02014
Keluarga (0,020)
Pendapatan 13. Pendapatan Perkapita Keluarga 0,01116
Keluarga (0,038) 14. Kecukupan Pendapatan Keluarga 0,02673
Ketahanan
Ekonomi Pembiayaan 15. Kemampuan Pembiayaan Pendidikan
Anak 0,05866
(0,231) Pendidikan Anak
(0,123) 16. Keberlangsungan Pendidikan Anak 0,06455
Jaminan 17. Tabungan Keluarga 0,01876
Keuangan
Keluarga (0,050) 18. Jaminan Kesehatan Keluarga 0,03147

Keharmonisan 19. Sikap Anti Kekerasan Terhadap


Ketahanan Perempuan 0,06610
Keluarga
Sosial (0,0134) 20. Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak 0,06802
Psikologis Kepatuhan Terhadap
(0,178) 21. Penghormatan Terhadap Hukum 0,04413
Hukum (0,044)
Kepedulian Sosial
22. Penghormatan Terhadap Lansia 0,04210
(0,042)
Ketahanan Keeratan Sosial Partisipasi dalam Kegiatan Sosial di
Sosial Budaya (0,019) 23. 0,01868
Lingkungan
(0,085)
Ketaatan Beragama
(0,025) Partisipasi dalam Kegiatan Keagamaan 0,02468
24. di Lingkungan
3.3 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK)

Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) memiliki nilai skala antara 0 sampai
dengan 100. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin besar nilai
indeksnya hingga mendekati 100. Tingkat ketahanan keluarga yang rendah
diindikasikan dengan nilai indeks yang semakin menurut mendekati nilai 50.
Sebaliknya nilai indeks dibawah 50 dan semakin kecil mendekati nilai 0 menunjukkan
terjadinya kerentanan keluarga. Pembahasan terkait tingkat ketahanan keluarga
dilakukan dengan membagi nilai indeks menjadi 5 (lima) kategori ketahanan keluarga,
yaitu: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) cukup, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi.
Eksplorasi penentuan nilai batas kelompok (cutting point) pada setiap kategori
dilakukan dengan memanfaatkan distribusi data, diantaranya berdasarkan: (1)
rentang data yang sama, (2) frekuensi (persentil), atau (3) standar deviasi. Ketiga
skenario pengklasifikasian tersebut menghasilkan nilai batas yang berbeda-beda
seperti tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK

Kategori R- Rentang Data Persentil Standar Deviasi


IKK Sama
(1) (2) (3) (4)

Sangat Kurang Dari 61,16 Kurang Dari Kurang Dari


Rendah 68,59 62,96
Rendah 61,16 - 65,76 68,59 - 71,17 62,96 - 67,41
Cukup 65,76 - 70,36 71,17 - 72,81 67,41 - 76,30
Tinggi 70,36 - 74,96 72,81 - 74,81 76,30 - 80,75
Lebih Dari Atau Lebih Dari Atau Lebih Dari Atau
Sangat
Sama Dengan Sama Dengan Sama Dengan
Tinggi
74,96 74,81 80,75

Terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga skenario pengklasifikasian yang


digunakan. Pengelompokkan dengan menggunakan persentil dan standar deviasi
sangat tergantung pada distribusi data yang digunakan, sementara itu dengan
skenario rentang data yang sama, nilai batas kelompok (cutting point) R-IKK yang
dihasilkan mempunyai panjang interval yang relatif sama. Selanjutnya, nilai batas
yang dihasilkan dari skenario rentang data yang sama dimodifikasi dengan
pembulatan, namun dengan tetap mengutamakan keterseimbangan panjang interval
pada tiap kelompok. Hasil modifikasi batas skenario ini menjadi sebagai berikut: (1)
ketahanan keluarga kategori Sangat Rendah adalah wilayah yang memiliki R-IKK
kurang dari 60; (2) ketahanan keluarga kategori Rendah merupakan wilayah dengan R-
IKK kurang dari 65 dan lebih dari atau sama dengan 60; (3) ketahanan keluarga
kategori Cukup adalah wilayah dengan R-IKK kurang dari 70 dan lebih dari atau sama
dengan 65; (4) ketahanan keluarga kategori Tinggi adalah wilayah dengan R-IKK
kurang dari 75 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan (5) ketahanan keluarga
kategori Sangat Tinggi merupakan wilayah dengan R-IKK minimal 75. Dengan nilai
batas kelompok (cutting point) tersebut, maka diharapkan perubahan indeks akibat
dari adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih mudah dibandingkan
antar waktu.
Terkait bahwa R-IKK masih dalam proses pengembangan, maka dalam publikasi
ini nilai R-IKK pada masing-masing provinsi masih disajikan dalam kategori sangat
rendah, rendah, cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Penyajian tingkat ketahanan
keluarga yang lebih detil membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut pada kegiatan
pengukuran di masa mendatang.
Rintisan Indeks Ketahanan keluarga menurut provinsi dan kategori tingkat
ketahanan keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.1. Agar grafik lebih terlihat jelas,
maka grafik ditampilkan dengan skala nilai R-IKK 50 sampai 80. Menarik untuk
diketahui bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, setengahnya (tujuh belas provinsi)
memiliki nilai R-IKK di atas rata-rata nasional, dan sebaliknya. Dua puluh tiga diantara
provinsi-provinsi di Indonesia tampaknya sudah masuk dalam kategori tingkat
ketahanan keluarga “tinggi” atau “sangat tinggi”. Provinsi dengan R-IKK tertinggi
terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, provinsi dengan R-IKK terendah
terdapat di Papua.
Selanjutnya, terdapat dua provinsi yang masuk dalam kategori R-IKK rendah,
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, sebanyak
delapan provinsi termasuk ke dalam kelompok yang memiliki ketahanan keluarga
kategori cukup.
Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi dan
Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga

Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi


DI Yogyakarta
Kepulauan Riau
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Bali
Jawa Tengah
Kalimantan Tengah
Kep. Bangka Belitung
DKI Jakarta
Jambi
Kalimantan Utara
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Aceh
Riau
Sumatera Selatan
INDONESIA
Sulawesi Selatan
Lampung
Bengkulu
Gorontalo
Jawa Barat
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Maluku
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Banten
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Papua
50 55 60 65 70 75 80
Penyajian peta tematik R-IKK Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.2. Terlihat
bahwa umumnya provinsi dengan kategori R-IKK sangat tinggi berbatasan dengan R-
IKK yang juga berkategori sangat tinggi atau tinggi, kecuali Provinsi Bali. Provinsi Bali
dengan R-IKK sangat tinggi ini selain berbatasan dengan provinsi dengan R-IKK
kategori tinggi (Jawa timur), ternyata juga berbatasan provinsi dengan R-IKK yang
sangat rendah, yaitu Nusa Tenggara Barat.
Pada Pulau Sumatera, terlihat bahwa hampir seluruh provinsi memiliki R-IKK
yang terkategori tinggi (atau bahkan sangat tinggi), kecuali di Provinsi Sumatera
Utara yang memiliki R-IKK kategori cukup. Pola yang sama juga terjadi di Pulau Jawa,
kecuali Provinsi Banten yang memiliki R-IKK kategori cukup. Demikian pula untuk
pulau Kalimantan dimana hampir semua provinsi memiliki R-IKK kategori tinggi atau
sangat tinggi, kecuali Provinsi Kalimantan Barat yang masih memiliki R-IKK kategori
cukup.
Pada Pulau Sulawesi berimbang antara provinsi dengan nilai R-IKK kategori
tinggi dan provinsi dengan kategori cukup, masing-masing tiga provinsi. Sementara
itu, di Pulau Maluku dan Papua, nilai R-IKK provinsinya memiliki nilai dengan kategori
beragam yaitu kategori tinggi pada Maluku Utara, kategori cukup pada Maluku dan
Papua Barat, dan kategori sangat rendah pada Papua. Di sini terlihat bahwa Provinsi
Papua dapat dikatakan memiliki nilai R-IKK yang relatif timpang dibandingkan R-IKK
provinsi-provinsi di sekitarnya, bahkan bila dibandingkan dengan R-IKK seluruh
provinsi di Indonesia.
Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
95 100 105 110 115 120 125 130 135 140

5 5

0 0

Pe
m
ba
ng
un -5 -5

an Keterangan:
Ke < 60
ta 60 - 65
ha
65 - 70
na -10 -10
70 - 75
n
Ke > 75
lu 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140

ar
ga

37
4
ASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA

Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel, yaitu
(1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender. Masing-
masing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator. Pertama, landasan
legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.
Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan indikator keutuhan keluarga. Sedangkan
yang ketiga, kemitraan gender dinilai dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri,
kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan
keputusan keluarga.

4.1LANDASAN LEGALITAS

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui


perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1, Undang-Undang
Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa
pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul
rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Kemudian, disebutkan pula bahwa
keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang
sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas


perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk
sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah
akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang
kuat karena perkawinan yang tidak sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-
hak anak dan isteri. Dalam pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan
menyajikan dua topik yang saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas
kelahiran.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 39


2016
4.1.1 Legalitas Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah
sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan
disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan
menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan
Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama, sedangkan bagi
mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil
(Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975). Setelah melakukan pencatatan
perkawinan, masing-masing suami dan isteri akan memperoleh kutipan akta
perkawinan yang menjadi alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah
isteri dan buku nikah suami. Oleh karena itu, legalitas perkawinan dapat dilihat dari
kepemilikan buku nikah dari pasangan suami dan istri.
Informasi terkait kepemilikan buku nikah dapat diambil dari data Pemutakhiran
Basis Data Terpadu (PBDT) 2015. Namun, PBDT 2015 hanya mencakup 40 persen
rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah secara nasional. Walaupun
begitu, informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar
mengenai kepemilikan buku nikah secara nasional. Asumsinya, apabila sebagian besar
rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah telah memiliki buku
nikah, maka rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan di atas mereka kemungkinan
akan lebih banyak lagi yang memiliki buku nikah.

Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat


Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional
Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015

15,79

84,21

Memiliki Tidak Memiliki

Sumber : PBDT 2015


Pada tahun 2015 tercatat sekitar 74 persen kepala rumah tangga dari rumah
tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional berstatus
kawin, dimana sekitar 84 persen rumah tangga diantaranya memiliki buku nikah
(Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia telah
memiliki landasan legalitas perkawinan dalam membangun ketahanan keluarga.
Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 16 persen rumah tangga yang tidak
memiliki buku nikah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa mereka tidak
mencatatkan perkawinan mereka di KUA ataupun Kantor Catatan Sipil, diantaranya
yaitu keperluan poligami, adanya keyakinan bahwa pencatatan tidak diwajibkan
agama, dan ketidaktahuan fungsi dari surat nikah. Faktor penyebab lain dari
perkawinan tidak tercatat adalah karena sudah berumur, perkawinan di bawah umur,
dan untuk menutupi aib (Kustini, 2013).
Jika diperhatikan menurut provinsi, Papua menempati posisi terendah dan
menjadi satu-satunya provinsi yang persentase rumah tangga dengan tingkat
kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang memiliki buku nikah kurang
dari 50 persen, yaitu sebesar 21,53 persen (Gambar 4.2). Rendahnya persentase di
Provinsi Papua ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rumah tangga dengan
tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional tersebut memiliki
ketahanan keluarga masih rendah. Selanjutnya, empat provinsi berikutnya dengan
persentase terendah untuk rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen
terbawah secara nasional yang mempunyai buku nikah adalah Nusa Tenggara Timur
(NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Papua Barat.
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen
Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut
Provinsi, 2015

Aceh 91,99
Sumatera Utara 76,14
Sumatera Barat 84,59
Riau 92,77
Jambi 84,06
Sumatera Selatan 88,86
Bengkulu 88,71
Lampung 86,17
Kep. Bangka Belitung 84,58
Kepulauan Riau 97,12
DKI Jakarta 96,09
Jawa Barat 85,72
Jawa Tengah 98,47
DI Yogyakarta 97,17
Jawa Timur 92,73
Banten 62,65
Bali 55,80
Nusa Tenggara Barat 58,83
Nusa Tenggara Timur 52,59
Kalimantan Barat 67,64
Kalimantan Tengah 81,53
Kalimantan Selatan 79,62
Kalimantan Timur 90,59
Kalimantan Utara 82,57
Sulawesi Utara 89,84
Sulawesi Tengah 77,16
Sulawesi Selatan 82,16
Sulawesi Tenggara 78,92
Gorontalo 87,48
Sulawesi Barat 70,45
Maluku 73,89
Maluku Utara 75,53
Papua Barat 59,91
Papua 21,53
Indonesia : 84,21
Sumber : PBDT 2015
4.1.2 Legalitas Kelahiran
Akte kelahiran merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran
seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang
dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk
Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat
lainnya. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah
terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak
dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas
suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga
ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri
setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas
sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”.

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan


Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17
Tahun, 2015

84,42
78,03
71,95

Seluruhnya memiliki akte


kelahiran
Sebagian memiliki akte kelahiran

20,38 Tidak ada yang memiliki


15,09 akte kelahiran
6,88
9,54
6,04 7,67

Perkotaan Perdesaan Perkotaan +


Perdesaan

Sumber: Susenas KOR 2015

Sesuai dengan Undang-undang No 35 tahun 2014, anak adalah seseorang yang


belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang berarti bahwa setiap anak dengan
umur tersebut berhak untuk memiliki akte kelahiran. Sekitar 70 persen rumah tangga
di Indonesia mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berumur 0-17 tahun
(Lampiran 4.2). Dimana, sekitar 78 persen rumah tangga di antaranya telah
mempunyai akte kelahiran bagi semua anak tersebut (Gambar 4.3). Namun, rumah
tangga yang masih belum sadar untuk mendaftarkan anaknya secara sah juga masih
cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang sebagian atau
semua anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran,
yaitu sebesar 22 persen (Gambar 4.3). Permasalahan masih besarnya rumah tangga
yang anaknya belum mempunyai akte kelahiran lebih umum terdapat di wilayah
perdesaan. Tercatat bahwa persentase rumah tangga yang belum semua anaknya
memiliki akte kelahiran di wilayah perdesaan lebih besar dari pada wilayah perkotaan.
Dimana persentase rumah tangga yang sebagian atau bahkan seluruh anggota rumah
tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan sebesar
28,05 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 15,58 persen (Gambar 4.3).
Apabila dilihat per kelompok umur, maka persentase tertinggi penduduk yang
memiliki akte kelahiran berada pada kelompok umur 6-11 tahun, yaitu sebesar 82,98
persen. Besaran tersebut tidak jauh berbeda dengan kepemilikan akte kelahiran
untuk kelompok umur 12-17 tahun. Namun, persentase pada kelompok umur 0-5
tahun lebih kecil, yaitu sebesar 74,46 persen (Gambar 4.4). Padahal pemerintah telah
menetapkan target nasional Indikator Kepemilikan Akte Kelahiran di kalangan anak,
yaitu sebesar 75 persen untuk tahun 2015 (Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015).

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte
Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional
Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015

82,98 82,82

74,46Target Nasional (2015)


75,00

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun12 - 17 Tahun

Sumber : Susenas KOR 2015


Ketiadaan biaya merupakan alasan yang paling umum disampaikan oleh para
orang tua untuk tidak mendaftarkan kelahiran anak. Contohnya di Nusa Tenggara
Timur (NTT), dari sekitar 46 persen penduduk umur 0-17 tahun yang tidak mempunyai
akte kelahiran, 25,18 persen diantaranya mencatatkan ketiadaan biaya sebagai alasan
utama mengapa anak tidak memiliki akte kelahiran (Lampiran 4.4). Alasan lainnya
yang biasa dikemukakan adalah orang tua merasa tidak perlu atau malas untuk
mengurus akte kelahiran, dan kurangnya informasi mengenai mengapa dan
bagaimana mereka harus mendaftarkan kelahiran. Contohnya di Papua yang menjadi
provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang seluruh ART berumur
0-17 tahun tidak memiliki akte kelahiran. Ketidaktahuan bahwa kelahiran harus
dicatatkan atau bagaimana cara mengurusnya menjadi alasan utama banyaknya anak
yang tidak memiliki akte kelahiran di Papua (Lampiran 4.4).
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun
Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015

Aceh 76,28
Sumatera Utara 61,72
Sumatera Barat 71,1
2
Riau 71,2
4
Jambi 88,
18

Sumatera 82,94
Selatan

Bengkulu 85,0
7

Lampung 79,72
Kep. Bangka Belitung 91,86
Kepulauan Riau 91,92
DKI Jakarta 92,90
Jawa Barat 76,73
Jawa Tengah 89,48
DI Yogyakarta 95,10
Jawa Timur 82,70
Banten 67,96
Bali 78,03
Nusa Tenggara Barat 63,46
Nusa Tenggara Timur 44,84
Kalimantan Barat 76,64
Kalimantan Tengah 77,17
Kalimantan Selatan 81,92
Kalimantan Timur 90,43
Kalimantan Utara 83,91
Sulawesi Utara 80,50
Sulawesi Tengah 61,17
Sulawesi Selatan 78,59
Sulawesi Tenggara 69,43
Gorontalo 79,35
Sulawesi Barat 74,13
Maluku 62,24
Maluku Utara Papua
Papua Barat
65,23
37,46 Indonesia : 78,03
64,03

Sumber : Susenas KOR 2015


4.2KEUTUHAN KELUARGA

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti


fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan
pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak berfungsi secara normal apabila
salah satu atau lebih anggota keluarga tidak atau gagal menjalankan tugas dan
fungsinya. Salah satu contohnya adalah hubungan antar anggota keluarga yang tidak
harmonis atau ikatan emosi antar anggota keluarga kurang terjalin dengan baik.
Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga
dan akhirnya berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Dalam banyak
kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh orang lain atau lembaga lain.
Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial tersebut maka setiap anggota
keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap, dengan ikatan emosional dan
mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya. Itulah alasan
mengapa keutuhan keluarga menjadi salah satu komponen dari ketahanan keluarga.
Peluang terjadinya kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah
satu anggota keluarga, terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu
rumah. Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri
untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena
tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal
terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga dan
pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang tidak
harmonis.
Pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah tangga dengan kepala rumah
tangga yang berstatus kawin dan hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus
kawin tersebut tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasangannya (Lampiran
4.5). Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu
kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah.
Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga
yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Oleh karena 95 persen
rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga dan pasangannya tinggal bersama
dalam satu rumah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di
Indonesia memiliki ketahanan keluarga yang kuat (Gambar 4.6).
Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan
persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu
atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan persentase
antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015, persentase rumah
tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan
sebesar 95,5 persen (Gambar 4.6). Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga
yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen
(Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di
perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat
Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

95,49 95,09 95,28

4,51 4,91 4,72

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

KRT tinggal serumah dengan pasangan


KRT tidak tinggal serumah dengan pasangan

Sumber: Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi
yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah
dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7). Seperti diketahui,
sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan
Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki
persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan
pasangannya, yaitu sebesar 92,15 persen (Gambar 4.7). Persentase ini juga sejalan
dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal Tenaga Kerja
Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang menjadi Tenaga
Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan
Pasangan Menurut Provinsi, 2015

Aceh 98,04
Sumatera Utara 97,45
Sumatera Barat 97,61
Riau 98,25
Jambi 97,34
Sumatera Selatan 98,20
Bengkulu 97,86
Lampung
96,25
Kep. Bangka Belitung
97,81
Kepulauan Riau
96,07
DKI Jakarta
95,26
Jawa Barat
94,88
Jawa Tengah
92,15
DI Yogyakarta
95,49
Jawa Timur
95,12
Banten
95,96
Bali
96,67
Nusa Tenggara Barat
88,64
Nusa Tenggara Timur 93,67
Kalimantan Barat 97,41
Kalimantan Tengah 96,93
Kalimantan Selatan 96,68
Kalimantan Timur 97,58
Kalimantan Utara 92,80
Sulawesi Utara 96,92
Sulawesi Tengah 97,58
Sulawesi Selatan 95,51
Sulawesi Tenggara 94,77
Gorontalo 96,89
Sulawesi Barat 97,26
Maluku 96,43
Maluku Utara 97,19
Papua Barat 93,86
Papua 96,22

Indonesia : 95,28
Sumber : Susenas KOR 2015
4.3KEMITRAAN GENDER

Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan


status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari
budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan
berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak
perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan
dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati,
2013). Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas
kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa
saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga
terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis. Dalam pembahasan selanjutnya
kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan melalui kemitraan suami-istri,
keterbukaan pengelolaan keuangan, serta pengambilan keputusan keluarga.
4.3.1 Kebersamaan dalam Keluarga
Herien Puspitawati (2012) menyatakan pembagian peran suami-istri dalam
menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen perilaku mulai dari
perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu.
Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga tidak hanya mencakup
pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya, namun
termasuk pula pengasuhan anak, seperti menemani anak belajar, dan bermain.
Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak
akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam
meluangkan waktu bersama dengan anak, agar kebersamaan dengan anak selalu
terjalin dan pengasuhan anak tidak terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat
tercipta.
Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu lebih
dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam dalam
seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu luang sebanyak
14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh anak (Parker dan
Wang, 2013). Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu
yang dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar
dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dari
data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu luang yang
digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak hanya anak
namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap keluarga.
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan
Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

48,87 50,61 49,74

28,49
25,80 27,14
22,64 23,59 23,12

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Kurang (< 14 Jam) Cukup (14 - 28 Jam) Lebih dari Cukup (> 28 Jam)

Sumber : SPTK 2014

Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan dengan


keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia tersebut
berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Data SPTK 2014 menunjukkan
lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu luang bersama keluarga
minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam per hari. Ini berarti dari 100
rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk melakukan
kegiatan bersama keluarga lebih dari 14 jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak
27,14 persen rumah tangga yang mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih
dari 28 jam seminggu (Gambar 4.8). Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen
rumah tangga yang hanya memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama
keluarga kurang dari 14 jam seminggu.
Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase rumah
tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu lebih
besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal ini terjadi hampir di
seluruh provinsi di Indonesia (Lampiran 4.6.1 dan 4.6.2). Jika dibandingkan antar
provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki
waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni
sebesar 56,92% (Gambar 4.9).
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama
Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014

Aceh 74,47
Sumatera Utara 72,07
Sumatera Barat 77,69
Riau 81,26
Jambi 84,11
Sumatera Selatan 76,95
Bengkulu 83,40
Lampung 81,62
Kep. Bangka Belitung
84,70
Kepulauan Riau
79,52
DKI Jakarta
75,91
Jawa Barat
80,89
Jawa Tengah
73,04
DI Yogyakarta
72,90
Jawa Timur
78,53
Banten
74,31
Bali
62,08
Nusa Tenggara Barat
77,15
Nusa Tenggara Timur 65,94
Kalimantan Barat 73,43
Kalimantan Tengah 78,89
Kalimantan Selatan 80,19
Kalimantan Timur 80,61
Sulawesi Utara 74,64
Sulawesi Tengah 79,30
Sulawesi Selatan 86,84
Sulawesi Tenggara 68,55
Gorontalo 72,80
Sulawesi Barat 78,57
Maluku 70,52
Maluku Utara 68,04
Papua Barat 65,53
Papua 56,92

Indonesia : 76,88

Sumber : SPTK 2014


4.3.2 Kemitraan Suami-Istri
Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana suami
sebagai pemberi nafkah (peran produktif) dan pelindung keluarga (peran publik),
sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga (peran
domestik), yaitu mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain. Konsep pola relasi
tersebut telah mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi sosial budaya
masyarakat. Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat
merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga
anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik,
publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan
mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang
berkeadilan dan berkesetaran gender (Puspitawati, 2012). Apalagi saat ini terdapat
kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai ibu rumah
tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional dalam
publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen pada 2006 menjadi 52,71
persen pada 2016.
Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga
mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah
tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada pasangannya,
yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud mencakup berbagai
kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti mencuci, memasak,
mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya. Lebih jauh, hanya 23,48
persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya menyatakan mengurus rumah
tangga bersama selama seminggu terakhir (Gambar 4.9). Angka ini diperoleh
berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu terakhir yang
dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut menunjukkan
kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan berpotensi memicu
konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu ketahanan keluarga. Apalagi
diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin terdapat 52,11 persen istri yang
bekerja (Lampiran 4.8). Seorang istri yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih
sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, dibutuhkan kemitraan gender
dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan keluarga
sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang
yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

70,45 68,95
67,40

24,83 23,48
22,17

2,93 4,85 3,08 4,30 3,00 4,57

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

KRT dan Pasangan Mengurus Ruta Hanya Pasangan Mengurus Ruta


Hanya KRT Mengurus Ruta Lainnya

Sumber : Susenas KOR 2015

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga


yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada pasangannya lebih
tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%). Sebaliknya persentase
rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah tangga bersama-sama
ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di perdesaan (22,17%). Hal ini
menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan lebih tinggi daripada di
perdesaan.
Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai
persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya
mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah Bali,
dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
persentase sebesar 55,32 persen (Gambar 4.11). Persentase rumah tangga dengan
kepala rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua
provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya, terdapat
pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu
Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen rumah tangga yang
kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga
dalam seminggu terakhir.
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan
Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Selama Seminggu Terakhir
Menurut Provinsi, 2015

Aceh 10,21
Sumatera Utara 15,80
Sumatera Barat 25,20
Riau 25,50
Jambi 17,58
Sumatera Selatan 21,18
Bengkulu 19,76
Lampung 23,00
Kep. Bangka Belitung 24,51
Kepulauan Riau 24,29
DKI Jakarta 18,02
Jawa Barat 17,16
Jawa Tengah 31,77
DI Yogyakarta 55,32
Jawa Timur 26,02
Banten 17,22
Bali 70,45
Nusa Tenggara Barat 16,64
Nusa Tenggara Timur 24,35
Kalimantan Barat 9,81
Kalimantan Tengah 25,82
Kalimantan Selatan 23,71
Kalimantan 12,
Timur 82

Kalimantan 12,3
Utara 9

Sulawesi Utara 22,


20

Sulawesi 32,61
Tengah

Sulawesi 14
Selatan ,3
7

Sulawesi 37,9
Tenggara 2

Gorontalo 34,84

Sulawesi Barat 34,18


Maluku 39,
32

Maluku Utara 37,4


8
Papua Barat 22,
50

Papua 18,32
Indonesia : 23,48

Sumber : Susenas KOR 2015


4.3.3 Keterbukaan Pengelolaan Keuangan
Kemitraan gender dapat dilihat dari adanya transparansi pengelolaan keuangan
dalam keluarga. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus
dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga,
terutama antara suami dan istri (Puspitawati, 2012). Dalam hal ini, keterbukaan
pengelolaan keuangan dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil
keputusan yang menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami
yang bekerja maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan
menyerahkan sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri
memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan
pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam
pengelolaan keuangan keluarga.
Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan
dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan
informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri
yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan
kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja dalam
12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan terkait
penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau pasangan wanita
berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan
Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012

49,2
44,7 46,3
43,4
41,4
38,3

11,7 12,3 12,0

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami

Sumber : Publikasi SDKI 2012


Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas kendali penggunaan penghasilan
suami ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian,
masih terdapat 41,4 persen istri yang menjadi penentu tunggal penggunaan
penghasilan suami. Sementara dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kendali penggunaan
penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh sang istri
(65,3%). Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase
penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh
suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka ini
memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung
menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami sebagai
pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah tangga
lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.

Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan
Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012
68,7 65,3
61,0

31,8
28,5
25,8

4,9 5,8 5,3

Perkotaan PerdesaanPerkotaan + Perdesaan


Terutama istri Istri bersama-sama suamiTerutama suami

Sumber : Publikasi SDKI 2012

Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh suami
dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada penghasilan istri
yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga berlaku di seluruh provinsi.
Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan istri yang dilakukan secara
bersama antara suami-istri masih tergolong rendah, namun di Aceh, lebih dari 50
persen istri menyatakan bahwa pengelolaan keuangan (penghasilan istri maupun
penghasilan suami) ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (Gambar 4.14 dan
Gambar 4.15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Aceh telah
memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan sehingga berpotensi
meningkatkan ketahanan keluarga.
Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan
Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh
Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Aceh 67,3
Sumatera Utara 45,9
Sumatera Barat 63,4
Riau 47,0
Jambi 70,0
Sumatera Selatan 38,7
Bengkulu 54,8
Lampung 43,5
Kep. Bangka Belitung 46,5
Kepulauan 57
Riau ,2
DKI Jakarta 3
4
,
3
Jawa Barat 40,5
Jawa Tengah 57,
6
DI 6
Yogyakarta 4,
4
Jawa Timur 41,7
Banten 36,0
Bali 41,9
Nusa Tenggara 51,5
Barat
Nusa Tenggara 44,6
Timur
Kalimantan Barat 7
1,
6
Kalimantan Tengah 68,5
Kalimantan Selatan 50,8
Kalimantan Timur 60,9
Sulawesi Utara 45,3
Sulawesi Tengah 56,8
Sulawesi Selatan 25,9
Sulawesi Tenggara 29
,3
Gorontalo 38,8
Sulawesi Barat 55,1
Maluku 49,3
Maluku Utara 59,0
Papua Barat 50,
2
Papua 3
0
,
5

Indonesia : 46,3
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan
Penggunaan Penghasilannya Dilakukan Secara Bersama oleh Suami
dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Aceh 53,2
Sumatera Utara 30,5
Sumatera Barat 44,2
Riau 31,3
Jambi 44,7
Sumatera Selatan 27,9
Bengkulu 33,0
Lampung 25,5
Kep. Bangka Belitung 26,3
Kepulauan Riau 31,4
DKI Jakarta 17,6
Jawa Barat 27,4
Jawa Tengah
36,9
DI Yogyakarta
33,8
Jawa Timur
21,3
Banten
18,0
Bali
29,0
Nusa Tenggara Barat
26,5
Nusa Tenggara Timur
31,7
Kalimantan Barat
25,6
Kalimantan Tengah
44,0
Kalimantan Selatan 23,8
Kalimantan Timur 38,2
Sulawesi Utara 33,9
Sulawesi Tengah 37,7
Sulawesi Selatan 18,1
Sulawesi Tenggara 19,3
Gorontalo 22,3
Sulawesi Barat 33,2
Maluku 38,9
Maluku Utara 47,2
Papua Barat 29,4
Papua 21,1
Indonesia : 28,5
Sumber : Publikasi SDKI 2012
4.3.4 Pengambilan Keputusan Keluarga
Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan
keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Pengambilan
keputusan keluarga yang dimaksud disini adalah adanya pembahasan mengenai
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Jadi, meskipun suami yang
berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh
otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan
ide baik dari pasangan maupun anak-anaknya. Dalam pembahasan selanjutnya,
pengambilan keputusan keluarga akan dilihat melalui pengambilan keputusan untuk
penentuan jumlah anak.

Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu
Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

60,66 63,31 61,99

21,12 20,11 20,61


16,11
14,79 15,45
2,11 1,79 1,95

PerkotaanPerdesaanPerkotaan + Perdesaan
SuamiIstriSuami dan IstriPihak lain

Sumber : SPTK 2014

Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menentukan jumlah anak secara


bersama antara suami dan istri. Data SPTK 2014 menunjukkan sekitar 61,99 persen
rumah tangga menyatakan menentukan jumlah anak secara bersama antara suami
dan istri (Gambar 4.16). Adanya penentuan secara bersama mengenai jumlah anak
mencerminkan adanya penerapan kemitraan gender dalam rumah tangga, dimana
suami juga mempertimbangkan keinginan istri dalam memutuskan jumlah anak.
Persentase rumah tangga yang menentukan jumlah anak secara bersama oleh
suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan (63,31%) daripada di perkotaan
(60,66%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perdesaaan lebih terasa
dalam hal penentuan jumlah anak. Jika dibandingkan antar provinsi, hampir semua
provinsi terdapat lebih dari 50 persen rumah tangga yang melakukan penentuan
jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Hanya Gorontalo yang memiliki
persentase kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 46,94 persen (Gambar 4.17). Hal ini
menunjukkan bahwa kemitraan gender di Gorontalo belum terasa dalam penentuan
jumlah anak.
Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan
Jumlah Anak secara Bersama Menurut Provinsi, 2014

Aceh 60,52
Sumatera Utara 57,31
Sumatera Barat 64,84
Riau 66,77
Jambi 67,60
Sumatera Selatan 68,23
Bengkulu 64,64
Lampung
66,82
Kep. Bangka Belitung
62,96
Kepulauan Riau
62,47
DKI Jakarta
55,93
Jawa Barat
63,03
Jawa Tengah
62,40
DI Yogyakarta
57,62
Jawa Timur
60,59
Banten
60,83
Bali
69,32
Nusa Tenggara Barat
60,60
Nusa Tenggara Timur
64,91
Kalimantan Barat
62,10
Kalimantan Tengah
67,03
Kalimantan Selatan
66,57
Kalimantan Timur
63,42
Sulawesi Utara
61,97
Sulawesi Tengah
64,34
Sulawesi Selatan
57,56
Sulawesi Tenggara
64,74
Gorontalo
46,94
Sulawesi Barat
57,53
Maluku
63,09
Maluku Utara
59,48
Papua Barat
64,75
Papua 50,39
Indonesia : 61,99

Sumber : SPTK 2014


KETAHANAN FISIK 5
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan
keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri
dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan
kebahagiaan lahir dan batin. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ‘kemampuan
fisik materil’ merupakan syarat utama tercapainya ketahanan dan kesejahteraan
keluarga. Ketahanan fisik dapat tercapai jika keluarga telah terpenuhi kebutuhan
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per
kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi
(indikator: terbebas dari masalah ekonomi) (Sunarti dalam Puspitawati, 2012).
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembahasan mengenai ketahanan fisik
sangat luas dan tidak terlepas dengan kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu,
pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada ulasan tentang kecukupan pangan
dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.
Sedangkan pembahasan terkait kondisi ekonomi keluarga akan dijelaskan dalam bab
ketahanan ekonomi.

5.1KECUKUPAN PANGAN DAN GIZI

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus,


maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang
baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat,
kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik,
sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang
dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang
menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit.
Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat
meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara
normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 63


2016
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi
status gizi seseorang. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi
akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu
dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah memberikan panduan konsumsi
makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi aneka
ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan
secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal, yang tertuang
dalam Pedoman Gizi Seimbang (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang).
5.1.1 Kecukupan Pangan
Konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah
(porsi) yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Padahal tidak semua zat gizi yang
diperlukan tubuh terdapat dalam satu jenis makanan, oleh karena itu, pemerintah
sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka-
ragam. Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari tubuh
membutuhkan asupan protein nabati sebanyak 2-3 porsi, protein hewani 2-3 porsi,
makanan pokok 3-8 porsi, sayuran 3-5 porsi, buah 3-5 porsi dan minum air mineral
minimal 8 gelas. Asupan gizi tersebut dapat terpenuhi dari makanan pokok dan lauk-
pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.
Informasi mengenai kecukupan pangan dan gizi tidak dikumpulkan secara rinci
dalam survei-survei yang dilakukan BPS. Satu-satunya data yang dapat dimanfaatkan
adalah data Susenas 2015 yang mengumpulkan informasi terkait pola konsumsi
makanan seluruh anggota rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi hanya dibedakan
menjadi makanan pokok, lauk pauk nabati, dan lauk pauk hewani yang berprotein
tinggi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup frekuensi konsumsi
makanan selama seminggu terakhir. Oleh karena itu, rumah tangga yang cenderung
memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh apabila seluruh ART-nya dapat
mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau hewani minimal dua kali
sehari atau setara dengan 14 kali dalam seminggu. Informasi tersebut diharapkan
sudah dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan pangan keluarga di
Indonesia.

Terdapat fakta bahwa hanya 28,84 persen rumah tangga yang seluruh anggota
rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk protein nabati
atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.1). Jika satu kali
konsumsi makanan setara dengan satu porsi, maka masih banyak rumah tangga di
Indonesia yang berpotensi mengalami masalah kekurangan gizi karena kebutuhan
minimum asupan makanan pokok dan protein (nabati maupun hewani) per hari
belum terpenuhi. Kondisi tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Bahkan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 9,52 persen rumah tangga yang seluruh
anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk protein nabati
atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.3).

Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART)
yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani
Minimal 14 Kali Seminggu, 2015

67,68 74,67 71,16

32,32 28,84
25,33

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

Sumber : Susenas MSBP 2015

Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah


Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan
Jenis Makanan, 2015

Makanan Pokok 86,58 13,42

Lauk Pauk Nabati 18,78 81,22

Lauk Pauk Hewani 17,10 82,90

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

Sumber : Susenas MSBP 2015


Jika dilihat secara terpisah menurut pola konsumsi makanan pokok, protein
nabati dan protein hewani terlihat bahwa konsumsi makanan pokok jauh lebih besar
daripada konsumsi protein nabati maupun hewani. Sekitar 86 persen rumah tangga di
Indonesia telah memenuhi kebutuhan asupan makanan pokok minimal 14 kali dalam
seminggu (Gambar 5.2). Namun hanya sekitar 17-18 persen rumah tangga yang
semua anggota rumah tangganya mengkonsumsi protein nabati dan hewani minimal
14 kali dalam seminggu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan asupan makanan demi
tercapainya gizi seimbang berpotensi tidak terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan terus
menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada status gizi dan
ketahanan fisik seseorang, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu ketahanan
keluarga. Pola konsumsi yang sama terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia.
Hanya Papua (71,10%) dan Maluku Utara (79,17%) yang konsumsi terhadap makanan
pokok anggota rumah tangganya masih di bawah 80 persen.

Pada beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku


Utara, konsumsi lauk pauk nabati mempunyai persentase yang rendah, namun
konsumsi lauk pauk hewani di provinsi tersebut tergolong tinggi. Sebaliknya,
konsumsi lauk pauk hewani di Lampung sangat rendah (3,59%) namun diimbangi
dengan konsumsi lauk pauk nabati yang tergolong tinggi (15,12%). Hanya di Nusa
Tenggara Timur yang mempunyai konsumsi terhadap lauk pauk nabati dan hewani
yang relatif rendah yaitu sebesar 2,86 persen untuk lauk pauk nabati dan sebesar 7,72
persen untuk lauk pauk hewani. Persentase rumah tangga menurut banyaknya ART
yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk nabati, dan lauk hewani per provinsi dapat
dilihat pada Lampiran 5.2.
Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga
(ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/
Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015

Aceh 34,36
Sumatera Utara 26,50
Sumatera Barat 25,71
Riau 23,40
Jambi 15,24
Sumatera Selatan 16,71
Bengkulu 13,75
Lampung 15,57
Kep. Bangka Belitung
36,91
Kepulauan Riau
37,97
DKI Jakarta
25,03
Jawa Barat
18,27
Jawa Tengah
31,65
DI Yogyakarta
32,41
Jawa Timur
37,07
Banten
25,86
Bali
30,48
Nusa Tenggara Barat
26,22
Nusa Tenggara Timur
9,52
Kalimantan Barat
13,61
Kalimantan Tengah
45,97
Kalimantan Selatan
69,78
Kalimantan Timur
34,54
Kalimantan Utara
41,15
Sulawesi Utara
45,74
Sulawesi Tengah
32,27
Sulawesi Selatan
55,28
Sulawesi Tenggara 52,05
Gorontalo 61,04
Sulawesi Barat 49,06
Maluku 53,02
Maluku Utara 37,54
Papua Barat 32,44
Papua 10,68

Indonesia : 28,84

Sumber : Susenas MSBP 2015


5.1.2 Kecukupan Gizi
Masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi sering luput dari penglihatan atau
pengamatan secara kasat mata sehingga tidak cepat ditanggulangi. Kekurangan gizi
dapat menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh seseorang sehingga
mereka lebih mudah terkena penyakit. Demikian pula dengan kelebihan gizi yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang beragam. Jika masalah gizi pada
penduduk baik gizi buruk maupun gizi lebih dibiarkan maka dapat membawa dampak
(i) rendahnya produktivitas kerja; (ii) kehilangan kesempatan sekolah; dan (iii)
kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006).
Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan
gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga
berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah.
Informasi mengenai masalah gizi penduduk dikumpulkan secara menyeluruh
oleh Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
dilaksanakan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Indikator status gizi yang
dikumpulkan mencakup status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri, yaitu
berat badan (BB) terhadap umur (BB/U), tinggi badan (TB) terhadap umur (TB/U),
berat badan terhadap tinggi badan BB/TB dan indeks massa tubuh (IMT). Dalam
pembahasan selanjutnya, kecukupan gizi keluarga akan difokuskan pada masalah
status gizi balita karena umur di bawah lima tahun merupakan umur penting dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak sehingga balita
memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mencapai perkembangan dan
pertumbuhan anak yang optimal. Status gizi balita akan dilihat berdasarkan indikator
berat badan terhadap umur (BB/U) yang memberikan indikasi masalah gizi secara
umum.

Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi
Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013

78,4 75,9
73,4

12,5 15,3 13,9


4,2 4,9 7,3 4,1 5,7 4,5

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Buruk Kurang Baik Lebih


Sumber: Publikasi Riskesdas 2013
Permasalahan gizi balita di Indonesia masih jauh dari sasaran target yang
diharapkan. Pada tahun 2013, sekitar 19,6 persen balita mempunyai permasalahan
berat kurang (sebutan untuk status gizi buruk dan kurang). Padahal sasaran target
tahun 2014 mencantumkan angka di bawah 15 persen (RPJMN 2010-2014). Tidak
hanya itu, permasalahan gizi balita juga telah meluas kepada status gizi lebih yang
mencapai angka 4,5 persen. Prevalensi kasus gizi buruk pada balita lebih tinggi di
perdesaan (7,3%) daripada di perkotaan (4,2%), begitu pula untuk prevalensi gizi
kurang. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih pada balita lebih tinggi di perkotaan (4,9%)
daripada perdesaan (4,1%). Jika diperhatikan menurut provinsi, hanya dua provinsi
yang dapat memenuhi target RPJMN untuk persentase balita dengan berat kurang di
bawah 15 persen, yaitu Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan Papua Barat dan Nusa
Tenggara Timur merupakan provinsi yang mempunyai persentase balita dengan berat
kurang paling besar (Lampiran 5.3).
Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka keluarga yang terbebas dari
balita yang mempunyai masalah status gizi buruk, status gizi kurang atau status gizi
lebih diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain
ketika seluruh balita yang menjadi anggota rumah tangga mempunyai status gizi baik,
maka keluarga tersebut akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk
itu, pada Gambar 5.5, disajikan persentase balita yang mempunyai status gizi baik
menurut provinsi. Secara nasional, Kepulauan Riau meraih pencapaian tertinggi
dengan persentase balita yang mempunyai status gizi baik sebesar 81,7 persen. Selain
itu, masih terdapat tiga provinsi lain yang memililiki persentase di atas 80 persen,
yaitu Bali (81,4%), Kepulauan Bangka Belitung (80,4%), dan DI Yogyakarta (80,3%).
Sementara, mayoritas provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki persentase di
bawah 70 persen, seperti Nusa Tenggara Timur yang menjadi provinsi dengan
persentase terendah, yaitu 64,4 persen. Selain itu masih terdapat 5 provinsi lain
dengan persentase di bawah 70 persen, yaitu Kalimantan Barat (68,5%), Kalimantan
Selatan (69,2%), Sulawesi Barat (66,9%), Maluku (67,2%), Papua Barat (66,2%). Hasil
ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah timur Indonesia berpotensi
mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah karena permasalahan status gizi
balita.
Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut
Provinsi, 2013

Aceh 70,7
Sumatera Utara 72,8
Sumatera Barat 76,0
Riau 70,8
Jambi 75,6
Sumatera Selatan 74,5
Bengkulu 73,3
Lampung
73,7
Kep. Bangka Belitung
80,4
Kepulauan Riau
81,7
DKI Jakarta
78,5
Jawa Barat
79,9
Jawa Tengah
78,9
DI Yogyakarta
80,3
Jawa Timur
76,7
Banten
78,1
Bali
81,4
Nusa Tenggara Barat
71,5
Nusa Tenggara Timur
64,4
Kalimantan Barat
68,5
Kalimantan Tengah
72,3
Kalimantan Selatan
69,2
Kalimantan Timur
77,6
Sulawesi Utara
79,0
Sulawesi Tengah
73,5
Sulawesi Selatan
71,5
Sulawesi Tenggara
72,2
Gorontalo
70,9
Sulawesi Barat
66,9
Maluku
67,2
Maluku Utara
71,7
Papua Barat
66,2
Papua
71,9

Indonesia : 75,9

Sumber : Publikasi Riskesdas 2013


5.2 KESEHATAN KELUARGA

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri,


mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat
diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan
fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun
ketahanan keluarga yang lebih baik daripada orang yang tidak sehat.

Angka kesakitan (morbidity rate) merupakan salah satu indikator yang sering
digunakan untuk menentukan derajat kesehatan seseorang. Angka ini diperoleh
dengan menanyakan keberadaan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika
keluhan kesehatan tersebut sampai mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu,
seperti tidak dapat bekerja, tidak masuk sekolah atau tidak dapat melakukan kegiatan
lain yang biasanya dilakukan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit.
Secara nasional, pada tahun 2015, terdapat 30,34 persen penduduk yang
mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, namun hanya 16,14 persen
penduduk Indonesia yang terganggu aktivitasnya karena adanya keluhan kesehatan
tersebut. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penduduk
yang mempunyai keluhan kesehatan di perkotaan tidak berbeda dengan penduduk di
perdesaan (sekitar 30%). Akan tetapi penduduk perdesaan (16,89%) mempunyai
angka morbiditas lebih tinggi daripada penduduk perkotaan (15,41%). Selanjutnya
perbandingan angka morbiditas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.4.

Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status


Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015

69,67 69,64 69,65

14,93 15,41 16,89 16,14


13,46 14,20

Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan

Tidak Ada Keluhan Kesehatan


Ada Keluhan Kesehatan Tapi Tidak Terganggu Ada Keluhan Kesehatan dan Terganggu (Sakit)

Sumber : Susenas KOR 2015


Selain kondisi fisik yang sakit, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan
fungsional yang diderita oleh seseorang juga dapat menjadi hambatan untuk
melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga. Tidak berarti penderita penyakit
kronis ataupun kesulitan fungsional pasti mempunyai ketahanan keluarga yang
rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan
kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga tersebut untuk
mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah. Oleh karena itu variabel pada
dimensi ketahanan fisik selanjutnya adalah kesehatan keluarga yang diukur melalui
keterbebasan dari penyakit dan disabilitas (kesulitan fungsional).

Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup


lama, tidak terjadi secara tiba‐tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat
disembuhkan dengan sempurna. Sedangkan kesulitan fungsional merupakan
gangguan fungsi tubuh yang menjadi penghambat seseorang untuk beraktivitas
secara normal. Kedua hal ini, penyakit kronis dan kesulitan fungsional, dapat
menyebabkan ketahanan keluarga menjadi rendah. Penderita penyakit kronis
tertentu akan disibukkan dengan berbagai pengobatan untuk bisa bertahan hidup dan
melakukan aktivitas dengan normal, apalagi jika tingkat keparahan penyakitnya sudah
lanjut. Keluarga dengan anggota penderita penyakit kronis akan semakin rentan jika
mereka tidak mampu untuk melakukan tindakan pengobatan, baik medis maupun
non medis.

Tidak banyak sumber data yang secara spesifik memberikan informasi


mengenai keberadaan anggota rumah tangga penderita penyakit kronis sekaligus
penyandang disabilitas (kesulitan fungsional). Satu-satunya informasi yang cukup
relevan tersedia dalam data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.
Penyakit kronis yang dimaksud disini adalah penyakit kronis yang sudah pernah
dinyatakan oleh dokter atau tenaga medis. Sedangkan disabilitas yang dimaksud
merupakan penilaian responden atas beberapa kesulitan fungsi anggota tubuh
responden. Dalam pembahasan ini, responden dikelompokkan sebagai penyandang
disabilitas jika menderita disabilitas sedang atau berat menurut penilaian responden
sendiri. Perlu diingat, responden SPTK 2014 adalah kepala rumah tangga atau
pasangannya. Sehingga, ada tidaknya anggota rumah tangga yang menderita penyakit
kronis atau disabilitas ditentukan berdasarkan kondisi kesehatan kepala rumah tangga
atau pasangannya. Rumah tangga yang mempunyai kepala rumah tangga atau
pasangan sebagai penderita penyakit kronis dan disabilitas cenderung memiliki
ketahanan keluarga yang lebih rendah.
Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah,
Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan
Disabilitas, 2014

86,30 86,11 86,21

7,02 5,16 6,98 6,09 5,86


4,74 1,94 1,75 1,84

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Tidak Kronis dan Disabilitas Kronis Tanpa Disabilitas


Disabiltas Tanpa Kronis Kronis dan Disabilitas

Sumber : SPTK 2014

Pada tahun 2014, sekitar 86,21 persen rumah tangga di Indonesia, KRT atau
pasangannya tidak mempunyai masalah penyakit kronis dan penyandang disabilitas.
Sedangkan sisanya sekitar 13,79 merupakan rumah tangga yang KRT atau
pasangannya menderita penyakit kronis, penyandang disabilitas, maupun keduanya.
Persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis di
perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Sebaliknya persentase rumah tangga yang
KRT atau pasangannya menyandang disabilitas di perkotaan lebih kecil daripada di
perdesaan. Jika dilihat menurut wilayah, Provinsi Papua dan Kepulauan Riau
merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit
kronis dan disabilitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 96,17 persen dan 91,96
persen. Sementara itu Aceh dan Bengkulu adalah provinsi dengan persentase rumah
tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas terendah, yaitu masing-
masing sebesar 79,44 persen dan 81,96 persen.
Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita
Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014

Aceh 79,44
Sumatera Utara 86,71
Sumatera Barat 82,22
Riau 89,06
Jambi 89,59
Sumatera Selatan 85,55
Bengkulu 81,96
Lampung 89,27
Kep. Bangka Belitung 87,97
Kepulauan Riau 91,96
DKI Jakarta 89,82
Jawa Barat 85,71
Jawa Tengah 86,07
DI Yogyakarta 86,00
Jawa Timur 85,67
Banten 85,42
Bali 88,69
Nusa Tenggara Barat 83,46
Nusa Tenggara Timur 85,39
Kalimantan Barat 86,43
Kalimantan Tengah 85,10
Kalimantan Selatan 86,90
Kalimantan Timur 85,52
Sulawesi Utara 83,67
Sulawesi Tengah
86,40
Sulawesi Selatan
85,28
Sulawesi Tenggara
89,24
Gorontalo 81,98
Sulawesi Barat 86,82
Maluku 88,34
Maluku Utara 87,64
Papua Barat
87,30
Papua
96,17

Indonesia : 86,21

Sumber : SPTK 2014


5.3KETERSEDIAAN TEMPAT/LOKASI TETAP UNTUK TIDUR

Ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur merupakan variabel terakhir pada


dimensi ketahanan fisik. Variabel ini diukur dengan indikator ketersediaan lokasi tetap
untuk tidur. Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum dilakukan untuk
mengembalikan stamina dan daya tahan tubuh. Tidur sangat penting bagi setiap
orang, namun seringkali tuntutan kesibukan sehari-hari, gaya hidup, dan kondisi
tempat tinggal membuat orang menjadi kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti menurunkan kualitas hidup,
mengganggu metabolisme tubuh, menurunkan daya ingat, dan sebagainya.
Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang
dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Selain itu,
kecukupan waktu tidur akan meminimalisir risiko mengidap penyakit kronis tertentu.
Orang yang kurang tidur akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner
(European Heart Journal, 2011). Masing-masing orang memiliki kebutuhan jumlah
waktu tidur yang berbeda-beda. Namun umumnya, jumlah waktu tidur yang cukup
adalah 5-8 jam setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tidur yang cukup harus
diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur.
Kepala rumah tangga dan pasangannya yang mempunyai kamar tidur yang
terpisah dari anak-anak maupun anggota rumah tangga lain berpotensi memiliki
kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala rumah tangga atau pasangannya yang
kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota rumah tangga lain.
Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka
sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam
kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, KRT dan pasangan yang mempunyai
keleluasaan beristirahat yang ditandai dengan kamar tidur yang terpisah dengan anak-
anak diharapkan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.
Informasi terkait keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari
anak-anak atau lainnya tidak tersedia dalam data Susenas 2015. Namun survei
tersebut mengumpulkan informasi terkait ketersediaan lokasi tetap untuk tidur,
keberadaan tempat tidur/kasur dan penggunaannya lebih dari tiga orang atau tidak.
Lokasi tetap untuk tidur merujuk pada bagian tertentu dari ruangan yang selalu
digunakan responden secara tetap untuk tidur kapanpun responden mau. Lokasi yang
dimaksud disini tidak harus berupa kamar tidur tetapi bisa juga ruangan dengan
fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, keberadaan kamar
tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya di proksi dengan
keberadaan tempat tidur KRT yang digunakan maksimal oleh tiga orang.
Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap untuk
Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015

Perkotaan 78,36 16,0 2,84


2 2,78

Perdesaan 74,89 15,91 6,4 2,


4 76

Perkotaan + 76,63 15,96 4,6 2,


Perdesaan 3 77

Ada Tempat Tidur, Digunakan Maksimal 3 Orang Ada Tempat Tidur, Digunakan Lebih dari 3 Orang Tidak Ada Tempat Tidur
Tidak ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

Sumber : Susenas MSBP 2015

Rumah tangga yang berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik
tidak hanya mempunyai lokasi tetap untuk tidur, namun suami-istri juga harus
mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak ataupun anggota keluarga
lainnya. Dalam hal ini, diproksi dengan kepala rumah tangga atau pasangan yang
mempunyai tempat tidur dan digunakan tidak lebih dari 3 orang. Dimana secara
nasional, terdapat sekitar 76,63 persen rumah tangga yang KRT dan pasangan
mempunyai tempat tidur yang digunakan maksimal oleh 3 orang. Kemudian, sekitar
15,96 persen rumah tangga mempunyai tempat tidur namun digunakan lebih dari 3
orang, sehingga disinyalir tidak mempunyai keleluasaan untuk beristirahat karena
harus berbagi tempat dengan lainnya. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah,
maka persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur
digunakan maksimal 3 orang di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan.
Pada Gambar 5.10, disajikan persentase rumah tangga yang KRT dan
pasangannya mempunyai tempat tidur dan digunakan maksimal oleh 3 orang
menurut provinsi. Hasilnya, terdapat enam provinsi yang mencapai persentase di
atas 80 persen, yaitu Lampung (82,03), Jawa Tengah (82,66%), DI Yogyakarta
(84,19%), Jawa Timur (81,84%), Bali (87,83%), dan Kalimantan Selatan (84,48%).
Sementara, terdapat delapan provinsi yang memiliki persentase di bawah 70 persen,
yaitu Nusa Tenggara Timur (60,34%), Kalimantan Barat (69,60%), Kalimantan Utara
(64,67%), Sulawesi Tengah (68,48%), Gorontalo (50,83%), Sulawesi Barat (57,69%),
Papua Barat (59,00%) dan Papua (31,11%).
Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan
Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015

Aceh 75,46
Sumatera Utara 71,18
Sumatera Barat 75,79
Riau 71,86
Jambi 74,47
Sumatera Selatan 73,98
Bengkulu 76,92
Lampung
82,03
Kep. Bangka Belitung
78,92
Kepulauan Riau
79,67
DKI Jakarta
72,47
Jawa Barat
77,18
Jawa Tengah
82,66
DI Yogyakarta
84,19
Jawa Timur
81,84
Banten
74,46
Bali
87,83
Nusa Tenggara Barat
70,57
Nusa Tenggara Timur
60,34
Kalimantan Barat
69,60
Kalimantan Tengah
78,68
Kalimantan Selatan
84,48
Kalimantan Timur
73,57
Kalimantan Utara
64,67
Sulawesi Utara
74,95
Sulawesi Tengah
68,48
Sulawesi Selatan
73,56
Sulawesi Tenggara
73,43
Gorontalo
50,83
Sulawesi Barat
57,69
Maluku
71,59
Maluku Utara
74,86
Papua Barat
59,00
Papua
31,11

Indonesia : 76,63
Sumber : Susenas MSBP 2015
KETAHANAN EKONOMI 6
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ketahanan keluarga juga
mengandung makna kemampuan materil keluarga untuk hidup mandiri dan
mengembangkan keluarga (Undang-undang Nomor 52 tahun 2009). Kemampuan
materil keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam
mengatasi permasalahan ekonomi berdasarkan sumber daya yang mereka miliki.
Untuk itu, pembahasan ketahanan ekonomi akan menyajikan beberapa variabel yang
berpotensi mempengaruhi tingkat ketahanan ekonomi keluarga. Dimensi tersebut
dibangun dari empat variabel, antara lain (1) tempat tinggal keluarga, (2) pendapatan
keluarga, (3) pembiayaan pendidikan anak, dan (4) jaminan keuangan keluarga.

6.1TEMPAT TINGGAL KELUARGA

Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel pembangun ketahanan


ekonomi yang diukur dengan status kepemilikan rumah. Indikator ini dapat digunakan
sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga karena rumah tangga yang
telah memiliki rumah sendiri berarti dia telah mampu memenuhi salah satu
kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk membangun keluarga dengan
ketahanan keluarga yang lebih baik. Kepemilikan tempat tinggal akan diukur dengan
indikator status kepemilikan bangunan tempat tinggal yang dihasilkan dari data
rumah tangga Susenas 2015. Rumah tangga yang telah menempati bangunan tempat
tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik
dibandingkan rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik
sendiri.
Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat
tinggal milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat
tinggal dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah
dinas, dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan
tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan.
Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan untuk tempat
tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah, dalam data BPS 2015
menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk di wilayah perkotaan lebih
besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal inilah yang menjadi salah satu

Pembangunan Ketahanan Keluarga 79


2016
sebab mengapa ketersediaan lahan untuk bangunan tempat tinggal di wilayah
perkotaan lebih sedikit dibandingkan di perdesaan.

Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status
Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015
91,44
82,63
73,87

26,13
17,37
8,56

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati


bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik
sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang menempati
bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah tangga yang
menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti diketahui, DKI Jakarta
merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dimana pada
tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS,
2016). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang
kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan
sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI
Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga
dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di
bawah angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo,
Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan
Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015

82,36
71,09 Sumatera Utara Sumat
74,13 Ri
71,56 Sumater
Bengkulu
Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau83,94
DKI Jakarta Jawa Barat Jaw
83,02 DI Yogyakarta Ja
85,52
t Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah90,35
Sulawesi Selatan Sulawesi
87,85 Gorontalo Sulaw
Maluku Maluku Utara Pap

67,67
51,09
80,63
90,93
76,99
90,46
80,94
77,31
87,85
88,52
90,07
77,99
79,22
72,69
74,77
80,44
87,14
86,85
86,47
81,66
91,47
81,51
87,84
74,57
81,69

Indonesia : 82,63

Sumber : Susenas KOR 2015


6.2 PENDAPATAN KELUARGA

Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga


akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif. Pertama, indikator
objektif akan melihat kecukupan penghasilan dengan pendapatan perkapita rumah
tangga. Rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi
diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Kedua, indikator subjektif
akan melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi kecukupan pendapatan
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga yang
mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
6.2.1 Pendapatan Perkapita Keluarga
Studi yang dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga,
menyebutkan batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp
250.000,00. Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan
lebih dari Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah
tangga dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-
bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan
pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat kelompok,
yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan
kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00 sampai Rp 499.999,00;
Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan Kelompok IV lebih dari Rp
750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per bulan diperoleh dari hasil Susenas
Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah mencakup pengeluaran makanan dan non
makanan.
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata
Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

3,54

29,78
42,04

Kelompok I (< 250.000)


Kelompok II (250.000 - 499.999)

24,64 Kelompok III (500.000 - 749.999)


Kelompok IV (≥750.000)

Sumber : Susenas KOR 2015


Gambar 6.3 memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan
empat kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah
tangga termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp
750.000,00) dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam
kelompok I (pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas
rumah tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per
provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga di
Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi (Gambar 6.5). Bahkan di
provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang mempunyai
pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh dikatakan
sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah menetapkan bahwa garis
kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015 semester 2 untuk daerah
perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah perdesaan adalah sebesar Rp
333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas minimum besarnya pengeluaran
perkapita per bulan sebelum seseorang dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis
kemiskinan tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga
merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61
persen (BPS, 2015). Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang
pengeluaran perkapita per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa nilai batas (cutting point) pengeluaran


rumah tangga perkapita per bulan sebesar Rp 250.000,00 kurang tepat digunakan
sebagai pembeda ketahanan ekonomi rumah tangga. Sebagai alternatif, disajikan pula
garis kemiskinan sebagai nilai batas (cutting point) pengganti, dimana pengeluaran
perkapita per bulan akan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu 1) kelompok rumah tangga
miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan
kurang atau sama dengan garis kemiskinan; 2) kelompok rumah tangga hampir miskin
yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara garis kemiskinan sampai
dengan 1,2 kali garis kemiskinan; 3) kelompok rumah tangga rentan miskin lainnya
yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara 1,2 garis kemiskinan
sampai dengan 1,6 garis kemiskinan; dan 4) kelompok rumah tangga tidak miskin yang
merupakan rumah tangga dengan pengeluaran lebih dari 1,6 garis kemiskinan.
Keunggulan dari nilai batas (cutting point) dengan menggunakan garis kemiskinan
adalah nilai batas (cutting point) ini akan terus dapat digunakan pada tahun-tahun
selanjutnya karena besaran garis kemiskinan ini akan terus diperbaharui sesuai
dengan besaran pengeluaran penduduk referensi yang sudah mempertimbangkan
pula nilai barang konsumsi pada masing-masing provinsi.
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-
rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

71,77
64,64
57,47

19,24 16,52
13,83 12,18
7,05 7,36 11,11 9,60 9,23

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Miskin Hampir Miskin Rentan Miskin Lainnya Tidak Miskin

Sumber : Susenas KOR 2015

Dengan menggunakan garis kemiskinan sebagai cutting point ketahanan


ekonomi maka rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan lebih
dari 1,6 kali garis kemiskinan berpotensi untuk memiliki ketahanan ekonomi yang
lebih baik. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga Indonesia
merupakan rumah tangga tidak miskin atau telah memiliki pengeluaran perkapita per
bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan (64,64%). Kelompok rumah tangga tidak
miskin tersebut tidak mencakup kelompok rumah tangga hampir miskin (9,23%) dan
rentan miskin lainnya (16,52%). Berdasarkan klasifikasi wilayahnya, Gambar 6.4 juga
menunjukkan bahwa persentase rumah tangga tidak miskin di perkotaan (71,77%)
lebih besar dibandingkan di perdesaan (57,47%). Sebaliknya, persentase rumah
tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya lebih tinggi di perdesaan
daripada di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi rumah tangga di
perdesaan cenderung lebih rendah daripada di perkotaan. Perbandingan persentase
rumah tangga tidak miskin pada masing-masing provinsi dapat dilihat pada Lampiran
6.5.
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran
Perkapita Per Bulan dan Provinsi, 2015

Aceh 1,51
Sumatera Utara 1,27
Sumatera Barat 0,34
Riau 0,38
Jambi 1,14
Sumatera Selatan 3,69
Bengkulu
2,19
Lampung
2,82
Kep. Bangka Belitung
0,02
Kepulauan Riau
0,17
DKI Jakarta
0,00
Jawa Barat
3,10
Jawa Tengah
6,06
DI Yogyakarta
4,10
Jawa Timur
4,28
Banten
0,78
Bali
0,96
Nusa Tenggara Barat
5,88
Nusa Tenggara Timur
10,80
Kalimantan Barat
1,77
Kalimantan Tengah
0,58
Kalimantan Selatan
0,59
Kalimantan Timur
0,08
Kalimantan Utara
0,00
Sulawesi Utara
2,55
Sulawesi Tengah
2,63
Sulawesi Selatan
8,78
Sulawesi Tenggara
8,86
Gorontalo
12,84
Sulawesi Barat
8,09
Maluku
1,13
Maluku Utara
0,28
Papua Barat
3,91
Papua
9,29

Kelompok I (< 250.000) Kelompok II (250.000 - 499.999)

Kelompok III (500.000 - 749.999) Kelompok IV (≥ 750.000)

Sumber : Susenas KOR 2015


6.2.2 Kecukupan Pendapatan Keluarga
Berbeda dengan sebelumnya, sub-bab ini membahas mengenai kecukupan
pendapatan rumah tangga berdasarkan persepsi subjektif kepala rumah
tangga/pasangan terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Hal ini penting mengingat kesejahteraan keluarga sebagai
bagian dari ketahanan keluarga tidak hanya dapat diukur secara objektif saja namun
juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan
pada kepuasan rumah tangga atas pendapatan yang telah didapat. Asumsinya akan
ada hubungan yang searah antara penilaian subjektif ini dengan kondisi objektif
ekonomi keluarga. Artinya adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka
semakin puas rumah tangga tersebut akan kondisi ekonominya.

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan
Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari,
2014

64,89 62,01
59,15

34,34
29,73
25,09

10,02 6,51 8,26

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Lebih dari cukupCukupKurang

Sumber : SPTK 2014

Secara nasional, terdapat 29,73 persen rumah tangga yang merasa


pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.6).
Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda berdasarkan klasifikasi wilayah,
dimana persentase rumah tangga yang merasa kurang ternyata lebih tinggi di
perdesaan (34,34%) daripada di perkotaan (25,09%). Kemudian, jika di teliti lebih
jauh, penilaian terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dipengaruhi oleh besaran pendapatan rumah tangga.
Semakin rendah kelompok pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula
persentase rumah tangga yang merasa pendapatan rumah tangganya kurang untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.7).
Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah
Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok
Pendapatan, 2014

≤ Rp 1.800.000 1,10 49,


16
49,74

Rp 1.800.001 - Rp 4,53 73 22,30


3.000.000 ,1
8

Rp 3.000.001 - Rp 13,27 76,20 10,54


4.800.000

Rp 4.800.000 - Rp 27, 68 4,42


7.200.000 58 ,0
0

> Rp. 7.200.000 45,1 50,63 4,24


2

Cukup Kurang
Lebih dari cukup
Sumber : SPTK 2014

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang merasa


pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih tinggi daripada
mereka yang merasa tidak cukup. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan
persentase rumah tangga tertinggi dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi
dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup
atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Gambar 6.8). Selain itu,
masih terdapat 11 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka
nasional untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari
cukup, yakni Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.
Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan
Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan
Provinsi, 2015

Aceh 5,62 52,51 41,87


Sumatera Utara 7,09 65,25 27,67
Sumatera Barat 11,54 60,43 28,03
Riau 11,65 67,25 21,10
Jambi 9,43 71,04 19,53
Sumatera Selatan 10,62 60,38 29,00
Bengkulu 6,93 59,04 34,03
Lampung 5,84 63,86 30,30
Kep. Bangka Belitung 6,99 75,29 17,72
Kepulauan Riau 13,31 71,48 15,21
DKI Jakarta 8,72 68,58 22,70
Jawa Barat 6,10 60,31 33,59
Jawa Tengah 7,75 60,92 31,32
DI Yogyakarta 7,89 64,89 27,22
Jawa Timur 9,16 61,29 29,56
Banten 6,31 60,08 33,61
Bali 11,25 63,03 25,72
Nusa Tenggara Barat 8,91 47,73 43,36
Nusa Tenggara Timur 4,94 55,07 39,99
Kalimantan Barat 8,91 65,86 25,23
Kalimantan Tengah 11,84 67,77 20,38
Kalimantan Selatan 11,47 68,96 19,57
Kalimantan Timur 14,59 70,00 15,41
Sulawesi Utara 9,36 67,86 22,78
Sulawesi Tengah 7,79 65,41 26,81
Sulawesi Selatan 11,25 60,60 28,15
Sulawesi Tenggara 11,09 59,36 29,55
Gorontalo 5,64 62,26 32,11
Sulawesi Barat 5,17 61,18 33,65
Maluku 9,20 59,45 31,36
Maluku Utara 10,38 65,37 24,25
Papua Barat 12,90 65,27 21,83
Papua 9,70 65,51 24,79

Lebih dari Cukup Cukup Kurang

Sumber : SPTK 2014


6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi
kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat
menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah
tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan
pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel
penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun
dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2)
keberlangsungan pendidikan anak.
6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa
memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang
bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada
sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang
ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung
seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang
mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian
siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar
daripada sekolah negeri.

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan
Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

90,66 86,52 88,54

5,48 3,86 7,31 6,16 6,42 5,04

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Seluruhnya BersekolahSebagian BersekolahTidak Ada yang Bersekolah

Sumber : Susenas KOR 2015


Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia
pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia
25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara
dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah
satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah
sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya
provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun,
sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni
10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota
rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12
tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.
Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar
pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga
yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang
seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga
hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga
seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak
bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka
rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya
bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika
dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT
semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih
bersekolah (Gambar 6.10).

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan
Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun)
yang Bersekolah, 2015

91,50 94,55 96,44


86,19
80,71

10,20 8,08 5,73 3,28


9,10 5,24 3,26
2,17 2,00 1,57

Tidak punya SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi


ijazah SD
Seluruhnya BersekolahSebagian BersekolahTidak Ada yang Bersekolah

Sumber : Susenas KOR 2015


Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota
Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi,
2015

Aceh92,06
Sumatera Utara89,15
Sumatera Barat91,61
Riau89,60
Jambi89,34
Sumatera Selatan87,31
Bengkulu91,72
Lampung88,65 Kep. Bangka Belitung87,12 Kepulauan Riau94,34
DKI Jakarta89,71
Jawa Barat87,21
Jawa Tengah88,48
DI Yogyakarta95,46
Jawa Timur89,76
Banten87,66
Bali93,03 Nusa Tenggara Barat91,56 Nusa Tenggara Timur87,36 Kalimantan Barat85,92
Kalimantan Tengah87,38
Kalimantan Selatan87,97
Kalimantan Timur93,26
Kalimantan Utara87,89
Sulawesi Utara89,76
Sulawesi Tengah87,88
Sulawesi Selatan86,55
Sulawesi Tenggara88,12
Gorontalo86,68
Sulawesi Barat83,50
Maluku89,92
Maluku Utara90,02
Papua Barat89,04
Papua69,64

Seluruh ART BersekolahSebagian ART BersekolahSemua ART Tidak Bersekolah

Sumber : Susenas KOR 2015


6.3.2 Keberlangsungan Pendidikan Anak
Keberlangsungan pendidikan anak akan digambarkan melalui besarnya
persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah.
Putus sekolah adalah suatu kondisi dimana seseorang yang berusia sekolah (7-18
tahun) tidak dapat menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Dalam
hal ini, mereka yang telah menamatkan sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu
tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk
sebagai putus sekolah. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, rumah tangga yang
mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah
tangganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah
sekolah.
Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah
bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah
tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun,
sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang putus sekolah atau
tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka
persentase rumah tangga yang terdapat ART putus sekolah atau tidak pernah
bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada di perkotaan (1,92%). Ini
menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung mempunyai ketahanan
ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi untuk mempunyai ketahanan
keluarga yang lebih rendah pula (Gambar 6.12).

Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan


Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak
Pernah Bersekolah, 2015

96,37 93,90 97,33

3,63 6,10 2,67

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Ada ART Putus Sekolah Tidak Ada ART Putus Sekolah

Sumber : Susenas KOR 2015


Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai
kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut
kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka
yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada
kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan
perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan
seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut
semakin nyata.

Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah


Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015

10,96

9,32

7,54

4,37
3,81
3,23

0,97 0,84 0,91

7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

Laki-lakiPerempuanTotal

Sumber : Susenas KOR 2015

6.4 JAMINAN KEUANGAN KELUARGA

Selain kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi


keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga tersebut dalam
menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan
jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi
salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan terhadap
resiko tersebut diukur dengan variabel jaminan keuangan yang terdiri dari dua
indikator, yaitu tabungan keluarga, dan asuransi keluarga.
6.4.1 Tabungan Keluarga

Rumah tangga yang memiliki tabungan berpotensi memiliki ketahanan ekonomi


yang lebih baik. Informasi terkait tabungan yang dimiliki oleh rumah tangga terdapat
dalam data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015. Informasi yang
dikumpulkan mencakup akses finansial rumah tangga antara lain, kepemilikan
tabungan dan jenis tabungan. Namun dalam pembahasan ini, tabungan yang dimiliki
rumah tangga dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank
(tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor pos/sekolah),
dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan sebagainya).

Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis
Tabungan yang Dimiliki, 2015

88,28 91,24 89,58

69,08
56,74

40,95

13,10 11,75
10,01

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perkotaan

Produk BankProduk NonBankLainnya

Sumber : Susenas MSBP 2015

Secara nasional, 62,97 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki


tabungan, dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan
(Gambar 6.15). Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah
tangga yang mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah,
seperti di lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah
tangga yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75
persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar 56,74
persen. Gambar 6.14 juga menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih
cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di
perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk
bank dan non bank.
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan
kepemilikan tabungan dapat dilihat pada Gambar 6.15. Bali menjadi provinsi dengan
persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82 persen.
Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan provinsi-
provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih kecil
dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan masing-
masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32 persen,
42,84 persen, 49,83 persen, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis
tabungan yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan
pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah
Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi,
2015

Aceh 47,32
Sumatera Utara 58,77
Sumatera Barat 60,40
Riau 60,14
Jambi 56,52
Sumatera Selatan 57,19
Bengkulu 57,47
Lampung 42,84
Kep. Bangka Belitung 76,98
Kepulauan Riau 80,89
DKI Jakarta 81,84
Jawa Barat 56,89
Jawa Tengah 67,58
DI Yogyakarta 80,72
Jawa Timur 64,41
Banten 56,63
Bali 87,82
Nusa Tenggara Barat 49,83
Nusa Tenggara Timur 61,30
Kalimantan Barat 66,88
Kalimantan Tengah 76,15
Kalimantan Selatan 66,45
Kalimantan Timur 84,52
Kalimantan Utara 75,87
Sulawesi Utara 58,61
Sulawesi Tengah 64,38
Sulawesi Selatan 76,25
Sulawesi Tenggara 73,01
Gorontalo 55,45
Sulawesi Barat 60,06
Maluku 57,96
Maluku Utara 64,92
Papua Barat 71,21
Papua 42,91
Indonesia : 62,97
Sumber : Susenas MSBP 2015
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah
Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi,
2015

Aceh 47,32
Sumatera Utara 58,77
Sumatera Barat 60,40
Riau 60,14
Jambi 56,52
Sumatera Selatan 57,19
Bengkulu 57,47
Lampung 42,84
Kep. Bangka Belitung 76,98
Kepulauan Riau 80,89
DKI Jakarta 81,84
Jawa Barat 56,89
Jawa Tengah 67,58
DI Yogyakarta 80,72
Jawa Timur 64,41
Banten 56,63
Bali 87,82
Nusa Tenggara Barat 49,83
Nusa Tenggara Timur 61,30
Kalimantan Barat 66,88
Kalimantan Tengah 76,15
Kalimantan Selatan 66,45
Kalimantan Timur 84,52
Kalimantan Utara 75,87
Sulawesi Utara 58,61
Sulawesi Tengah 64,38
Sulawesi Selatan 76,25
Sulawesi Tenggara 73,01
Gorontalo 55,45
Sulawesi Barat 60,06
Maluku 57,96
Maluku Utara 64,92
Papua Barat 71,21
Papua 42,91
Indonesia : 62,97
Sumber : Susenas MSBP 2015
6.4.2 Jaminan Kesehatan Keluarga
Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi adalah
kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan
dan sebagainya. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi
seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Usaha untuk menyediakan sistem jaminan sosial
tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran,
dan pegawai swasta. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, masih
terdapatnya beberapa masalah seperti terfragmentasinya mutu pelayanan yang
diberikan berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki membuat sebagian
keluarga di Indonesia belum berkeinginan secara mandiri mendaftarkan diri sebagai
anggota BPJS.
Gambar 6.16 menunjukkan masih terdapat 42,88 persen rumah tangga di
Indonesia yang seluruh ART-nya tidak memiliki jaminan kesehatan. Jaminan
kesehatan yang dimaksud mencakup berbagai asuransi kesehatan seperti BPJS
kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda,
asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor. Jika dibandingkan
menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki
jaminan kesehatan cenderung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Hal ini
menunjukkan bahwa kesadaran rumah tangga untuk memberikan perlindungan
kesehatan dalam rumah tangga lebih baik di perkotaan daripada di perdesaan.

Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan


Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

43,89 46,39
39,38 39,26 42,88 41,58

16,72 14,35 15,54

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Tidak AdaSebagianSemua

Sumber : Susenas KOR 2015


Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan
Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

30,3
36,6 37,2 3 39,2 38,8
6 3 1 6
15,0 48,7
13,8 13,5 8 6 14,4
15,3
1 1 0 0
16,5
9

49,5 49,2 54,5 45,4 46,7


3 6 8 34,6 9 3
5
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh Berusaha dibantu buruh Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja
keluarga/tidak tidak tetap/tidak dibayar tetap/dibayar
dibayar

Tidak Ada Sebagian Semua


Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dilihat menurut karakteristik kepala rumah tangga maka rumah tangga
yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga
dengan kepala rumah tangga berstatus buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan rumah
tangga yang seluruh ART tidak mempunyai jaminan kesehatan cenderung adalah
rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja dengan status berusaha
dibantu buruh tetap/dibayar (Gambar 6.17). Jika dilihat menurut provinsi diketahui
bahwa Bali merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh
anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling tinggi yakni sebesar
80,68 persen. Sebaliknya, Jambi menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga
yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling rendah
yakni sebesar 27,70 persen. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang mempunyai
persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan di atas
70 persen, yaitu Aceh (75,29%), Sumatera Selatan (76,27%), dan Bali (80,68%).
Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki
Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015

Aceh 75,29
Sumatera Utara 32,29
Sumatera Barat 37,78
Riau 39,53
Jambi 27,70
Sumatera Selatan 76,27
Bengkulu 36,11
Lampung 31,90
Kep. Bangka Belitung 43,64
Kepulauan Riau
57,60
DKI Jakarta 51,13
Jawa Barat 36,89
Jawa Tengah 40,93
DI Yogyakarta 63,51
Jawa Timur 31,56
Banten 35,06
Bali 80,68
Nusa Tenggara Barat 33,55
Nusa Tenggara Timur 40,78
Kalimantan Barat 23,91
Kalimantan Tengah 34,28
Kalimantan Selatan 48,33
Kalimantan Timur 65,81
Kalimantan Utara 47,78
Sulawesi Utara 39,52
Sulawesi Tengah 39,54
Sulawesi Selatan 65,99
Sulawesi Tenggara 42,21
Gorontalo 54,15
Sulawesi Barat 43,24
Maluku 33,50
Maluku Utara 48,44
Papua Barat 50,52
Papua 56,70

Indonesia : 41,58
Sumber : Susenas KOR 2015
KETAHANAN SOSIAL
PSIKOLOGIS 7
Dimensi keempat yang membentuk ketahanan keluarga adalah dimensi
ketahanan sosial psikologis. Berbeda dengan dimensi pembentuk ketahanan keluarga
lainnya, dimensi ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Dimensi
ini terdiri atas dua variabel yaitu (1) variabel keharmonisan keluarga (mencakup sikap
anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan
terhadap anak) dan (2) variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman
rumah tangga menjadi korban tindak pidana). Kedua variabel tersebut telah sesuai
dengan konsep yang menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki peran
penting dalam menjaga keseimbangan hidup manusia, karena keluarga merupakan
unit terkecil dalam sistem sosial di masyarakat yang memiliki peranan penting sebagai
tempat anak bersosialisasi dan membangun relasi dengan lingkungannya seusia dini.
Sedangkan variabel kepatuhan terhadap hukum dimaksudkan untuk melihat
kepatuhan keluarga terhadap hukum dengan tidak pernah melakukan tindakan
kriminalitas atau pelanggaran hukum.

7.1 KEHARMONISAN KELUARGA

Keharmonisan keluarga menjadi salah satu variabel penting dalam menyusun


ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan keluarga ini berkaitan
dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga dikatakan memiliki
ketahanan psikologis yang baik apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non-
fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap
harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami kepada istri (Sunarti dalam
Puspitawati, 2012). Untuk itu, pengukuran keharmonisan dalam keluarga pada studi
ini ditekankan pada sikap dari kepala rumah tangga terhadap kepedulian terhadap
perempuan dan anak. Indikator yang mendukung pada studi ini adalah bagaimana
sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan prilaku anti kekerasan terhadap anak
di dalam keluarga. Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap
perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki
ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.
7.1.1 Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam
lingkungan kehidupan pribadi. Umumnya, kekerasan terhadap perempuan telah
dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya
ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat.
Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali
menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga
perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Sampai saat ini, belum tersedia data yang dapat menggambarkan angka
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam skala
nasional. Beberapa lembaga seperti kepolisian ataupun komisi nasional anti
kekerasan terhadap perempuan hanya memiliki data terkait jumlah kasus kekerasan
berdasarkan pengaduan korban, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan secara
umum untuk menggambarkan angka kekerasan terhadap perempuan dalam skala
nasional maupun provinsi. Namun, gambaran kekerasan dalam rumah tangga yang
dilakukan suami terhadap istri dapat diproksi dengan sikap terkait tindakan
pemukulan istri yang dilakukan oleh suami. Informasi tersebut dikumpulkan dalam
Susenas-Modul Ketahanan Sosial 2014. Terdapat enam alasan tindakan pemukulan
istri yang diajukan, yaitu 1) istri pergi tanpa pamit, 2) istri tidak mengerjakan
pekerjaan rumah dengan baik, 3) istri membantah suami, 4) istri tidak mengurus anak
dengan baik, 5) istri diduga selingkuh, dan 6) istri menolak berhubungan intim.
Semua pertanyaan tersebut diajukan kepada semua responden, baik laki-laki maupun
perempuan.

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Sikap
Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014


Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara-cara kekerasan akan
menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak pada
ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan terhadap
perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar perempuan tidak
lagi menjadi korban kekerasan karena praktek kultural di masyarakat. Data
menunjukkan, sekitar 74,14 persen rumah tangga tidak membenarkan tindakan suami
memukul istri untuk keenam alasan di atas (Gambar 7.1). Selain itu, terdapat
kecenderungan yang berbeda terkait sikap anti kekerasan menurut klasifikasi wilayah
dan tingkat pendidikan. Rumah tangga yang bertempat tinggal di perkotaan lebih
cenderung memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul terhadap istri
(78,35%) dibandingkan di daerah perdesaan (69,96%). Kemudian berdasarkan tingkat
pendidikan, data menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan
maka lebih cenderung untuk tidak membenarkan tindakan suami memukul istri
(Lampiran 7.3). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung masih
memiliki pemahaman yang salah terkait tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan
pendidikan mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman yang benar
bahwa tindakan kekerasan dengan alasan apapun tidak boleh dibiarkan, apalagi
dalam kehidupan rumah tangga.

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap


Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan
Tertentu, 2014

103
Pembangunan Ketahanan Keluarga 103
2016
Masih ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang mempunyai
sikap membenarkan tindakan suami memukul istri sebagai ganjaran/hukuman atas
perbuatan istri yang dianggap kurang baik. Sehingga sangat menarik untuk
mengetahui alasan tindakan suami memukul istri yang membuat rumah tangga
membenarkan tindakan tersebut. Terdapat enam alasan penyebab suami memukul
istri yang ditanyakan, yaitu istri pergi tanpa memberitahu suami, istri tidak
mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, istri membantah suami, istri tidak
mengurus anak dengan baik, istri diduga/dicurigai selingkuh, dan istri menolak
berhubungan seks dengan suami. Alasan sikap pembenaran tindakan suami memukul
istri yang mempunyai persentase tertinggi adalah karena istri yang diduga selingkuh
(22,68%). Sedangkan sikap pembenaran tindakan suami karena istri tidak dapat
melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan baik mempunyai persentase
terendah, yaitu sebesar 4,43 persen (Gambar 7.2).
Persentase rumah tangga yang tidak membenarkan tindakan suami memukul
istri sangat bervariasi antar provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi
pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang
memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (88,45%). Selain itu,
terdapat lima provinsi lain yang mempunyai persentase di atas delapan puluh persen,
yaitu Bali (87,69%), DKI Jakarta (84,15%), Sumatera Barat (83,10%), Kalimantan
Selatan (80,34%) dan Jawa Tengah (80,16%). Sementara, Papua menjadi provinsi
dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak
membenarkan tindakan suami memukul istri (36,89%). Dan terdapat satu provinsi lagi
yang mempunyai persentase di bawah lima puluh persen, yaitu Nusa Tenggara Barat
(45,61%). Sugandi (2008) menyebutkan tingginya ketergantungan alkohol dan tradisi
mas kawin perempuan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindak kekerasan
rumah tangga yang dialami oleh perempuan di Papua.
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak
Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun
Menurut Provinsi, 2014
7.1.2 Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak
Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari
lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pola asuh dalam keluarga, sebagai
lingkungan pertama yang dikenalnya, akan sangat berpengaruh dalam pembentukan
kepribadian anak. Dalam hal ini orangtua sangat berperan sebagai panutan anak-
anaknya dan setiap orangtua tentu memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan
mengasuh anak.
Secara garis besar, Menurut Fahrizal Effendi (2013) terdapat tiga pola asuh
orangtua yang berlaku di masyarakat yaitu 1) Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang
menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan
ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. 2) Pola asuh
demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga.
Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan
yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak. Sedangkan 3) pola asuh otoriter,
yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua dalam mendidik anak-
anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak
wajib patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk
memperoleh haknya.
Masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua tergantung dari kultur, tradisi, dan
lingkungan masyarakat yang ada. Namun, seringkali dalam mendidik anak, orangtua
menerapkan sangsi atau hukuman yang mengakibatkan anak menderita secara fisik
ataupun psikis. Padahal hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi secara
tegas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak.
Informasi terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua dalam
mendidik anak dikumpulkan dalam Susenas Modul Ketahanan Sosial pada tahun
2014. Adapun jenis perilaku kekerasan yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu 1) kekerasan psikologis dan 2) kekerasan fisik. Kekerasan
psikologis yang dikumpulkan adalah perilaku orangtua yang sering memanggil anak
dengan sebutan bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna dan perkataan
kasar/negatif lainnya, membentak serta menakuti anak. Sedangkan kekerasan fisik
mencakup mengurung atau meninggalkan anak sendirian dalam kamar,
mendorong/mengguncang badan, mencubit, menjewer, bahkan sampai menampar,
memukul, menjambak dan menendang anak. Dalam hal ini, responden dalam
pengumpulan data Susenas Modul Hansos 2014 adalah kepala rumah tangga atau
pasangannya.
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/Pasangan, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

Orangtua yang mendidik anaknya dengan cara-cara kekerasan akan


menurunkan keharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam keluarga yang pada
akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan keluarga yang kurang
baik. Oleh karena itu, lingkungan rumah anak yang terbangun dari sikap anti
kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan mulai dari lingkungan keluarga.
Data menunjukkan, kurang dari lima puluh persen rumah tangga di Indonesia
menyatakan tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak (Gambar 7.4).
Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan di perkotaan maupun di perdesaan,
walaupun dengan persentase rumah tangga yang sedikit lebih tinggi di perkotaan
daripada di perdesaan.

Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang
Digunakan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

Pembangunan Ketahanan Keluarga 107


2016
Mayoritas orangtua di Indonesia masih menggunakan cara-cara kekerasan,
baik kekerasan psikologis maupun fisik dalam mendidik anaknya (54,80%).
Berdasarkan jenis kekerasan yang digunakan, 23,17 persen rumah tangga
menggunakan cara-cara kekerasan psikologis dan fisik untuk mendidik anak,
sedangkan persentase rumah tangga yang hanya menggunakan kekerasan psikologis
sebesar 21,48 persen dan hanya menggunakan kekerasan fisik sebesar 10,16 persen.
Cara-cara yang mengandung kekerasan psikologis yang paling sering digunakan untuk
mendidik anak adalah dengan membentak atau menakutinya, yaitu sebesar 41,86
persen, sedangkan cara kekerasan fisik yang paling sering dilakukan kepala rumah
tangga/pasangannya adalah dengan mencubit atau menjewer anak sebesar 30,97%.
(Lampiran 7.5 ).
Lebih jauh, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik
anak ternyata berhubungan positif dengan tingkat pendidikan orangtua. Gambar 7.6
menunjukkan lebih dari 50 persen rumah tangga dengan kepala rumah
tangga/pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi tidak menggunakan cara-cara
kekerasan dalam mendidik anak mereka. Terlihat pula semakin tinggi tingkat
pendidikan maka persentase rumah tangga yang tidak menggunakan cara-cara
kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun semakin tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi positif terhadap pencegahan
cara-cara kekerasan dalam mendidik anak.

Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan


KRT/Pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014


Gambar 7.7 menunjukkan persentase rumah tangga yang KRT/pasangannya
tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 Tahun menurut
provinsi. Seperti halnya dengan sikap anti kekerasan terhadap perempuan, Daerah
Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase
tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki perilaku tidak menggunakan kekerasan
dalam mendidik anak umur 1-14 tahun (59.07%). Selain itu, terdapat enam provinsi
lain yang juga memiliki persentase di atas lima puluh persen, yaitu Jambi (58,09%),
Kepulauan Riau (55,20%), Kalimantan Tengah (53,06%), DKI Jakarta (52,65%),
Kalimantan Selatan (52,41%), dan Lampung (51,69%). Sedangkan lima provinsi lain
yang memiliki persentase di bawah tiga puluh persen adalah provinsi Nusa Tenggara
Timur (24,02%), Papua Barat (24,45%), Maluku (25,53%), Sulawesi Utara (29,86%),
dan Papua (29,87%).
Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak
Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun
Menurut Provinsi, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
7.2 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM

Menurut Prof Moeljanto dalam Wulandari (2013) memberi istilah lain tindak
pidana sebagai “perbuatan pidana,” yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan dengan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi siapa yang melanggar tersebut. Sehingga secara teoritis tindak pidana
diartikan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang
dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya
tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Keluarga yang tidak pernah
terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum merupakan keluarga
yang memiliki kepatuhan terhadap hukum. Keluarga seperti itu pastinya memiliki
ketahanan psikologi yang baik dan berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang
lebih kuat.
Sayangnya, informasi terkait jumlah pelaku kriminalitas atau pelanggaran
hukum tidak mudah untuk dikumpulkan, sementara Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia (Mabes Polri) hanya mengeluarkan informasi terkait jumlah kasus
kejahatan yang dilaporkan oleh korban. Untuk itu, variabel kepatuhan terhadap
hukum akan dilihat dari sisi lain, yaitu rumah tangga sebagai korban tindak pidana.
Asumsi yang digunakan adalah rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban
tindak pidana berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik karena mereka
hidup dalam lingkungan yang jauh dari kerawanan sosial yang rentan terhadap
penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Informasi terkait rumah tangga sebagai korban tindak pidana selalu
dikumpulkan melalui kegiatan Susenas. Jenis tindak pidana yang dikumpulkan adalah
pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual,
sedangkan jenis kategori tindak pidana lainnya, seperti penipuan, penculikan dan
sebagainya dimasukkan ke dalam kategori lainnya. Informasi rumah tangga sebagai
korban tindak pidana diperoleh berdasarkan pengakuan responden yang merupakan
kepala rumah tangga atau pasangannya.

Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan


Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Pem Sumber: Susenas KOR 2015


ban
Pada tahun 2015, sekitar 3,48 persen rumah tangga menyatakan terdapat
anggota rumah tangga yang menjadi korban tindak pidana (Gambar 7.8). Kemudian,
terdapat indikasi, rumah tangga di perkotaan (4,05%) lebih cenderung untuk menjadi
korban tindak pidana daripada rumah tangga di perdesaan (2,90%). Selain itu, jika
ditelisik lebih jauh, pencurian merupakan tindak pidana yang paling sering dialami
oleh rumah tangga di Indonesia, dengan persentase sebesar 2,92% (Gambar 7.9).
Sementara persentase rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang menjadi
korban tindak pidana selain pencurian tidak ada yang mencapai satu persen dan
rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang mengalami pelecehan seksual
sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,03 persen.

Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana
Menurut Jenis Kejahatan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka rumah tangga yang tidak
pernah menjadi korban tindak pidana diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang
lebih baik. Atau dengan kata lain, keluarga yang seluruh anggota rumah tangganya
tidak pernah menjadi korban tindak pidana akan mempunyai ketahanan keluarga
yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 7.10, disajikan persentase rumah tangga
yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana menurut provinsi. Secara nasional,
sekitar 96,52 persen rumah tangga tidak pernah menjadi korban tindak pidana. Bila
dibandingkan dengan angka nasional, sebanyak 16 provinsi besarnya persentase
tersebut berada di atas angka nasional, dengan persentase tertinggi berada di
Provinsi Kalimantan Timur (97,86%). Sementara itu, sebanyak 18 provinsi persentase
tersebut berada di bawah angka nasional, dengan persentase terendah berada di
Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,18%).
Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak
Pidana, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 113


2016
KETAHANAN SOSIAL
BUDAYA 8
Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan
sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun
ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur
menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari
penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi
dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari
partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait
ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada
variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga
secara utuh.

8.1KEPEDULIAN SOSIAL

Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial
budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap
kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama
manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota
keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus
merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka.
Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan
perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut
usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan
masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan
lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga,
keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah
tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi
kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh
karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial
yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 115


2016
Sikap dan cara keluarga menangani atau merawat lansia dengan baik dapat
menjadi pembelajaran bagi anggota keluarga yang masih muda untuk selalu
memberikan penghargaan dengan menghormati orangtua lansia dengan cara
merawat dengan sebaik-baiknya para lansia tersebut di rumah dan bukan dititipkan di
panti jompo. Pelestarian budaya ini jika terus dapat dipertahankan maka berpotensi
meningkatkan ketahanan keluarga. Bentuk perhatian dan perawatan yang diberikan
kepada orangtua lansia mempunyai lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu, ciri ini
kemudian berusaha digambarkan melalui pendekatan keberadaan lansia di dalam
rumah tangga. Dengan keberadaan lansia dalam rumah tangga dapat menunjukkan
adanya kesediaan anggota rumah tangga untuk memberikan perhatian dan mengurus
kebutuhan lansia. Sangat dipahami bahwa pendekatan ini sangat lemah karena tidak
menjamin sepenuhnya bahwa lansia yang tinggal di rumah tangga akan mendapatkan
perhatian dan dirawat sesuai dengan kebutuhannya.
Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015

Su 8,43
% PENDUDUK LANSIA
Persentase lansia di Indonesia
terus meningkat
LANSIA adalah seseorang yang telah
8,05 8,03 mencapai usia 60 tahun ke atas
(UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia).

2013 2014 2015


% RUMAH TANGGA LANSIA 2015

25,14% rumah tangga di


Indonesia terdapat lansia (rumah 12,55
tangga lansia) dimana 12,55%
rumah tangga diantaranya
terdapat lansia 87,45
tinggal sendirian

Tinggal sendirian Tinggal bersama ART lain

86,20
Perdesaan Lansia yang TINGGAL
13,80
SENDIRIAN lebih tinggi di
PERDESAAN
88,86
Perkotaan
11,14
Tinggal bersama ART lain

Tinggal sendiri

Sumber : Susenas Kor 2015


Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,43 persen penduduk Indonesia termasuk
dalam kategori lansia. Lansia tersebut tersebar di 25,14 persen rumah tangga (rumah
tangga lansia) dimana 12,55 persen rumah tangga diantaranya terdapat lansia yang
tinggal sendiri tanpa ditemani anggota rumah tangga lainnya, dan 87,45 persen
rumah tangga lansia yang hidup bersama dengan anggota rumah tangga yang lain.
Bila dilihat berdasarkan klasifikasi wilayah, terlihat bahwa persentase rumah tangga
lansia yang tinggal sendirian lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan (13,80%)
daripada perkotaan (11,14%). Rumah tangga yang terdapat lansia yang tidak tinggal
sendirian di anggap memiliki ketahanan sosial budaya yang baik (Lampiran 8.2).
Jika dibandingkan antar provinsi, pada mayoritas rumah tangga, lansia tidak
tinggal sendirian. Persentase rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian
bervariasi antar provinsi. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah Papua
Barat (93,98%), Papua (93,94%), dan Maluku Utara (93,91%). Sementara Aceh, Jawa
Barat dan Yogya merupakan tiga provinsi dengan persentase terendah untuk rumah
tangga lansia yang tidak tinggal sendirian (Gambar 8.2). Selain itu, masih terdapat 10
provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk
rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian, yakni Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.
Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015

Aceh 82,85
Sumatera Utara 86,08
Sumatera Barat 87,24
Riau 91,38
Jambi 90,79
Sumatera Selatan 92,80
Bengkulu 88,46
Lampung 91,53
Kep. Bangka Belitung 86,99
Kepulauan Riau 89,41
DKI Jakarta 93,48
Jawa Barat 83,24
Jawa Tengah 86,64
DI Yogyakarta 84,01
Jawa Timur 86,48
Banten 91,07
Bali 92,09
Nusa Tenggara Barat 86,62
Nusa Tenggara Timur 92,48
Kalimantan Barat 92,64
Kalimantan Tengah 89,56
Kalimantan Selatan 86,33
Kalimantan Timur 92,70
Kalimantan Utara1 92,49
Sulawesi Utara 91,33
Sulawesi Tengah 92,41
Sulawesi Selatan 91,52
Sulawesi Tenggara 89,73
Gorontalo 92,06
Sulawesi Barat 90,58
Maluku 92,76
Maluku Utara 93,91
Papua Barat 93,98
Papua 93,94
Indonesia : 87,45

Sumber : Susenas KOR 2015


8.2KEERATAN SOSIAL
Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk
menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Besarnya dorongan untuk membangun
hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari keinginan individu untuk memenuhi
kebutuhannya masing-masing. Hubungan sosial yang kerap dilakukan dalam suatu
komunitas akan berdampak terjalinnya keeratan sosial antar anggota komunitas.
Hubungan sosial yang erat akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap upaya
individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai ketahanan keluarga
yang diinginkan. Oleh karena itu, rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang
erat dengan komunitas di lingkungan tempat tinggal diduga akan berdampak pada
ketahanan sosial keluarga yang lebih baik. Sehingga, keeratan sosial menjadi variabel
kedua yang digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan sosial budaya suatu
keluarga.
Ketahanan sosial keluarga di dalam komunitasnya dapat dicerminkan dari
kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam masyarakat
yang terbina dengan erat. Berbagai kelompok dalam komunitas akan menjadi wadah
untuk mempererat hubungan dan jejaring sosial antar anggota masyarakat sehingga
setiap keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal secara
berimbang. Pengukuran keeratan sosial akan diproksi dengan kesadaran individu
untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang terdapat di lingkungan sekitar tempat
tinggalnya. Partisipasi tersebut dilihat dari kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan
berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti arisan,
olahraga, kesenian, dll). Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan bersama
tersebut mengacu pada persentase kehadiran individu pada kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Secara nasional, mayoritas rumah tangga (89,42%) di Indonesia menyatakan
terdapat kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, namun hanya 66,36 persen
rumah tangga diantaranya yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar
8.3). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial tersebut sangat beragam,
hanya 5,89 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 27,06
persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial
kemasyaratan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga
yang menyatakan jarang atau tidak pernah berpartisipasi juga masih cukup tinggi,
yaitu 33,41 persen dan 33,64 persen. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terkait tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah
perkotaan maupun perdesaan (Gambar 8.3).
Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di
Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan tempa
n terdapat
atan di lingkungan tempat tinggalnya dan 66,36% rumah tangga diantaranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut

33,64%
66,36%

Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

33,31% 33,97% 33,52% 33,30% Berpartisipasi


Selalu Tidak berpartisipasi
27,68%
Sering 26,43%

Tingkat partisipasi tidak berbeda antara Perkotaan dan Perdesaan, namun persentase rumah
Jarang TIDAK PERNAH
berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan masih CUKUP TINGGI
Tidak Pernah

5,50%
6,29%

Perkotaan Perdesaan

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat
dilihat pada Gambar 8.4. D.I.Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase tertinggi
untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di
lingkungan sekitar tempat tinggal yakni 86,14 persen. Sebaliknya, Sulawesi Selatan
(49,57%), Nusa Tenggara Barat (51,24%) dan Papua Barat (53,51%) merupakan
provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut
berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat
tinggal.
Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut
Provinsi, 2014

Aceh 61,32
Sumatera Utara 63,65
Sumatera Barat 65,24
Riau 72,51
Jambi 79,48
Sumatera Selatan 68,00
Bengkulu 64,01
Lampung 63,08
Kep. Bangka Belitung
57,54
Kepulauan Riau
68,94
DKI Jakarta
57,30
Jawa Barat
62,72
Jawa Tengah
75,20
DI Yogyakarta
86,14
Jawa Timur
67,66
Banten
62,98
Bali
55,01
Nusa Tenggara Barat
51,24
Nusa Tenggara Timur
70,93
Kalimantan Barat
68,11
Kalimantan Tengah
74,02
Kalimantan Selatan
70,02
Kalimantan Timur
67,02
Sulawesi Utara
78,66
Sulawesi Tengah
64,67
Sulawesi Selatan
49,57
Sulawesi Tenggara
56,42
Gorontalo
66,40
Sulawesi Barat
55,10
Maluku
65,42
Maluku Utara
65,99
Papua Barat
53,51
Papua
74,45
Indonesia : 66,36
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
8.3KEERATAN BERAGAMA

Salah satu ciri ketahanan keluarga yang tangguh adalah adanya ketaatan
anggota keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau pun
kepercayaan yang dianutnya. Agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh
seseorang mengandung sejumlah aturan/cara hidup manusia di dunia yang wajib di
ikuti dan ditaati sebagai konsekuensi dari urgensi keyakinan pada Sang Pencipta.
Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan secara
pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara bersama-sama
(komunal). Ibadah yang dilaksanakan secara pribadi merupakan rahasia antara
individu dan Tuhannya sementara ibadah yang dilakukan secara komunal dapat
meningkatkan keeratan sosial rumah tangga sehingga berpotensi memperkuat
ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat menjalankan ibadah dianggap
mempunyai ketaatan beragama yang lebih baik sehingga berpotensi memiliki
ketahanan keluarga yang lebih tangguh pula.
Ketaatan beragama akan dilihat dari partisipasi rumah tangga dalam kegiatan
sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, seperti pengajian atau pun kegiatan
sosial keagamaan lainnya. Partisipasi tersebut diyakini didasarkan pada kerelaan
individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan sosial
keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Frekuensi keterlibatan
individu terhadap kegiatan sosial keagamaan selanjutnya digambarkan oleh
persentase kehadiran rumah tangga pada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang
berlangsung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Pada tahun 2015, tercatat sekitar 98,14 persen rumah tangga di Indonesia
menyatakan terdapat kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat
tinggalnya, dan 90,96 persen rumah tangga diantaranya turut berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut (Gambar 8.5). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan
sosial keagamaan tersebut sangat beragam, hanya 12,55 persen rumah tangga yang
menyatakan selalu berpartisipasi dan 48,88 persen rumah tangga yang menyatakan
sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal.
Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang dan tidak pernah
berpartisipasi masing masing sebesar 29,54 persen dan 9,04 persen. Jika
dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang selalu dan
sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan lebih tinggi di perdesaan
daripada di perkotaan (Gambar 8.5).
Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di
Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tin

98,14% rumah tangga mengaku terdapat


Kegiatan Sosial Keagamaan
di lingkungan tempat tinggalnya

9,04%

90,96%
Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

52,81%
Selalu
Berpartisipasi
44,91%
Tidak berpartisipasi
Sering

Jarang 32,08%

27,02% Tingkat partisipasi rumah tangga


Tidak Pernah
di PERDESAAN dalam kegiatan sosial keagamaan
LEBIH TINGGI daripada perkotaan

14,15%
10,92% 12,09%

6,02%

Perkotaan Perdesaan

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi
dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat
pada Gambar 8.6, Jambi menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah
tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar
tempat tinggal yaitu 96,69 persen. Sebaliknya, DKI Jakarta (80,19%), Sulawesi
Tenggara (81,95%) dan Sulawesi Selatan (83,15%) merupakan provinsi-provinsi
dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan
Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut
Provinsi, 2014

Aceh 94,15
Sumatera Utara 94,54
Sumatera Barat 91,67
Riau 91,81
Jambi 96,69
Sumatera Selatan 86,60
Bengkulu 88,31
Lampung 94,81
Kep. Bangka Belitung
84,36
Kepulauan Riau
86,01
DKI Jakarta
80,19
Jawa Barat
91,54
Jawa Tengah
93,52
DI Yogyakarta
90,17
Jawa Timur
90,27
Banten
91,18
Bali
88,36
Nusa Tenggara Barat
93,40
Nusa Tenggara Timur
95,93
Kalimantan Barat
88,27
Kalimantan Tengah
94,82
Kalimantan Selatan
92,10
Kalimantan Timur
89,92
Sulawesi Utara
96,58
Sulawesi Tengah
89,95
Sulawesi Selatan
83,15
Sulawesi Tenggara
81,95
Gorontalo
89,23
Sulawesi Barat
85,65
Maluku
95,25
Maluku Utara
91,04
Papua Barat
86,63
Papua
94,31
Indonesia : 90,96
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2008). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2008.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
. (2015). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
. (2016). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
. (2016). Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Cappuccio, Francesco P. et al. (2011). Sleep duration predicts cardiovascular
outcomes: a systematic review and meta-analysis of prospective studies.
European Heart Journal 32(12): 1484–1492.
Fahrizal Effendi. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian
dalam Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling :
50-59. Semarang: IKIP Veteran Semarang.
Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security
Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar:
Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Menelusuri Makna di Balik
Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat.
Editor: Kustini. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang
dan Diklat, Kementerian Agama RI.
Parker, Kim dan Wang, Wendy. (2013). Modern Parenthood: Roles of Moms and
Dads Converge as They Balance Work and Family. Washington, D.C. : Pew
Research Center.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1 April 1975.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Jakarta.
Nomor 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga
Sejahtera. 1 Juni 1994. Jakarta.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 128


2016
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. 20 Januari
2010. Jakarta.
Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2015-2019. 8 Januari 2015. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 3. Jakarta.
Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
Bogor: PT IPB Press.
. (2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan
Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas
Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor.
Saaty, Thomas L. (1990). How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process.
Europian Journal of Operational Research 48: 9-26. North-Holland: Elsevier
Science Publishers B.V.
Sugandi, Yulia. (2008). Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai
Papua. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES).
Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus
Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Sunarti, Euis dkk. (2003). Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga (Measurement of
Family Strenght). Media Gizi dan Keluarga 27(1): 1-11.
Sunarti, Euis. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan,
Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development : A
Strategy for Large-Scale Action. Washington, DC: The International Bank
for Reconstruction and Development/The World Bank.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Agustus 2002.
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan. 2 Januari
1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Jakarta.
Nomor 10 Tahun 1992 Pembangunan Keluarga. 16 April 1992. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35. Jakarta.
Nomor 13 Tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia. 30 November 1998.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Jakarta.
Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober 2002. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.
Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.
Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 19 Oktober 2004.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4456. Jakarta.
Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan
Keluarga. 29 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 161. Jakarta.
Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Oktober 2014. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Jakarta.
Walsh, Froma. (1996). The Concept of Family Resilience: Crisis and Challenge. Fam
Proc, 35: 261 -268.
Wulandari, Sri. (2013). Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik
dalam Mengungkap Kejahatan. Serat Acitya Vol 2: 74-82. Semarang:
Universitas 17 Agustus 1945.
Zastrow, Charles. H. (2006). Social Work with Groups: A Comprehensive Workbook.
USA: Thomson Brooks/Cole.
LAMPIRAN
Lampiran 4.1 Persentase Rumah Tangga1 Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah
Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015

Rumah Kepemilikan Buku/Akte Nikah


Provinsi Tangga1
Memili Tidak
dengan KRT
ki2 Memiliki
Berstatus
Kawin
( (2 (3) (4)
1 )
)
Aceh 70, 91,99 8,01 1
74 0
Sumatera Utara 72, 76,14 23,86 1
24 0
Sumatera Barat 74, 84,59 15,41 1
68 0
Riau 78, 92,77 7,23 1
40 0
Jambi 75, 84,06 15,94 1
49 0
Sumatera Selatan 79, 88,86 11,14 1
91 0
Bengkulu 79, 88,71 11,29 1
63 0
Lampung 82, 86,17 13,83 1
64 0
Kep. Bangka Belitung 58, 84,58 15,42 1
51 0
Kepulauan Riau 77, 97,12 2,88 1
01 0
DKI Jakarta 65, 96,09 3,91 1
75 0
Jawa Barat 73, 85,72 14,28 1
28 0
Jawa Tengah 74, 98,47 1,53 1
99 0
DI Yogyakarta 75, 97,17 2,83 1
74 0
Jawa Timur 70, 92,73 7,27 1
41 0
Banten 75, 62,65 37,35 1
57 0
Bali 83, 55,80 44,20 1
22 0
Nusa Tenggara Barat 75, 58,83 41,17 1
86 0
Nusa Tenggara Timur 78, 52,59 47,41 1
89 0
Kalimantan Barat 77, 67,64 32,36 1
67 0

Pembangunan Ketahanan Keluarga 133


2016
Kalimantan Tengah ncakup rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terbawah secara Nasional
2
Rumah tangga memiliki buku/akte nikah jika kepala rumah tangga dan atau pasangan
memilikinya
Kalimantan Selatan
Lampir Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte
an 4.2 Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015
Kalimantan Timur
Perkotaan + Perdesaan
Kalimantan Utara

Sulawesi Utara Provinsi


Rumah Tangga yang Terdapat ART 0-17 Tahun
Sulawesi Tengah
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun
Sulawesi Selatan Seluruh ART

Sulawesi Tenggara Sebagian ART


Tidak Ada
Gorontalo
Total
(1)
Sulawesi Barat (2)
(3)
(4)
Maluku (5)
(6)

Maluku Utara Aceh


73,26
76,28
Papua Barat
9,24
14,48
Papua 100,00

Indonesia Sumatera Utara


72,34
Sumber : PBDT
2015
61,72
C 10,32
a 27,96
t
a 100,00
t
a
n
Sumatera Barat
72,64
: 71,12
9,92
1
18,97
D
100,00
a
t
a Riau
76,99
h
a 71,24
n 8,51
y
a
20,24
100,00
m
e

134 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Jambi
75,03 Jawa Barat
88,18 69,78
5,04 76,73
6,78 6,53
100,00 16,75
100,00
Sumatera Selatan
75,14 Jawa Tengah
82,94 68,14
7,03 89,48
10,03 4,33
100,00 6,19
100,00
Bengkulu
76,03 DI Yogyakarta
85,07 55,18
6,16 95,10
8,77 1,74
100,00 3,16
100,00
Lampung
76,17 Jawa Timur
79,72 65,19
8,03 82,70
12,25 4,67
100,00 12,64
100,00
Kep. Bangka Belitung
72,79 Banten
91,86 76,65
3,64 67,96
4,50 9,80
100,00 22,24
100,00
Kepulauan Riau
67,48 Bali
91,92 64,64
3,83 78,03
4,25 5,55
100,00 16,41
100,00
DKI Jakarta
61,86 Nusa Tenggara Barat
92,90 73,70
3,72 63,46
3,38 8,85
100,00 27,69
Pembangunan Ketahanan Keluarga 135
2016
100,00 10,56
100,00
Nusa Tenggara Timur
79,23 Sulawesi Tengah
44,84 74,46
16,24 61,17
38,91 13,00
100,00 25,84
100,00
Kalimantan Barat
77,40 Sulawesi Selatan
76,64 73,03
6,77 78,59
16,59 9,55
100,00 11,86
100,00
Kalimantan Tengah
73,18 Sulawesi Tenggara
77,17 77,18
5,27 69,43
17,57 12,87
100,00 17,71
100,00
Kalimantan Selatan
71,67 Gorontalo
81,92 75,24
6,23 79,35
11,86 9,69
100,00 10,96
100,00
Kalimantan Timur
73,03 Sulawesi Barat
90,43 76,39
4,33 74,13
5,24 11,05
100,00 14,83
100,00
Kalimantan Utara
76,00 Maluku
83,91 77,82
8,47 62,24
7,61 19,68
100,00 18,09
100,00
Sulawesi Utara
69,05 Maluku Utara
80,50 82,30
8,94 65,23

136 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
14,34
20,43
100,00

Papua Barat
75,86
64,03
10,65
25,32
100,00
Papua
71,55
37,46
3,67
58,87
100,00

Indonesia
70,23
78,03
6,88
15,09
100,00

Sumber :
Susenas
KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 137


2016
Lampiran 4.2.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART
Umur 0-17 Tahun, 2015
Perkotaan
Provinsi
Rumah Tangga yang Terdapat ART 0-17 Tahun
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun

Seluruh ART
Sebagian ART
Tidak Ada
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Aceh
72,77
86,87
7,04
6,09
100,00

Sumatera Utara
71,22
68,62
10,93
20,45
100,00

Sumatera Barat
70,19
79,71
8,19
12,10
100,00

Riau
72,64
79,95
7,85
12,21
100,00

Jambi
73,27

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
95,15
3,05 Jawa Barat
1,81 69,81
100,00 80,72
6,07
Sumatera Selatan 13,21
73,74 100,00
85,24
7,17 Jawa Tengah
7,60 66,75
100,00 90,83
4,12
Bengkulu 5,06
74,95 100,00
91,06
4,68 DI Yogyakarta
4,27 53,09
100,00 94,54
2,08
Lampung 3,38
75,53 100,00
83,05
8,06 Jawa Timur
8,90 63,97
100,00 87,45
4,51
Kep. Bangka Belitung 8,04
70,47 100,00
94,27
3,20 Banten
2,54 75,17
100,00 80,57
8,73
Kepulauan Riau 10,70
67,26 100,00
92,47
3,49 Bali
4,04 63,52
100,00 85,94
4,60
DKI Jakarta 9,45
61,86 100,00
92,90
3,72 Nusa Tenggara Barat
3,38 71,85
100,00 74,48
135
Pembangunan Ketahanan Keluarga 13
2016 6
8,00 Sulawesi Utara
17,51 66,26
100,00 86,85
6,41
Nusa Tenggara Timur 6,74
74,02 100,00
69,32
14,38 Sulawesi Tengah
16,30 71,56
100,00 76,27
13,90
Kalimantan Barat 9,83
74,57 100,00
88,15
5,90 Sulawesi Selatan
5,95 71,57
100,00 85,44
7,25
Kalimantan Tengah 7,31
72,72 100,00
87,57
4,60 Sulawesi Tenggara
7,83 71,86
100,00 75,79
13,13
Kalimantan Selatan 11,08
69,72 100,00
86,21
4,98 Gorontalo
8,82 71,98
100,00 88,58
5,49
Kalimantan Timur 5,93
72,10 100,00
91,80
4,16 Sulawesi Barat
4,05 73,31
100,00 86,33
8,87
Kalimantan Utara 4,80
76,26 100,00
88,63
8,54 Maluku
2,83 74,71
100,00 76,13
16,11

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
7,75 Tahun, 2015
100,00
Provinsi
Maluku Utara
Rumah Tangga yang Terdapat ART 0-17 Tahun
76,80
81,63 Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun
10,42
Seluruh ART
7,95
100,00 Sebagian ART
Tidak Ada
Papua Barat
74,38 Total
(1)
77,66 (2)
10,82 (3)
(4)
11,52 (5)
100,00 (6)

Papua Aceh
68,45 73,45
72,20
80,91 10,09
7,23 17,71
11,86 100,00
100,00
Sumatera Utara
Indonesia 73,41
68,31 55,34
84,42 9,75
6,04 34,91
9,54 100,00
100,00
Sumatera Barat
74,23
Lampira
Persen 65,82
n tase 10,98
23,20
Rumah
100,00
Tangga
Perdesa
anMenur
Riau
ut
79,76
Provin
66,20
si dan
8,90
Kepem
24,90
ilikan
100,00
Akte
Kelahir
Jambi
an ART
75,74
Umur
85,44
0-17 5,82
135
Pembangunan Ketahanan Keluarga 13
2016 6
8,73 69,06
100,00 7,41
23,53
Sumatera Selatan 100,00
75,87
81,78 Jawa Tengah
6,96 69,29
11,25 88,41
100,00 4,50
7,09
Bengkulu 100,00
76,49
82,56 DI Yogyakarta
6,78 59,67
10,66 96,18
100,00 1,07
2,75
Lampung 100,00
76,38
78,66 Jawa Timur
8,02 66,29
13,32 78,58
100,00 4,80
16,62
Kep. Bangka Belitung 100,00
74,96
89,73 Banten
4,03 79,86
6,24 42,21
100,00 11,99
45,80
Kepulauan Riau 100,00
68,63
89,11 Bali
5,58 66,46
5,31 65,76
100,00 7,03
27,21
DKI Jakarta 100,00
na
na Nusa Tenggara Barat
na 75,02
na 55,94
na 9,43
34,63
Jawa Barat 100,00
69,72

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Nusa Tenggara Timur 100,00
80,57
39,04 Sulawesi Tengah
16,69 75,37
44,28 56,63
100,00 12,73
30,64
Kalimantan Barat 100,00
78,58
72,07 Sulawesi Selatan
7,11 73,86
20,82 74,80
100,00 10,83
14,37
Kalimantan Tengah 100,00
73,42
71,93 Sulawesi Tenggara
5,60 79,34
22,47 67,09
100,00 12,77
20,14
Kalimantan Selatan 100,00
73,12
78,89 Gorontalo
7,11 76,97
14,01 74,79
100,00 11,77
13,45
Kalimantan Timur 100,00
74,59
88,21 Sulawesi Barat
4,61 77,10
7,17 71,42
100,00 11,53
17,05
Kalimantan Utara 100,00
75,68
78,13 Maluku
8,39 79,88
13,48 53,62
100,00 21,88
24,49
Sulawesi Utara 100,00
71,44
75,47 Maluku Utara
10,94 84,39
13,59 59,58
135
Pembangunan Ketahanan Keluarga 13
2016 6
15,69
24,73
100,00

Papua Barat
76,71
56,35
10,55
33,10
100,00
Papua
72,57
24,07
2,58
73,35
100,00

Indonesia
72,16
71,95
7,67
20,38
100,00

Sumber :
Susenas KOR
2015

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Lampiran 4.3 Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut
Provinsi dan Kelompok Umur, 2015

Perkotaan + Perdesaan
Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte
Penduduk Umur 0- Kelahiran
Provinsi 17 Tahun
0 -5 Tahun
6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun
(1)
(2)
(3)
(4) (5) (6)
Aceh
37,34
72,91
85,65
84,90
81,15

Sumatera Utara
38,33
57,07
69,44
71,68
66,07

Sumatera Barat
36,28
66,61
80,99
80,05
75,95

Riau
37,21
67,55
79,15
77,32
74,67

Jambi
34,18
83,21
92,38
92,97
89,64

Sumatera Selatan
137
Pembangunan Ketahanan Keluarga 137
2016
34,77 78,24
81,53
88,66 Jawa Tengah
87,91 30,42
86,10 88,20
93,39
Bengkulu 92,55
34,57 91,43
83,58
90,61 DI Yogyakarta
89,85 25,87
88,06 94,13
97,53
Lampung 96,74
33,66 96,17
78,37
86,48 Jawa Timur
83,62 28,41
82,81 80,52
87,04
Kep. Bangka Belitung 85,67
33,54 84,49
91,24
95,62 Banten
93,42 34,44
93,49 68,46
73,36
Kepulauan Riau 69,85
34,64 70,61
89,63
96,98 Bali
97,88 29,24
94,49 72,83
86,20
DKI Jakarta 86,09
28,89 81,59
91,89
97,15 Nusa Tenggara Barat
95,83 36,17
94,90 58,92
72,09
Jawa Barat 75,82
33,09 68,72
75,38
80,84 Nusa Tenggara Timur
78,19 42,48

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
37,18
59,14 Sulawesi Tengah
64,79 35,42
53,80 50,53
72,97
Kalimantan Barat 78,63
35,92 67,37
73,61
82,24 Sulawesi Selatan
83,12 35,34
79,77 73,38
88,69
Kalimantan Tengah 89,63
34,78 84,16
74,27
81,09 Sulawesi Tenggara
81,75 40,09
79,11 62,68
79,66
Kalimantan Selatan 83,40
34,20 75,35
78,86
88,62 Gorontalo
85,81 34,98
84,40 73,75
89,82
Kalimantan Timur 87,58
34,21 84,07
87,27
95,74 Sulawesi Barat
95,45 39,52
92,88 67,20
85,83
Kalimantan Utara 86,08
38,64 80,09
78,62
93,25 Maluku
96,01 40,28
89,28 45,45
77,34
Sulawesi Utara 90,05
31,34 71,53
69,18
88,90 Maluku Utara
94,13 40,37
84,46 54,26

139
Pembangunan Ketahanan Keluarga 139
2016
75,59
84,55 Perkotaan
72,01 Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte
Penduduk Umur 0- Kelahiran
Provinsi 17 Tahun
Papua Barat
37,89 0 -5 Tahun
53,34 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun
70,62 (1)
(2)
80,45 (3)
67,72 (4) (5) (6)
Papua Aceh
38,24 36,09
83,86
40,30 94,35
37,38 94,21
41,05 90,74
39,41
Sumatera Utara
Indonesia 35,88
33,12 63,45
74,46 77,79
82,98 79,07
73,42
82,82
80,15
Sumatera Barat
34,54
Lampira
Perse 75,76
n ntase 89,18
Pend 89,11
uduk 84,94
Usia
0-17 Riau
Tahun 36,00
yang 76,40
Memi 88,55
liki 87,17
Akte 83,85
Kelahi
ran Jambi
Menu 33,32
rut 94,03
Provi 97,97
nsi 97,69
dan 96,59
Kelo
mpok Sumatera Selatan
Umur, 34,14
2015 83,57

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
92,59 30,14
91,33 89,42
89,20 94,79
93,98
Bengkulu 92,77
34,34
89,34 DI Yogyakarta
94,74 26,06
98,02 93,10
94,12 97,04
97,28
Lampung 95,84
33,22
80,34 Jawa Timur
89,65 28,44
87,83 85,48
85,95 92,58
91,27
Kep. Bangka Belitung 89,85
32,94
92,14 Banten
97,39 33,26
96,50 79,76
95,40 86,77
84,68
Kepulauan Riau 83,70
34,49
89,95 Bali
97,39 29,08
98,57 80,98
94,90 93,09
92,88
DKI Jakarta 88,91
28,89
91,89 Nusa Tenggara Barat
97,15 35,45
95,83 71,68
94,90 85,05
81,80
Jawa Barat 79,35
32,95
78,71 Nusa Tenggara Timur
84,41 39,18
82,05 64,54
81,85 82,77
85,75
Jawa Tengah 78,06
141
Pembangunan Ketahanan Keluarga 141
2016
94,96
Kalimantan Barat 83,84
34,45
84,91 Sulawesi Selatan
94,30 34,38
95,44 81,12
91,53 92,94
94,55
Kalimantan Tengah 89,69
33,99
86,11 Sulawesi Tenggara
90,44 37,36
91,13 67,49
89,28 84,69
91,60
Kalimantan Selatan 81,40
33,55
82,78 Gorontalo
91,52 33,36
90,61 84,19
88,18 97,20
94,82
Kalimantan Timur 92,30
33,45
89,48 Sulawesi Barat
96,60 38,60
97,00 85,32
94,31 96,12
95,92
Kalimantan Utara 92,85
39,35
86,87 Maluku
98,25 37,01
98,43 61,08
94,57 92,60
98,17
Sulawesi Utara 84,50
30,55
77,43 Maluku Utara
93,22 36,66
96,53 74,32
89,38 92,42
94,01
Sulawesi Tengah 87,45
34,00
66,18 Papua Barat
90,34 36,46

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
67,56
85,23 Perdesaan
91,76 Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte
81,27 Penduduk Umur 0-
Provinsi 17 Tahun Kelahiran
Papua
34,36 0 -5 Tahun
74,34 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun
86,28 (1)
(2)
89,25 (3)
82,92 (4) (5) (6)
Aceh
Indonesia 37,84
68,69
32,04 82,37
81,63 81,46
89,60 77,53
88,77
86,71 Sumatera Utara
40,74
51,43
Sumber :
Susenas 62,49
KOR 2015 65,21
Lampir 59,73
Perse
anntase
4.3.2 Sumatera Barat
Pend
37,43
uduk
61,45
Usia 75,87
0-17 74,29
Tahu 70,49
n
yang Riau
Mem 37,97
iliki 61,80
Akte 73,48
Kela 71,87
hiran 69,13
Men
urut Jambi
Provi 34,55
nsi 78,47
dan 90,12
Kelo 90,98
mpo 86,72
k
Umu Sumatera Selatan
r, 35,12
2015 80,42
143
Pembangunan Ketahanan Keluarga 143
2016
86,76 Jawa Tengah
85,86 30,65
84,43 87,18
92,22
Bengkulu 91,36
34,68 90,30
81,03
88,92 DI Yogyakarta
85,88 25,50
85,36 96,30
98,45
Lampung 95,57
33,81 96,84
77,69
85,34 Jawa Timur
82,15 28,38
81,70 75,84
81,87
Kep. Bangka Belitung 80,64
34,13 79,54
90,40
93,95 Banten
90,55 36,98
91,69 45,14
48,13
Kepulauan Riau 42,31
35,45 45,31
87,94
94,87 Bali
94,94 29,49
92,50 60,20
75,18
DKI Jakarta 75,31
na 70,04
na
na Nusa Tenggara Barat
na 36,69
na 49,57
63,50
Jawa Barat 71,40
33,36 61,18
68,64
73,37 Nusa Tenggara Timur
70,48 43,30
70,90 31,19
54,05
59,54

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
48,29 45,56
68,01
Kalimantan Barat 73,08
36,57 62,22
68,61
77,68 Sulawesi Selatan
77,85 35,92
74,90 68,83
86,33
Kalimantan Tengah 86,77
35,19 81,00
68,37
76,47 Sulawesi Tenggara
76,88 41,20
73,99 60,95
77,81
Kalimantan Selatan 80,32
34,68 73,12
76,00
86,70 Gorontalo
82,23 35,84
81,72 68,48
86,28
Kalimantan Timur 83,94
35,49 80,00
83,34
94,42 Sulawesi Barat
93,07 39,76
90,60 63,02
83,20
Kalimantan Utara 83,65
37,75 76,96
67,90
86,80 Maluku
92,71 42,37
82,31 36,55
69,37
Sulawesi Utara 85,31
32,01 64,32
62,49
85,67 Maluku Utara
92,09 41,76
80,53 47,41
70,66
Sulawesi Tengah 81,05
35,90 66,92

145
Pembangunan Ketahanan Keluarga 145
2016
Pendudu Tida
Tidak
Papua Barat Provinsi k Umur 0- k
A Tem Tahu
38,76 17 Tahun kte
Tidak
pat Harus
Mer
Lain
45,35 yang Tidak Ada asa
Bel Peng Dicatat nya
61,89 Punya Akte Biay Perl
um uru- dan Cara
74,09 Kelahiran a u,
Ter san Mengu-
59,93 Mal
bit jauh rusnya
as/
Papua
Tida
39,64 k
25,41 Ma
24,26 u
(1) ( (3) ( ( ( ( (8)
27,02 2 4 5 6 7
) ) ) ) )
25,49
Aceh 18,85 24,30 29,0 9,74 6,04 10 20
3 ,7 ,1
Indonesia 3 5
Sumatera Utara 33,93 17,79 42,2 5,65 7,19 11 15
34,21 8 ,6 ,4
67,47 4 5
Sumatera Barat 24,05 17,09 24,0 13,8 7,22 11 26
76,75 3 6 ,4 ,3
77,17 1 9
Riau 25,33 20,78 34,3 10,1 8,35 9,2 17
73,90
9 1 0 ,1
8
Lampiran Jambi 10,36 28,12 22,7 9,55 9,87 13 15
Persent
4.4 ase 9 ,9 ,7
2 5
Pendud Sumatera Selatan 13,90 16,15 37,0 8,78 7,21 12 17
uk 8 ,9 ,8
Umur 3 6
0-17 Bengkulu 11,94 21,19 36,6 7,93 5,74 12 16
1 ,2 ,3
Tahun 1 2
yang Lampung 17,19 16,85 45,7 5,44 7,04 11 13
Tidak 1 ,6 ,3
Memili 2 5
ki Akte Kep. Bangka Belitung 6,51 19,84 24,9 4,70 8,63 19 22
Kelahir 5 ,2 ,6
7 1
an
Kepulauan Riau 5,51 40,71 15,7 5,77 11,88 5,3 20
Menur 6 9 ,4
ut 9
Provins DKI Jakarta 5,10 25,97 25,8 7,84 8,00 13 18
i dan 7 ,4 ,8
6 6
Alasan
Jawa Barat 21,76 13,33 53,4 2,88 8,28 10 11
Tidak
3 ,6 ,4
Mengur 2 6
us Akte Jawa Tengah 8,57 22,47 37,5 3,16 5,54 12 19
Kelahir 2 ,0 ,2
an, 6 6
2015 DI Yogyakarta 3,83 21,02 25,9 7,26 10,58 10 24
7 ,9 ,2
Perkotaan + 3 3
Perdesaan Jawa Timur 15,51 18,22 34,3 3,27 10,38 19 14
0 ,4 ,3
5 8
Banten 29,39 13,97 54,9 3,60 6,89 9,6 10

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Bali

Nusa Tenggara

Nusa Tenggara

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

Sumber :
Susenas KOR
2015

147
Pembangunan Ketahanan Keluarga 147
2016
Lampiran 4.4.1 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan
Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015
Perkotaan

Ala
san
Pendudu Tida
k Tidak
k
Provi Umur 0- A Tem Tahu
Tidak Mer
nsi 17 Tahun kte pat Harus Lain To
Ada asa
yang Tidak Bel Peng Dicatat nya tal
Biay Perl
Punya Akte um uru- dan Cara
a u,
Kelahiran Ter san Mengu-
Mal
bit jauh rusnya
as/
Tida
k
Ma
u
(1) ( (3) ( ( ( ( (8) (9)
2 4 5 6 7
) ) ) ) )
Aceh 9,26 30,04 25,3 3,4 3,48 7,62 30,1 100
2 1 3 ,00
Sumatera Utara 26,58 17,18 40,3 1,7 6,15 15,35 19,1 100
8 5 9 ,00
Sumatera Barat 15,06 17,99 20,2 8,0 6,19 13,14 34,4 100
6 1 1 ,00
Riau 16,15 24,22 27,5 4,9 6,78 9,01 27,4 100
6 4 9 ,00
Jambi 3,41 46,24 19,2 3,6 8,20 3,72 18,8 100
9 7 8 ,00
Sumatera Selatan 10,80 15,41 29,5 6,3 13,5 9,16 26,0 100
2 5 6 0 ,00
Bengkulu 5,88 38,55 18,9 0,3 7,59 21,90 12,6 100
5 8 3 ,00
Lampung 14,05 18,99 32,4 6,5 10,9 19,33 11,8 100
1 2 5 1 ,00
Kep. Bangka Belitung 4,60 22,14 27,6 3,6 9,15 15,72 21,7 100
5 4 0 ,00
Kepulauan Riau 5,10 34,62 19,2 6,3 13,9 6,07 19,7 100
9 3 2 7 ,00
DKI Jakarta 5,10 25,97 25,8 7,8 8,00 13,46 18,8 100
7 4 6 ,00
Jawa Barat 18,15 15,19 52,4 2,2 8,56 10,27 11,3 100
3 0 5 ,00
Jawa Tengah 7,23 23,07 33,1 2,8 7,51 11,98 21,4 100
3 4 8 ,00
DI Yogyakarta 4,16 25,72 19,3 9,9 5,76 9,18 30,0 100
2 8 4 ,00
Jawa Timur 10,15 20,11 34,3 4,2 8,41 14,54 18,3 100
4 3 8 ,00
Banten 16,30 18,60 42,1 2,7 8,30 13,49 14,7 100
2 2 7 ,00
Bali 11,09 24,76 18,6 7,5 13,0 13,88 22,1 100
7 1 6 2 ,00
Nusa Tenggara Barat 20,65 13,11 38,9 3,0 10,5 9,19 25,3 100
0 0 0 1 ,00
Nusa Tenggara Timur 21,94 19,28 17,8 3,8 5,12 4,51 49,4 100
1 3 4 ,00
Kalimantan Barat 8,47 14,59 35,0 5,0 6,16 5,78 33,3 100

141 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
3 9 6 ,00
Kalimantan Tengah 10,72 21,05 28,5 5,4 8,27 11,53 25,1 100
9 4 2 ,00
Kalimantan Selatan 11,82 19,59 28,1 5,7 10,0 14,87 21,5 100
4 8 7 5 ,00
Kalimantan Timur 5,69 27,24 14,6 8,0 11,9 11,81 26,3 100
5 4 5 0 ,00
Kalimantan Utara 5,43 24,60 4,62 4,6 8,37 5,08 52,6 100
6 7 ,00
Sulawesi Utara 10,62 30,41 18,4 2,5 5,52 7,43 35,6 100
5 0 9 ,00
Sulawesi Tengah 16,16 25,36 16,0 4,3 8,93 7,80 37,5 100
4 7 0 ,00
Sulawesi Selatan 10,31 16,22 23,6 3,9 5,38 16,95 33,8 100
7 4 3 ,00
Sulawesi Tenggara 18,60 19,30 20,6 3,5 15,1 12,12 29,1 100
3 8 7 9 ,00
Gorontalo 7,70 26,89 11,3 3,8 6,32 12,56 38,9 100
8 7 7 ,00
Sulawesi Barat 7,15 24,57 4,94 2,6 16,1 7,59 44,1 100
6 2 2 ,00
Maluku 15,50 29,32 11,7 4,5 3,30 16,24 34,8 100
1 5 7 ,00
Maluku Utara 12,55 26,87 17,5 12 6,89 11,76 24,2 100
9 ,6 3 ,00
6
Papua Barat 18,73 8,74 13,7 3,9 2,08 12,95 58,5 100
8 0 5 ,00
Papua 17,08 15,23 8,42 16 10,83 17,77 30,92 100
,8 ,00
3
Indonesia 13,29 18,45 38,85 3,5 8,20 12,09 18,91 100
0 ,00
Sumber : Susenas KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 14


2016 2
Lampiran 4.4.2 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan
Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015
Perdesaan

Ala
Pendudu san
k Umur 0- Tida
Tidak
Provinsi 17 Tahun k
A Tem Tahu
yang Tidak Tidak Mer
kte pat Harus Lain To
Punya Akte Ada asa
Bel Peng Dicatat nya tal
Kelahiran Biay Perl
um uru- dan Cara
a u,
Ter san Mengu-
Mal
bit jauh rusnya
as/
Tida
k
Ma
u
(1) ( (3) ( ( ( ( (8) (9)
2 4 5 6 7
) ) ) ) )
Aceh 22,47 23,41 29,6 10,7 6,44 11,22 18 100,0
1 3 ,6 0
0
Sumatera Utara 40,27 18,13 43,3 7,88 7,78 9,53 13 100,0
6 ,3 0
2
Sumatera Barat 29,51 16,81 25,2 15,6 7,54 10,87 23 100,0
0 8 ,9 0
0
Riau 30,87 19,69 36,5 11,7 8,85 9,26 13 100,0
4 4 ,9 0
2
Jambi 13,28 26,16 23,1 10,1 10,0 15,02 15 100,0
7 9 5 ,4 0
1
Sumatera Selatan 15,57 16,42 39,9 9,69 4,83 14,34 14 100,0
1 ,8 0
1
Bengkulu 14,64 18,09 39,7 9,27 5,41 10,47 16 100,0
7 ,9 0
8
Lampung 18,30 16,28 49,2 5,14 5,99 9,55 13 100,0
9 ,7 0
6
Kep. Bangka Belitung 8,31 18,65 23,5 5,25 8,36 21,11 23 100,0
5 ,0 0
9
Kepulauan Riau 7,50 61,26 3,85 3,88 5,00 3,11 22 100,0
,9 0
1
DKI Jakarta na na na na na na n na
a
Jawa Barat 29,10 10,97 54,6 3,76 7,92 11,05 11 100,0
9 ,6 0
1
Jawa Tengah 9,70 22,10 40,2 3,36 4,31 12,11 17 100,0
6 ,8 0
7
DI Yogyakarta 3,16 8,47 43,7 0,00 23,4 15,63 8,7 100,0
2 6 2 0
Jawa Timur 20,46 17,35 34,2 2,83 11,2 21,70 12 100,0
9 9 ,5 0
5
Banten 54,69 11,30 62,2 4,10 6,08 7,51 8,7 100,0
8 3 0
Bali 29,96 21,53 31,6 5,44 11,1 19,86 10 100,0
4 2 ,4 0
0
Nusa Tenggara Barat 38,82 12,23 44,5 4,49 9,83 10,40 18 100,0
0 ,5 0
5
Nusa Tenggara Timur 51,71 21,90 25,8 12,6 11,4 4,12 24 100,0
9 1 8 ,0 0
0
Kalimantan Barat 25,10 12,67 29,0 15,6 14,8 12,03 15 100,0
9 8 1 ,7 0
3
Kalimantan Tengah 26,01 15,57 35,3 16,6 10,8 12,16 9,5 100,0
0 5 0 2 0
Kalimantan Selatan 18,28 19,10 30,8 8,77 13,7 9,48 18 100,0
5 4 ,0 0
6
Kalimantan Timur 9,40 19,94 24,9 26,1 14,9 5,00 9,0 100,0
4 8 2 2 0
Kalimantan Utara 17,69 22,23 5,86 15,6 13,0 6,92 36 100,0
0 4 ,3 0
5
Sulawesi Utara 19,47 31,23 23,1 9,87 4,47 9,54 21 100,0
8 ,7 0
1
Sulawesi Tengah 37,78 23,99 21,9 12,5 13,2 6,69 21 100,0
1 0 0 ,7 0
1
Sulawesi Selatan 19,00 20,13 18,2 10,4 13,6 16,40 21 100,0
9 0 7 ,1 0
2
Sulawesi Tenggara 26,88 18,64 23,5 18,9 12,4 6,76 19 100,0
0 7 3 ,7 0
0
Gorontalo 20,00 25,16 24,3 12,2 3,69 8,78 25 100,0
3 0 ,8 0
5
Sulawesi Barat 23,04 31,96 25,9 8,14 16,3 6,22 11 100,0
6 3 ,4 0
0
Maluku 35,68 17,66 14,6 26,5 7,98 9,19 24 100,0
3 2 ,0 0
3
Maluku Utara 33,08 18,73 17,1 24,6 7,61 9,98 21 100,0
1 8 ,8 0
9
Papua Barat 40,07 15,97 12,3 24,8 11,3 13,70 21 100,0
5 9 3 ,7 0
5
Papua 74,51 1,73 9,02 18,57 42,98 14 13,2 100
,4 3 ,00
6
Indonesia 26,10 16,50 36,38 9,04 11,01 11 15,6 100
,4 2 ,00
4
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 4.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah
Tangga dan Pasangannya, 2015

Perkotaan + Perdesaan
Rumah Tangga Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
Provinsi dengan KRT
Berstatus Kawin Serumah Tidak Serumah Total
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
76,32
98,04
1,96
100,00

Sumatera Utara
80,82
97,45
2,55
100,00

Sumatera Barat
79,55
97,61
2,39
100,00

Riau
85,24
98,25
1,75
100,00

Jambi
85,77
97,34
2,66
100,00

Sumatera Selatan
85,78
98,20
1,80
100,00

143

Pembangunan Ketahanan Keluarga 143


2016
Bengkulu 100,00
86,65
97,86 Jawa Timur
2,14 79,12
100,00 95,12
4,88
Lampung 100,00
87,68
96,25 Banten
3,75 84,80
100,00 95,96
4,04
Kep. Bangka Belitung 100,00
85,03
97,81 Bali
2,19 84,62
100,00 96,67
3,33
Kepulauan Riau 100,00
80,56
96,07 Nusa Tenggara Barat
3,93 82,87
100,00 88,64
11,36
DKI Jakarta 100,00
78,20
95,26 Nusa Tenggara Timur
4,74 79,32
100,00 93,67
6,33
Jawa Barat 100,00
81,59
94,88 Kalimantan Barat
5,12 84,14
100,00 97,41
2,59
Jawa Tengah 100,00
81,34
92,15 Kalimantan Tengah
7,85 85,19
100,00 96,93
3,07
DI Yogyakarta 100,00
72,21
95,49 Kalimantan Selatan
4,51 80,10

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
96,68 Sulawesi Barat
3,32 81,05
100,00 97,26
2,74
Kalimantan Timur 100,00
83,93
97,58 Maluku
2,42 80,65
100,00 96,43
3,57
Kalimantan Utara 100,00
85,81
92,80 Maluku Utara
7,20 84,12
100,00 97,19
2,81
Sulawesi Utara 100,00
82,17
96,92 Papua Barat
3,08 85,16
100,00 93,86
6,14
100,00
Sulawesi Tengah
Papua
84,35
85,81
97,58
96,22
2,42
3,78
100,00
100,00
Sulawesi Selatan
Indonesia
77,29
95,51 81,45
4,49 95,28
100,00 4,72
100,00
Sulawesi Tenggara
80,85 Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal
94,77 n 4.5.1 Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
5,23
100,00
Perkota
an
Gorontalo
Rumah Tangga Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
85,26
Provinsi dengan KRT
96,89
3,11 Berstatus Kawin Serumah Tidak Serumah Total
(1)
100,00 (2)
(3)

145

Pembangunan Ketahanan Keluarga 145


2016
(4) 2,52
(5)
100,00
Aceh
75,11
97,79 Kep. Bangka Belitung
2,21 84,27
100,00 97,24
2,76
Sumatera Utara 100,00
80,10
97,24 Kepulauan Riau
2,76 80,45
100,00 95,89
4,11
Sumatera Barat 100,00
78,47
97,29 DKI Jakarta
2,71 78,20
100,00 95,26
4,74
Riau 100,00
82,40
97,98 Jawa Barat
2,02 80,99
100,00 95,84
4,16
Jambi 100,00
83,09
96,75 Jawa Tengah
3,25 79,10
100,00 93,04
6,96
Sumatera Selatan 100,00
82,61
97,57 DI Yogyakarta
2,43 67,98
100,00 94,72
5,28
Bengkulu 100,00
83,59
96,34 Jawa Timur
3,66 77,92
100,00 95,07
4,93
Lampung 100,00
86,31
97,48 Banten

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
85,25
97,19 Kalimantan Utara
2,81 85,62
100,00 91,26
8,74
Bali 100,00
82,84
95,45 Sulawesi Utara
4,55 77,97
100,00 96,41
3,59
Nusa Tenggara Barat 100,00
79,81
89,66 Sulawesi Tengah
10,34 79,12
100,00 96,77
3,23
Nusa Tenggara Timur 100,00
74,48
93,59 Sulawesi Selatan
6,41 75,50
100,00 95,85
4,15
Kalimantan Barat 100,00
79,36
96,68 Sulawesi Tenggara
3,32 72,96
100,00 94,09
5,91
Kalimantan Tengah 100,00
84,40
95,79 Gorontalo
4,21 79,97
100,00 95,89
4,11
Kalimantan Selatan 100,00
78,36
95,45 Sulawesi Barat
4,55 76,53
100,00 97,52
2,48
Kalimantan Timur 100,00
82,71
97,10 Maluku
2,90 77,68
100,00 94,20
147

Pembangunan Ketahanan Keluarga 147


2016
5,80 Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
100,00 Rumah Tangga Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
Provinsi dengan KRT
Maluku Utara Berstatus Kawin Serumah Tidak Serumah Total
75,92 (1)
(2)
95,21 (3)
4,79 (4)
(5)
100,00
Aceh
Papua Barat 76,80
98,13
83,03 1,87
92,99 100,00
7,01
100,00
Sumatera Utara
Papua
81,52
84,45
97,65
93,27
2,35
6,73
100,00
100,00

Sumatera Barat
Indonesia
80,24
79,83
97,81
95,49
2,19
4,51 100,00
100,00
Riau
Sumber : 87,04
Susenas 98,42
KOR 2015
1,58
100,00
Lampir
Persen
antase
Jambi
4.5.2
Ruma 86,86
h 97,57
Tangg
Perdes 2,43
a
aan 100,00
Menur
ut Sumatera Selatan
Provin 87,42
si dan 98,50
Tempa 1,50
t 100,00
Tingga
l Bengkulu
Kepala 87,96

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
98,48 Jawa Timur
1,52 80,20
100,00 95,16
4,84
Lampung 100,00
88,12
95,86 Banten
4,14 83,84
100,00 93,25
6,75
Kep. Bangka Belitung 100,00
85,74
98,34 Bali
1,66 87,51
100,00 98,54
1,46
Kepulauan Riau 100,00
81,17
96,99 Nusa Tenggara Barat
3,01 85,05
100,00 87,96
12,04
DKI Jakarta 100,00
na
na Nusa Tenggara Timur
na 80,57
na 93,68
6,32
Jawa Barat 100,00
82,76
93,09 Kalimantan Barat
6,91 86,14
100,00 97,69
2,31
Jawa Tengah 100,00
83,20
91,45 Kalimantan Tengah
8,55 85,60
100,00 97,51
2,49
DI Yogyakarta 100,00
81,33
96,86 Kalimantan Selatan
3,14 81,39
100,00 97,57
2,43
149

Pembangunan Ketahanan Keluarga 149


2016
100,00 97,20
2,80
Kalimantan Timur 100,00
85,97
98,37 Maluku
1,63 82,62
100,00 97,82
2,18
Kalimantan Utara 100,00
86,04
94,66 Maluku Utara
5,34 87,23
100,00 97,84
2,16
Sulawesi Utara 100,00
85,76
97,31 Papua Barat
2,69 86,39
100,00 94,35
5,65
100,00
Sulawesi Tengah
Papua
86,01
86,25
97,81
97,17
2,19
2,83
100,00
100,00
Sulawesi Selatan
Indonesia
78,30
95,32 83,07
4,68 95,09
100,00 4,91
100,00
Sulawesi Tenggara
84,05
95,01
4,99
100,00

Gorontalo
88,06
97,37
2,63
100,00

Sulawesi Barat
82,11

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Lampiran 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama
Keluarga, 2014
Perkotaan + Perdesaan
Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu
Provinsi Lebih dari Cukup Cukup Kurang Total ( > 28 Jam) (14 - 28
Jam) ( < 14 Jam)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
27,68
46,79
25,53
100,00

Sumatera Utara
26,95
45,12
27,93
100,00

Sumatera Barat
23,25
54,45
22,31
100,00

Riau
30,40
50,87
18,74
100,00

Jambi
30,90
53,21
15,89
100,00

Sumatera Selatan
22,08
54,87
23,05
100,00
Bengkulu
32,18
51,22
16,60
100,00

Lampung
33,28
48,34
18,38
100,00

Kep. Bangka Belitung


39,56
45,14
15,30
100,00

Kepulauan Riau
40,41
39,11
20,48
100,00

DKI Jakarta
32,76
43,15
24,09
100,00

Jawa Barat
28,18
52,72
19,11
100,00

Jawa Tengah
18,50
54,54
26,96
100,00

DI Yogyakarta
16,94
55,97
27,10
100,00

Jawa Timur
30,94
47,59
21,47
100,00

Banten
26,35
47,96
25,69
100,00

Bali
10,78
51,31
37,92
100,00

Nusa Tenggara Barat


19,76
57,39
22,85
100,00

Nusa Tenggara Timur


11,28
54,66
34,06
100,00

Kalimantan Barat
24,27
49,16
26,57
100,00

Kalimantan Tengah
29,80
49,09
21,11
100,00

Kalimantan Selatan
33,47
46,71
19,81
100,00

Kalimantan Timur
44,25
36,36
19,39
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na

Sulawesi Utara
29,64
45,01
25,36
100,00

Sulawesi Tengah
25,42
53,88
20,70
100,00

Sulawesi Selatan
40,90
45,94
13,16
100,00

Sulawesi Tenggara
19,03
49,52
31,45
100,00

Gorontalo
27,77
45,02
27,20
100,00
Sulawesi Barat
36,87
41,71
21,43
100,00

Maluku
29,29
41,23
29,48
100,00

Maluku Utara
27,76
40,28
31,96
100,00

Papua Barat
32,14
33,39
34,47
100,00
Papua
25,86
31,06
43,08
100,00

Indonesia
27,14
49,74
23,12
100,00

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 4.6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang
Bersama Keluarga, 2014
Perkotaan
Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu
Provinsi Lebih dari Cukup Cukup Kurang Total ( > 28 Jam) (14 - 28
Jam) ( < 14 Jam)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
34,82
42,50
22,68
100,00

Sumatera Utara
32,77
40,94
26,30
100,00

Sumatera Barat
24,30
54,26
21,44
100,00

Riau
29,39
51,61
18,99
100,00

Jambi
38,14
47,80
14,06
100,00

Sumatera Selatan
16,98
51,96
31,07
100,00

Bengkulu
43,71
Pembangunan Ketahanan Keluarga 147
2016
44,24
12,06
100,00

Lampung
38,23
49,02
12,75
100,00

Kep. Bangka Belitung


30,95
47,04
22,02
100,00

Kepulauan Riau
41,09
37,95
20,96
100,00

DKI Jakarta
32,76
43,15
24,09
100,00

Jawa Barat
27,82
53,31
18,88
100,00

Jawa Tengah
19,42
54,67
25,91
100,00

DI Yogyakarta
16,30
53,43
30,27
100,00

Jawa Timur

148 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
31,11
47,49
21,40
100,00

Banten
29,54
44,74
25,71
100,00

Bali
12,67
45,99
41,35
100,00

Nusa Tenggara Barat


23,44
55,93
20,63
100,00

Nusa Tenggara Timur


18,04
60,57
21,39
100,00

Kalimantan Barat
27,34
45,31
27,35
100,00

Kalimantan Tengah
32,97
44,47
22,56
100,00

Kalimantan Selatan
37,97
43,43
18,60
100,00

Pembangunan Ketahanan Keluarga 149


2016
Kalimantan Timur
45,19
35,80
19,01
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na

Sulawesi Utara
42,32
32,99
24,69
100,00

Sulawesi Tengah
33,95
48,37
17,67
100,00

Sulawesi Selatan
34,44
50,83
14,73
100,00

Sulawesi Tenggara
17,71
46,09
36,19
100,00

Gorontalo
26,00
45,90
28,10
100,00

Sulawesi Barat
43,22
43,93
12,85
100,00

150 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Maluku
36,29
37,42
26,28
100,00

Maluku Utara
19,83
46,86
33,31
100,00

Papua Barat
40,96
28,53
30,51
100,00
Papua
31,19
36,79
32,02
100,00

Indonesia
28,49
48,87
22,64
100,00

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Pembangunan Ketahanan Keluarga 151


2016
Lampiran 4.6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang
Bersama Keluarga, 2014
Perdesaan
Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu
Provinsi Lebih dari Cukup Cukup Kurang Total ( > 28 Jam) (14 - 28
Jam) ( < 14 Jam)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
24,90
48,46
26,64
100,00

Sumatera Utara
21,47
49,07
29,47
100,00

Sumatera Barat
22,58
54,56
22,86
100,00

Riau
31,03
50,40
18,57
100,00

Jambi
27,86
55,48
16,66
100,00

Sumatera Selatan
24,76
56,40
18,84
100,00

Bengkulu
27,02
54,35
18,63
100,00

Lampung
31,67
48,12
20,22
100,00

Kep. Bangka Belitung


48,21
43,23
8,56
100,00

Kepulauan Riau
36,70
45,43
17,87
100,00

DKI Jakarta
na
na
na
na

Jawa Barat
28,85
51,61
19,54
100,00

Jawa Tengah
17,76
54,43
27,81
100,00

DI Yogyakarta
18,29
61,32
20,39
100,00

Jawa Timur
30,79
47,67
21,53
100,00

Banten
18,98
55,39
25,63
100,00

Bali
7,71
59,95
32,34
100,00

Nusa Tenggara Barat


17,14
58,43
24,43
100,00

Nusa Tenggara Timur


9,63
53,22
37,15
100,00

Kalimantan Barat
22,98
50,78
26,25
100,00

Kalimantan Tengah
28,18
51,44
20,38
100,00

Kalimantan Selatan
30,22
49,09
20,69
100,00
Kalimantan Timur
42,72
37,28
20,00
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na

Sulawesi Utara
19,19
54,91
25,90
100,00

Sulawesi Tengah
22,68
55,65
21,67
100,00

Sulawesi Selatan
44,58
43,16
12,26
100,00

Sulawesi Tenggara
19,54
50,86
29,60
100,00

Gorontalo
28,71
44,56
26,73
100,00

Sulawesi Barat
35,07
41,08
23,86
100,00
Maluku
24,51
43,82
31,66
100,00

Maluku Utara
30,80
37,76
31,44
100,00

Papua Barat
28,39
35,45
36,16
100,00
Papua
24,09
29,16
46,75
100,00

Indonesia
25,80
50,61
23,59
100,00

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 4.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Selama Seminggu Terakhir, 2015
Perkotaan + Perdesaan
Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Provinsi KRT Bersama Kepala Rumah Pasangan Saja Lainnya Total
Pasangan Tangga Saja
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
10,21
1,57
83,79
4,43
100,00

Sumatera Utara
15,80
1,61
77,49
5,10
100,00

Sumatera Barat
25,20
1,60
69,24
3,96
100,00

Riau
25,50
0,97
70,72
2,82
100,00

Jambi
17,58
1,77
75,44
5,21
100,00

Sumatera Selatan
21,18
1,09
149

Pembangunan Ketahanan Keluarga 15


2016 0
73,83 31,77
3,90 4,22
100,00 59,30
4,71
Bengkulu 100,00
19,76
1,81 DI Yogyakarta
74,25 55,32
4,18 4,01
100,00 38,13
2,54
Lampung 100,00
23,00
2,73 Jawa Timur
69,72 26,02
4,55 3,99
100,00 64,98
5,01
Ke. Bangka Belitung 100,00
24,51
2,20 Banten
70,17 17,22
3,12 2,04
100,00 75,13
5,61
Kepulauan Riau 100,00
24,29
3,02 Bali
69,17 70,45
3,52 3,22
100,00 24,25
2,09
DKI Jakarta 100,00
18,02
3,36 Nusa Tenggara Barat
71,77 16,64
6,84 10,07
100,00 69,44
3,84
Jawa Barat 100,00
17,16
2,20 Nusa Tenggara Timur
76,34 24,35
4,30 5,43
100,00 65,55
4,67
Jawa Tengah 100,00

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah
3,30
Kalimantan Barat 100,00
9,81
1,91 Sulawesi Selatan
82,25 14,37
6,03 3,04
100,00 77,84
4,75
Kalimantan Tengah 100,00
25,82
2,13 Sulawesi Tenggara
68,27 37,92
3,79 4,21
100,00 55,16
2,71
Kalimantan Selatan 100,00
23,71
2,43 Gorontalo
69,98 34,84
3,89 2,61
100,00 58,70
3,85
Kalimantan Timur 100,00
12,82
1,37 Sulawesi Barat
81,95 34,18
3,85 2,57
100,00 59,81
3,43
Kalimantan Utara 100,00
12,39
2,49 Maluku
80,25 39,32
4,87 2,62
100,00 54,99
3,07
Sulawesi Utara 100,00
22,20
2,92 Maluku Utara
69,97 37,48
4,91 2,09
100,00 55,68
4,75
Sulawesi Tengah 100,00
32,61
2,22 Papua Barat
61,87 22,50

149

Pembangunan Ketahanan Keluarga 15


2016 0
3,38 Orang yang Mengurus Rumah Tangga
66,82
7,30 Provinsi KRT Bersama Kepala Rumah
Total
100,00 Pasangan Tangga Saja
Pasangan Saja Lainnya
Papua
( (2) ( ( (
18,32 1 3 4 5
) ) ) )
2,15
74,48 Aceh 15,35 1, 78,90 4,2
5 0
5,05 5
100,00 Sumatera Utara 14,93 1, 78,55 4,8
6 3
Indonesia 9
23,48 Sumatera Barat 33,87 1, 61,40 3,0
3,00 7 1
68,95 3
4,57 Riau 30,58 0, 65,83 2,6
100,00
9 6
3
Lampiran
Perse Jambi 20,39 1, 71,44 6,2
4.7.1
ntase 9 1
Rum 6
Perkotaa
ah Sumatera Selatan 18,34 1, 75,78 4,7
n Tang 1 3
4
ga
Bengkulu 20,53 2, 74,89 2,1
Men
3 9
urut 9
Provi Lampung 22,87 1, 70,26 5,3
nsi 5 7
dan 0
Oran Kep. Bangka Belitung 32,98 2, 61,80 2,5
g 6 7
yang 5
Men Kepulauan Riau 24,86 3, 68,31 3,6
gurus 2 0
Rum 3
ah DKI Jakarta 18,02 3, 71,77 6,8
Tang 3 4
6
ga
Jawa Barat 18,31 2, 75,00 4,6
Sela
0 1
ma
9
Semi
Jawa Tengah 34,55 4, 56,69 4,7
nggu 0 1
Terak 4
hir, DI Yogyakarta 62,77 4, 30,51 1,8
2015 9 0
2
Jawa Timur 29,04 3, 62,08 5,2
6 3
6

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah
Banten Papua Barat 24,18 3, 63,43 8,7
6 9
0
Bali Papua 16,94 4, 71,47 7,5
0 5
4
Nusa Tenggara Indonesia 24,83 2, 67,40 4,8
9 5
3
Nusa Tenggara Sumber : Susenas KOR 2015
Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin

Kalimantan Barat

Kalimantan

Kalimantan

Kalimantan

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

149

Pembangunan Ketahanan Keluarga 15


2016 0
Lampiran 4.7.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Selama Seminggu Terakhir, 2015
Perdesaan Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Provinsi KRT Bersama Kepala Rumah
Total
Pasangan Tangga Saja
Pasangan Saja Lainnya
( ( (3) ( (5)
1 2 4
) ) )
Aceh 8,25 1,58 85,65 4,52 10
Sumatera Utara 16,61 1,53 76,51 5,35 10
Sumatera Barat 19,68 1,52 74,24 4,56 10
Riau 22,43 0,99 73,66 2,92 10
Jambi 16,49 1,69 76,99 4,82 10
Sumatera Selatan 22,58 1,06 72,88 3,49 10
Bengkulu 19,45 1,57 73,99 4,99 10
Lampung 23,04 3,12 69,54 4,30 10
Kep. Bangka Belitung 16,70 1,78 77,88 3,63 10
Kepulauan Riau 21,34 1,96 73,58 3,12 10
DKI Jakarta na na na na
Jawa Barat 15,02 2,41 78,85 3,73 10
Jawa Tengah 29,58 4,36 61,35 4,71 10
DI Yogyakarta 41,89 2,38 51,85 3,87 10
Jawa Timur 23,39 4,28 67,52 4,81 10
Banten 20,95 2,28 72,28 4,49 10
Bali 73,36 1,82 22,25 2,56 10
Nusa Tenggara Barat 14,24 10,46 71,40 3,91 10
Nusa Tenggara Timur 22,45 5,40 67,60 4,56 10
Kalimantan Barat 8,28 1,68 84,03 6,01 10
Kalimantan Tengah 24,70 1,81 69,92 3,57 10
Kalimantan Selatan 21,64 1,79 72,66 3,90 10
Kalimantan Timur 11,27 1,26 84,27 3,20 10
Kalimantan Utara 8,55 1,64 84,46 5,35 10
Sulawesi Utara 22,16 2,51 71,88 3,45 10
Sulawesi Tengah 32,36 2,06 62,88 2,70 10
Sulawesi Selatan 12,38 3,06 80,32 4,25 10
Sulawesi Tenggara 32,99 4,31 59,70 3,00 10
Gorontalo 32,60 2,29 61,30 3,81 10
Sulawesi Barat 34,24 2,58 59,62 3,55 10
Maluku 33,22 2,03 62,08 2,67 10
Maluku Utara 38,10 1,48 55,91 4,51 10
Papua Barat 21,57 3,26 68,71 6,47 10
Papua 18,77 1, 75,44 4,
54 2

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah
Indonesia

151

Pembangunan Ketahanan Keluarga 15


2016 2
Lampiran 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Perkotaan + Perdesaan
Is
Provi tr To
nsi Beke i Tidak Bekerja tal
rja
(1) (2) ( (4)
3
)
Aceh 50,30 49,70 100,00
Sumatera Utara 54,62 45,38 100,00
Sumatera Barat 59,24 40,76 100,00
Riau 43,42 56,58 100,00
Jambi 51,64 48,36 100,00
Sumatera Selatan 58,80 41,20 100,00
Bengkulu 64,41 35,59 100,00
Lampung 51,77 48,23 100,00
Kep. Bangka Belitung 43,82 56,18 100,00
Kepulauan Riau 36,31 63,69 100,00
DKI Jakarta 40,88 59,12 100,00
Jawa Barat 40,23 59,77 100,00
Jawa Tengah 61,50 38,50 100,00
DI Yogyakarta 66,63 33,37 100,00
Jawa Timur 57,46 42,54 100,00
Banten 40,39 59,61 100,00
Bali 74,16 25,84 100,00
Nusa Tenggara Barat 55,46 44,54 100,00
Nusa Tenggara Timur 67,45 32,55 100,00
Kalimantan Barat 61,39 38,61 100,00
Kalimantan Tengah 53,44 46,56 100,00
Kalimantan Selatan 55,81 44,19 100,00
Kalimantan Timur 37,29 62,71 100,00
Kalimantan Utara 41,98 58,02 100,00
Sulawesi Utara 40,57 59,43 100,00
Sulawesi Tengah 53,66 46,34 100,00
Sulawesi Selatan 44,98 55,02 100,00
Sulawesi Tenggara 57,82 42,18 100,00
Gorontalo 50,55 49,45 100,00
Sulawesi Barat 59,01 40,99 100,00
Maluku 54,08 45,92 100,00
Maluku Utara 54,08 45,92 100,00
Papua Barat 51,81 48,19 100,00
Papua 73,29 26,71 100,00
Indonesia 52,11 47,89 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 4.8.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Perkotaan
Is
Provi tr To
nsi Beke i Tidak Bekerja tal
rja
(1) (2) ( (4)
3
)
Aceh 47,52 52,48 100,00
Sumatera Utara 46,37 53,63 100,00
Sumatera Barat 53,01 46,99 100,00
Riau 43,01 56,99 100,00
Jambi 49,96 50,04 100,00
Sumatera Selatan 46,83 53,17 100,00
Bengkulu 58,20 41,80 100,00
Lampung 47,16 52,84 100,00
Kep. Bangka Belitung 40,91 59,09 100,00
Kepulauan Riau 35,24 64,76 100,00
DKI Jakarta 40,88 59,12 100,00
Jawa Barat 38,48 61,52 100,00
Jawa Tengah 58,74 41,26 100,00
DI Yogyakarta 61,17 38,83 100,00
Jawa Timur 52,66 47,34 100,00
Banten 37,57 62,43 100,00
Bali 71,28 28,72 100,00
Nusa Tenggara Barat 51,70 48,30 100,00
Nusa Tenggara Timur 51,26 48,74 100,00
Kalimantan Barat 45,30 54,70 100,00
Kalimantan Tengah 51,49 48,51 100,00
Kalimantan Selatan 46,51 53,49 100,00
Kalimantan Timur 35,11 64,89 100,00
Kalimantan Utara 40,88 59,12 100,00
Sulawesi Utara 44,11 55,89 100,00
Sulawesi Tengah 55,37 44,63 100,00
Sulawesi Selatan 41,47 58,53 100,00
Sulawesi Tenggara 53,70 46,30 100,00
Gorontalo 55,14 44,86 100,00
Sulawesi Barat 50,69 49,31 100,00
Maluku 50,76 49,24 100,00
Maluku Utara 47,61 52,39 100,00
Papua Barat 43,00 57,00 100,00
Papua 40,04 59,96 100,00
Indonesia 46,50 53,50 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 153


2016
Lampiran 4.8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Perdesaan
Is
Provi tr To
nsi Beke i Tidak Bekerja tal
rja
(1) (2) ( (4)
3
)
Aceh 51,35 48,65 100,00
Sumatera Utara 62,39 37,61 100,00
Sumatera Barat 63,20 36,80 100,00
Riau 43,67 56,33 100,00
Jambi 52,30 47,70 100,00
Sumatera Selatan 64,65 35,35 100,00
Bengkulu 66,94 33,06 100,00
Lampung 53,24 46,76 100,00
Kep. Bangka Belitung 46,48 53,52 100,00
Kepulauan Riau 41,81 58,19 100,00
DKI Jakarta na na na
Jawa Barat 43,53 56,47 100,00
Jawa Tengah 63,69 36,31 100,00
DI Yogyakarta 76,41 23,59 100,00
Jawa Timur 61,64 38,36 100,00
Banten 46,64 53,36 100,00
Bali 78,46 21,54 100,00
Nusa Tenggara Barat 57,98 42,02 100,00
Nusa Tenggara Timur 71,26 28,74 100,00
Kalimantan Barat 67,56 32,44 100,00
Kalimantan Tengah 54,41 45,59 100,00
Kalimantan Selatan 62,41 37,59 100,00
Kalimantan Timur 40,80 59,20 100,00
Kalimantan Utara 43,31 56,69 100,00
Sulawesi Utara 37,82 62,18 100,00
Sulawesi Tengah 53,17 46,83 100,00
Sulawesi Selatan 46,90 53,10 100,00
Sulawesi Tenggara 59,26 40,74 100,00
Gorontalo 48,37 51,63 100,00
Sulawesi Barat 60,81 39,19 100,00
Maluku 56,12 43,88 100,00
Maluku Utara 56,17 43,83 100,00
Papua Barat 56,69 43,31 100,00
Papua 83,58 16,42 100,00
Indonesia 57,52 42,48 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 4.9 Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan
Penggunaan Pendapatan Suami, 2012

Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami


Provinsi Terutama Suami Terutama Tidak Total
Pihak Lain
Istri bersama Suam Terjawa
Istri i b
( (6)
1
)
Aceh 17,4 67,30 15,3 0,00 0,00 100,0
0 0 0
Sumatera Utara 41,4 45,90 12,5 0,00 0,20 100,0
0 0 0
Sumatera Barat 26,0 63,40 10,6 0,10 0,00 100,0
0 0 0
Riau 39,5 47,00 13,2 0,20 0,20 100,0
0 0 0
Jambi 22,7 70,00 7,30 0,00 0,00 100,0
0 0
Sumatera Selatan 45,6 38,70 15,4 0,00 0,20 100,0
0 0 0
Bengkulu 34,5 54,80 10,6 0,00 0,10 100,0
0 0 0
Lampung 48,6 43,50 7,80 0,10 0,00 100,0
0 0
Kep. Bangka Belitung 43,4 46,50 10,0 0,00 0,10 100,0
0 0 0
Kepulauan Riau 32,3 57,20 10,4 0,10 0,00 100,0
0 0 0
DKI Jakarta 49,5 34,30 15,6 0,10 0,50 100,0
0 0 0
Jawa Barat 50,1 40,50 9,20 0,10 0,20 100,0
0 0
Jawa Tengah 31,6 57,60 10,5 0,20 0,00 100,0
0 0 0
DI Yogyakarta 26,4 64,40 9,00 0,20 0,00 100,0
0 0
Jawa Timur 44,0 41,70 14,1 0,20 0,00 100,0
0 0 0
Banten 47,8 36,00 16,2 0,00 0,00 100,0
0 0 0
Bali 23,1 41,90 34,7 0,40 0,00 100,0
0 0 0
Nusa Tenggara Barat 41,7 51,50 6,80 0,00 0,00 100,0
0 0
Nusa Tenggara Timur 41,9 44,60 13,1 0,30 0,00 100,0
0 0 0
Kalimantan Barat 20,2 71,60 8,00 0,00 0,10 100,0
0 0
Kalimantan Tengah 26,0 68,50 5,40 0,00 0,00 100,0
0 0
Kalimantan Selatan 33,0 50,80 15,9 0,10 0,10 100,0
0 0 0
Kalimantan Timur 31,0 60,90 8,10 0,00 0,00 100,0
0 0
Kalimantan Utara1 n na na na n na
a a
Sulawesi Utara 45,0 45,30 9,10 0,00 0,60 100,0
0 0
Sulawesi Tengah 34,9 56,80 8,30 0,00 0,00 100,0
0 0
Sulawesi Selatan 64,4 25,90 8,90 0,40 0,50 100,0
0 0
Sulawesi Tenggara 62,0 29,30 7,90 0,30 0,60 100,0
0 0
Gorontalo 43,3 38,80 17,7 0,10 0,10 100,0
0 0 0
Sulawesi Barat 39,2 55,10 5,50 0,00 0,10 100,0
0 0
Maluku 37,6 49,30 12,9 0,00 0,30 100,0
0 0 0
Maluku Utara 31,2 59,00 9,40 0,00 0,50 100,0
0 0
Papua Barat 38,2 50,20 11,1 0,10 0,30 100,0
0 0 0
Papua 43,60 30, 24, 0, 1,00 100,
50 80 2 00
0
Indonesia 41,40 46, 12, 0, 0,10 100,
30 00 1 00
0
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 4.10 Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan
Penggunaan Penghasilan Istri, 2012

Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri


Provinsi Terutama Istri bersama Terutama Tidak Total Istri
Pihak Lain
suami Suami Terjawab
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(6)
Aceh
34,90
53,20
11,90
0,00
0,00
100,00
Sumatera Utara
60,70
30,50
7,50
0,00
1,20
100,00

Sumatera Barat
50,20
44,20
4,30
0,20
1,00
100,00

Riau
60,40
31,30
8,00
0,20
0,10
100,00

Jambi
52,40
44,70
1,90
0,00
0,90
100,00

Sumatera Selatan
65,20
27,90
6,00
0,00
1,00
100,00

Bengkulu
60,90
33,00
5,80
0,30
0,00
100,00
Lampung
69,80
25,50
4,50
0,20
0,00
100,00

Kep. Bangka Belitung


66,40
26,30
6,80
0,00
0,50
100,00

Kepulauan Riau
62,70
31,40
5,40
0,00
0,50
100,00

DKI Jakarta
74,40
17,60
6,60
0,40
1,00
100,00

Jawa Barat
68,10
27,40
3,60
0,30
0,70
100,00

Jawa Tengah
57,50
36,90
4,80
0,00
0,80
100,00
DI Yogyakarta
63,90
33,80
1,90
0,00
0,40
100,00

Jawa Timur
72,10
21,30
5,30
0,30
1,00
100,00

Banten
77,20
18,00
4,80
0,00
0,00
100,00

Bali
57,20
29,00
13,40
0,10
0,40
100,00

Nusa Tenggara Barat


67,60
26,50
5,80
0,00
0,00
100,00

Nusa Tenggara Timur


63,40
31,70
3,90
0,50
0,50
100,00
Kalimantan Barat
69,70
25,60
3,80
0,00
1,00
100,00

Kalimantan Tengah
53,20
44,00
2,30
0,50
0,00
100,00

Kalimantan Selatan
68,80
23,80
6,30
0,00
1,20
100,00

Kalimantan Timur
57,80
38,20
3,10
0,00
0,80
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na
na
na

Sulawesi Utara
59,90
33,90
4,50
0,00
1,70
100,00
Sulawesi Tengah
60,40
37,70
1,40
0,00
0,60
100,00

Sulawesi Selatan
75,90
18,10
4,30
0,00
1,60
100,00

Sulawesi Tenggara
73,20
19,30
5,60
0,00
1,90
100,00

Gorontalo
68,80
22,30
8,60
0,00
0,20
100,00

Sulawesi Barat
63,50
33,20
3,00
0,00
0,30
100,00

Maluku
49,40
38,90
9,60
0,00
2,10
100,00
Maluku Utara
44,60
47,20
8,00
0,00
0,20
100,00

Papua Barat
65,10
29,40
4,30
0,00
1,20
100,00
Papua
47,10
21,10
30,40
0,00
1,40
100,00

Indonesia
65,30
28,50
5,30
0,10
0,80
100,00

Sumber : Publikasi SDKI 2012


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 4.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal
Menentukan Jumlah Anak, 2014
Perkotaan + Perdesaan
Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak
Provinsi Total SuamiSuami
Istridan
Istri
Pihak Lain
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
11,30
24,17
60,52
4,00
100,00

Sumatera Utara
18,17
23,04
57,31
1,48
100,00

Sumatera Barat
11,55
21,38
64,84
2,23
100,00

Riau
13,90
18,56
66,77
0,77
100,00

Jambi
13,95
17,23
67,60
1,23
100,00

157

Pembangunan Ketahanan Keluarga 157


2016
Sumatera Selatan 63,03
15,32 1,58
14,97 100,00
68,23
1,48 Jawa Tengah
100,00 15,05
20,85
Bengkulu 62,40
11,71 1,70
22,92 100,00
64,64
0,74 DI Yogyakarta
100,00 13,92
18,38
Lampung 57,62
15,26 10,08
16,92 100,00
66,82
1,00 Jawa Timur
100,00 14,44
22,77
Kep. Bangka Belitung 60,59
15,62 2,21
18,88 100,00
62,96
2,54 Banten
100,00 15,76
22,60
Kepulauan Riau 60,83
18,17 0,81
18,94 100,00
62,47
0,42 Bali
100,00 18,24
10,60
DKI Jakarta 69,32
16,76 1,84
25,70 100,00
55,93
1,61 Nusa Tenggara Barat
100,00 16,71
19,09
Jawa Barat 60,60
16,00 3,60
19,39 100,00

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
20,25
Nusa Tenggara Timur 61,97
12,35 0,92
17,17 100,00
64,91
5,58 Sulawesi Tengah
100,00 16,76
16,83
Kalimantan Barat 64,34
16,07 2,07
20,68 100,00
62,10
1,15 Sulawesi Selatan
100,00 14,39
24,53
Kalimantan Tengah 57,56
14,02 3,51
16,45 100,00
67,03
2,50 Sulawesi Tenggara
100,00 12,69
19,32
Kalimantan Selatan 64,74
11,86 3,26
20,34 100,00
66,57
1,23 Gorontalo
100,00 27,33
23,59
Kalimantan Timur 46,94
17,14 2,13
18,96 100,00
63,42
0,48 Sulawesi Barat
100,00 19,05
21,52
Kalimantan Utara1 57,53
na 1,90
na 100,00
na
na Maluku
na 13,26
22,75
Sulawesi Utara 63,09
16,86 0,90

159

Pembangunan Ketahanan Keluarga 159


2016
100,00

Maluku Utara
18,58
20,43
59,48
1,51
100,00

Papua Barat
15,87
18,80
64,75
0,57
100,00
Papua
28,24
21,19
50,39
0,18
100,00

Indonesia
15,45
20,61
61,99
1,95
100,00

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
Lampiran 4.11.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal
Menentukan Jumlah Anak, 2014
Perkotaan
Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak
Provinsi SuamiLain
Pihak dan Total Suami Istri
Istri
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
12,69
21,63
59,32
6,36
100,00

Sumatera Utara
22,26
23,58
52,49
1,66
100,00

Sumatera Barat
12,32
22,08
63,55
2,06
100,00

Riau
11,94
16,00
71,29
0,77
100,00

Jambi
12,56
19,36
65,75
2,33
100,00

Sumatera Selatan
16,07
15,74
65,07
3,11
100,00

Bengkulu
10,47
24,21
65,21
0,11
100,00

Lampung
15,64
18,82
64,02
1,52
100,00

Kep. Bangka Belitung


18,58
21,17
56,00
4,25
100,00

Kepulauan Riau
15,86
18,55
65,15
0,44
100,00

DKI Jakarta
16,76
25,70
55,93
1,61
100,00

Jawa Barat
16,08
18,93
63,59
1,40
100,00

Jawa Tengah
15,21
22,91
60,26
1,62
100,00

DI Yogyakarta
15,69
17,36
52,82
14,12
100,00

Jawa Timur
14,76
21,80
61,48
1,96
100,00

Banten
16,34
23,49
59,66
0,51
100,00

Bali
20,21
12,17
65,56
2,06
100,00

Nusa Tenggara Barat


14,68
21,82
57,40
6,10
100,00
Nusa Tenggara Timur
12,06
20,40
61,14
6,39
100,00

Kalimantan Barat
20,35
29,59
47,95
2,11
100,00

Kalimantan Tengah
16,63
17,16
63,08
3,12
100,00

Kalimantan Selatan
14,45
23,38
60,61
1,56
100,00

Kalimantan Timur
15,77
21,50
62,28
0,46
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na
na

Sulawesi Utara
19,51
21,35
57,63
1,51
100,00

Sulawesi Tengah
21,08
17,57
57,79
3,56
100,00

Sulawesi Selatan
17,12
21,25
56,87
4,76
100,00

Sulawesi Tenggara
18,66
25,67
49,60
6,07
100,00

Gorontalo
23,93
23,43
47,98
4,65
100,00

Sulawesi Barat
21,94
16,07
60,84
1,15
100,00

Maluku
15,56
25,14
58,34
0,96
100,00
Maluku Utara
21,61
17,01
58,27
3,10
100,00

Papua Barat
13,04
14,90
71,64
0,43
100,00
Papua
18,69
18,48
62,51
0,32
100,00

Indonesia
16,11
21,12
60,66
2,11
100,00

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 4.11.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal
Menentukan Jumlah Anak, 2014
Perdesaan
Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak
Provinsi Suami dan
Pihak Lain Total Suami Istri
Istri
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
10,77
25,15
60,99
3,09
100,00

Sumatera Utara
14,31
22,54
61,85
1,30
100,00

Sumatera Barat
11,08
20,95
65,64
2,34
100,00

Riau
15,12
20,17
63,94
0,77
100,00

Jambi
14,52
16,34
68,37
0,77
100,00

Sumatera Selatan
14,92
14,57
69,88
0,63
100,00

Bengkulu
12,26
22,34
64,39
1,02
100,00

Lampung
15,14
16,31
67,73
0,83
100,00

Kep. Bangka Belitung


12,66
16,59
69,92
0,83
100,00

Kepulauan Riau
30,82
21,06
47,77
0,35
100,00

DKI Jakarta
na
na
na
na
na

Jawa Barat
15,84
20,24
62,00
1,92
100,00

Jawa Tengah
14,92
19,19
64,13
1,76
100,00

DI Yogyakarta
10,13
20,55
67,87
1,45
100,00

Jawa Timur
14,15
23,61
59,82
2,42
100,00

Banten
14,42
20,54
63,54
1,50
100,00

Bali
15,06
8,05
75,40
1,48
100,00

Nusa Tenggara Barat


18,18
17,12
62,90
1,80
100,00
Nusa Tenggara Timur
12,42
16,38
65,82
5,38
100,00

Kalimantan Barat
14,27
16,95
68,05
0,74
100,00

Kalimantan Tengah
12,70
16,09
69,03
2,18
100,00

Kalimantan Selatan
10,00
18,16
70,84
1,00
100,00

Kalimantan Timur
19,38
14,85
65,27
0,50
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na
na
na

Sulawesi Utara
14,68
19,34
65,55
0,43
100,00

Sulawesi Tengah
15,37
16,59
66,44
1,59
100,00

Sulawesi Selatan
12,85
26,40
57,95
2,80
100,00

Sulawesi Tenggara
10,34
16,83
70,67
2,16
100,00

Gorontalo
29,13
23,68
46,39
0,80
100,00

Sulawesi Barat
18,23
23,05
56,60
2,12
100,00

Maluku
11,70
21,13
66,32
0,85
100,00
Maluku Utara
17,41
21,74
59,95
0,90
100,00

Papua Barat
17,07
20,45
61,84
0,64
100,00
Papua
31,41
22,09
46,37
0,14
100,00

Indonesia
14,79
20,11
63,31
1,79
100,00

Lampiran 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang
Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Perkotaan + Perdesaan
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Makanan Pokok
dengan Lauk Nabati Makanan Pokok Lauk Pauk Lauk Pauk
Hewani
Nabati Provinsi Atau Hewani
TidakSeluruh
Tidak Tidak Seluruh
Seluruh Seluruh Tid
Seluruh Seluruh ak Seluruh
ART ART ART Seluruh
ART ART ART ART
( (2) ( ( (5) (6) ( ( ART
(
1 3 4 7 8 9
) ) ) ) ) )
Aceh 3 65,64 84,19 15,8 7,7 92, 34, 65,
4, 1 0 30 22 78
3
6
Sumatera Utara 2 73,50 88,66 11,3 7,6 92, 24, 75,
6, 4 2 38 42 58
5
0
Sumatera Barat 2 74,29 86,42 13,5 15,4 84, 23, 76,
5, 8 1 59 23 77
7
1
Riau 2 76,60 84,69 15,3 10,4 89, 21, 78,
3, 1 6 54 12 88
4
0
Jambi 1 84,76 84,76 15,2 11,9 88, 10, 89,
5, 4 5 05 01 99
2
4
Sumatera Selatan 1 83,29 84,61 15,3 8,4 91, 11, 88,
6, 9 1 59 66 34
7
1
Bengkulu 1 86,25 85,36 14,6 6,4 93, 10, 89,
3, 4 2 58 60 40
7
5
Lampung 1 84,43 89,87 10,1 15,1 84, 3,5 96,
5, 3 2 88 9 41
5
7
Kep. Bangka Belitung 3 63,09 85,93 14,0 5,0 95, 37, 62,
6, 7 0 00 73 27
9
1
Kepulauan Riau 3 62,03 87,09 12,9 13,7 86, 34, 65,
7, 1 2 28 29 71
9
7
DKI Jakarta 2 74,97 81,45 18,5 17,7 82, 17, 82,
5, 5 8 22 38 62
0
3
Jawa Barat 1 81,73 83,75 16,2 15,3 84, 8,6 91,
8, 5 5 65 6 34
2
7
Jawa Tengah 3 68,35 90,29 9,71 30,6 69, 6,2 93,
1, 9 31 6 74
6
5
DI Yogyakarta 3 67,59 91,84 8,16 29,2 70, 13, 86,
2, 3 77 14 86
4
1
Jawa Timur 3 62,93 88,67 11,3 34,1 65, 12, 87,
7, 3 1 89 85 15
0
7
Banten 2 74,14 84,70 15,3 20,9 79, 15, 84,
5, 0 2 08 47 53
8
6
Bali 3 69,52 91,97 8,03 17,5 82, 20, 79,
0, 0 50 77 23
4
8
Nusa Tenggara Barat 2 73,78 88,26 11,7 14,1 85, 19, 80,
6, 4 3 87 62 38
2
2
Nusa Tenggara Timur 9, 90,48 83,91 16,0 2,8 97, 7,7 92,
5 9 6 14 2 28
2
Kalimantan Barat 1 86,39 84,97 15,0 5,1 94, 11, 88,
3, 3 3 87 03 97
6
1
Kalimantan Tengah 4 54,03 86,81 13,1 19,1 80, 39, 60,
5, 9 7 83 77 23
9
7
Kalimantan Selatan 6 30,22 88,93 11,0 12,2 87, 68, 31,
9, 7 1 79 27 73
7
8
Kalimantan Timur 3 65,46 85,26 14,7 14,7 85, 29, 70,
4, 4 9 21 06 94
5
4
Kalimantan Utara 4 58,85 84,35 15,6 11,1 88, 39, 60,
1, 5 2 88 49 51
1
5
Sulawesi Utara 4 54,26 90,97 9,03 6,1 93, 45, 54,
5, 6 84 26 74
7
4
Sulawesi Tengah 3 67,73 86,99 13,0 3,2 96, 31, 68,
2, 1 6 74 55 45
2
7
Sulawesi Selatan 5 44,72 85,69 14,3 7,5 92, 55, 44,
5, 1 5 45 24 76
2
8
Sulawesi Tenggara 5 47,95 84,80 15,2 5,4 94, 52, 47,
2, 0 8 52 90 10
0
5
Gorontalo 6 38,96 90,54 9,46 8,1 91, 59, 40,
1, 8 82 07 93
0
4
Sulawesi Barat 4 50,94 90,15 9,85 4,9 95, 49, 50,
9, 2 08 28 72
0
6
Maluku 5 46,98 86,41 13,5 5,0 94, 55, 44,
3,
0 9 6 94 82 18
2
Maluku Utara 3 62,46 79,17 20,8 3,3 96, 38, 61,
7, 3 0 70 70 30
5
4
Papua Barat 3 67,56 83,28 16,7 10,6 89, 27, 72,
2, 2 0 40 32 68
4
4
Papua 1 89,32 71,10 28,9 5,1 94, 8,6 91,
0, 0 4 86 3 37
6
8
Indonesia 2 71,16 86,58 13,4 18,7 81, 17, 82,
8, 2 8 22 10 90
8
4
Sumber : Susenas MSBP
2015
Lampiran 5.1.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang
Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Perkotaan ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Makanan Pokok
dengan Lauk Nabati Makanan Pokok Lauk Pauk Lauk
Hew
Nabati Provinsi Atau Hewani
TidakSeluruh
Tidak Tidak Seluruh
Seluruh Seluruh
Seluruh Seluruh ak Selu
ART ART ART Seluruh
ART ART ART ART
( (2) ( ( (5) (6) ( (8)
1 3 4 7
) ) ) )

Aceh 46,25 53,75 85,95 14,0 15,9 84,0 46,7


5 8 2 1

Sumatera Utara 34,55 65,45 89,13 10,8 10,7 89,2 31,3


7 6 4 0

Sumatera Barat 44,79 55,21 85,97 14,0 25,9 74,0 41,9


3 9 1 4

Riau 32,52 67,48 81,53 18,4 10,5 89,5 31,9


7 0 0 0

Jambi 29,65 70,35 83,57 16,4 22,8 77,1 23,5


3 2 8 7

Sumatera Selatan 22,83 77,17 77,72 22,2 9,4 90,5 19,0


8 6 4 7

Bengkulu 32,11 67,89 81,25 18,7 12,5 87,4 28,4


5 8 2 3

Lampung 25,89 74,11 88,97 11,0 25,5 74,4 7,83


3 9 1

Kep. Bangka Belitung 37,34 62,66 83,83 16,1 5,2 94,7 38,6
7 5 5 1

Kepulauan Riau 35,63 64,37 87,07 12,9 13,9 86,0 31,2


3 9 1 7

DKI Jakarta 25,03 74,97 81,45 18,5 17,7 82,2 17,3


5 8 2 8

Jawa Barat 22,01 77,99 84,69 15,3 17,9 82,1 11,3


1 0 0 6

Jawa Tengah 33,75 66,25 89,76 10,2 31,9 68,0 8,61


4 1 9

DI Yogyakarta 38,35 61,65 90,88 9,12 34,0 65,9 17,3


3 7 2

Jawa Timur 38,52 61,48 87,15 12,8 35,4 64,5 14,5

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Papua 19,25 80,75 76,56 23,4 13 86,5 15,08
4 ,4 5
Banten 5
Indonesia 32,32 67,68 86,04 13,9 21 78,2 19,96
6 ,7 6
Bali 4

Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota


Nusa Tenggara Barat n 5.1.2 Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Perdesa
Nusa Tenggara Timur an
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Kalimantan Barat Makanan Pokok


dengan Lauk Nabati Makanan Pokok Lauk Pauk La
H
Nabati Provinsi Atau Hewani
Kalimantan Tengah TidakSeluruh
Tidak Tidak Seluruh
Seluruh Seluruh
Seluruh Seluruh ak Se
ART ART ART Selu
Kalimantan Selatan ART ART ART ART
( (2) ( ( (5) (6) ( (
1 3 4 7 8
) ) ) ) )
Kalimantan Timur Aceh 2 70,22 83 16 4,51 95, 29,
9, ,5 ,4 49 40
7 2 8
8
Kalimantan Utara
Sumatera Utara 1 81,13 88 11 4,65 95, 17,
8, ,2 ,7 35 92
8 2 8
Sulawesi Utara 7
Sumatera Barat 1 86,51 86 13 8,64 91, 11,
3, ,7 ,3 36 24
Sulawesi Tengah 4 0 0
9
Riau 1 82,46 86 13 10,4 89, 14,
Sulawesi Selatan 7, ,7 ,2 3 57 20
5 2 8
4
Sulawesi Tenggara Jambi 9, 90,69 85 14 7,48 92, 4,4
3 ,2 ,7 52 3
1 5 5
Gorontalo Sumatera Selatan 1 86,53 88 11 7,85 92, 7,7
3, ,2 ,7 15 3
4 6 4
Sulawesi Barat 7
Bengkulu 5, 94,38 87 12 3,68 96, 2,6
6 ,1 ,8 32 9
Maluku 2 9 1
Lampung 1 87,75 90 9, 11,7 88, 2,2
2, ,1 84 5 25 3
Maluku Utara 2 6
5
Kep. Bangka Belitung 3 63,51 88 12 4,75 95, 36,
Papua Barat 6, ,0 ,0 25 85
4 0 0
9
Kepulauan Riau 5 49,52 87 12 12,2 87, 50,
161
Pembangunan Ketahanan Keluarga 16
2016 2
Sulawesi Tengah 2 71,60 87 12 2,71 97, 28,
8, ,4 ,5 29 22
4 3 7
DKI Jakarta 0
Sulawesi Selatan 5 45,24 87 12 7,78 92, 54,
Jawa Barat 4, ,0 ,9 22 80
7 8 2
6
Sulawesi Tenggara 4 50,42 84 15 5,68 94, 50,
Jawa Tengah 9, ,2 ,7 32 69
5 8 2
8
Gorontalo 5 45,32 89 10 7,20 92, 52,
DI Yogyakarta 4, ,8 ,1 80 82
6 5 5
8
Sulawesi Barat 4 56,04 89 10 5,33 94, 43,
Jawa Timur 3, ,9 ,0 67 98
9 4 6
6
Maluku 4 54,51 85 14 3,35 96, 47,
Banten 5, ,4 ,5 65 60
4 9 1
9
Maluku Utara 3 65,88 80 20 3,27 96, 35,
Bali 4, ,0 ,0 73 69
1 0 0
2
Papua Barat 2 73,46 81 18 7,92 92, 23,
Nusa Tenggara 6, ,2 ,7 08 16
5 4 6
4
Papua 7, 92,29 69 30 2,28 97, 6,4
Nusa Tenggara 7 ,2 ,7 72 0
1 1 9
Indonesia 2 74,67 87 12 15,7 84, 14,
Kalimantan Barat 5, ,1 ,8 9 21 21
3 3 7
3
Sumber : Susenas MSBP
Kalimantan Tengah 2015

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Lampiran 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah
Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Perkotaan + Perdesaan
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Provinsi
Makanan Pokok
Tidak
Seluruh
Seluruh
ART ART
Makanan Pokok dengan Lauk Nabati
Tidak
Seluruh
Seluruh
ART ART
Makanan Pokok
dengan Lauk Hewani

Seluruh ART
Tidak
Seluruh ART
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Aceh
84,19
15,81
7,22
92,78
32,64
67,36

Sumatera Utara
88,66
11,34
7,36
92,64
23,32
76,68

Sumatera Barat
86,42
13,58
14,99
85,01
22,15
77,85

Riau
163
Pembangunan Ketahanan Keluarga 163
2016
84,69 12,91
15,31 13,23
10,07 86,77
89,93 33,01
19,06 66,99
80,94
DKI Jakarta
Jambi 81,45
84,76 18,55
15,24 16,77
11,30 83,23
88,70 16,55
9,52 83,45
90,48
Jawa Barat
Sumatera Selatan 83,75
84,61 16,25
15,39 14,73
8,07 85,27
91,93 8,43
11,04 91,57
88,96
Jawa Tengah
Bengkulu 90,29
85,36 9,71
14,64 29,73
6,42 70,27
93,58 5,97
10,44 94,03
89,56
DI Yogyakarta
Lampung 91,84
89,87 8,16
10,13 28,59
14,79 71,41
85,21 12,73
3,59 87,27
96,41
Jawa Timur
Kep. Bangka Belitung 88,67
85,93 11,33
14,07 32,79
4,54 67,21
95,46 12,14
35,96 87,86
64,04
Banten
Kepulauan Riau 84,70
87,09 15,30

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
19,60 87,98
80,40 66,87
14,62 33,13
85,38
Kalimantan Timur
Bali 85,26
91,97 14,74
8,03 14,31
17,30 85,69
82,70 28,18
20,55 71,82
79,45
Kalimantan Utara
Nusa Tenggara Barat 84,35
88,26 15,65
11,74 10,49
14,00 89,51
86,00 38,00
18,98 62,00
81,02
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur 90,97
83,91 9,03
16,09 6,06
2,64 93,94
97,36 43,59
7,21 56,41
92,79
Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat 86,99
84,97 13,01
15,03 3,13
4,95 96,87
95,05 30,54
10,57 69,46
89,43
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah 85,69
86,81 14,31
13,19 7,47
18,98 92,53
81,02 53,37
38,47 46,63
61,53
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan 84,80
88,93 15,20
11,07 5,12
12,02 94,88
165
Pembangunan Ketahanan Keluarga 165
2016
50,89 Indonesia
49,11 86,58
13,42
18,09
Gorontalo 81,91
90,54 16,40
9,46 83,60
7,90
92,10 Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya
58,27 n 5.2.1
41,73
Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat
Belas Kali Seminggu, 2015
Sulawesi Barat Perkotaa
90,15 n
9,85 ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
4,92 Makanan Makan
Makanan Pokok
95,08 Provinsi Pokok dengan deng
47,30 Tidak Lauk Nabati H
52,70 Tidak
Seluruh Seluruh Selu
ART ART Seluruh ru
Maluku ART ART
h
86,41
AR
13,59
T
5,06
94,94 (1) (2) (3) (4) (5) (
52,73 6
)
47,27 Aceh 85,95 14,05 15, 84,9 44,5
05 5 4
Maluku Utara Sumatera Utara 89,13 10,87 10, 89,5 30,0
79,17 50 0 6
20,83 Sumatera Barat 85,97 14,03 25, 74,3 40,5
2,93 64 6 0
97,07 Riau 81,53 18,47 10, 89,8 28,3
36,97 14 6 7
Jambi 83,57 16,43 20, 79,0 22,2
63,03
95 5 3
Sumatera Selatan 77,72 22,28 9,0 90,9 17,7
Papua Barat
2 8 2
83,28
Bengkulu 81,25 18,75 12, 87,4 27,9
16,72
58 2 3
10,37
Lampung 88,97 11,03 24, 75,6 7,83
89,63
26,63 39 1
73,37 Kep. Bangka Belitung 83,83 16,17 4,7 95,2 36,5
Papua 8 2 5
71,10 Kepulauan Riau 87,07 12,93 13, 86,5 29,9
28,90 41 9 9
4,81 DKI Jakarta 81,45 18,55 16, 83,2 16,5
95,19 77 3 5
8,03 Jawa Barat 84,69 15,31 17, 82,7 11,1
91,97 26 4 0
Jawa Tengah 89,76 10,24 30, 69,1 8,21

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
P sentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
DI Yogyakarta e Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan
r Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Jawa Timur
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Banten
Provinsi
Bali
Makanan Pokok
Tidak
Nusa Tenggara Seluruh
Seluruh
ART ART
Nusa Tenggara
Makanan Pokok dengan Lauk Nabati
Tidak
Kalimantan Barat
Seluruh
Seluruh
ART
Kalimantan Tengah ART
Makanan Pokok
Kalimantan Selatan dengan Lauk Hewani

Seluruh ART
Kalimantan Timur
Tidak
Seluruh ART
Kalimantan Utara
(1)
(2)
Sulawesi Utara (3)
(4)
(5)
(6)
Sulawesi Tengah (7)
Aceh
Sulawesi Selatan 83,52
16,48
Sulawesi Tenggara4,20
95,80
28,05
Gorontalo 71,95

Sulawesi Barat
Sumatera Utara
88,22
Maluku
11,78
Maluku Utara 4,39
95,61
Papua Barat 16,93
83,07
Papua
Sumatera Barat
Indonesia 86,70
13,30
Sumber : Susenas MSBP
8,17
2015
91,83
10,40
Lampir Perdesa
89,60
an an
5.2.2
Riau
167
Pembangunan Ketahanan Keluarga 167
2016
86,72 12,80
13,28 12,29
10,02 87,71
89,98 49,17
13,08 50,83
86,92
DKI Jakarta
Jambi na
85,25 na
14,75 na
7,33 na
92,67 na
4,28 na
95,72
Jawa Barat
Sumatera Selatan 81,97
88,26 18,03
11,74 9,94
7,57 90,06
92,43 3,36
7,51 96,64
92,49
Jawa Tengah
Bengkulu 90,74
87,19 9,26
12,81 28,80
3,68 71,20
96,32 4,08
2,69 95,92
97,31
DI Yogyakarta
Lampung 93,92
90,16 6,08
9,84 18,26
11,69 81,74
88,31 4,02
2,23 95,98
97,77
Jawa Timur
Kep. Bangka Belitung 90,02
88,00 9,98
12,00 31,81
4,31 68,19
95,69 10,61
35,38 89,39
64,62
Banten
Kepulauan Riau 84,22
87,20 15,78

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
13,22 89,38
86,78 67,53
5,58 32,47
94,42
Kalimantan Timur
Bali 83,58
92,23 16,42
7,77 8,67
12,78 91,33
87,22 23,95
12,84 76,05
87,16
Kalimantan Utara
Nusa Tenggara Barat 82,10
88,22 17,90
11,78 4,98
11,77 95,02
88,23 22,86
15,39 77,14
84,61
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur 92,27
82,64 7,73
17,36 3,55
1,77 96,45
98,23 38,05
5,51 61,95
94,49
Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat 87,43
85,46 12,57
14,54 2,53
3,98 97,47
96,02 27,39
6,60 72,61
93,40
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah 87,08
85,42 12,92
14,58 7,71
15,70 92,29
84,30 53,09
29,74 46,91
70,26
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan 84,28
89,63 15,72
10,37 5,35
10,62 94,65
169
Pembangunan Ketahanan Keluarga 169
2016
48,39 Indonesia
51,61 87,13
12,87
15,26
Gorontalo 84,74
89,85 13,63
10,15 86,37
6,78
93,22
51,97
48,03

Sulawesi Barat
89,94
10,06
5,33
94,67
42,73
57,27

Maluku
85,49
14,51
3,35
96,65
45,03
54,97

Maluku Utara
80,00
20,00
2,91
97,09
33,63
66,37

Papua Barat
81,24
18,76
7,80
92,20
22,28
77,72
Papua
69,21
30,79
2,19
97,81
5,95
94,05

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Lampiran 5.3 Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U

Status Gizi Balita


Provinsi
Buruk Kurang Baik Lebih
( ( ( ( (
1 2 3 4 5
) ) ) ) )
Aceh 7,9 18,4 70,7 2
,
9
Sumatera Utara 8,3 14,1 72,8 4
,
8
Sumatera Barat 6,9 14,3 76,0 2
,
8
Riau 9,0 13,5 70,8 6
,
7
Jambi 5,7 14,0 75,6 4
,
8
Sumatera Selatan 6,3 12,0 74,5 7
,
2
Bengkulu 6,0 12,7 73,3 8
,
0
Lampung 6,9 11,9 73,7 7
,
6
Kep. Bangka Belitung 2,8 12,3 80,4 4
,
6
Kepulauan Riau 4,0 11,6 81,7 2
,
6
DKI Jakarta 2,8 11,2 78,5 7
,
5
Jawa Barat 4,4 11,3 79,9 4
,
3
Jawa Tengah 4,1 13,5 78,9 3
,
5
DI Yogyakarta 4,0 12,2 80,3 3
,
5
Jawa Timur 4,9 14,2 76,7 4
,
1
Banten 4,3 12,9 78,1 4
,
7
Bali 3,0 10,2 81,4 5
,
5
Nusa Tenggara Barat 6,3 19,4 71,5 2
,
8
Nusa Tenggara Timur 11,5 21,5 64,4 2
,
5
Kalimantan Barat 10,3 16,2 68,5 5
,
0
Kalimantan Tengah 6,6 16,7 72,3 4
,
4
Kalimantan Selatan 8,2 19,2 69,2 3
,
4
Kalimantan Timur 3,9 12,7 77,6 5
,
8
Kalimantan Utara na na na n
a
Sulawesi Utara 3,7 12,8 79,0 4
,
5
Sulawesi Tengah 6,6 17,5 73,5 2
,
5
Sulawesi Selatan 6,6 19,0 71,5 2
,
9
Sulawesi Tenggara 8,0 15,9 72,2 3
,
9
Gorontalo 6,9 19,2 70,9 3
,
0
Sulawesi Barat 7,0 22,1 66,9 4
,
0
Maluku 10,5 17,8 67,2 4
,
5
Maluku Utara 9,2 15,7 71,7 3
,
4
Papua Barat 11,9 19,0 66,2 2
,
9
Papua 9,2 1 7 6
2, 1, ,
6 9 3
Indonesia 5,7 1 7 4
3, 5, ,
9 9 5
Sumber : Publikasi Riskesdas 2013
Lampiran 5.4 Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan,
2015
Perkotaan + Perdesaan
Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

Ada Keluhan Kesehatan


Provinsi Tidak Mempunyai Total
Keluhan Kesehatan Tidak Terganggu Terganggu
Kegiatannya Kegiatannya
(1)
(2)
(3)
(4)
(6)
Aceh
72,08
11,55
16,37
100,00

Sumatera Utara
76,96
11,04
12,00
100,00

Sumatera Barat
71,08
14,48
14,44
100,00

Riau
70,29
15,59
14,12
100,00

Jambi
75,55
11,30
13,14
100,00

Sumatera Selatan
70,59
15,91
13,50
100,00

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Bengkulu Jawa Timur
72,04 66,55
12,53 14,66
15,44 18,79
100,00 100,00

Lampung Banten
68,58 69,66
15,43 14,77
15,99 15,57
100,00 100,00

Kep. Bangka Belitung Bali


69,58 64,71
17,63 14,19
12,78 21,11
100,00 100,00

Kepulauan Riau Nusa Tenggara Barat


78,72 65,13
10,14 14,09
11,14 20,77
100,00 100,00

DKI Jakarta Nusa Tenggara Timur


66,61 62,97
17,39 13,42
16,00 23,61
100,00 100,00

Jawa Barat Kalimantan Barat


71,89 74,38
13,58 12,16
14,52 13,46
100,00 100,00

Jawa Tengah Kalimantan Tengah


64,48 74,61
17,41 11,03
18,12 14,36
100,00 100,00

DI Yogyakarta Kalimantan Selatan


60,42 60,73
20,52 20,31
19,06 18,96
100,00 100,00

167
Pembangunan Ketahanan Keluarga 16
2016 8
Kalimantan Timur Maluku
78,02 82,41
10,08 6,22
11,90 11,37
100,00 100,00

Kalimantan Utara1 Maluku Utara


76,35 83,29
10,06 4,93
13,59 11,78
100,00 100,00

Sulawesi Utara Papua Barat


72,69 79,61
9,80 8,93
17,51 11,46
100,00 100,00
Papua
Sulawesi Tengah 82,21
8,77
70,79
9,02
10,74
100,00
18,47
100,00
Indonesia
69,65
Sulawesi Selatan 14,20
73,70 16,14
11,01 100,00
15,29
100,00 Lampira Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan
n 5.4.1 Gangguan Kesehatan, 2015
Sulawesi Tenggara
74,14
Perkotaa
9,07
n
16,79
100,00 Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

Gorontalo Ada Keluhan Kesehatan


Provinsi Tidak Mempunyai
62,57 Total
16,55 Keluhan Kesehatan Tidak Terganggu Terganggu
20,88 Kegiatannya Kegiatannya
100,00 (1 ( ( (
) 2 3 4
) ) )
Sulawesi Barat Aceh 73,55 11,69 14,77
70,40 Sumatera Utara 77,59 11,31 11,10
12,81 Sumatera Barat 71,37 15,56 13,07
16,79
Riau 69,86 17,07 13,07
100,00
Jambi 74,43 12,72 12,85

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Susenas
2015

167
Pembangunan Ketahanan Keluarga 16
2016 8
Lampiran 5.4.2 Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan,
2015
Perdesaan Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

Ada Keluhan Kesehatan


Provinsi Tidak Mempunyai
Total
Keluhan Kesehatan Tidak Terganggu Terganggu
Kegiatannya Kegiatannya
(1)
(2)
(3)
(4)
(6)

Aceh
71,50
11,49
17,01
100,00

Sumatera Utara
76,34
10,78
12,88
100,00

Sumatera Barat
70,89
13,77
15,35
100,00

Riau
70,57
14,65
14,78
100,00

Jambi
76,04
10,69
13,27
100,00

Sumatera Selatan
73,25
13,21
13,54
100,00

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Bengkulu 66,42
70,99 14,07
12,90 19,51
16,11 100,00
100,00
Banten
Lampung 68,79
67,33 14,75
16,02 16,46
16,65 100,00
100,00
Bali
Kep. Bangka Belitung 60,55
71,75 13,51
15,60 25,94
12,65 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
Kepulauan Riau 66,20
77,58 12,47
8,07 21,32
14,36 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
DKI Jakarta 62,20
na 13,21
na 24,60
na 100,00
na
Kalimantan Barat
Jawa Barat 74,84
71,15 11,30
13,71 13,86
15,15 100,00
100,00
Kalimantan Tengah
Jawa Tengah 75,07
65,38 9,99
16,62 14,93
18,00 100,00
100,00
Kalimantan Selatan
DI Yogyakarta 60,40
58,23 19,32
19,95 20,28
21,83 100,00
100,00
Kalimantan Timur
Jawa Timur 76,35
169
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 0
9,92 12,61
13,73 100,00
100,00
Maluku Utara
Kalimantan Utara1 84,37
73,84 4,66
10,37 10,97
15,79 100,00
100,00
Papua Barat
Sulawesi Utara 80,26
70,63 9,06
10,74 10,69
18,63 100,00
100,00 Papua
83,43
8,45
Sulawesi Tengah
8,13
71,20
100,00
10,00
18,79
Indonesia
100,00 69,64
13,46
Sulawesi Selatan 16,89
73,33 100,00
10,77
15,90
100,00 Lampir Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis
an 5.5 dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
Sulawesi Tenggara Perkotaan + Perdesaan
74,94 Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
8,23
Provinsi Tidak Kronis
16,84 Kronis dan
Total dan Kronis Disabiltas
100,00 Disabilitas
Disabilitas
( (2) ( ( (
Gorontalo 1 3 4 5
) ) ) )
59,80
Aceh 79,44 4,44 12,54 3,57
16,42
23,78
Sumatera Utara 86,71 4,84 6,35 2,10
100,00 Sumatera Barat 82,22 5,56 10,36 1,87
Riau 89,06 3,64 5,91 1,38
Sulawesi Barat Jambi 89,59 3,51 5,07 1,83
70,89 Sumatera Selatan 85,55 8,15 4,95 1,35
12,23 Bengkulu 81,96 6,42 8,88 2,75
16,88 Lampung 89,27 4,59 4,81 1,34
100,00 Kep. Bangka Belitung 87,97 5,11 4,70 2,22
Kepulauan Riau 91,96 3,52 3,33 1,19
Maluku DKI Jakarta 89,82 4,68 2,95 2,55
82,46 Jawa Barat 85,71 6,95 5,59 1,76
4,93 Jawa Tengah 86,07 6,85 5,30 1,78

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
DI Yogyakarta ia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari
Jawa Timur Kalimantan Timur 2Mengacu pada kondisi responden
Banten (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya) Disabiltas =
Bali sedang/berat
Nusa Tenggara Tidak disabilitas = tidak/ringan
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber :
SPTK 2014
Catatan:
1

D
a
t
a

t
i
d
a
k

t
e
r
s
e
d

169
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 0
Lampiran 5.5.1 Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas
Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
Perkotaan Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
Provinsi Tidak Kronis
Total dan Kronis
Kronis dan
Disabiltas
Disabilitas
Disabilitas
( (2) (3) (4) (
1 5
) )
Aceh 81,80 5,90 9,73 2,58 10
Sumatera Utara 85,26 6,50 5,58 2,66 10
Sumatera Barat 84,00 6,91 7,56 1,53 10
Riau 88,97 3,85 5,22 1,95 10
Jambi 89,73 4,49 4,09 1,68 10
Sumatera Selatan 80,65 12,49 5,04 1,81 10
Bengkulu 81,29 8,97 7,41 2,32 10
Lampung 89,87 4,64 3,49 1,99 10
Kep. Bangka Belitung 86,21 5,46 4,86 3,48 10
Kepulauan Riau 93,35 3,20 2,55 0,90 10
DKI Jakarta 89,82 4,68 2,95 2,55 10
Jawa Barat 86,94 7,06 4,45 1,55 10
Jawa Tengah 84,59 8,61 4,71 2,09 10
DI Yogyakarta 86,68 7,85 3,66 1,82 10
Jawa Timur 84,39 8,00 5,33 2,28 10
Banten 87,18 5,74 5,85 1,22 10
Bali 89,96 6,27 2,24 1,53 10
Nusa Tenggara Barat 84,13 7,53 5,73 2,61 10
Nusa Tenggara Timur 87,60 7,36 4,02 1,01 10
Kalimantan Barat 88,69 4,88 5,15 1,28 10
Kalimantan Tengah 82,64 7,57 6,23 3,56 10
Kalimantan Selatan 86,40 8,20 4,26 1,14 10
Kalimantan Timur 85,29 8,67 3,85 2,19 10
Kalimantan Utara1 na na na na
Sulawesi Utara 84,09 10,06 4,32 1,53 10
Sulawesi Tengah 85,01 8,62 5,59 0,79 10
Sulawesi Selatan 86,10 5,77 6,07 2,06 10
Sulawesi Tenggara 89,12 6,03 4,38 0,47 10
Gorontalo 78,96 12,94 3,00 5,10 10
Sulawesi Barat 92,92 4,70 1,62 0,77 10
Maluku 84,01 1,95 9,14 4,90 10
Maluku Utara 88,84 3,21 6,94 1,01 10
Papua Barat 80,82 5,07 11,66 2,44 10
Papua 96,40 2,75 0,75 0,11

Indonesia 86,30 7,02 4,74 1,94

Sumber : SPTK 2014


Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan
pemekaran dari Kalimantan Timur 2Mengacu pada
Pembangunan Ketahanan Keluarga 171
2016
k ngannya) Disabiltas = sedang/berat
o Tidak disabilitas = tidak/ringan
n
d Lampira Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis
i n 5.5.2 dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
s
i Perdesa
an
r Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
e Provinsi Tidak Kronis
Total dan Kronis
Kronis dan
Disabiltas
s
p Disabilitas
Disabilitas
( (2) ( ( (
o 1 3 4 5
n ) ) ) )
d Aceh 78,53 3,88 13,62 3,96
e Sumatera Utara 88,07 3,28 7,07 1,57
n Sumatera Barat 81,11 4,72 12,10 2,08
Riau 89,12 3,51 6,35 1,02
( Jambi 89,53 3,11 5,47 1,89
K Sumatera Selatan 88,10 5,88 4,90 1,11
e Bengkulu 82,26 5,28 9,53 2,94
p Lampung 89,07 4,57 5,23 1,12
a Kep. Bangka Belitung 89,73 4,77 4,54 0,96
l Kepulauan Riau 84,32 5,28 7,62 2,78
a DKI Jakarta na na na na
Jawa Barat 83,44 6,75 7,67 2,14
Jawa Tengah 87,28 5,42 5,77 1,53
R
DI Yogyakarta 84,54 7,50 5,22 2,74
u
Jawa Timur 86,78 5,13 6,54 1,56
m
Banten 81,36 6,63 9,13 2,88
a
Bali 86,62 7,47 3,88 2,02
h
Nusa Tenggara Barat 82,98 7,43 7,48 2,12
Nusa Tenggara Timur 84,86 4,12 9,81 1,21
T Kalimantan Barat 85,48 4,89 7,70 1,94
a Kalimantan Tengah 86,34 5,17 6,53 1,96
n Kalimantan Selatan 87,26 6,11 5,87 0,76
g Kalimantan Timur 85,90 6,49 5,46 2,15
g Kalimantan Utara1 na na na na
a Sulawesi Utara 83,32 6,30 7,52 2,86
Sulawesi Tengah 86,84 5,91 5,52 1,73
a Sulawesi Selatan 84,82 3,85 9,51 1,82
t Sulawesi Tenggara 89,28 2,91 6,13 1,68
a Gorontalo 83,57 4,89 7,52 4,02
u Sulawesi Barat 85,11 4,13 8,72 2,05
Maluku 91,28 2,77 5,31 0,64
P Maluku Utara 87,18 2,84 8,56 1,42
a Papua Barat 90,04 3,32 5,02 1,62
s Papua 96,10 0,69 3, 0,15
0
a
172 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
rupakan pemekaran dari Kalimantan Timur 2Mengacu
Indonesia pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau
Pasangannya) Disabiltas = sedang/berat
Tidak disabilitas = tidak/ringan
Sumber :
SPTK 2014
Catatan:
1

D
a
t
a

t
i
d
a
k

t
e
r
s
e
d
i
a
,

K
a
l
i
m
a
n
t
a
n

U
t
a
r
a

m
e
Pembangunan Ketahanan Keluarga 173
2016
Lampiran 5.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur
dan Tempat Tidur di Rumah, 2015
Perkotaan + Perdesaan
Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur

Ada Tempat Ada Tempat


Provinsi Tidur, Tidur, Tidak Ada Total
Tidak Ada
Digunakan Digunakan Lokasi Tetap
Tempat Tidur
Maksimal 3 Lebih dari 3 Untuk Tidur
Orang Orang
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
75,46
16,69
5,92
1,93
100,00

Sumatera Utara
71,18
16,01
10,12
2,69
100,00

Sumatera Barat
75,79
19,39
2,94
1,89
100,00

Riau
71,86
21,78
4,04
2,32
100,00

Jambi
74,47
21,23
2,66
1,64
100,00

Sumatera Selatan
73,98

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
15,42 12,79
4,55 3,15
6,05 1,40
100,00 100,00

Bengkulu DI Yogyakarta
76,92 84,19
15,59 9,51
3,90 2,78
3,59 3,51
100,00 100,00

Lampung Jawa Timur


82,03 81,84
15,38 11,62
1,74 4,18
0,86 2,36
100,00 100,00

Kep. Bangka Belitung Banten


78,92 74,46
10,06 19,31
8,98 3,17
2,04 3,06
100,00 100,00

Kepulauan Riau Bali


79,67 87,83
15,41 8,49
2,46 3,47
2,45 0,20
100,00 100,00

DKI Jakarta Nusa Tenggara Barat


72,47 70,57
18,49 11,64
3,07 14,25
5,97 3,54
100,00 100,00

Jawa Barat Nusa Tenggara Timur


77,18 60,34
18,15 24,25
1,88 13,01
2,80 2,40
100,00 100,00

Jawa Tengah Kalimantan Barat


82,66 69,60

173
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 4
21,35 20,83
7,45 2,89
1,61 2,72
100,00 100,00

Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara


78,68 73,43
16,38 19,43
2,80 6,54
2,14 0,59
100,00 100,00

Kalimantan Selatan Gorontalo


84,48 50,83
9,22 18,57
2,91 26,89
3,39 3,70
100,00 100,00

Kalimantan Timur Sulawesi Barat


73,57 57,69
20,74 23,38
2,46 16,11
3,23 2,82
100,00 100,00

Kalimantan Utara Maluku


64,67 71,59
20,38 13,48
9,63 9,84
5,32 5,09
100,00 100,00

Sulawesi Utara Maluku Utara


74,95 74,86
20,19 19,42
4,15 5,30
0,71 0,41
100,00 100,00

Sulawesi Tengah Papua Barat


68,48 59,00
23,03 23,32
7,04 15,05
2,63
1,45
100,00
100,00
Papua
31,11
Sulawesi Selatan 18,09
73,56 31,63

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Tidak Ada
19,17 Lokasi Tetap
100,00 Tempat Tidur
Maksimal 3 Lebih dari 3 Untuk Tidur
Indonesia Orang Orang
(1)
(2)
76,63 (3)
(4)
(5)
(6)
15,96
4,63 Aceh
2,77 80,40
100,00 15,04
4,22
0,34
Lampiran
Perse 100,00
5.6.1
ntase
Ruma Sumatera Utara
h 76,74
Perkotaa
16,61
n Tangg
4,95
a
1,70
Menu
100,00
rut
Provi
Sumatera Barat
nsi
76,35
dan
21,27
Keber
1,97
adaan 0,42
Lokasi 100,00
Tetap
untuk
Riau
Tidur 77,26
dan 19,26
Temp 1,72
at 1,77
Tidur 100,00
di
Ruma Jambi
h, 83,57
2015 13,19
Keberadaan 1,87
Lokasi Tetap 1,37
untuk Tidur 100,00
dan Tempat
Tidur Sumatera Selatan
78,73
Ad 14,52
a 3,85
Te 2,90
mp 100,00
at Ada Tempat

Tidur, Bengkulu
Tidak Ada 80,81
Digunakan
14,30

173
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 4
3,24 4,34
1,65 100,00
100,00
Jawa Timur
Lampung 82,93
83,08 11,83
14,18 2,78
1,59 2,46
1,15 100,00
100,00
Banten
Kep. Bangka Belitung 75,09
83,80 19,25
8,66 2,16
4,93 3,51
2,61 100,00
100,00
Bali
Kepulauan Riau 89,40
79,25 7,79
15,49 2,48
2,49 0,33
2,77 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
DKI Jakarta 74,84
72,47 10,84
18,49 11,13
3,07 3,19
5,97 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat 74,78
76,50 17,79
18,65 4,02
1,88 3,41
2,97 100,00
100,00
Kalimantan Barat
Jawa Tengah 76,89
81,21 18,43
14,31 2,18
2,67 2,49
1,82 100,00
100,00
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta 81,62
83,97 14,13
8,75 2,32
2,94 1,93

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
100,00
Gorontalo
Kalimantan Selatan 66,16
83,66 15,63
9,30 16,84
2,03 1,38
5,01 100,00
100,00
Sulawesi Barat
Kalimantan Timur 53,69
72,56 26,06
22,86 16,89
1,95 3,36
2,64 100,00
100,00
Maluku
Kalimantan Utara 80,50
76,35 6,76
15,31 3,12
3,03 9,62
5,31 100,00
100,00
Maluku Utara
Sulawesi Utara 78,35
84,17 18,24
13,84 2,39
1,55 1,02
0,43 100,00
100,00
Papua Barat
Sulawesi Tengah 62,40
66,64 31,35
29,09 3,93
3,04 2,32
100,00
1,23
Papua
100,00 63,85
24,50
Sulawesi Selatan 9,00
78,14 2,65
17,21 100,00
2,52
2,12 Indonesia
100,00 78,36
16,02
2,84
Sulawesi Tenggara 2,78
77,18 100,00
16,52
5,54
0,76 Sumber : Susenas MSBP 2015
100,00
173
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 4
Lampiran 5.6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur
dan Tempat Tidur di Rumah, 2015
Perdesaan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur

Ada Tempat Ada Tempat


Provinsi Tidur, Tidur, Tidak Ada
Tidak Ada
Total Digunakan Digunakan Lokasi Tetap
Tempat Tidur
Maksimal 3 Lebih dari 3 Untuk Tidur
Orang Orang
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
73,55
17,33
6,57
2,55
100,00

Sumatera Utara
65,91
15,45
15,01
3,63
100,00

Sumatera Barat
75,44
18,18
3,56
2,83
100,00

Riau
68,40
23,40
5,53
2,68
100,00

Jambi
70,72
24,54
2,98
1,76
100,00

Sumatera Selatan
71,46
15,90

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
4,92 3,56
7,72 1,04
100,00 100,00

Bengkulu DI Yogyakarta
75,19 84,67
16,17 11,18
4,19 2,43
4,45 1,72
100,00 100,00

Lampung Jawa Timur


81,69 80,87
15,76 11,43
1,78 5,43
0,77 2,27
100,00 100,00

Kep. Bangka Belitung Banten


74,11 73,03
11,44 19,45
12,98 5,50
1,48 2,02
100,00 100,00

Kepulauan Riau Bali


81,92 85,27
15,04 9,64
2,31 5,10
0,74 0,00
100,00 100,00

DKI Jakarta Nusa Tenggara Barat


na 67,57
na 12,20
na 16,44
na 3,78
na 100,00

Jawa Barat Nusa Tenggara Timur


78,46 56,84
17,18 25,82
1,87 15,18
2,48 2,16
100,00 100,00

Jawa Tengah Kalimantan Barat


83,87 66,65
11,52 22,52

175
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 6
9,58 3,09
1,25 3,05
100,00 100,00

Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara


77,19 72,01
17,52 20,54
3,04 6,92
2,25 0,53
100,00 100,00

Kalimantan Selatan Gorontalo


85,10 42,84
9,16 20,10
3,58 32,13
2,16 4,92
100,00 100,00

Kalimantan Timur Sulawesi Barat


75,23 58,70
17,26 22,70
3,29 15,91
4,22 2,69
100,00 100,00

Kalimantan Utara Maluku


49,71 65,55
26,87 18,04
18,09 14,39
5,33 2,02
100,00 100,00

Sulawesi Utara Maluku Utara


67,05 73,47
25,62 19,89
6,38 6,47
0,96 0,17
100,00 100,00

Sulawesi Tengah Papua Barat


69,09 56,94
21,04 18,43
8,35 21,82
2,82
1,52
100,00
100,00
Papua
19,80
Sulawesi Selatan 15,88
71,07 39,44
22,78 24,88

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
100,00 Kep. Bangka Belitung 87,85 12,15 1
Kepulauan Riau 67,67 32,33 1
Indonesia DKI Jakarta 51,09 48,91 1
74,89
15,91 Jawa Barat 80,63 19,37 1
6,44 Jawa Tengah 90,93 9,07 1
2,76
DI Yogyakarta 76,99 23,01 1
100,00
Jawa Timur 90,46 9,54 1
Banten 80,94 19,06 1
Lampiran
Persent Bali 77,31 22,69 1
6.1 ase Nusa Tenggara Barat 87,85 12,15 1
Rumah Nusa Tenggara Timur 88,52 11,48 1
Tangga Kalimantan Barat 90,07 9,93 1
Menur Kalimantan Tengah 77,99 22,01 1
ut Kalimantan Selatan 79,22 20,78 1
Provins Kalimantan Utara 72,69 27,31 1
i dan Kalimantan Timur 74,77 25,23 1
Status Sulawesi Utara 80,44 19,56 1
Kepemi Sulawesi Tengah 87,14 12,86 1
likan Sulawesi Selatan 86,85 13,15 1
Bangun Sulawesi Tenggara 86,47 13,53 1
an Gorontalo 81,66 18,34 1
Tempat Sulawesi Barat 91,47 8,53 1
Tinggal Maluku 81,51 18,49 1
yang Maluku Utara 87,84 12,16 1
Ditemp Papua Barat 74,57 25,43 1
ati,
Papua 81,69 18,31 1
2015
Indonesia 82,63 17,37 1
Perkotaan Sumber : Susenas KOR 2015
+
Perdesaan

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

175
Pembangunan Ketahanan Keluarga 17
2016 6
Lampiran 6.1.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan
Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015
Perkotaan Status Kepemilikan Bangunan Tempat
Tinggal
Provi
nsi Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
(1) (2) (
3
)
Aceh 71,80 28,20 1
Sumatera Utara 64,72 35,28 1
Sumatera Barat 65,17 34,83 1
Riau 56,88 43,12 1
Jambi 73,60 26,40 1
Sumatera Selatan 71,36 28,64 1
Bengkulu 74,41 25,59 1
Lampung 80,55 19,45 1
Kep. Bangka Belitung 82,59 17,41 1
Kepulauan Riau 63,22 36,78 1
DKI Jakarta 51,09 48,91 1
Jawa Barat 74,72 25,28 1
Jawa Tengah 85,14 14,86 1
DI Yogyakarta 70,16 29,84 1
Jawa Timur 84,27 15,73 1
Banten 74,89 25,11 1
Bali 67,28 32,72 1
Nusa Tenggara Barat 81,89 18,11 1
Nusa Tenggara Timur 71,16 28,84 1
Kalimantan Barat 79,63 20,37 1
Kalimantan Tengah 70,53 29,47 1
Kalimantan Selatan 67,26 32,74 1
Kalimantan Utara 64,39 35,61 1
Kalimantan Timur 65,65 34,35 1
Sulawesi Utara 72,18 27,82 1
Sulawesi Tengah 71,57 28,43 1
Sulawesi Selatan 75,71 24,29 1
Sulawesi Tenggara 69,95 30,05 1
Gorontalo 72,94 27,06 1
Sulawesi Barat 83,58 16,42 1
Maluku 70,13 29,87 1
Maluku Utara 73,47 26,53 1
Papua Barat 56,66 43,34 1
Papua 54,36 45,64 1
Indonesia 73,87 26,13 1
Sumber : Susenas KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 177


2016
Lampira
Persentas Sulawesi Selatan 93,20 6,80 1
n e Rumah Sulawesi Tenggara 93,16 6,84 1
Tangga Gorontalo 86,27 13,73 1
Menurut
Perdesa Sulawesi Barat 93,31 6,69 1
an Provinsi Maluku 89,06 10,94 1
dan Status Maluku Utara 93,27 6,73 1
Kepemilik Papua Barat 84,98 15,02 1
an Papua 90,62 9,38
Bangunan
Tempat Indonesia 91,44 8,56
Tinggal
yang Sumber : Susenas KOR 2015
Ditempati,
2015

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah

178 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Lampiran 6.2 Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015

Provinsi Kepadatan Penduduk per km2

(1) (2)
Aceh 86
Sumatera Utara 191
Sumatera Barat 124
Riau 73
Jambi 68
Sumatera Selatan 88
Bengkulu 94
Lampung 234
Kep. Bangka Belitung 84
Kepulauan Riau 241
DKI Jakarta 15.328
Jawa Barat 1.320
Jawa Tengah 1.030
DI Yogyakarta 1.174
Jawa Timur 813
Banten 1.237
Bali 718
Nusa Tenggara Barat 260
Nusa Tenggara Timur 105
Kalimantan Barat 33
Kalimantan Tengah 16
Kalimantan Selatan 103
Kalimantan Timur
27
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara 9
174
Sulawesi
Sulawesi Selatan
Tengah 182
47
Sulawesi Tenggara 66
Gorontalo 101
Sulawesi Barat 76
Maluku 36
Maluku Utara 36
Papua Barat 9
Papua 10
Indonesia 134
Sumber : Publikasi Statistik Indonesia 2016
Lampiran 6.3
Persentase Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Rumah
Perkotaan + Perdesaan
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Provinsi Total
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
1,51
30,95
32,73
34,82
100,00

Sumatera Utara
1,27
26,37
32,65
39,72
100,00

Sumatera Barat
0,34
21,57
28,32
49,77
100,00

Riau
0,38
16,79
26,01
56,82
100,00

Jambi
1,14
26,27
29,98
42,61
100,00

Sumatera Selatan
3,69
34,87
27,54
33,90
100,00

Bengkulu
2,19
32,56
28,51
36,74
100,00

Lampung
2,82
38,08
29,13
29,97
100,00

Kep. Bangka Belitung


0,02
4,43
20,00
75,55
100,00

Kepulauan Riau
0,17
7,50
17,34
74,99
100,00

DKI Jakarta
0,00
3,38
14,96
81,65
100,00

Jawa Barat
3,10
29,36
24,89
42,65
100,00

Jawa Tengah
6,06
39,29
25,07
29,59
100,00

DI Yogyakarta
4,10
29,29
20,33
46,28
100,00

Jawa Timur
4,28
34,66
22,65
38,41
100,00

Banten
0,78
21,85
23,00
54,37
100,00

Bali
0,96
20,27
21,47
57,29
100,00

Nusa Tenggara Barat


5,88
40,40
26,69
27,03
100,00

Nusa Tenggara Timur


10,80
48,20
20,43
20,57
100,00

Kalimantan Barat
1,77
28,47
28,60
41,16
100,00

Kalimantan Tengah
0,58
18,03
24,59
56,80
100,00

Kalimantan Selatan
0,59
18,97
26,09
54,36
100,00

Kalimantan Timur
0,08
7,01
19,51
73,40
100,00

Kalimantan Utara
0,00
7,07
24,85
68,08
100,00

Sulawesi Utara
2,55
27,34
24,32
45,79
100,00

Sulawesi Tengah
2,63
33,68
28,82
34,86
100,00
Sulawesi Selatan
8,78
34,95
22,58
33,69
100,00

Sulawesi Tenggara
8,86
35,79
22,84
32,50
100,00

Gorontalo
12,84
36,46
20,97
29,73
100,00

Sulawesi Barat
8,09
42,38
23,92
25,61
100,00

Maluku
1,13
27,04
26,28
45,55
100,00

Maluku Utara
0,28
20,48
28,18
51,06
100,00

Papua Barat
3,91
23,95
17,34
54,80
100,00
Papua
9,29
27,18
22,11
41,42
100,00

Indonesia
3,54
29,78
24,64
42,04
100,00

Sumber : Susenas KOR 2015


Lampiran 6.3.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita
Per Bulan, 2015
Perkotaan
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Provinsi Total
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

( ( ( ( ( (6)
1 2 3 4 5
) ) ) ) )
Aceh 0,73 19,70 24,57 54, 100,00
99
Sumatera Utara 0,81 24,78 27,57 46, 100,00
83
Sumatera Barat 0,09 14,08 21,89 63, 100,00
94
Riau 0,17 13,31 19,51 67, 100,00
01
Jambi 0,36 19,70 24,39 55, 100,00
55
Sumatera Selatan 1,71 25,95 24,18 48, 100,00
17
Bengkulu 2,46 27,45 19,26 50, 100,00
83
Lampung 0,85 25,90 25,58 47, 100,00
67
Kep. Bangka Belitung 0,03 2,81 19,02 78, 100,00
14
Kepulauan Riau 0,20 6,02 14,88 78, 100,00
90
DKI Jakarta 0,00 3,38 14,96 81, 100,00
65
Jawa Barat 2,83 25,07 21,74 50, 100,00
37
Jawa Tengah 4,65 33,18 25,28 36, 100,00
89
DI Yogyakarta 2,41 23,92 18,25 55, 100,00
41
Jawa Timur 2,75 28,47 19,01 49, 100,00
77
Banten 0,64 17,43 17,30 64, 100,00
63
Bali 0,59 16,98 17,13 65, 100,00
30
Nusa Tenggara Barat 6,75 34,05 24,66 34, 100,00
53
Nusa Tenggara Timur 0,80 19,82 23,67 55, 100,00
71
Kalimantan Barat 0,72 19,93 20,28 59, 100,00
07
Kalimantan Tengah 0,85 19,50 17,18 62, 100,00
47
Kalimantan Selatan 0,17 14,10 19,28 66, 100,00
45
Kalimantan Timur 0,00 3,92 16,73 79, 100,00
34
Kalimantan Utara 0,00 3,62 19,86 76, 100,00
52
Sulawesi Utara 1,39 20,13 20,73 57, 100,00
76
Sulawesi Tengah 0,81 25,15 18,57 55, 100,00
46
Sulawesi Selatan 2,89 22,74 20,94 53, 100,00
43
Sulawesi Tenggara 2,83 25,61 21,76 49, 100,00
80
Gorontalo 4,24 24,99 22,37 48, 100,00
40
Sulawesi Barat 7,35 32,25 22,58 37, 100,00
81
Maluku 0,15 13,52 18,51 67, 100,00
81
Maluku Utara 0,00 12,45 19,43 68, 100,00
12
Papua Barat 0,05 6,21 15,43 78, 100,00
31
Papua 0,03 5,06 14,98 79, 100,00
93
Indonesia 2,18 22,57 20,86 54, 100,00
39
Sumber : Susenas KOR 2015

Lampiran 6.3.2
Perdesaan Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita
Per Bulan, 2015
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Provinsi Total
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

(1) ( ( (4) ( (
2 3 5 6
) ) ) )
Aceh 1,81 35,32 35,89 26,98 100,00
Sumatera Utara 1,71 27,88 37,49 32,92 100,00
Sumatera Barat 0,50 26,45 32,51 40,54 100,00
Riau 0,50 19,01 30,15 50,33 100,00
Jambi 1,45 28,95 32,25 37,35 100,00
Sumatera Selatan 4,72 39,49 29,28 26,50 100,00
Bengkulu 2,07 34,74 32,48 30,71 100,00
Lampung 3,45 42,02 30,28 24,25 100,00
Kep. Bangka Belitung 0,00 5,94 20,93 73,13 100,00
Kepulauan Riau 0,04 15,21 30,17 54,57 100,00
DKI Jakarta na na na na na
Jawa Barat 3,60 37,59 30,94 27,86 100,00
Jawa Tengah 7,22 44,33 24,89 23,56 100,00
DI Yogyakarta 7,72 40,86 24,80 26,62 100,00
Jawa Timur 5,65 40,21 25,93 28,20 100,00
Banten 1,07 31,44 35,38 32,12 100,00
Bali 1,56 25,63 28,52 44,30 100,00
Nusa Tenggara Barat 5,25 44,91 28,14 21,70 100,00
Nusa Tenggara Timur 13,38 55,52 19,60 11,51 100,00
Kalimantan Barat 2,20 32,05 32,09 33,67 100,00
Kalimantan Tengah 0,43 17,28 28,36 53,92 100,00
Kalimantan Selatan 0,90 22,57 31,14 45,38 100,00
Kalimantan Timur 0,20 12,20 24,18 63,41 100,00
Kalimantan Utara 0,00 11,26 30,91 57,83 100,00
Sulawesi Utara 3,55 33,49 27,38 35,58 100,00
Sulawesi Tengah 3,21 36,38 32,07 28,34 100,00
Sulawesi Selatan 12,13 41,91 23,51 22,44 100,00
Sulawesi Tenggara 11,31 39,92 23,28 25,49 100,00
Gorontalo 17,39 42,51 20,23 19,86 100,00
Sulawesi Barat 8,26 44,74 24,24 22,77 100,00
Maluku 1,77 36,00 31,42 30,81 100,00
Maluku Utara 0,39 23,52 31,48 44,60 100,00
Papua Barat 6,15 34,27 18,45 41,13 100,00
Papua 12,32 34,40 24,44 28,84 100,00
Indonesia 4,90 37,03 28,45 29,62 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 6.4 Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis Kemiskinan Menurut
Provinsi dan Klasifikasi Wilayah, 2015

Perko taan Perdesa


Provinsi an
Penduduk Garis Penduduk
Miskin Kemiskin Miskin Ke
an
(1) ( (3) (
2 4
) )
Aceh 10,92 420.3 19,56 3
24
Sumatera Utara 10,51 379.8 11,06 3
98
Sumatera Barat 5,73 423.3 7,35 3
39
Riau 7,05 417.7 9,95 4
68
Jambi 12,11 423.8 7,82 3
55
Sumatera Selatan 12,51 378.7 14,47 3
39
Bengkulu 18,15 425.6 16,71 4
42
Lampung 9,25 386.7 15,05 3
28
Kep. Bangka Belitung 2,77 516.8 6,83 5
35
Kepulauan Riau 5,00 485.4 9,75 4
96
DKI Jakarta 3,61 503.0 na
38
Jawa Barat 8,58 318.2 11,61 3
97
Jawa Tengah 11,50 308.1 14,86 3
63
DI Yogyakarta 11,93 359.4 15,62 3
70
Jawa Timur 8,41 314.3 15,84 3
20
Banten 5,11 365.6 7,12 3
72
Bali 4,52 341.5 6,42 3
54
Nusa Tenggara Barat 18,40 335.2 15,18 3
84
Nusa Tenggara Timur 9,41 374.3 25,89 2
55
Kalimantan Barat 6,00 347.5 9,51 3

183 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Pen geluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Kalimantan Tengah
Perkotaan + Perdesaan
Kalimantan Selatan Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Provinsi
Hampir
Total Rentan Miskin
Kalimantan Utara Miskin
Tidak Miskin
Miskin Lainnya
(1 ( ( ( (
Kalimantan Timur ) 2 3 4 5
) ) ) )
Sulawesi Utara Aceh 14, 11, 24,49 49,29
46 76
Sulawesi Tengah Sumatera Utara 8,01 9,83 17,24 64,92
Sumatera Barat 6,06 9,69 19,98 64,27
Sulawesi Selatan Riau 6,63 8,23 16,70 68,44
Jambi 6,99 9,06 16,45 67,50
Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan 12, 10, 17,81 59,60
03 56
Gorontalo Bengkulu 15, 11, 20,77 51,66
88 69
Sulawesi Barat Lampung 12, 11, 21,66 53,88
59 88
Maluku Kep. Bangka Belitung 4,16 7,78 15,98 72,08
Kepulauan Riau 4,82 5,50 12,83 76,85
Maluku Utara DKI Jakarta 3,02 6,26 10,27 80,44
Jawa Barat 8,16 8,31 15,24 68,30
Papua Barat
Jawa Tengah 12, 10, 18,67 58,38
22 74
Papua
DI Yogyakarta 12, 8,74 14,40 63,94
Lampira
Per 93
n sen Jawa Timur 11, 10, 15,82 62,35
tas 35 49
e Banten 4,58 6,88 14,25 74,29
Ru Bali 4,06 5,37 12,24 78,33
ma Nusa Tenggara Barat 15, 10, 20,50 53,56
h 10 84
Tan Nusa Tenggara Timur 18, 12, 23,20 46,20
gga 32 28
Me Kalimantan Barat 6,56 7,67 17,47 68,29
nur Kalimantan Tengah 4,54 6,64 13,99 74,83
ut Kalimantan Selatan 3,98 6,11 14,70 75,21
Pro Kalimantan Timur 4,96 6,62 14,16 74,26
vins Kalimantan Utara 4,58 7,76 20,73 66,93
i Sulawesi Utara 6,55 6,69 14,90 71,85
dan Sulawesi Tengah 11, 11, 17,87 59,24
Rat 78 11
a- Sulawesi Selatan 7,93 7,51 15,62 68,93
Rat Sulawesi Tenggara 9,64 8,10 15,05 67,21
a Gorontalo 15, 9,43 14,78 60,73

Pembangunan Ketahanan Keluarga 18


2016 4
Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara
Papua Barat

Papua

Indonesia
Sumber :
Susenas KOR

183 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Lampiran 6.5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per
Kapita Per Bulan, 2015
Perkotaan Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Provinsi
Hampir
Total Rentan Miskin
Miskin
Tidak Miskin
Miskin Lainnya
( ( ( ( (
1 2 3 4 5
) ) ) ) )

Aceh 9,62 9,70 17,03 63,65

Sumatera Utara 8,05 9,71 17,36 64,88

Sumatera Barat 4,55 8,01 13,86 73,58

Riau 5,08 6,76 13,51 74,65

Jambi 9,20 9,85 15,97 64,98

Sumatera Selatan 11, 8,89 15,66 63,91


54
Bengkulu 16, 11,01 12,75 59,64
60
Lampung 9,38 9,66 16,64 64,32

Kep. Bangka Belitung 2,19 5,51 14,32 77,98

Kepulauan Riau 4,25 5,06 11,44 79,24

DKI Jakarta 3,02 6,26 10,27 80,44

Jawa Barat 6,95 6,87 13,89 72,29

Jawa Tengah 10, 9,47 14,75 65,17


61
DI Yogyakarta 11, 7,07 11,88 69,71
34
Jawa Timur 7,60 7,92 14,77 69,71

Banten 3,76 5,63 12,49 78,12

Bali 3,62 4,45 11,52 80,42

Nusa Tenggara Barat 17, 9,84 17,04 55,59


53
Nusa Tenggara Timur 8,58 7,79 12,50 71,13

Kalimantan Barat 4,37 6,22 11,39 78,02

Kalimantan Tengah 3,97 6,60 11,41 78,02


Pembangunan Ketahanan Keluarga 185
2016
Me ut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per
nur
Kalimantan Selatan Bulan, 2015
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Kalimantan Timur Provinsi
Hampir
Total Rentan Miskin
Miskin
Kalimantan Utara Tidak Miskin
Miskin Lainnya
(1 ( ( ( (
Sulawesi Utara ) 2 3 4 5
) ) ) )
Aceh 16,34 12,56 27,39 43,71
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara 7,97 9,94 17,12 64,96
Sulawesi Selatan Sumatera Barat 7,04 10,78 23,97 58,21
Riau 7,62 9,18 18,73 64,48
Sulawesi Tenggara Jambi 6,08 8,75 16,64 68,53
Sumatera Selatan 12,28 11,42 18,93 57,37
Gorontalo Bengkulu 15,57 11,98 24,20 48,24
Lampung 13,62 12,59 23,28 50,51
Sulawesi Barat Kep. Bangka Belitung 6,00 9,92 17,53 66,56
Kepulauan Riau 7,76 7,76 20,11 64,36
Maluku
DKI Jakarta na na na na
Maluku Utara Jawa Barat 10,46 11,06 17,83 60,66
Jawa Tengah 13,54 11,79 21,91 52,76
Papua Barat DI Yogyakarta 16,35 12,32 19,81 51,51
Jawa Timur 14,72 12,79 16,76 55,74
Papua Banten 6,35 9,59 18,07 65,99
Bali 4,79 6,86 13,41 74,93
Indonesia Nusa Tenggara Barat 13,38 11,55 22,97 52,11
Nusa Tenggara Timur 20,83 13,43 25,96 39,77
Sumber : Kalimantan Barat 7,48 8,28 20,02 64,22
Susenas KOR Kalimantan Tengah
Lampira 4,82 6,66 15,31 73,21
P
n er Kalimantan Selatan 4,69 7,61 15,23 72,46
s Kalimantan Timur 7,77 9,03 16,14 67,07
e Kalimantan Utara 7,09 10,63 23,05 59,23
Perdesa
annt Sulawesi Utara 9,04 7,77 17,80 65,40
as Sulawesi Tengah 12,77 11,87 19,66 55,70
e Sulawesi Selatan 10,22 8,85 17,03 63,90
R Sulawesi Tenggara 11,73 9,52 15,97 62,78
u Gorontalo 20,27 11,30 15,83 52,60
m Sulawesi Barat 10,53 10,68 18,84 59,95
a Maluku 20,76 13,04 24,37 41,82
h Maluku Utara 6,47 9,72 11,38 72,43
T Papua Barat 31,54 12,03 11,66 44,77
a Papua 29,59 11, 18,46 39,97
n 98
g Indonesia 12,18 11, 19,24 57,47
g 11
a
186 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
Sumber :
Susenas KOR
2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 187


2016
Lampiran 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah
Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Perkotaan + Perdesaan
Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari
Provinsi Total
Lebih dari Cukup Cukup Kurang
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
5,62
52,51
41,87
100,00

Sumatera Utara
7,09
65,25
27,67
100,00

Sumatera Barat
11,54
60,43
28,03
100,00

Riau
11,65
67,25
21,10
100,00

Jambi
9,43
71,04
19,53
100,00

Sumatera Selatan
10,62
60,38
29,00
100,00

187

Pembangunan Ketahanan Keluarga 187


2016
Bengkulu 27,22
6,93 100,00
59,04
34,03 Jawa Timur
100,00 9,16
61,29
Lampung 29,56
5,84 100,00
63,86
30,30 Banten
100,00 6,31
60,08
Kep. Bangka Belitung 33,61
6,99 100,00
75,29
17,72 Bali
100,00 11,25
63,03
Kepulauan Riau 25,72
13,31 100,00
71,48
15,21 Nusa Tenggara Barat
100,00 8,91
47,73
DKI Jakarta 43,36
8,72 100,00
68,58
22,70 Nusa Tenggara Timur
100,00 4,94
55,07
Jawa Barat 39,99
6,10 100,00
60,31
33,59 Kalimantan Barat
100,00 8,91
65,86
Jawa Tengah 25,23
7,75 100,00
60,92
31,32 Kalimantan Tengah
100,00 11,84
67,77
DI Yogyakarta 20,38
7,89 100,00
64,89

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
Kalimantan Selatan 32,11
11,47 100,00
68,96
19,57 Sulawesi Barat
100,00 5,17
61,18
Kalimantan Timur 33,65
14,59 100,00
70,00
15,41 Maluku
100,00 9,20
59,45
Kalimantan Utara 31,36
na 100,00
na
na Maluku Utara
na 10,38
65,37
Sulawesi Utara 24,25
9,36 100,00
67,86
22,78 Papua Barat
100,00 12,90
65,27
Sulawesi Tengah 21,83
100,00
7,79
Papua
65,41
9,70
26,81
65,51
100,00
24,79
100,00
Sulawesi Selatan
11,25
60,60 Indonesia
28,15 8,26
100,00 62,01
29,73
Sulawesi Tenggara 100,00
11,09
59,36
Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan
29,55 n 6.6.1 Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan
100,00
Sehari-hari, 2014
Gorontalo Perkotaa
5,64 n
62,26 Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari
Provinsi Total
189

Pembangunan Ketahanan Keluarga 189


2016
Lebih
dari
Bengkulu
Cukup
12,67
Cukup 66,42
20,91
Kurang 100,00
(
1
) Lampung
(2) 8,57
(3)
(4) 67,53
(5) 23,91
Aceh 100,00
7,61
61,17 Kep. Bangka Belitung
31,22
100,00 7,61
76,13
16,26
Sumatera Utara
100,00
8,97
68,83
Kepulauan Riau
22,20
14,63
100,00
71,13
14,24
Sumatera Barat
100,00
16,15
63,35
DKI Jakarta
20,49
8,72
100,00
68,58
22,70
Riau
100,00
13,56
68,80
Jawa Barat
17,64
6,85
100,00
64,33
28,81
Jambi
100,00
14,87
71,36
Jawa Tengah
13,76
10,34
100,00
62,29
27,37
Sumatera Selatan
100,00
15,07
61,87
DI Yogyakarta
23,07
7,29
100,00

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
67,20
25,51 Kalimantan Selatan
100,00 13,50
67,41
Jawa Timur 19,09
11,62 100,00
63,40
24,98 Kalimantan Timur
100,00 14,60
71,96
Banten 13,44
7,48 100,00
65,46
27,05 Kalimantan Utara
100,00 0,00
0,00
Bali 0,00
13,57 na
67,34
19,08 Sulawesi Utara
100,00 13,15
70,53
Nusa Tenggara Barat 16,32
10,47 100,00
52,67
36,86 Sulawesi Tengah
100,00 9,80
66,76
Nusa Tenggara Timur 23,44
10,12 100,00
59,30
30,58 Sulawesi Selatan
100,00 14,45
63,42
Kalimantan Barat 22,13
16,49 100,00
63,28
20,23 Sulawesi Tenggara
100,00 17,21
51,38
Kalimantan Tengah 31,40
17,59 100,00
66,80
15,61 Gorontalo
100,00 9,27

191

Pembangunan Ketahanan Keluarga 191


2016
64,92 merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
25,81
100,00 Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan
6.6.2 Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-
Sulawesi Barat hari, 2014
5,05 Perdesaa
67,92 n
27,03 Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari
100,00 Provinsi Total
Lebih dari Cukup Cukup Kurang
(1)
Maluku (2)
9,73 (3)
(4)
60,35 (5)
29,92
Aceh
100,00 4,85
49,16
Maluku Utara 45,98
12,22 100,00
71,63
16,15 Sumatera Utara
100,00 5,31
61,86
Papua Barat 32,82
19,04 100,00
54,08
26,88 Sumatera Barat
100,00 8,67
Papua 58,62
23,29 32,71
67,51 100,00
9,20
100,00
Riau
10,45
Indonesia 66,28
10,02 23,26
64,89 100,00
25,09
100,00 Jambi
7,16
Sumber : 70,90
SPTK 2014 21,94
Catatan : 100,00
1
Data tidak
tersedia, Sumatera Selatan
Kalimantan
Utara
8,31

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
59,60
32,09 DI Yogyakarta
100,00 9,17
59,94
Bengkulu 30,89
4,38 100,00
55,76
39,86 Jawa Timur
100,00 7,02
59,45
Lampung 33,53
4,95 100,00
62,67
32,38 Banten
100,00 3,61
47,67
Kep. Bangka Belitung 48,72
6,36 100,00
74,46
19,18 Bali
100,00 7,49
56,04
Kepulauan Riau 36,46
6,05 100,00
73,42
20,53 Nusa Tenggara Barat
100,00 7,79
44,17
DKI Jakarta 48,04
na 100,00
na
na Nusa Tenggara Timur
na 3,68
54,04
Jawa Barat 42,28
4,72 100,00
52,94
42,34 Kalimantan Barat
100,00 5,73
66,95
Jawa Tengah 27,33
5,67 100,00
59,82
34,52 Kalimantan Tengah
100,00 8,93
193

Pembangunan Ketahanan Keluarga 193


2016
68,27
22,80 Gorontalo
100,00 3,72
60,85
Kalimantan Selatan 35,43
10,02 100,00
70,07
19,92 Sulawesi Barat
100,00 5,21
59,28
Kalimantan Timur 35,51
14,57 100,00
66,83
18,60 Maluku
100,00 8,84
58,83
Kalimantan Utara 32,33
0,00 100,00
0,00
0,00 Maluku Utara
na 9,67
62,97
Sulawesi Utara 27,36
6,24 100,00
65,65
28,12 Papua Barat
100,00 10,30
70,00
Sulawesi Tengah 19,70
7,14 100,00
64,97 Papua
27,88 5,19
100,00 64,85
29,97
100,00
Sulawesi Selatan
9,44
59,00 Indonesia
31,56 6,51
100,00 59,15
34,34
Sulawesi Tenggara 100,00
8,69
62,49
28,83 Lampir Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok
100,00 an 6.7 Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk

Pem Sumber : SPTK 2014


ban
M Sulawesi Tengah 36,83 61,57 1,60 35,17 60,42
e Keb Sulawesi Selatan 51,17 44,86 3,98 34,94 62,85
m utuh Sulawesi Tenggara 59,26 37,31 3,43 35,51 58,85
e an Gorontalo 37,70 57,11 5,19 15,42 79,40
n Seh
Sulawesi Barat 28,69 68,72 2,59 20,77 77,34
u ari-
Maluku 54,15 45,85 0,00 36,60 61,31
h hari,
i 201 Maluku Utara 51,03 42,72 6,24 29,14 63,14
4 Papua Barat 59,20 40,25 0,55 29,41 65,61
Papua 69,08 27,07 3,86 26,91 68,54

Provinsi Indonesia 45,12 50,63 4,24 27,58 68,00

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan
(
1 Timur
)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara

Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara

195

Pembangunan Ketahanan Keluarga 195


2016
Lampiran 6.7 (Sambungan)

Provinsi
Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000
Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000
Lebih dari Cukup

Cukup

Kurang
Lebih dari Cukup

Cukup

Kurang
(1)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
Aceh
14,85
73,44
11,72
3,16
64,34
32,50

Sumatera Utara
12,10
76,96
10,94
2,95
76,31
20,74

Sumatera Barat
14,54
72,29
13,17
5,69
70,19
24,12

Riau
14,53
75,95
9,52

191 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
4,46
74,89
20,65

Jambi
10,85
82,58
6,57
2,79
80,84
16,37

Sumatera Selatan
15,08
68,51
16,40
4,28
75,18
20,54

Bengkulu
7,16
77,93
14,91
1,32
73,16
25,51

Lampung
9,97
76,60
13,42
5,38
76,91
17,71

Kep. Bangka Belitung


8,92
84,88
6,20
2,23
84,00
13,78

Kepulauan Riau
4,97
82,73
12,31

Pembangunan Ketahanan Keluarga 19


2016 2
6,16
73,89
19,95

DKI Jakarta
3,00
81,79
15,21
1,31
68,52
30,17

Jawa Barat
9,54
81,23
9,23
3,23
70,84
25,92

Jawa Tengah
18,18
72,47
9,35
5,33
73,31
21,36

DI Yogyakarta
14,70
74,46
10,84
5,07
69,65
25,28

Jawa Timur
23,34
70,00
6,66
7,05
77,17
15,78

Banten
8,28
80,40
11,32

191 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
0,44
65,01
34,55

Bali
8,15
77,91
13,94
3,03
63,62
33,35

Nusa Tenggara Barat


20,48
63,44
16,08
8,22
64,58
27,19

Nusa Tenggara Timur


13,30
64,73
21,97
2,36
68,93
28,71

Kalimantan Barat
10,66
77,84
11,50
5,43
74,65
19,92

Kalimantan Tengah
13,88
78,87
7,25
5,36
74,31
20,33

Kalimantan Selatan
16,28
74,24
9,48

Pembangunan Ketahanan Keluarga 19


2016 2
4,16
76,15
19,69

Kalimantan Timur
9,80
82,23
7,97
5,10
77,95
16,95

Kalimantan Utara
8,97
81,30
9,73
0,16
79,12
20,72

Sulawesi Utara
13,34
75,98
10,68
3,95
79,35
16,70

Sulawesi Tengah
13,81
74,60
11,58
2,10
74,25
23,65

Sulawesi Selatan
16,30
74,07
9,63
8,53
74,24
17,22

Sulawesi Tenggara
17,94
68,86
13,20

191 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
5,66
70,52
23,82

Gorontalo
8,21
81,98
9,81
4,03
71,42
24,55

Sulawesi Barat
10,46
76,43
13,11
3,65
71,19
25,17

Maluku
13,20
74,03
12,78
2,84
68,00
29,16

Maluku Utara
11,41
78,76
9,83
9,19
76,43
14,38

Papua Barat
10,99
75,99
13,03
8,48
71,74
19,78
Papua
16,96
65,68
17,36
2,85
81,14

Pembangunan Ketahanan Keluarga 19


2016 2
16,01

Indonesia
13,27
76,20
10,54
4,53
73,18
22,30

Sumber : SPTK 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah
Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Perkotaan + Perdesaan
Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah Rumah Tangga
Provinsi yang Terdapat
Seluruh ART Sebagian ART Semua ART
ART 7-18 Tahun Tidak Total Bersekolah Bersekolah
Bersekolah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
57,46
92,06
5,63
2,31
100,00

Sumatera Utara
56,13
89,15
7,01
3,84
100,00

Sumatera Barat
57,14
91,61
5,85
2,54
100,00

Riau
58,22
89,60
6,30

191 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
4,10
100,00

Jambi
58,96
89,34
6,34
4,32
100,00

Sumatera Selatan
57,88
87,31
7,45
5,23
100,00

Bengkulu
59,46
91,72
4,31
3,98
100,00

Lampung
56,36
88,65
6,37
4,98
100,00

Kep. Bangka Belitung


56,01
87,12
7,49
5,39
100,00

Kepulauan Riau
47,44
94,34
3,07
2,60
100,00

DKI Jakarta
45,80
89,71
5,17
5,12
Pembangunan Ketahanan Keluarga 19
2016 2
100,00

Jawa Barat
54,98
87,21
7,48
5,31
100,00

Jawa Tengah
52,73
88,48
5,87
5,65
100,00

DI Yogyakarta
43,02
95,46
2,54
2,01
100,00

Jawa Timur
50,69
89,76
4,69
5,56
100,00

Banten
59,86
87,66
7,68
4,65
100,00

Bali
49,14
93,03
2,72
4,25
100,00

Nusa Tenggara Barat


54,74
91,56
4,51
3,94
100,00
191 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
Nusa Tenggara Timur
63,53
87,36
9,00
3,65
100,00

Kalimantan Barat
60,56
85,92
8,42
5,66
100,00

Kalimantan Tengah
56,39
87,38
7,45
5,18
100,00

Kalimantan Selatan
54,23
87,97
6,42
5,60
100,00

Kalimantan Timur
55,98
93,26
4,15
2,60
100,00

Kalimantan Utara
60,21
87,89
7,28
4,83
100,00

Sulawesi Utara
55,01
89,76
5,76
4,48
100,00

Pembangunan Ketahanan Keluarga 19


2016 2
Sulawesi Tengah
58,05
87,88
7,73
4,39
100,00

Sulawesi Selatan
57,92
86,55
8,42
5,03
100,00

Sulawesi Tenggara
62,28
88,12
7,99
3,89
100,00

Gorontalo
60,01
86,68
7,07
6,24
100,00

Sulawesi Barat
59,81
83,50
11,28
5,21
100,00

Maluku
63,85
89,92
6,85
3,22
100,00

Maluku Utara
67,99
90,02
6,24
3,74
100,00

191 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Papua Barat
57,49
89,04
6,74
4,22
100,00
Papua
57,26
69,64
11,93
18,43
100,00

Indonesia
54,52
88,54
6,42
5,04
100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 19


2016 2
Lampiran 6.8.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah
Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Perkotaan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang
Bersekolah Rumah Tangga
Provinsi yang Terdapat
Seluruh ART Sebagian ART Semua ART
ART 7-18 Tahun Tidak
Total Bersekolah Bersekolah
Bersekolah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Aceh
57,77
95,27
3,00
1,73
100,00

Sumatera Utara
56,32
89,80
6,62
3,58
100,00

Sumatera Barat
55,40
92,12
5,43
2,44
100,00

Riau
54,80
92,02
4,85
3,13
100,00

Jambi
59,49
92,30
3,98
3,72
100,00

Sumatera Selatan
56,20
90,51

Pembangunan Ketahanan Keluarga 193


2016
6,13 4,72
3,36 100,00
100,00
DI Yogyakarta
Bengkulu 41,10
58,80 96,31
95,49 2,22
2,76 1,48
1,75 100,00
100,00
Jawa Timur
Lampung 49,82
56,83 92,73
92,13 3,52
4,50 3,75
3,36 100,00
100,00
Banten
Kep. Bangka Belitung 58,33
55,38 90,24
89,48 6,03
6,45 3,73
4,07 100,00
100,00
Bali
Kepulauan Riau 48,27
46,83 94,95
95,82 1,83
2,05 3,21
2,13 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
DKI Jakarta 54,29
45,80 92,12
89,71 4,24
5,17 3,63
5,12 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat 58,13
55,14 90,47
88,93 6,49
7,00 3,05
4,07 100,00
100,00
Kalimantan Barat
Jawa Tengah 58,66
51,76 90,37
89,82 6,55
5,46
194 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
3,07 100,00
100,00
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah 60,45
56,50 87,83
89,17 8,63
7,52 3,54
3,30 100,00
100,00
Gorontalo
Kalimantan Selatan 57,06
52,36 91,39
90,84 4,90
5,15 3,71
4,01 100,00
100,00
Sulawesi Barat
Kalimantan Timur 56,61
54,19 81,08
93,83 13,43
3,42 5,49
2,75 100,00
100,00
Maluku
Kalimantan Utara 60,60
61,67 92,19
87,79 5,05
7,45 2,76
4,76 100,00
100,00
Maluku Utara
Sulawesi Utara 63,86
53,06 91,37
90,71 4,24
5,00 4,39
4,29 100,00
100,00
Papua Barat
Sulawesi Tengah 54,83
58,58 88,85
92,04 7,71
5,07 3,44
2,89 100,00
100,00 Papua
50,71
93,28
Sulawesi Selatan 4,11
57,31 2,60
88,72 100,00
7,36
3,92
Pembangunan Ketahanan Keluarga 195
2016
Indonesia Tangga
Provinsi yang Terdapat
53,07 Seluruh ART Sebagian ART Semua ART
90,66 ART 7-18 Tahun Tidak
5,48 Total Bersekolah Bersekolah
3,86 Bersekolah
(1)
100,00 (2)
(3)
(4)
Sumber : (5)
Susenas KOR (6)
2015 Aceh
57,35
Lampira 90,80
Persen 6,66
n tase 2,54
Rumah 100,00
Tangga
Perkota
anMenur Sumatera Utara
ut 55,95
88,52
Provin
7,38
si dan
4,10
Kebera
100,00
daan
Anggot
Sumatera Barat
a 58,27
Rumah 91,29
Tangga 6,11
Umur 2,59
7-18 100,00
Tahun
yang Riau
Bersek 60,40
olah, 88,21
2015 7,13
4,66
eb 100,00
er
ad
aaJambi
n 58,75
AR
T 88,12
U 7,32
m
ur 4,56
7- 100,00
18
Ta
hu
nSumatera Selatan
ya 58,75
ng
Be 85,73
rs 8,11
ek
ol 6,16
ah 100,00
Ru
m
ah
196 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
Bengkulu 47,17
59,74 93,86
90,13 3,14
4,96 3,00
4,91 100,00
100,00
Jawa Timur
Lampung 51,48
56,21 87,17
87,52 5,70
6,98 7,13
5,51 100,00
100,00
Banten
Kep. Bangka Belitung 63,18
56,60 82,50
84,96 11,00
8,45 6,50
6,59 100,00
100,00
Bali
Kepulauan Riau 50,57
50,61 90,06
87,18 4,09
7,99 5,85
4,84 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
DKI Jakarta 55,06
na 91,16
na 4,69
na 4,15
na 100,00
na
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat 64,93
54,68 86,64
83,88 9,57
8,39 3,79
7,72 100,00
100,00
Kalimantan Barat
Jawa Tengah 61,36
53,53 84,14
87,42 9,17
6,20 6,70
6,38 100,00
100,00
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta 56,34
Pembangunan Ketahanan Keluarga 197
2016
86,46 7,74
7,41 4,03
6,14 100,00
100,00
Gorontalo
Kalimantan Selatan 61,57
55,62 84,38
85,98 8,14
7,31 7,48
6,71 100,00
100,00
Sulawesi Barat
Kalimantan Timur 60,56
58,99 84,03
92,37 10,82
5,28 5,15
2,36 100,00
100,00
Maluku
Kalimantan Utara 66,00
58,43 88,54
88,01 7,95
7,06 3,51
4,93 100,00
100,00
Maluku Utara
Sulawesi Utara 69,55
56,67 89,54
88,99 6,93
6,37 3,52
4,64 100,00
100,00
Papua Barat
Sulawesi Tengah 59,04
57,88 89,14
86,55 6,22
8,58 4,65
4,87 100,00
Papua
100,00
59,40
63,05
Sulawesi Selatan 14,11
58,27 22,84
85,33 100,00
9,02
5,65 Indonesia
100,00 55,99
86,52
Sulawesi Tenggara 7,31
6,16
63,02 100,00
88,23
198 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
k sia 25 Tahun ke Atas Menurut Provinsi,
Sumber : U 2014
Susenas KOR Perkotaan + Perdesaan
2015 Rata-Rata Lama Sekolah
Provinsi
(Tahun)
Lampiran
P (1) (2)
Aceh 8,71
e
r Sumatera Utara 8,93
s Sumatera Barat 8,29
e Riau 8,47
n Jambi 7,92
t Sumatera Selatan 7,66
a Bengkulu 8,28
s Lampung 7,48
e Kep. Bangka Belitung 7,35
Kepulauan Riau 9,64
R DKI Jakarta 10,54
a Jawa Barat 7,71
t Jawa Tengah 6,93
a DI Yogyakarta 8,84
- Jawa Timur 7,05
R Banten 8,19
a
Bali 8,11
t
Nusa Tenggara Barat 6,67
a
Nusa Tenggara Timur 6,85
Kalimantan Barat 6,83
L
Kalimantan Tengah 7,82
a
Kalimantan Selatan 7,6
m
Kalimantan Timur 9,04
a
Kalimantan Utara 8,35
Sulawesi Utara 8,86
S
e Sulawesi Tengah 7,89
k Sulawesi Selatan 7,49
o Sulawesi Tenggara 8,02
l Gorontalo 6,97
a Sulawesi Barat 6,88
h Maluku 9,15
Maluku Utara 8,34
P Papua Barat 6,96
e Papua 5,76
n Indonesia 7,73
d Sumber : Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2014
u Lampir Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT, dan
d an 6.10 Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang
u Bersekolah, 2015
Pembangunan Ketahanan Keluarga 199
2016
Banten 79,65 12,70 7,65 83,36 11,20
Provinsi

Bali 87,76 3,67 8,58 88,58 3,68

(
1 Nusa Tenggara Barat 90,40 5,37 4,23 92,12 4,59
)
Aceh
Nusa Tenggara Timur 82,11 11,96 5,93 86,41 10,23
Sumatera Utara

Kalimantan Barat 78,79 12,63 8,58 85,70 8,84


Sumatera Barat

Kalimantan Tengah 80,71 10,95 8,34 84,69 9,14


Riau

Kalimantan Selatan 81,37 9,89 8,75 85,64 8,57


Jambi

Kalimantan Timur 87,42 4,88 7,70 91,41 5,54


Sumatera Selatan

Kalimantan Utara 80,88 11,41 7,71 87,35 9,46


Bengkulu

Sulawesi Utara 83,46 9,17 7,37 85,89 7,97


Lampung

Sulawesi Tengah 78,00 12,69 9,31 86,74 8,84


Kep. Bangka Belitung

Sulawesi Selatan 81,19 11,41 7,39 84,79 9,31


Kepulauan Riau

Sulawesi Tenggara 81,73 10,98 7,30 87,71 7,85


DKI Jakarta

Gorontalo 80,26 11,38 8,36 87,61 5,20


Jawa Barat

Sulawesi Barat 77,78 16,54 5,68 82,99 11,29


Jawa Tengah

Maluku 81,29 11,53 7,18 88,50 7,97


DI Yogyakarta

Maluku Utara 84,72 8,21 7,07 89,10 7,50


Jawa Timur
200 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
Papua Barat

Papua

Indonesia

Sumber :
Susenas KOR
2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 201


2016
Lampiran 6.10 (Sambungan)

Provinsi
SMP/Sederajat

SMA/Sederajat

Seluruh ART Bersekolah


Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak Bersekolah

Seluruh ART Bersekolah


Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak Bersekolah
(1)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Aceh
94,13
4,25
1,62
95,58
3,38
1,04

Sumatera Utara
89,08
6,78
4,13
93,58
4,03
2,39

Sumatera Barat
92,92
5,21
1,87
96,48
2,64
0,89

Riau
91,36
5,65
2,99
95,53
2,47
2,00

Jambi
92,91
4,49
2,59
94,03
3,65
2,32

Sumatera Selatan
91,25
5,27
3,48
93,01
4,37
2,63

Bengkulu
94,96
2,66
2,38
96,92
1,90
1,18

Lampung
92,12
4,87
3,01
94,83
3,02
2,15

Kep. Bangka Belitung


91,49
4,34
4,17
92,37
4,65
2,97

Kepulauan Riau
95,00
1,69
3,31
98,33
1,18
0,50

DKI Jakarta
89,40
7,55
3,05
93,21
3,36
3,43

Jawa Barat
91,74
5,45
2,81
94,38
3,68
1,93

Jawa Tengah
92,52
4,57
2,91
95,44
2,63
1,94

DI Yogyakarta
95,86
2,42
1,72
98,52
0,73
0,75

Jawa Timur
93,29
3,49
3,22
96,43
1,86
1,71

Banten
92,90
3,81
3,28
92,85
4,13
3,03

Bali
92,84
2,22
4,95
96,77
2,06
1,17

Nusa Tenggara Barat


90,93
5,21
3,86
94,76
2,24
3,00

Nusa Tenggara Timur


94,50
3,55
1,95
93,81
4,44
1,75

Kalimantan Barat
87,70
7,42
4,88
93,47
4,34
2,19

Kalimantan Tengah
90,55
5,08
4,37
91,56
4,98
3,46

Kalimantan Selatan
88,89
6,16
4,94
93,88
2,73
3,39

Kalimantan Timur
94,36
4,69
0,95
94,80
3,19
2,01

Kalimantan Utara
89,87
6,96
3,18
89,47
3,74
6,79

Sulawesi Utara
90,87
5,21
3,92
94,61
3,18
2,21

Sulawesi Tengah
91,58
6,03
2,39
93,61
4,66
1,72

Sulawesi Selatan
86,98
9,22
3,80
93,33
4,78
1,88

Sulawesi Tenggara
88,83
9,26
1,91
91,04
6,28
2,68

Gorontalo
92,12
4,24
3,65
94,30
3,48
2,22

Sulawesi Barat
82,66
12,48
4,86
93,61
3,37
3,02

Maluku
91,47
6,25
2,28
93,16
4,73
2,10

Maluku Utara
90,03
6,62
3,36
92,88
3,89
3,23

Papua Barat
86,79
7,82
5,39
90,34
6,36
3,30
Papua
73,19
13,85
12,96
85,59
7,19
7,22

Indonesia
91,50
5,24
3,26
94,55
3,28
2,17

Sumber : Susenas KOR 2015


Lampiran 6.10 (Sambungan)

Perguruan
Tinggi
Provi
nsi Seluruh Sebagian Semua ART
ART ART Tidak
Bersekol Bersekola Bersekolah
ah h
(1) ( ( (
1 1 1
5 6 7
) ) )
Aceh 97, 1,56 1,27
17
Sumatera Utara 96, 2,33 1,58
09
Sumatera Barat 96, 1,14 1,92
94
Riau 97, 1,69 0,90
41
Jambi 94, 2,60 2,50
89
Sumatera Selatan 97, 0,00 2,40
60
Bengkulu 98, 0,86 0,56
57
Lampung 98, 0,24 1,67
09
Kep. Bangka Belitung 99, 0,49 0,00
51
Kepulauan Riau 95, 2,58 1,78
64
DKI Jakarta 90, 4,25 5,44
31
Jawa Barat 97, 1,50 0,70
80
Jawa Tengah 96, 1,82 1,52
66
DI Yogyakarta 98, 1,39 0,12
49
Jawa Timur 96, 1,52 1,61
87
Banten 97, 1,56 1,07
37
Bali 97, 2,00 0,09
91
Nusa Tenggara Barat 94, 2,17 3,05
77
Nusa Tenggara Timur 95, 3,52 1,32
15
Kalimantan Barat 97, 2,55 0,19
26
Kalimantan Tengah 97, 2,67 0,00
33
Kalimantan Selatan 99, 0,74 0,00
26
Kalimantan Timur 96, 1,34 2,17
48
Kalimantan Utara 95, 4,57 0,02
42
Sulawesi Utara 97, 1,71 1,28
01
Sulawesi Tengah 96, 2,66 0,71
63
Sulawesi Selatan 95, 2,87 1,58
55
Sulawesi Tenggara 95, 3,46 1,09
45
Gorontalo 97, 2,48 0,51
00
Sulawesi Barat 94, 3,40 2,01
60
Maluku 94, 3,60 1,89
51
Maluku Utara 95, 3,98 0,66
36
Papua Barat 95, 2,54 1,65
81
Papua 92,43 5,22 2,35
Indonesia 96,44 2,00 1,57
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18
Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Perkotaan + Perdesaan
Rumah Tangga Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sek
atau yang Terdapat Tidak Pernah Bersekolah
Provinsi
ART 7-18 Ada Tidak Ada
Tahun
( ( ( (
1 2 3 4
) ) ) )
Aceh 57,46 1,14 98,86 10
Sumatera Utara 56,13 3,24 96,76 10
Sumatera Barat 57,14 3,38 96,62 10
Riau 58,22 2,84 97,16 10
Jambi 58,96 2,78 97,22 10
Sumatera Selatan 57,88 2,94 97,06 10
Bengkulu 59,46 2,04 97,96 10
Lampung 56,36 2,07 97,93 10
Kep. Bangka Belitung 56,01 3,94 96,06 10
Kepulauan Riau 47,44 1,03 98,97 10
DKI Jakarta 45,80 1,33 98,67 10
Jawa Barat 54,98 1,76 98,24 10
Jawa Tengah 52,73 2,50 97,50 10
DI Yogyakarta 43,02 0,67 99,33 10
Jawa Timur 50,69 2,39 97,61 10
Banten 59,86 2,59 97,41 10
Bali 49,14 1,15 98,85 10
Nusa Tenggara Barat 54,74 2,85 97,15 10
Nusa Tenggara Timur 63,53 5,46 94,54 10
Kalimantan Barat 60,56 4,57 95,43 10
Kalimantan Tengah 56,39 2,77 97,23 10
Kalimantan Selatan 54,23 3,43 96,57 10
Kalimantan Timur 55,98 1,69 98,31 10
Kalimantan Utara 60,21 3,43 96,57 10
Sulawesi Utara 55,01 3,02 96,98 10
Sulawesi Tengah 58,05 4,48 95,52 10
Sulawesi Selatan 57,92 3,94 96,06 10
Sulawesi Tenggara 62,28 4,00 96,00 10
Gorontalo 60,01 6,02 93,98 10
Sulawesi Barat 59,81 5,60 94,40 10
Maluku 63,85 3,05 96,95 10
Maluku Utara 67,99 3,96 96,04 10
Papua Barat 57,49 3,86 96,14 10
Papua 57,26 16,23 83,77 10
199
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 0
Indonesia n ART
Lampira Umur
P
n e 7 - 18
Tahu
rs
n
e
Perkota yang
an n
Putus
t
Sekol
a
ah
s
atau
e
Tidak
R
Perna
u
h
m
Berse
a
kolah
h
, 2015
T
a
n
g
g
a
M
e
n
u
r
u
t
P
r
o
vi
n
si
d
a
n
K
e
b
e
r
a
d
a
a

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Susenas KOR 2015

Provinsi

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia
Sumber :
199
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 0
Lampiran 6.11.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18
Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Perdesaan Rumah Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus
Tangga atau
Provinsi Tidak Pernah Bersekolah
yang
Terdapat
Ada Tidak
ART 7-18 Ada
Tahun
( (2) (3) (4)
1
)
Aceh 57, 2,28 97,72
35
Sumatera Utara 55, 6,14 93,86
95
Sumatera Barat 58, 6,23 93,77
27
Riau 60, 5,46 94,54
40
Jambi 58, 5,46 94,54
75
Sumatera Selatan 58, 5,75 94,25
75
Bengkulu 59, 4,03 95,97
74
Lampung 56, 3,92 96,08
21
Kep. Bangka Belitung 56, 7,96 92,04
60
Kepulauan Riau 50, 6,43 93,57
61
DKI Jakarta na na na
Jawa Barat 54, 3,97 96,03
68
Jawa Tengah 53, 4,82 95,18
53
DI Yogyakarta 47, 1,55 98,45
17
Jawa Timur 51, 5,38 94,62
48
Banten 63, 7,94 92,06
18
Bali 50, 3,28 96,72
57
Nusa Tenggara Barat 55, 5,34 94,66
06
Nusa Tenggara Timur 64, 9,05 90,95
93

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Kalimantan Barat Laki-laki + Perempuan
7- ahun 13-15 Tahun 16
Kalimantan Tengah Provinsi 12
T
Putus Tida Putus Tida Putus
Kalimantan Selatan
Sekola k Sekolah*) k Sekolah
h*) Putu Putu
Kalimantan Timur s s
(1) (2) ( (4) (5 (6)
3 )
Kalimantan Utara )
Aceh 0,10 99,90 1,16 98, 3,78
Sulawesi Utara 84
Sumatera Utara 0,65 99,35 3,02 96, 10,39
Sulawesi Tengah 98
Sumatera Barat 0,56 99,44 3,79 96, 10,63
Sulawesi Selatan 21
Riau 1,14 98,86 3,89 96, 8,06
Sulawesi Tenggara 11
Jambi 0,45 99,55 3,49 96, 10,02
Gorontalo 51
Sumatera Selatan 0,47 99,53 5,26 94, 8,48
Sulawesi Barat 74
Bengkulu 0,35 99,65 2,18 97, 7,15
Maluku 82
Lampung 0,38 99,62 3,78 96, 6,64
Maluku Utara 22
Kep. Bangka Belitung 0,78 99,22 6,55 93, 15,45
Papua Barat 45
Kepulauan Riau 0,66 99,34 0,67 99, 4,91
Papua 33
Indonesia DKI Jakarta 0,44 99,56 1,77 98, 6,32
23
Lampira
Persentase Jawa Barat 0,42 99,58 4,00 96, 4,84
n Penduduk 00
Menurut Jawa Tengah 0,44 99,56 3,07 96, 10,86
Provinsi, 93
DI Yogyakarta 0,11 99,89 0,32 99, 4,27
Kelompok
68
Umur, dan
Jawa Timur 0,55 99,45 2,80 97, 11,18
Status
20
Putus
Banten 0,59 99,41 3,58 96, 8,13
Sekolah
42
atau Tidak Bali 0,59 99,41 1,91 98, 3,89
Pernah 09
Sekolah, Nusa Tenggara Barat 0,52 99,48 2,56 97, 12,81
2015 44
Nusa Tenggara Timur 1,87 98,13 4,58 95, 14,54
42
Kalimantan Barat 1,64 98,36 4,97 95, 14,94
201
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 2
k pernah
Sekolah
Kalimantan Tengah Sumber
:
Susenas
Kalimantan Selatan KOR
2015
Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

*
)

P
u
t
u
s

S
e
k
o
l
a
h
/
T
i
d
a

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Lampiran 6.12.1 Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus
Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015
Laki-laki 7- ahun 13-15 Tahun 16-1
Provi 12
nsi T
Putus Tida Putus Tida Putus
Sekola k Sekola k Sekolah
h*) Putu h*) Putu *)
s s
(1) (2) (3 (4) (5 (6)
) )
Aceh 0,00 100,00 1,18 98, 5,05
82
Sumatera Utara 0,72 99,28 3,53 96, 14,47
47
Sumatera Barat 0,45 99,55 5,67 94, 15,19
33
Riau 0,68 99,32 5,38 94, 10,22
62
Jambi 0,57 99,43 4,10 95, 8,40
90
Sumatera Selatan 0,49 99,51 5,19 94, 10,53
81
Bengkulu 0,50 99,50 2,99 97, 9,37
01
Lampung 0,38 99,62 4,51 95, 7,62
49
Kep. Bangka Belitung 1,14 98,86 9,15 90, 14,79
85
Kepulauan Riau 0,65 99,35 0,88 99, 6,47
12
DKI Jakarta 0,87 99,13 1,41 98, 8,18
59
Jawa Barat 0,37 99,63 5,24 94, 6,62
76
Jawa Tengah 0,53 99,47 3,67 96, 14,73
33
DI Yogyakarta 0,20 99,80 0,31 99, 5,04
69
Jawa Timur 0,57 99,43 2,83 97, 12,69
17
Banten 0,75 99,25 4,02 95, 7,65
98
Bali 0,30 99,70 2,08 97, 3,90
92
Nusa Tenggara Barat 0,32 99,68 2,29 97, 8,39
71
Nusa Tenggara Timur 2,40 97,60 6,12 93, 16,99
88
Kalimantan Barat 1,85 98,15 5,20 94, 14,45
Pembangunan Ketahanan Keluarga 203
2016
pernah
Sekolah
Kalimantan Tengah Sumber
:
Susenas
Kalimantan Selatan KOR
2015
Kalimantan Timur
Lampira Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur,
Kalimantan Utara n 6.12.2 dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015

Sulawesi Utara Peremp


uan
Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

*
)

P
u
t
u
s

S
e
k
o
l
a
h
/
T
i
d
a
k

204 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
25
Provinsi Kalimantan Selatan 0,57 99,43 6,40 93, 14,11
60
Kalimantan Timur 0,42 99,58 2,41 97, 9,95
59
Kalimantan Utara 1,79 98,21 2,88 97, 8,88
(1) 12
Sulawesi Utara 0,30 99,70 3,49 96, 11,83
Aceh 51
Sulawesi Tengah 1,20 98,80 6,99 93, 14,40
Sumatera Utara 01
Sulawesi Selatan 1,05 98,95 4,28 95, 7,86
Sumatera Barat 72
Sulawesi Tenggara 0,38 99,62 5,06 94, 8,88
Riau 94
Gorontalo 0,47 99,53 4,00 96, 18,96
Jambi 00
Sulawesi Barat 1,13 98,87 5,10 94, 9,63
Sumatera Selatan 90
Maluku 0,57 99,43 2,74 97, 5,02
Bengkulu 26
Maluku Utara 1,07 98,93 4,80 95, 15,57
Lampung 20
Papua Barat 2,57 97,43 1,80 98, 10,97
Kep. Bangka Belitung 20
Papua 18,62 81, 24, 75, 34,87
Kepulauan Riau 38 77 23
Indonesia 0,84 99, 3,23 96, 7,54
16 77
DKI Jakarta *) :
Putus
Jawa Barat Sekolah/
Tidak
pernah
Jawa Tengah Sekolah
Sumber
:
DI Yogyakarta Susenas
KOR
Jawa Timur 2015

Banten

Bali

Nusa Tenggara

Nusa Tenggara

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Pembangunan Ketahanan Keluarga 205
2016
Lampiran 6.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan,
2015
Perkotaan + Perdesaan

Provinsi

Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/ Simpanan Uang


Bentuk Tabungan/Simpanan
Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/
Deposito/ Giro)

Produk NonBank (Koperasi/ Kantor Pos/Sekolah)

Lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
47,32
59,00
3,18
85,26

Sumatera Utara
58,77
54,58
9,27
89,04

Sumatera Barat
60,40
56,07
10,85
85,56

Riau
60,14
62,63
4,59
87,69

Jambi
56,52
61,28
5,47
85,68

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
91,53
Sumatera Selatan
57,19 DI Yogyakarta
46,37 80,72
5,07 67,44
92,05 9,23
86,68
Bengkulu
57,47 Jawa Timur
49,91 64,41
4,22 53,17
87,43 9,80
91,28
Lampung
42,84 Banten
45,84 56,63
10,75 66,52
82,94 12,03
83,27
Kep. Bangka Belitung
76,98 Bali
47,04 87,82
5,66 46,60
94,95 37,27
95,00
Kepulauan Riau
80,89 Nusa Tenggara Barat
72,61 49,83
5,01 37,06
78,09 11,49
88,14
DKI Jakarta
81,84 Nusa Tenggara Timur
82,74 61,30
10,53 42,18
89,67 18,39
91,98
Jawa Barat
56,89 Kalimantan Barat
57,40 66,88
15,79 48,28
88,23 22,67
85,59
Jawa Tengah
67,58 Kalimantan Tengah
55,07 76,15
16,00 48,51
205
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 6
11,59 43,02
92,42 1,42
90,98
Kalimantan Selatan
66,45 Sulawesi Barat
50,06 60,06
6,55 48,74
92,76 1,10
92,28
Kalimantan Timur
84,52 Maluku
78,45 57,96
8,12 56,20
90,27 1,62
91,84
Kalimantan Utara
75,87 Maluku Utara
78,70 64,92
4,18 53,83
81,86 2,55
92,91
Sulawesi Utara
58,61 Papua Barat
57,48 71,21
6,87 71,47
88,98 4,52
83,82
Papua
Sulawesi Tengah
42,91
64,38
57,81
51,23
2,34
4,70
84,33
92,22
Indonesia
Sulawesi Selatan 62,97
76,25 56,74
55,91 11,75
3,25 89,58
94,74
Lampiran Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk
Sulawesi Tenggara 6.13.1 Tabungan/Simpanan, 2015
73,01
48,15 Perkotaan
4,16
95,94

Gorontalo
55,45

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Indonesia 70,38 69,08 13,10
Sumber : Susenas MSBP 2015

Provinsi

(
1
)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
205
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 6
Lampiran 6.13.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan,
2015
Perdesaan

Provinsi
Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/ Simpanan Uang
Bentuk Tabungan/Simpanan
Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/
Deposito/ Giro)

Produk NonBank (Koperasi/ Kantor Pos/Sekolah)

Lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
38,09
49,17
2,58
85,87

Sumatera Utara
53,31
41,96
11,60
93,92

Sumatera Barat
51,20
41,73
11,10
85,99

Riau
49,92
48,74
3,94
86,84

Jambi
54,24
53,98
6,34
87,02

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Sumatera Selatan
51,34 DI Yogyakarta
30,47 78,85
5,13 50,72
91,91 8,37
92,77
Bengkulu
52,45 Jawa Timur
31,25 56,79
3,20 41,74
89,65 6,73
92,43
Lampung
37,12 Banten
38,90 43,85
10,31 31,42
83,89 13,45
92,48
Kep. Bangka Belitung
72,97 Bali
34,97 73,37
7,83 28,24
97,08 32,73
93,57
Kepulauan Riau
62,38 Nusa Tenggara Barat
31,59 45,12
0,91 27,79
93,24 7,59
90,76
DKI Jakarta
na Nusa Tenggara Timur
na 57,89
na 32,17
na 16,80
91,78
Jawa Barat
48,75 Kalimantan Barat
36,79 64,40
14,63 31,67
90,25 30,35
85,80
Jawa Tengah
64,10 Kalimantan Tengah
47,74 71,32
12,61 37,12
90,92 12,94
207
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 8
93,78 1,38
94,15
Kalimantan Selatan
60,27 Sulawesi Barat
33,67 55,26
9,02 42,25
94,25 1,26
94,63
Kalimantan Timur
73,06 Maluku
59,97 41,52
4,25 38,28
91,25 1,18
90,72
Kalimantan Utara
68,42 Maluku Utara
61,98 57,77
8,10 39,78
85,88 1,88
92,17
Sulawesi Utara
52,85 Papua Barat
42,86 69,97
8,65 62,13
89,64 5,68
86,34
Papua
Sulawesi Tengah
35,14
58,45
36,54
38,08
1,88
3,61
92,31
93,27
Indonesia
Sulawesi Selatan 55,50
74,65 40,95
43,51 10,01
1,81 91,24
96,26

Lampir Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan


Sulawesi Tenggara
an 6.14 Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
69,37
38,51
2,49
95,36

Gorontalo
52,00
32,90

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
Perkotaan +
Perdesaan Sumatera Selatan
Kepemili
76,27
kan 5,36
Jaminan
18,38
Kesehata
100,00
n
Provinsi
Semu
Bengkulu
a 36,11
15,60
Sebag 48,29
ian 100,00

Tidak
Lampung
Ada
(1) 31,90
(2) 14,09
(3) 54,01
(4)
(5)
100,00
Aceh
75,29 Kep. Bangka Belitung
14,65 43,64
10,06 10,34
100,00 46,03
100,00
Sumatera Utara
32,29 Kepulauan Riau
15,32 57,60
52,39 12,73
100,00 29,68
100,00
Sumatera Barat
37,78 DKI Jakarta
20,58 51,13
41,64 16,33
100,00 32,53
100,00
Riau
39,53 Jawa Barat
15,04 36,89
45,42 15,73
100,00 47,38
100,00
Jambi
27,70 Jawa Tengah
11,22 40,93
61,08 16,06
100,00 43,01
207
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 8
100,00 54,18
100,00
DI Yogyakarta
63,51 Kalimantan Selatan
13,24 48,33
23,24 10,84
100,00 40,84
100,00
Jawa Timur
31,56 Kalimantan Timur
15,77 65,81
52,67 10,19
100,00 23,99
100,00
Banten
35,06 Kalimantan Utara
19,96 47,78
44,98 15,38
100,00 36,84
100,00
Bali
80,68 Sulawesi Utara
5,31 39,52
14,01 19,14
100,00 41,34
100,00
Nusa Tenggara Barat
33,55 Sulawesi Tengah
19,85 39,54
46,60 20,41
100,00 40,05
100,00
Nusa Tenggara Timur
40,78 Sulawesi Selatan
29,47 65,99
29,75 12,70
100,00 21,32
100,00
Kalimantan Barat
23,91 Sulawesi Tenggara
14,22 42,21
61,88 21,85
100,00 35,95
100,00
Kalimantan Tengah
34,28 Gorontalo
11,55 54,15

Pem Sumber : Susenas MSBP 2015


ban
22,56
23,29
100,00

Sulawesi Barat
43,24
23,32
33,44
100,00

Maluku
33,50
24,55
41,95
100,00

Maluku Utara
48,44
14,79
36,77
100,00

Papua Barat
50,52
26,45
23,03
100,00
Papua
56,70
9,33
33,98
100,00

Indonesia
41,58
15,54
42,88
100,00

Sumber :
Susenas KOR
2015

207
Pembangunan Ketahanan Keluarga 20
2016 8
Lampiran 6.14.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Perkotaan Kepemilikan Jaminan Kesehatan ART
Provinsi Total
Semua Sebagian Tidak Ada
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Aceh
77,84
12,78
9,38
100,00

Sumatera Utara
34,66
16,77
48,57
100,00

Sumatera Barat
45,22
22,53
32,25
100,00

Riau
47,10
15,71
37,19
100,00

Jambi
42,53
16,13
41,34
100,00

Sumatera Selatan
65,91
11,38
22,71
100,00

Bengkulu
44,44
17,77
Pembangunan Ketahanan Keluarga 209
2016
37,78 17,06
100,00 49,46
100,00
Lampung
45,88 Banten
18,13 36,64
35,99 20,20
100,00 43,17
100,00
Kep. Bangka Belitung
45,91 Bali
11,99 74,66
42,10 5,90
100,00 19,43
100,00
Kepulauan Riau
59,32 Nusa Tenggara Barat
12,42 41,59
28,25 19,24
100,00 39,16
100,00
DKI Jakarta
51,13 Nusa Tenggara Timur
16,33 35,10
32,53 31,44
100,00 33,46
100,00
Jawa Barat
40,46 Kalimantan Barat
16,60 28,21
42,94 18,03
100,00 53,76
100,00
Jawa Tengah
44,49 Kalimantan Tengah
17,70 35,69
37,81 13,42
100,00 50,89
100,00
DI Yogyakarta
59,96 Kalimantan Selatan
14,00 49,00
26,05 11,43
100,00 39,57
100,00
Jawa Timur
33,48 Kalimantan Timur
66,96
210 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
9,86 26,24
23,19 42,58
100,00 100,00

Kalimantan Utara Maluku Utara


48,31 37,27
15,17 18,91
36,51 43,82
100,00 100,00

Sulawesi Utara Papua Barat


43,69 45,20
20,89 27,27
35,41 27,53
100,00 100,00
Papua
52,92
Sulawesi Tengah
16,85
42,39
30,23
23,14
100,00
34,47
100,00
Indonesia
43,89
Sulawesi Selatan 16,72
64,26 39,38
15,05 100,00
20,69
100,00 Sumber : Susenas KOR 2015

Sulawesi Tenggara Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan


39,81 n 6.14.2 Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga
23,11
(ART), 2015
37,09 Perdesaa
100,00 n

Gorontalo
58,98
20,53
20,49
100,00

Sulawesi Barat
42,82
24,44
32,74
100,00

Maluku
31,18
Pembangunan Ketahanan Keluarga 211
2016
Kepemili 2,23
kan 16,13
Jaminan 100,00
Kesehata
n
Bengkulu
Provinsi
Semu 32,54
a 14,66
52,79
Sebagi 100,00
an
Lampung
Tidak 27,38
Ada
12,79
(1)
(2) 59,83
(3) 100,00
(4)
(5)
Kep. Bangka Belitung
Aceh 41,51
74,30
8,79
15,37
10,33 49,71
100,00 100,00

Sumatera Utara Kepulauan Riau


30,03 48,57
13,94 14,34
56,04 37,08
100,00 100,00

Sumatera Barat DKI Jakarta


32,93 na
19,31 na
47,77 na
100,00 na

Riau Jawa Barat


34,72 30,05
14,62 14,07
50,66 55,88
100,00 100,00

Jambi Jawa Tengah


21,67 37,99
9,22 14,70
69,11 47,31
100,00 100,00

Sumatera Selatan DI Yogyakarta


81,64 71,17
212 Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
11,62 10,40
17,21 41,77
100,00 100,00

Jawa Timur Kalimantan Timur


29,84 63,89
14,60 10,76
55,56 25,35
100,00 100,00

Banten Kalimantan Utara


31,64 47,13
19,44 15,64
48,91 37,23
100,00 100,00

Bali Sulawesi Utara


90,44 35,96
4,35 17,65
5,21 46,39
100,00 100,00

Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah


27,82 38,63
20,29 19,55
51,89 41,82
100,00 100,00

Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan


42,25 66,97
28,96 11,36
28,79 21,68
100,00 100,00

Kalimantan Barat Sulawesi Tenggara


22,11 43,18
12,62 21,33
65,27 35,49
100,00 100,00

Kalimantan Tengah Gorontalo


33,56 51,59
10,60 23,64
55,85 24,77
100,00 100,00

Kalimantan Selatan Sulawesi Barat


47,83 43,34
Pembangunan Ketahanan Keluarga 213
2016
23,06
33,60
100,00

Maluku
35,03
23,43
41,54
100,00

Maluku Utara
52,67
13,23
34,10
100,00

Papua Barat
53,61
25,97
20,42
100,00
Papua
57,93
6,87
35,20
100,00

Indonesia
39,26
14,35
46,39
100,00

Sumber :
Susenas KOR
2015

214 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Lampiran 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status Pekerjaan KRT, dan
Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Provinsi
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
Berusaha Sendiri
Semua
Sebagian
Tidak Ada
Semua
Sebagian
Tidak Ada
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Aceh
72,61
14,48
12,91
77,20
13,47
9,33

Sumatera Utara
27,55
12,82
59,63
28,28
14,48
57,24

Sumatera Barat
35,22
18,92
45,86
29,94
16,55
53,51

Riau
36,11
12,33
51,56
211

Pembangunan Ketahanan Keluarga 211


2016
27,63 15,67
13,36 40,55
59,01 44,80
8,95
Jambi 46,24
20,60
9,38 DKI Jakarta
70,02 48,59
17,65 12,01
7,64 39,40
74,71 42,19
14,27
Sumatera Selatan 43,54
76,49
5,31 Jawa Barat
18,20 27,51
80,99 14,51
1,83 57,98
17,18 27,80
12,67
Bengkulu 59,52
30,39
14,14 Jawa Tengah
55,47 37,05
30,08 14,04
11,65 48,91
58,27 32,26
14,12
Lampung 53,62
26,64
13,26 DI Yogyakarta
60,10 57,10
25,82 11,82
11,76 31,08
62,42 71,27
12,12
Kep. Bangka Belitung 16,61
37,95
9,51 Jawa Timur
52,54 26,09
35,83 14,03
9,84 59,88
54,33 24,25
13,37
Kepulauan Riau 62,38
43,78

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Banten 69,22
28,20
17,32 Kalimantan Selatan
54,48 39,92
27,28 9,21
19,24 50,87
53,48 48,27
8,12
Bali 43,61
77,86
4,46 Kalimantan Timur
17,68 58,92
87,46 8,03
3,63 33,05
8,91 57,93
10,75
Nusa Tenggara Barat 31,32
31,27
20,66 Kalimantan Utara
48,07 41,37
27,04 14,41
19,62 44,22
53,34 54,09
5,00
Nusa Tenggara Timur 40,92
39,83
25,74 Sulawesi Utara
34,44 33,89
43,08 18,63
29,40 47,48
27,52 31,52
14,51
Kalimantan Barat 53,97
20,88
9,97 Sulawesi Tengah
69,15 36,60
20,54 19,09
12,47 44,31
67,00 35,39
17,88
Kalimantan Tengah 46,74
25,32
9,04 Sulawesi Selatan
65,64 65,23
20,70 10,58
10,08 24,20
213

Pembangunan Ketahanan Keluarga 213


2016
63,49 21,32
12,26 30,47
24,25 54,10
24,60
21,30
Sulawesi Tenggara
Papua
43,26
45,40
18,45 9,06
38,29 45,54
41,61 61,04
20,70 4,79
37,69 34,17

Gorontalo Indonesia
52,83 36,66
21,18 13,81
25,99
49,53
50,54
37,23
26,54
22,92 13,51
49,26
Sulawesi Barat
43,18
23,00
33,81
41,06
22,49
36,45

Maluku
33,23
22,02
44,74
34,37
23,37
42,26

Maluku Utara
41,97
12,55
45,48
55,92
11,10
32,98

Papua Barat
48,21

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Lampiran 6.15 (Sambungan)

Provinsi
Beru
saha dibantu buruh tetap/dibayar

Buruh/karyawan/pegawai
Semua
Sebagian
Tidak Ada
Semua
Sebagian
Tidak Ada
(1)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
Aceh
66,14
20,74
13,12
75,19
16,24
8,57

Sumatera Utara
27,96
16,28
55,76
38,55
16,39
45,06

Sumatera Barat
30,77
16,82
52,41
48,04
23,27
28,69

Riau
25,30
15,45
59,25
51,07
18,36
30,57

Jambi
23,23
10,36
66,41
42,24
13,68
44,08

Sumatera Selatan
71,01
5,22
23,77
74,92
6,00
19,08

Bengkulu
27,03
5,60
67,37
48,88
21,13
29,99

Lampung
25,62
12,42
61,96
43,03
16,36
40,61

Kep. Bangka Belitung


36,07
10,10
53,83
50,82
10,56
38,62
Kepulauan Riau
49,86
14,07
36,08
67,35
10,56
22,10

DKI Jakarta
31,01
27,25
41,74
52,56
15,21
32,23

Jawa Barat
25,39
14,81
59,80
45,74
16,00
38,26

Jawa Tengah
28,73
14,01
57,25
46,81
17,93
35,26

DI Yogyakarta
48,63
18,70
32,68
66,30
15,58
18,12

Jawa Timur
18,63
14,03
67,35
38,96
18,28
42,77

Banten
26,99
22,90
50,11
41,75
18,79
39,46

Bali
79,69
5,60
14,71
76,76
5,93
17,31

Nusa Tenggara Barat


32,17
17,28
50,56
44,83
19,98
35,18

Nusa Tenggara Timur


37,13
22,51
40,36
37,53
34,84
27,62

Kalimantan Barat
17,20
10,74
72,06
31,93
17,94
50,13

Kalimantan Tengah
26,75
3,82
69,43
49,72
13,22
37,06

Kalimantan Selatan
30,14
15,28
54,58
58,50
11,98
29,53

Kalimantan Timur
58,80
7,16
34,04
72,28
11,14
16,58

Kalimantan Utara
31,55
29,68
38,77
52,67
15,60
31,73

Sulawesi Utara
29,57
19,08
51,35
47,50
21,07
31,43

Sulawesi Tengah
30,01
16,69
53,29
49,93
23,94
26,13

Sulawesi Selatan
60,51
13,08
26,41
71,16
13,59
15,25

Sulawesi Tenggara
29,82
18,59
51,60
49,02
26,19
24,78

Gorontalo
48,06
18,89
33,05
60,45
23,20
16,34

Sulawesi Barat
23,67
18,14
58,19
48,44
26,96
24,60

Maluku
32,22
23,38
44,40
35,98
28,79
35,23

Maluku Utara
37,51
15,81
46,68
58,16
19,66
22,18
Papua Barat
25,48
33,84
40,68
51,02
29,97
19,01
Papua
43,12
18,67
38,22
62,54
18,30
19,16

Indonesia
30,33
15,08
54,58
48,76
16,59
34,65

Sumber : Susenas KOR 2015


Lampiran 6.15 (Sambungan)

Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidak dibayar Provinsi

Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada


(1)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
Aceh
75,26
15,24
9,51
77,01
10,07
12,92

Sumatera Utara
25,77
14,90
59,33
27,96
18,79
53,25

Sumatera Barat
32,72
22,24
45,03
36,91
23,39
39,71

Riau
30,83
12,01
57,15
40,26
8,05
51,69

Jambi
21,86
11,86
66,28
24,40
7,32
68,28

Sumatera Selatan
76,22
5,65
18,13
72,63
3,66
23,71

Bengkulu
37,98
16,06
45,96
37,65
17,41
44,94

Lampung
32,86
13,54
53,60
25,92
12,93
61,15

Kep. Bangka Belitung


43,48
9,76
46,76
32,20
1,75
66,06

Kepulauan Riau
41,59
11,25
47,16
37,04
26,89
36,07

DKI Jakarta
55,30
16,89
27,81
58,28
11,65
30,07

Jawa Barat
34,58
16,02
49,39
34,97
14,41
50,62

Jawa Tengah
45,70
15,35
38,95
37,04
16,98
45,98

DI Yogyakarta
66,38
11,50
22,13
61,79
10,64
27,57

Jawa Timur
34,63
14,17
51,20
29,07
11,60
59,33

Banten
32,12
19,47
48,41
16,57
25,44
57,99
Bali
86,82
4,06
9,12
87,28
5,96
6,75

Nusa Tenggara Barat


30,61
21,17
48,22
23,90
18,01
58,09

Nusa Tenggara Timur


49,56
24,99
25,44
28,07
40,50
31,43

Kalimantan Barat
15,62
10,75
73,63
14,07
15,53
70,40

Kalimantan Tengah
16,50
10,48
73,02
31,02
7,68
61,29

Kalimantan Selatan
40,39
11,26
48,35
39,60
11,95
48,46

Kalimantan Timur
55,77
5,79
38,45
57,38
8,36
34,26

Kalimantan Utara
44,24
16,76
39,01
49,32
3,29
47,39

Sulawesi Utara
40,01
17,86
42,13
50,47
10,99
38,53

Sulawesi Tengah
41,26
20,57
38,16
52,98
12,54
34,48

Sulawesi Selatan
63,29
14,92
21,79
64,33
12,48
23,19

Sulawesi Tenggara
35,45
23,53
41,01
33,74
21,28
44,98

Gorontalo
51,36
21,79
26,84
45,40
25,81
28,79

Sulawesi Barat
43,78
22,34
33,88
26,85
38,95
34,21

Maluku
25,29
23,68
51,03
32,44
17,15
50,41

Maluku Utara
36,73
16,11
47,16
62,53
9,03
28,43

Papua Barat
52,94
20,98
26,09
63,17
13,78
23,05
Papua
46,96
20,38
32,66
43,17
2,30
54,53

Indonesia
39,21
15,30
45,49
38,86
14,40
46,73

Lampiran 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap
Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Perkotaan + Perdesaan

Provinsi
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Membenarkan dengan Tidak Membenarkan Alasan tertentu dengan Alasan Apapun

Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Aceh
28,96
71,04
100,00

Sumatera Utara
28,97
71,03
100,00

Sumatera Barat
16,90
83,10
100,00

Riau
21,58
78,42
100,00

Jambi
25,12
74,88
100,00

Sumatera Selatan
31,55
68,45
100,00

Bengkulu
28,46
71,54
100,00

Lampung
33,77
66,23
100,00

Kep. Bangka Belitung


21,78
78,22
100,00

Kepulauan Riau
26,20
73,80
100,00

DKI Jakarta
15,85
84,15
100,00

Jawa Barat
23,42
76,58
100,00

Jawa Tengah
19,84
80,16
100,00

DI Yogyakarta
11,55
88,45
100,00

Jawa Timur
24,97
75,03
100,00

Banten
26,79
73,21
100,00

Bali
12,31
87,69
100,00
Nusa Tenggara Barat
54,39
45,61
100,00

Nusa Tenggara Timur


46,07
53,93
100,00

Kalimantan Barat
26,06
73,94
100,00

Kalimantan Tengah
20,78
79,22
100,00

Kalimantan Selatan
19,66
80,34
100,00

Kalimantan Timur
22,94
77,06
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na

Sulawesi Utara
22,76
77,24
100,00

Sulawesi Tengah
38,35
61,65
100,00
Sulawesi Selatan
32,52
67,48
100,00

Sulawesi Tenggara
49,02
50,98
100,00

Gorontalo
35,69
64,31
100,00

Sulawesi Barat
40,53
59,47
100,00

Maluku
36,01
63,99
100,00

Maluku Utara
45,58
54,42
100,00

Papua Barat
44,43
55,57
100,00
Papua
63,11
36,89
100,00

Indonesia
25,86
74,14
100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 7.1.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap
Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Perkotaan

Provinsi
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Membenarkan dengan Tidak Membenarkan Alasan tertentu dengan Alasan Apapun

Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Aceh
29,67
70,33
100,00

Sumatera Utara
26,45
73,55
100,00

Sumatera Barat
9,94
90,06
100,00

Riau
16,25
83,75
100,00

Jambi
23,38
76,62
100,00

Sumatera Selatan
22,61
77,39
100,00

Bengkulu
24,86
75,14
100,00

Lampung
Pembangunan Ketahanan Keluarga 215
2016
26,93
73,07
100,00

Kep. Bangka Belitung


23,78
76,22
100,00

Kepulauan Riau
26,69
73,31
100,00

DKI Jakarta
15,85
84,15
100,00

Jawa Barat
22,44
77,56
100,00

Jawa Tengah
18,02
81,98
100,00

DI Yogyakarta
11,86
88,14
100,00

Jawa Timur
19,77
80,23
100,00

Banten
26,55
73,45
100,00

Bali
14,35
85,65
100,00

216 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Nusa Tenggara Barat
49,78
50,22
100,00

Nusa Tenggara Timur


30,95
69,05
100,00

Kalimantan Barat
21,56
78,44
100,00

Kalimantan Tengah
18,71
81,29
100,00

Kalimantan Selatan
19,04
80,96
100,00

Kalimantan Timur
20,73
79,27
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na

Sulawesi Utara
17,17
82,83
100,00

Sulawesi Tengah
26,09
73,91
100,00

Sulawesi Selatan
25,98

Pembangunan Ketahanan Keluarga 217


2016
74,02
100,00

Sulawesi Tenggara
33,80
66,20
100,00

Gorontalo
29,91
70,09
100,00

Sulawesi Barat
50,46
49,54
100,00

Maluku
27,51
72,49
100,00

Maluku Utara
41,91
58,09
100,00

Papua Barat
26,26
73,74
100,00
Papua
35,81
64,19
100,00

Indonesia
21,65
78,35
100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

218 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Lampiran 7.1.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap
Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Perdesaan

Provinsi
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Membenarkan dengan Tidak Membenarkan Alasan tertentu dengan Alasan Apapun

Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Aceh
28,69
71,31
100,00

Sumatera Utara
31,34
68,66
100,00

Sumatera Barat
21,23
78,77
100,00

Riau
24,92
75,08
100,00

Jambi
25,84
74,16
100,00

Sumatera Selatan
36,20
63,80
100,00

Bengkulu
30,06
69,94
100,00

Lampung
36,00
64,00
100,00

Kep. Bangka Belitung


19,78
80,22
100,00

Kepulauan Riau
23,49
76,51
100,00

DKI Jakarta
na
na
na

Jawa Barat
25,22
74,78
100,00

Jawa Tengah
21,31
78,69
100,00

DI Yogyakarta
10,90
89,10
100,00

Jawa Timur
29,48
70,52
100,00

Banten
27,32
72,68
100,00

Bali
9,01
90,99
100,00
Nusa Tenggara Barat
57,71
42,29
100,00

Nusa Tenggara Timur


49,75
50,25
100,00

Kalimantan Barat
27,95
72,05
100,00

Kalimantan Tengah
21,83
78,17
100,00

Kalimantan Selatan
20,10
79,90
100,00

Kalimantan Timur
26,51
73,49
100,00

Kalimantan Utara1
na
na
na

Sulawesi Utara
27,39
72,61
100,00

Sulawesi Tengah
42,28
57,72
100,00

Sulawesi Selatan
36,23
63,77
100,00

Sulawesi Tenggara
54,99
45,01
100,00

Gorontalo
38,74
61,26
100,00

Sulawesi Barat
37,73
62,27
100,00

Maluku
41,82
58,18
100,00

Maluku Utara
46,99
53,01
100,00

Papua Barat
52,13
47,87
100,00
Papua
72,17
27,83
100,00

Indonesia
30,04
69,96
100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan
Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014

Perkotaan + Perdesaan
Ala
san
Tidak
Provi Tidak
Mengerjaka M
nsi Pergi Memban Menguru Didu
n Pekerjaan Be
Tanp tah s Anak ga
Rumah ga
a Suami Dengan Seling
Dengan
Pami Baik kuh
Baik
t
(1) (2) ( ( ( (
3 4 5 6
) ) ) )
Aceh 8,36 5,73 10,53 8,32 25,27 9
Sumatera Utara 5,05 4,04 7,34 7,02 25,96 6
Sumatera Barat 4,89 3,59 5,36 5,15 14,59 5
Riau 3,70 2,99 5,56 4,17 18,38 3
Jambi 4,29 3,94 6,78 5,44 20,79 4
Sumatera Selatan 9,75 7,00 9,67 8,84 28,97 6
Bengkulu 7,85 7,76 10,72 9,35 24,03 9
Lampung 7,92 6,21 11,62 9,47 29,97 9
Kep. Bangka Belitung 3,52 3,19 5,13 5,66 18,77 4
Kepulauan Riau 3,12 5,21 7,56 8,44 23,94 7
DKI Jakarta 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62 5
Jawa Barat 5,24 3,53 6,94 5,75 20,43 5
Jawa Tengah 3,34 2,01 4,24 4,13 17,04 3
DI Yogyakarta 2,65 0,55 2,10 1,83 9,51 1
Jawa Timur 5,82 3,83 7,77 6,97 21,69 5
Banten 7,98 7,30 10,39 9,73 23,15 8
Bali 3,15 2,01 3,67 3,28 10,11 2
Nusa Tenggara Barat 14,91 10,35 16,30 14,81 49,92 14
Nusa Tenggara Timur 17,43 13,85 15,97 17,86 40,19 13
Kalimantan Barat 5,47 3,84 6,33 6,34 23,10 5
Kalimantan Tengah 4,89 4,99 7,06 7,27 17,57 4
Kalimantan Selatan 3,26 3,02 5,47 4,57 17,02 5
Kalimantan Timur 4,02 3,08 6,32 5,00 20,37 4
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 9,06 7,42 8,42 7,73 19,48 6
Sulawesi Tengah 11,20 7,30 11,42 9,99 34,22 8
Sulawesi Selatan 6,29 4,04 6,59 5,12 29,89 5
Sulawesi Tenggara 10,51 7,49 12,77 11,79 45,16 8
Gorontalo 6,77 5,27 7,79 6,13 31,42 6
Sulawesi Barat 8,28 6,88 8,90 10,44 37,18 6
Maluku 7,23 4,80 9,60 5,89 31,65 5
Maluku Utara 11,01 7,88 16,50 13,26 40,96 10

217

Pembangunan Ketahanan Keluarga 21


2016 8
Papua Barat
Perkotaan
Papua
Ala
san
Indonesia Tidak
Provi Tidak
Mengerjaka
nsi Pergi Memban Mengurus Didu
Lampiran
Per n Pekerjaan
Tanp tah Anak ga
7.2.1 Rumah
sen a Suami Dengan Seling
Dengan
tase Pami Baik kuh
Baik
Ru t
(1) (2) (3) (4) ( (
ma 5 6
) )
h
Aceh 8,42 6,41 11,23 8,82 25,11
Tan
gga Sumatera Utara 3,08 2,27 4,13 3,10 24,76
yan Sumatera Barat 2,45 1,64 3,54 2,66 8,05
g Riau 1,42 1,38 2,88 2,16 14,23
KRT Jambi 3,89 4,10 5,63 6,01 18,62
/Pa Sumatera Selatan 11,33 7,60 11,25 8,72 20,01
san Bengkulu 4,34 5,52 6,61 7,86 20,70
gan Lampung 6,78 6,08 11,11 8,42 22,59
nya Kep. Bangka Belitung 3,38 4,11 4,79 6,03 19,51
Ber Kepulauan Riau 3,07 5,45 7,58 9,30 24,79
sika DKI Jakarta 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62
p Jawa Barat 5,10 3,25 6,47 5,49 19,40
Me Jawa Tengah 2,84 1,70 3,39 4,07 15,30
mb DI Yogyakarta 3,20 0,43 1,65 1,56 10,18
ena Jawa Timur 4,61 2,52 5,60 5,16 17,09
rka
Banten 8,08 7,38 10,79 10,11 22,08
n
Bali 3,43 1,97 4,05 3,36 12,59
Tin
Nusa Tenggara Barat 14,38 10,79 17,05 16,67 46,61
dak
Nusa Tenggara Timur 7,19 5,88 7,39 6,79 28,06
an
Kalimantan Barat 8,75 4,04 6,95 7,64 18,60
Sua
Kalimantan Tengah 5,37 3,24 7,17 6,64 14,87
mi
Me Kalimantan Selatan 4,01 3,75 4,18 4,40 16,56
mu Kalimantan Timur 3,28 2,19 6,02 3,75 18,45
kul Kalimantan Utara na na na na na
Istri Sulawesi Utara 6,12 5,62 7,50 6,55 14,89
Me Sulawesi Tengah 8,41 4,20 10,43 5,09 21,24
nur Sulawesi Selatan 6,60 4,22 5,52 4,86 24,24
ut Sulawesi Tenggara 5,86 3,72 7,12 6,53 30,62
Alas Gorontalo 6,97 5,93 8,44 5,08 23,59
an Sulawesi Barat 14,03 9,72 11,70 12,08 48,42
Tert Maluku 5,15 2,78 6,31 3,40 23,17
ent Maluku Utara 5,45 2,79 7,03 4,90 40,06
u, Papua Barat 6,45 6,39 8,85 6,80 21,60
201 Papua 13,25 11,13 19,22 17 31
4 ,2 ,1

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Indonesia

Sumber :
Susenas
Modul
Hansos 2014

217

Pembangunan Ketahanan Keluarga 21


2016 8
Lampiran 7.2.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan
Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014

Perdesaan
Ala
san
Tidak
Provi Tidak
Mengerjaka
nsi Pergi Memban Menguru Didu
n Pekerjaan
Tanp tah s Anak ga
Rumah
a Suami Dengan Seling
Dengan
Pami Baik kuh
Baik
t
(1) (2) ( ( ( (
3 4 5 6
) ) ) )
Aceh 8,34 5,48 10,26 8,13 25,33
Sumatera Utara 6,91 5,71 10,37 10,72 27,09
Sumatera Barat 6,42 4,79 6,49 6,70 18,65
Riau 5,12 4,00 7,24 5,43 20,98
Jambi 4,46 3,88 7,25 5,20 21,69
Sumatera Selatan 8,92 6,69 8,84 8,90 33,64
Bengkulu 9,40 8,76 12,55 10,01 25,51
Lampung 8,30 6,25 11,79 9,82 32,38
Kep. Bangka Belitung 3,66 2,26 5,46 5,29 18,04
Kepulauan Riau 3,41 3,86 7,47 3,70 19,22
DKI Jakarta na na na na na
Jawa Barat 5,48 4,05 7,81 6,24 22,30
Jawa Tengah 3,74 2,27 4,93 4,18 18,45
DI Yogyakarta 1,46 0,81 3,06 2,41 8,08
Jawa Timur 6,88 4,97 9,64 8,55 25,69
Banten 7,73 7,11 9,47 8,85 25,64
Bali 2,70 2,09 3,06 3,14 6,08
Nusa Tenggara Barat 15,29 10,04 15,77 13,47 52,31
Nusa Tenggara Timur 19,92 15,79 18,05 20,55 43,14
Kalimantan Barat 4,09 3,75 6,07 5,79 24,99
Kalimantan Tengah 4,65 5,87 7,00 7,59 18,94
Kalimantan Selatan 2,71 2,49 6,39 4,69 17,36
Kalimantan Timur 5,22 4,51 6,79 7,01 23,48
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 11,49 8,92 9,18 8,71 23,26
Sulawesi Tengah 12,09 8,30 11,73 11,56 38,38
Sulawesi Selatan 6,11 3,93 7,20 5,27 33,09
Sulawesi Tenggara 12,33 8,96 14,98 13,86 50,87
Gorontalo 6,66 4,93 7,44 6,68 35,56
Sulawesi Barat 6,66 6,08 8,11 9,98 34,01
Maluku 8,65 6,19 11,84 7,58 37,44
Maluku Utara 13,15 9,83 20,14 16,48 41,30

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Papua Barat Perkotaan + Perdesaan
Papua Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi Tidak a Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/
Indonesia Puny
nsi
Tidak Tidak
Membe Membe Membe
Lampiran
Persen Membe Membe
7.3 tase nar- nar- nar-
nar- nar-
kan kan kan
Rumah kan kan
Tangga
yang (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Memili
ki Aceh 30,88 69,12 29,10 70,90 29,39
Persep
Sumatera Utara 28,29 71,71 29,14 70,86 32,10
si Tidak
Memb Sumatera Barat 16,45 83,55 18,93 81,07 18,56
enarka Riau 27,35 72,65 26,07 73,93 22,96
n Jambi 27,65 72,35 20,62 79,38 22,68
Tindak
Sumatera Selatan 34,63 65,37 34,53 65,47 29,79
an
Pemuk Bengkulu 29,76 70,24 34,17 65,83 24,91
ulan Lampung 33,37 66,63 34,08 65,92 35,29
Istri Kep. Bangka Belitung 21,78 78,22 24,92 75,08 20,10
Menur Kepulauan Riau 24,82 75,18 32,78 67,22 25,18
ut
DKI Jakarta 14,07 85,93 16,58 83,42 13,72
Provins
i dan Jawa Barat 24,83 75,17 25,45 74,55 23,73
Tingkat Jawa Tengah 22,12 77,88 20,76 79,24 19,56
Pendidi DI Yogyakarta 12,18 87,82 14,56 85,44 9,08
kan,
Jawa Timur 28,67 71,33 26,50 73,50 22,33
2014
Banten 30,31 69,69 29,70 70,30 30,26
Bali 16,64 83,36 9,66 90,34 13,34
Nusa Tenggara Barat 53,62 46,38 57,01 42,99 58,91
Nusa Tenggara Timur 49,76 50,24 50,67 49,33 44,03
Kalimantan Barat 30,03 69,97 24,44 75,56 21,91
Kalimantan Tengah 25,33 74,67 23,07 76,93 17,56
Kalimantan Selatan 21,71 78,29 20,03 79,97 21,43
Kalimantan Timur 25,88 74,12 25,83 74,17 18,94
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 29,73 70,27 25,36 74,64 27,37
Sulawesi Tengah 40,58 59,42 43,86 56,14 37,61
Sulawesi Selatan 34,72 65,28 34,40 65,60 29,57
Sulawesi Tenggara 58,49 41,51 50,44 49,56 49,00
Gorontalo 43,28 56,72 39,24 60,76 28,88
Sulawesi Barat 37,63 62,37 40,52 59,48 36,97
Maluku 46,02 53,98 40,14 59,86 33,04
Maluku Utara 50,76 49,24 46,98 53,02 43,04
Papua Barat 52,04 47,96 50,31 49,69 42,06

219

Pembangunan Ketahanan Keluarga 22


2016 0
Papua

Indonesia

Sumber :
Susenas Modul
Hansos 2014

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.3 (Sambungan)

Perkotaan + Perdesaan
Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi SMA derajat Perguruan Tinggi
nsi / Se
Tidak Tidak
Membenarka Membenar
Membenar Membenar
n kan
kan kan
(1) (8) (9) (10) (11)
Aceh 29,84 70,16 22,98 77,02
Sumatera Utara 27,28 72,72 28,99 71,01
Sumatera Barat 14,62 85,38 13,22 86,78
Riau 16,67 83,33 11,39 88,61
Jambi 28,58 71,42 35,44 64,56
Sumatera Selatan 27,54 72,46 24,47 75,53
Bengkulu 30,36 69,64 10,20 89,80
Lampung 33,19 66,81 28,90 71,10
Kep. Bangka Belitung 21,99 78,01 15,17 84,83
Kepulauan Riau 24,16 75,84 29,70 70,30
DKI Jakarta 17,36 82,64 15,51 84,49
Jawa Barat 21,11 78,89 15,26 84,74
Jawa Tengah 14,73 85,27 16,24 83,76
DI Yogyakarta 10,98 89,02 9,75 90,25
Jawa Timur 18,06 81,94 15,60 84,40
Banten 22,32 77,68 20,19 79,81
Bali 14,24 85,76 7,93 92,07
Nusa Tenggara Barat 50,66 49,34 41,22 58,78
Nusa Tenggara Timur 32,43 67,57 36,45 63,55
Kalimantan Barat 23,90 76,10 19,91 80,09
Kalimantan Tengah 17,76 82,24 11,25 88,75
Kalimantan Selatan 17,46 82,54 12,36 87,64
Kalimantan Timur 24,00 76,00 15,60 84,40
Kalimantan Utara na na na na
Sulawesi Utara 17,45 82,55 7,05 92,95
Sulawesi Tengah 30,78 69,22 21,85 78,15
Sulawesi Selatan 30,98 69,02 27,06 72,94
Sulawesi Tenggara 44,62 55,38 35,33 64,67
Gorontalo 24,86 75,14 34,14 65,86
Sulawesi Barat 51,63 48,37 36,02 63,98
Maluku 35,48 64,52 16,33 83,67
Maluku Utara 42,06 57,94 33,32 66,68
Papua Barat 37,68 62,32 32,40 67,60
Papua 45,15 54, 33,51 66
221
Pembangunan Ketahanan Keluarga 22
2016 2
85 ,4
9
Indonesia 22,27 77, 18,86 81
73 ,1
4
Lampiran 7.3.1 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri
Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014
Perkotaan

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi Tidak a Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
nsi Puny
Tidak Tidak Tidak
Membe Membe Membe
Membe Membe Membe
nar- nar- nar-
nar- nar- nar-
kan kan kan
kan kan k
a
n
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (
7
)
Aceh 35,92 64,08 29,23 70,77 32,56 67,44
Sumatera Utara 28,53 71,47 25,14 74,86 29,47 70,53
Sumatera Barat 9,36 90,64 13,22 86,78 13,08 86,92
Riau 31,04 68,96 18,13 81,87 23,00 77,00
Jambi 17,30 82,70 20,53 79,47 15,26 84,74
Sumatera Selatan 24,05 75,95 23,64 76,36 20,47 79,53
Bengkulu 8,21 91,79 36,55 63,45 26,18 73,82
Lampung 30,76 69,24 27,15 72,85 26,56 73,44
Kep. Bangka Belitung 20,39 79,61 29,47 70,53 20,41 79,59
Kepulauan Riau 23,57 76,43 35,28 64,72 27,46 72,54
DKI Jakarta 14,07 85,93 16,58 83,42 13,72 86,28
Jawa Barat 22,88 77,12 25,12 74,88 22,20 77,80
Jawa Tengah 20,39 79,61 21,14 78,86 19,48 80,52
DI Yogyakarta 11,68 88,32 17,23 82,77 11,69 88,31
Jawa Timur 22,19 77,81 23,11 76,89 20,66 79,34
Banten 28,12 71,88 32,40 67,60 30,73 69,27
Bali 20,39 79,61 12,01 87,99 17,01 82,99
Nusa Tenggara Barat 40,60 59,40 58,23 41,77 54,20 45,80
Nusa Tenggara Timur 25,00 75,00 34,81 65,19 40,59 59,41
Kalimantan Barat 27,52 72,48 17,79 82,21 22,06 77,94
Kalimantan Tengah 37,79 62,21 18,95 81,05 12,01 87,99
Kalimantan Selatan 18,65 81,35 21,23 78,77 24,75 75,25
Kalimantan Timur 17,17 82,83 23,89 76,11 16,49 83,51
Kalimantan Utara na na na na na na
Sulawesi Utara 27,09 72,91 20,95 79,05 21,86 78,14
Sulawesi Tengah 30,61 69,39 34,95 65,05 17,65 82,35
Sulawesi Selatan 26,77 73,23 27,47 72,53 25,02 74,98
Sulawesi Tenggara 57,77 42,23 31,73 68,27 30,91 69,09
Gorontalo 39,84 60,16 37,32 62,68 27,01 72,99
Sulawesi Barat 42,67 57,33 57,77 42,23 49,86 50,14
Maluku 51,44 48,56 25,13 74,87 22,89 77,11
Maluku Utara 53,20 46,80 48,83 51,17 56,84 43,16
Papua Barat 39,54 60,46 31,20 68,80 21,11 78,89
Papua 37,02 62,98 43, 56,86 41,82 58,18
14
221
Pembangunan Ketahanan Keluarga 22
2016 2
Indonesia 23,24 76,76 24, 75,61 22,30 77,70
39
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.3.1 (Sambungan)

Perkotaan
Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi SMA derajat Perguruan Tinggi
nsi / Se
Tidak Tidak
Membenarka Membenar
Membenar Membenar
n kan
kan kan
(1) (8) (9) (10) (11)
Aceh 30,93 69,07 23,54 76,46
Sumatera Utara 24,78 75,22 27,23 72,77
Sumatera Barat 7,33 92,67 9,07 90,93
Riau 13,77 86,23 7,11 92,89
Jambi 28,43 71,57 31,63 68,37
Sumatera Selatan 21,70 78,30 23,87 76,13
Bengkulu 30,52 69,48 11,45 88,55
Lampung 26,52 73,48 22,31 77,69
Kep. Bangka Belitung 25,32 74,68 15,83 84,17
Kepulauan Riau 24,53 75,47 28,59 71,41
DKI Jakarta 17,36 82,64 15,51 84,49
Jawa Barat 21,25 78,75 15,01 84,99
Jawa Tengah 12,90 87,10 11,18 88,82
DI Yogyakarta 10,66 89,34 9,82 90,18
Jawa Timur 16,85 83,15 13,31 86,69
Banten 22,95 77,05 21,38 78,62
Bali 16,79 83,21 7,39 92,61
Nusa Tenggara Barat 42,85 57,15 41,52 58,48
Nusa Tenggara Timur 23,45 76,55 38,08 61,92
Kalimantan Barat 23,10 76,90 13,85 86,15
Kalimantan Tengah 16,08 83,92 16,24 83,76
Kalimantan Selatan 18,19 81,81 12,91 87,09
Kalimantan Timur 23,64 76,36 16,73 83,27
Kalimantan Utara na na na na
Sulawesi Utara 14,12 85,88 5,70 94,30
Sulawesi Tengah 24,49 75,51 22,34 77,66
Sulawesi Selatan 25,88 74,12 26,01 73,99
Sulawesi Tenggara 35,40 64,60 23,99 76,01
Gorontalo 20,07 79,93 28,64 71,36
Sulawesi Barat 58,57 41,43 33,43 66,57
Maluku 31,90 68,10 14,41 85,59
Maluku Utara 38,81 61,19 20,93 79,07
Papua Barat 23,41 76,59 24,67 75,33
Papua 32,34 67, 26,81 73
223
Pembangunan Ketahanan Keluarga 223
2016
66 ,1
9
Indonesia 20,01 79, 16,86 83
99 ,1
4
Lampiran 7.3.2 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri
Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014
Perdesaan

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi Tidak a Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
nsi Puny
Tidak Tidak Tidak
Membe Membe Membe
Membe Membe Membe
nar- nar- nar-
nar- nar- nar-
kan kan kan
kan kan k
a
n
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (
7
)
Aceh 29,82 70,18 29,08 70,92 28,35 71,65
Sumatera Utara 28,19 71,81 31,58 68,42 34,84 65,16
Sumatera Barat 18,42 81,58 20,67 79,33 21,87 78,13
Riau 26,46 73,54 29,49 70,51 22,94 77,06
Jambi 29,84 70,16 20,63 79,37 25,94 74,06
Sumatera Selatan 37,23 62,77 37,59 62,41 35,12 64,88
Bengkulu 33,45 66,55 33,60 66,40 24,12 75,88
Lampung 33,92 66,08 35,39 64,61 38,65 61,35
Kep. Bangka Belitung 22,60 77,40 21,59 78,41 19,68 80,32
Kepulauan Riau 27,14 72,86 26,49 73,51 13,68 86,32
DKI Jakarta na na na na na na
Jawa Barat 26,95 73,05 25,82 74,18 27,70 72,30
Jawa Tengah 23,09 76,91 20,54 79,46 19,64 80,36
DI Yogyakarta 12,91 87,09 11,74 88,26 4,74 95,26
Jawa Timur 32,05 67,95 28,65 71,35 24,22 75,78
Banten 32,05 67,95 26,07 73,93 28,31 71,69
Bali 13,47 86,53 7,23 92,77 7,15 92,85
Nusa Tenggara Barat 60,70 39,30 56,26 43,74 61,88 38,12
Nusa Tenggara Timur 51,42 48,58 52,53 47,47 45,26 54,74
Kalimantan Barat 30,55 69,45 26,22 73,78 21,81 78,19
Kalimantan Tengah 21,70 78,30 24,35 75,65 19,88 80,12
Kalimantan Selatan 22,89 77,11 19,53 80,47 18,55 81,45
Kalimantan Timur 31,08 68,92 27,57 72,43 23,59 76,41
Kalimantan Utara na na na na na na
Sulawesi Utara 30,52 69,48 27,18 72,82 32,04 67,96
Sulawesi Tengah 42,36 57,64 45,65 54,35 44,14 55,86
Sulawesi Selatan 36,49 63,51 37,20 62,80 32,43 67,57
Sulawesi Tenggara 58,62 41,38 53,76 46,24 54,48 45,52
Gorontalo 44,21 55,79 39,96 60,04 30,41 69,59
Sulawesi Barat 36,50 63,50 37,54 62,46 33,43 66,57
Maluku 45,08 54,92 44,28 55,72 38,33 61,67
Maluku Utara 50,23 49,77 46,69 53,31 38,08 61,92
Papua Barat 55,02 44,98 55,21 44,79 51,89 48,11
Papua 70,38 29,62 65, 34,79 65,19 34,81
21
225
Pembangunan Ketahanan Keluarga 225
2016
Indonesia 31,31 68,69 29, 70,60 28,78 71,22
40
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.3.2 (Sambungan)

Perdesaan
Pendidikan
KRT/Pasangan
Provi SMA derajat Perguruan Tinggi
nsi / Se
Tidak Tidak
Membenarka Membenar
Membenar Membenar
n kan
kan kan
(1) (8) (9) (10) (11)
Aceh 29,01 70,99 22,27 77,73
Sumatera Utara 31,34 68,66 33,57 66,43
Sumatera Barat 25,20 74,80 21,75 78,25
Riau 20,36 79,64 24,47 75,53
Jambi 28,72 71,28 41,80 58,20
Sumatera Selatan 36,33 63,67 26,44 73,56
Bengkulu 30,23 69,77 7,77 92,23
Lampung 37,42 62,58 36,46 63,54
Kep. Bangka Belitung 13,88 86,12 11,39 88,61
Kepulauan Riau 14,94 85,06 86,61 13,39
DKI Jakarta na na na na
Jawa Barat 19,98 80,02 17,81 82,19
Jawa Tengah 18,46 81,54 28,96 71,04
DI Yogyakarta 12,61 87,39 9,12 90,88
Jawa Timur 21,27 78,73 23,60 76,40
Banten 9,14 90,86 0,00 100,00
Bali 5,84 94,16 11,39 88,61
Nusa Tenggara Barat 60,66 39,34 40,79 59,21
Nusa Tenggara Timur 40,53 59,47 34,04 65,96
Kalimantan Barat 24,77 75,23 30,66 69,34
Kalimantan Tengah 19,89 80,11 5,51 94,49
Kalimantan Selatan 16,02 83,98 11,02 88,98
Kalimantan Timur 25,39 74,61 11,52 88,48
Kalimantan Utara na na na na
Sulawesi Utara 23,51 76,49 9,52 90,48
Sulawesi Tengah 34,39 65,61 21,09 78,91
Sulawesi Selatan 37,57 62,43 29,48 70,52
Sulawesi Tenggara 53,65 46,35 52,14 47,86
Gorontalo 29,71 70,29 43,76 56,24
Sulawesi Barat 47,69 52,31 38,06 61,94
Maluku 42,53 57,47 21,10 78,90
Maluku Utara 45,54 54,46 46,97 53,03
Papua Barat 48,30 51,70 38,08 61,92
Papua 58,60 41, 50,94 49
40 ,0
6
Indonesia 28,06 71, 26,36 73
94 ,6
4
Lampiran 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Perkotaan + Perdesaan
Rumah Tangga Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun
Mempunyai Tidak
Provinsi Kekerasan Kekerasan Psikologis
Anak 1-14 Menggunakan Total
Tahun Psikologis Fisik dan Fisik
(1) (2) ( ( ( Kekerasan
( (7)
3 4 5 6
) ) ) )
Aceh 56,55 15,14 16,14 22,22 46,51 100,00
Sumatera Utara 53,96 20,29 10,48 33,43 35,80 100,00
Sumatera Barat 53,80 16,42 12,82 21,69 49,08 100,00
Riau 61,75 24,07 10,93 27,24 37,76 100,00
Jambi 55,64 18,21 9,52 14,18 58,09 100,00
Sumatera Selatan 57,48 20,91 10,86 24,39 43,84 100,00
Bengkulu 56,43 23,10 9,36 25,49 42,05 100,00
Lampung 56,47 20,36 9,09 18,86 51,69 100,00
Kep. Bangka Belitung 54,25 18,84 9,46 30,40 41,30 100,00
Kepulauan Riau 55,23 11,33 10,92 22,56 55,20 100,00
DKI Jakarta 47,38 16,78 11,53 19,05 52,65 100,00
Jawa Barat 52,49 24,44 8,36 18,33 48,87 100,00
Jawa Tengah 45,45 23,79 8,69 18,70 48,82 100,00
DI Yogyakarta 35,14 25,08 3,80 12,06 59,07 100,00
Jawa Timur 41,06 20,88 11,61 22,10 45,41 100,00
Banten 57,66 23,74 11,08 20,76 44,41 100,00
Bali 46,28 26,90 7,53 21,81 43,77 100,00
Nusa Tenggara Barat 53,89 23,26 7,63 25,76 43,35 100,00
Nusa Tenggara Timur 58,96 15,20 13,73 47,05 24,02 100,00
Kalimantan Barat 57,87 16,09 17,08 26,32 40,51 100,00
Kalimantan Tengah 59,08 16,15 12,03 18,77 53,06 100,00
Kalimantan Selatan 56,56 18,86 9,86 18,87 52,41 100,00
Kalimantan Timur 56,63 18,79 11,48 20,97 48,76 100,00
Kalimantan Utara1 na na na na na na
Sulawesi Utara 42,20 17,90 11,95 40,30 29,86 100,00
Sulawesi Tengah 57,34 20,68 9,78 38,12 31,43 100,00
Sulawesi Selatan 49,32 25,05 5,96 30,62 38,38 100,00
Sulawesi Tenggara 54,59 23,13 10,36 34,52 32,00 100,00
Gorontalo 55,23 12,58 16,13 28,46 42,84 100,00
Sulawesi Barat 60,87 22,03 10,87 33,04 34,06 100,00
Maluku 54,65 23,10 11,08 40,29 25,53 100,00
Maluku Utara 62,01 22,14 8,09 38,90 30,88 100,00
Papua Barat 59,15 14,10 11,31 50,14 24,45 100,00
Papua 60,86 11,81 15, 42,98 29, 100,
33 87 00
Indonesia 50,52 21,48 10, 23,17 45, 100,
16 20 00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Lampiran 7.4.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Perkotaan Rumah Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 T
Tangga Tidak
Provinsi Kekera Kekera Psikolo
Mempunya Mengguna
san san gis
i Anak 1-14 kan
Psikolo Fisik dan
Tahun Kekerasan
gis Fisik
( (2) ( (4 ( (6)
1 3 ) 5
) ) )
Aceh 55,11 13,83 11,41 21,76 53,01
Sumatera Utara 50,78 20,31 5,72 31,44 42,52
Sumatera Barat 51,79 14,41 11,30 21,80 52,49
Riau 55,46 30,62 8,83 23,35 37,20
Jambi 59,18 22,47 9,14 7,89 60,50
Sumatera Selatan 55,00 21,85 12,49 24,60 41,06
Bengkulu 55,37 16,32 10,44 22,15 51,09
Lampung 52,77 18,28 9,53 12,43 59,75
Kep. Bangka Belitung 50,87 16,68 8,23 31,31 43,78
Kepulauan Riau 55,00 10,00 10,94 19,88 59,18
DKI Jakarta 47,38 16,78 11,53 19,05 52,65
Jawa Barat 52,51 24,13 8,70 18,03 49,14
Jawa Tengah 46,00 22,95 8,57 19,69 48,78
DI Yogyakarta 34,58 25,50 4,55 14,90 55,04
Jawa Timur 41,65 19,46 11,48 21,37 47,69
Banten 57,35 20,30 11,57 20,10 48,03
Bali 47,31 25,27 7,71 22,93 44,10
Nusa Tenggara Barat 49,46 19,38 8,01 30,80 41,80
Nusa Tenggara Timur 52,03 12,57 11,29 43,05 33,09
Kalimantan Barat 54,55 14,35 18,14 20,91 46,61
Kalimantan Tengah 58,13 15,68 14,62 16,73 52,96
Kalimantan Selatan 57,52 16,81 10,51 21,99 50,69
Kalimantan Timur 54,50 19,50 10,65 18,59 51,26
Kalimantan Utara1 na na na na na
Sulawesi Utara 38,57 15,18 10,93 37,27 36,62
Sulawesi Tengah 47,73 12,87 16,40 35,40 35,33
Sulawesi Selatan 49,51 22,31 7,59 25,75 44,35
Sulawesi Tenggara 48,77 18,89 13,89 38,84 28,38
Gorontalo 48,31 10,44 17,98 26,95 44,62
Sulawesi Barat 58,62 22,04 10,10 41,72 26,15
Maluku 49,26 27,89 8,00 41,03 23,07
Maluku Utara 51,97 32,66 8,80 23,51 35,02
Papua Barat 53,64 19,90 13,96 44,38 21,75
Papua 53,85 10,47 15, 36,63 37,
04 86
Indonesia 49,40 20,98 9,81 21,21 48,
Pembangunan Ketahanan Keluarga 227
2016
Jawa Tengah 45,02 24,48 8,79 17,88 48,85
Sumber : DI Yogyakarta 36,34 24,22 2,25 6,29 67,25
Susenas Modul
Jawa Timur 40,56 22,14 11,72 22,76 43,38
Hansos 2014
Catatan : 1Data
Banten 58,38 31,57 9,98 22,27 36,18
tidak tersedia, Bali 44,61 29,71 7,22 19,88 43,19
Kalimantan Nusa Tenggara Barat 57,08 25,68 7,39 22,62 44,31
Utara
merupakan Nusa Tenggara Timur 60,65 15,74 14,25 47,88 22,13
pemekaran dari Kalimantan Barat 59,26 16,76 16,68 28,41 38,15
Kalimantan Kalimantan Tengah 59,56 16,38 10,74 19,78 53,11
Timur
Kalimantan Selatan 55,87 20,36 9,39 16,57 53,68
Lampiran Kalimantan Timur 60,09 17,74 12,70 24,46 45,10
Persenta
7.4.2 Kalimantan Utara1 na na na na na
se
Rumah Sulawesi Utara 45,19 19,81 12,66 42,44 25,08
Perdesaa
Tangga Sulawesi Tengah 60,41 22,65 8,10 38,81 30,44
n Menurut Sulawesi Selatan 49,21 26,61 5,02 33,40 34,97
Provinsi Sulawesi Tenggara 56,88 24,56 9,16 33,06 33,22
dan Gorontalo 58,89 13,51 15,33 29,11 42,06
Perilaku Sulawesi Barat 61,50 22,02 11,08 30,72 36,18
KRT/Pas Maluku 58,32 20,34 12,86 39,86 26,94
anganny
Maluku Utara 65,87 18,94 7,87 43,57 29,62
a dalam
Papua Barat 61,49 11,96 10,33 52,26 25,45
Mendidi
k Anak Papua 63,19 12,20 15, 44,78 27,61
Umur 1- 41
14 Indonesia 51,63 21,95 10, 25,03 42,53
50
Tahun,
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
2014
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Provinsi

(
1
)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

228 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Lampiran 7.5 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014

Perkotaan + Perdesaan
Jenis Tindakan
Kekerasan
Provi
Mengurung Mendoron M
nsi Meman Membent Mencu
/M g/
ggil ak/ bit/
eninggalka Menggunc M
Bodoh Menaku Menje
n di Kamar ang Badan
dll. ti wer
M

(1) ( (3) (4) ( (6)


2 5
) )
Aceh 14,71 33,34 1,72 4,05 35,28 4
Sumatera Utara 22,58 48,76 2,93 6,47 40,85 6
Sumatera Barat 17,60 31,49 1,31 2,68 32,25 3
Riau 18,30 46,94 1,25 2,82 36,28 5
Jambi 10,63 29,13 1,73 1,87 21,81 3
Sumatera Selatan 17,32 41,72 1,86 3,49 33,82 3
Bengkulu 18,24 43,44 1,69 3,50 32,63 4
Lampung 7,73 37,77 0,81 2,23 25,92 2
Kep. Bangka Belitung 22,78 41,86 1,08 4,13 36,38 5
Kepulauan Riau 12,36 29,31 2,15 2,44 31,58 2
DKI Jakarta 6,55 33,87 2,57 1,45 28,29 2
Jawa Barat 7,04 41,67 1,27 2,48 24,85 2
Jawa Tengah 7,28 40,92 1,04 2,08 25,79 2
DI Yogyakarta 5,09 36,23 1,34 1,09 14,07 1
Jawa Timur 6,07 41,90 1,13 2,28 31,89 2
Banten 8,43 42,31 0,89 2,72 28,97 2
Bali 14,02 45,19 1,31 1,98 28,13 2
Nusa Tenggara Barat 14,31 46,00 0,55 4,44 30,95 7
Nusa Tenggara Timur 43,79 52,10 1,70 14,29 55,97 23
Kalimantan Barat 16,32 38,13 1,09 2,86 41,81 3
Kalimantan Tengah 7,19 33,51 2,10 4,26 27,79 2
Kalimantan Selatan 5,58 36,76 1,35 1,78 26,14 3
Kalimantan Timur 7,26 38,45 1,68 2,11 30,88 3
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 28,22 53,48 7,73 8,40 44,51 15
Sulawesi Tengah 27,93 53,79 1,59 4,48 44,37 10
Sulawesi Selatan 27,20 49,40 2,14 3,09 34,53 5
Sulawesi Tenggara 30,98 48,72 1,36 4,74 42,27 5
Gorontalo 18,61 37,53 2,65 2,76 37,65 16
Sulawesi Barat 30,06 49,35 2,16 3,63 41,49 9
Maluku 44,66 51,39 3,43 7,95 45,12 17

229
Pembangunan Ketahanan Keluarga 23
2016 0
Maluku Utara dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014
Papua Barat
Perkotaan
Papua
Jenis Tindakan
Kekerasan
Provi
Indonesia Mengurung Mendoron
nsi Meman Membent Mencu
/M g/
ggil ak/ bit/
eninggalka Menggunc
Lampiran Bodoh Menaku Menje
Per n di Kamar ang Badan
7.5.1 dll. ti wer
sen
tase
(1) (2) ( (4) ( (
Ru 3 5 6
ma ) ) )

h Aceh 10,55 33,22 1,97 3,93 30,68


Tan Sumatera Utara 20,42 48,64 2,95 4,73 34,81
gga Sumatera Barat 15,47 30,33 2,30 2,58 31,16
yan Riau 22,96 48,56 1,38 2,30 30,73
g Jambi 10,11 25,77 3,04 1,24 13,43
KRT
Sumatera Selatan 15,30 41,96 3,84 2,37 36,09
/Pa
Bengkulu 14,67 33,06 0,79 3,20 29,41
san
Lampung 5,34 28,98 0,00 0,56 20,77
gan
nya Kep. Bangka Belitung 24,63 38,99 0,48 3,33 37,16
Me Kepulauan Riau 11,58 25,46 2,55 2,13 28,70
ngg DKI Jakarta 6,55 33,87 2,57 1,45 28,29
una Jawa Barat 7,37 41,01 1,48 2,49 24,97
kan Jawa Tengah 7,07 41,92 1,13 2,18 26,85
Kek DI Yogyakarta 3,76 40,28 1,31 1,62 18,03
eras
Jawa Timur 5,82 39,69 1,50 1,48 30,79
an
Banten 8,48 38,10 0,92 1,50 29,18
dala
Bali 14,39 46,40 1,30 1,94 29,43
m
Me Nusa Tenggara Barat 14,31 48,30 1,17 5,29 36,81
ndi Nusa Tenggara Timur 29,43 49,39 0,55 8,11 51,40
dik Kalimantan Barat 9,91 31,41 1,80 1,57 36,82
Ana Kalimantan Tengah 4,97 30,93 0,42 2,05 29,29
k Kalimantan Selatan 5,81 37,96 1,65 1,46 29,14
Um Kalimantan Timur 4,32 37,12 1,16 1,91 27,59
ur Kalimantan Utara na na na na na
1-
Sulawesi Utara 27,36 47,02 5,41 7,03 40,21
14
Sulawesi Tengah 15,71 46,22 2,82 4,50 48,01
Tah
Sulawesi Selatan 22,96 40,61 1,25 1,82 31,35
un
Me Sulawesi Tenggara 27,38 50,84 1,32 5,49 47,87
nur Gorontalo 14,46 34,81 3,63 3,36 42,33
ut Sulawesi Barat 34,73 53,94 3,60 6,20 49,48
Pro Maluku 51,10 55,06 3,93 5,83 40,54
vins Maluku Utara 28,39 50,18 1,11 4,42 30,36
i Papua Barat 33,72 58,54 3,80 8,97 51,95

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Papua
Indonesia
Sumber :
Susenas
Modul
Hansos 2014

229
Pembangunan Ketahanan Keluarga 23
2016 0
Lampiran 7.5.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam
Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014

Perdesaan
Jenis Tindakan
Kekerasan
Provi
Mengurung Mendoron
nsi Meman Membent Mencu
/M g/
ggil ak/ bit/
eninggalka Menggunc
Bodoh Menaku Menje
n di Kamar ang Badan
dll. ti wer

(1) ( (3) (4) ( (6)


2 5
) )
Aceh 16,27 33,38 1,63 4,09 36,99
Sumatera Utara 24,40 48,86 2,92 7,94 45,92
Sumatera Barat 18,84 32,16 0,73 2,75 32,89
Riau 15,84 46,08 1,18 3,09 39,21
Jambi 10,87 30,66 1,14 2,15 25,62
Sumatera Selatan 18,30 41,60 0,90 4,04 32,71
Bengkulu 19,78 47,93 2,08 3,63 34,03
Lampung 8,45 40,39 1,05 2,73 27,46
Kep. Bangka Belitung 21,15 44,39 1,62 4,84 35,70
Kepulauan Riau 16,58 49,99 0,00 4,12 47,07
DKI Jakarta na na na na na
Jawa Barat 6,44 42,87 0,90 2,46 24,64
Jawa Tengah 7,45 40,10 0,97 2,01 24,91
DI Yogyakarta 7,80 28,00 1,39 0,00 6,02
Jawa Timur 6,30 43,88 0,80 2,99 32,87
Banten 8,31 51,88 0,82 5,51 28,50
Bali 13,39 43,10 1,34 2,04 25,89
Nusa Tenggara Barat 14,32 44,56 0,17 3,91 27,29
Nusa Tenggara Timur 46,78 52,66 1,94 15,58 56,92
Kalimantan Barat 18,80 40,73 0,81 3,36 43,73
Kalimantan Tengah 8,29 34,78 2,93 5,35 27,05
Kalimantan Selatan 5,41 35,88 1,13 2,01 23,92
Kalimantan Timur 11,59 40,42 2,44 2,39 35,71
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 28,82 58,04 9,37 9,36 47,54
Sulawesi Tengah 31,03 55,71 1,28 4,48 43,45
Sulawesi Selatan 29,62 54,41 2,64 3,81 36,34
Sulawesi Tenggara 32,18 48,01 1,37 4,49 40,38
Gorontalo 20,41 38,71 2,23 2,50 35,62
Sulawesi Barat 28,81 48,12 1,77 2,94 39,34
Maluku 40,95 49,28 3,14 9,17 47,75

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Maluku Utara Mengguna- kan Kekerasan
Papua Barat Tidak Mengguna- kan
Papua
Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Indonesia Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Lampiran
Persentase Tidak Mengguna- kan
7.6 Rumah Tangga
Kekerasan
Menurut Provinsi, (1)
(2)
Pendidikan (3)
(4)
KRT/Pasangan (5)
dan Perilaku (6)
(7)
KRT/Pasangannya
Aceh
dalam Mendidik 60,80
Anak Umur 1-14 39,20
Tahun, 2014 63,35
Perkotaan + 36,65
59,00
Perdesaan 41,00

Sumatera Utara
Provinsi 65,75
P 34,25
e 68,43
n 31,57
d 67,96
i 32,04
d
i Sumatera Barat
k 58,35
a 41,65
n 50,51
49,49
K 57,80
R 42,20
T
/
PRiau
a 60,31
s 39,69
a 61,10
n 38,90
g 64,56
a 35,44
n
Tidak Puny Jambi
a Ijasah SD 53,89
SD/ Sederajat 46,11
SMP/ Sederajat 44,23

231
Pembangunan Ketahanan Keluarga 23
2016 2
55,77 60,71
41,97 39,29
58,03
Jawa Barat
Sumatera Selatan 58,10
58,56 41,90
41,44 52,39
55,55 47,61
44,45 50,45
58,09 49,55
41,91
Jawa Tengah
Bengkulu 49,73
72,83 50,27
27,17 52,77
57,60 47,23
42,40 53,39
57,45 46,61
42,55
DI Yogyakarta
Lampung 42,28
50,72 57,72
49,28 51,32
55,74 48,68
44,26 36,43
49,15 63,57
50,85
Jawa Timur
Kep. Bangka Belitung 60,11
62,40 39,89
37,60 54,84
60,47 45,16
39,53 56,28
65,52 43,72
34,48
Banten
Kepulauan Riau 64,55
52,01 35,45
47,99 62,84
53,97 37,16
46,03 58,81
57,13 41,19
42,87
Bali
DKI Jakarta 47,15
58,71 52,85
41,29 64,13
45,38 35,87
54,62 56,69

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
43,31
Kalimantan Utara
Nusa Tenggara Barat na
57,59 na
42,41 na
60,52 na
39,48 na
59,78 na
40,22
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur 76,57
75,59 23,43
24,41 74,86
80,90 25,14
19,10 69,64
79,29 30,36
20,71
Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat 65,81
59,77 34,19
40,23 70,67
62,61 29,33
37,39 71,67
58,69 28,33
41,31
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah 66,12
52,15 33,88
47,85 63,80
44,94 36,20
55,06 63,14
48,02 36,86
51,98
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan 76,10
47,99 23,90
52,01 67,32
50,21 32,68
49,79 69,29
46,42 30,71
53,58
Gorontalo
Kalimantan Timur 63,81
46,99 36,19
53,01 55,73
53,39 44,27
46,61 50,32
55,57 49,68
44,43
231
Pembangunan Ketahanan Keluarga 23
2016 2
Sulawesi Barat
76,52
23,48
66,07
33,93
73,88
26,12

Maluku
75,45
24,55
77,13
22,87
70,57
29,43

Maluku Utara
74,49
25,51
70,94
29,06
61,28
38,72

Papua Barat
80,68
19,32
76,18
23,82
74,97
25,03
Papua
86,38
13,62
75,08
24,92
64,13
35,87

Indonesia
59,71
40,29
56,77
43,23
56,37
43,63

Sumber :
Susenas
Modul
Hansos 2014

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.6 (Sambungan)

Perkotaan + Perdesaan

Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
SMA/ Se
derajat
Perguruan Tinggi

Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan Kekerasan

Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan Kekerasan
(1)
(8)
(9)
(10)
(11)
Aceh
43,09
56,91
43,09
56,91

Sumatera Utara
62,81
37,19
46,59
53,41

Sumatera Barat
48,11
51,89
36,16
63,84

Riau
64,16
35,84
51,97
48,03

Jambi
36,13
63,87
27,09
233

Pembangunan Ketahanan Keluarga 233


2016
72,91

Sumatera Selatan
56,49
43,51
48,96
51,04

Bengkulu
55,76
44,24
45,61
54,39

Lampung
36,76
63,24
43,16
56,84

Kep. Bangka Belitung


55,46
44,54
34,74
65,26

Kepulauan Riau
37,09
62,91
38,07
61,93

DKI Jakarta
44,29
55,71
41,46
58,54

Jawa Barat
48,75
51,25
41,66
58,34

Jawa Tengah
50,60
49,40
40,93

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
59,07

DI Yogyakarta
42,06
57,94
30,90
69,10

Jawa Timur
50,80
49,20
46,51
53,49

Banten
48,45
51,55
37,83
62,17

Bali
56,65
43,35
39,91
60,09

Nusa Tenggara Barat


49,54
50,46
44,53
55,47

Nusa Tenggara Timur


69,19
30,81
69,97
30,03

Kalimantan Barat
58,99
41,01
53,70
46,30

Kalimantan Tengah
47,17
52,83
40,55
235

Pembangunan Ketahanan Keluarga 235


2016
59,45

Kalimantan Selatan
48,03
51,97
34,46
65,54

Kalimantan Timur
50,20
49,80
42,61
57,39

Kalimantan Utara
na
na
na
na

Sulawesi Utara
66,94
33,06
65,70
34,30

Sulawesi Tengah
67,61
32,39
59,55
40,45

Sulawesi Selatan
60,77
39,23
45,90
54,10

Sulawesi Tenggara
65,64
34,36
61,29
38,71

Gorontalo
59,21
40,79
56,30

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
43,70

Sulawesi Barat
61,34
38,66
41,84
58,16

Maluku
74,77
25,23
72,33
27,67

Maluku Utara
67,68
32,32
69,43
30,57

Papua Barat
75,54
24,46
69,06
30,94
Papua
67,47
32,53
58,43
41,57

Indonesia
51,87
48,13
44,07
55,93

Lampiran 7.6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku
KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Perkotaan

Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Tidak Puny
a Ijasah SD
SD/ Sederajat
SMP/ Sederajat

237

Pembangunan Ketahanan Keluarga 237


2016
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Aceh
61,65
38,35
66,03
33,97
52,30
47,70

Sumatera Utara
51,43
48,57
65,68
34,32
63,27
36,73

Sumatera Barat
65,29
34,71
48,37
51,63
56,37
43,63

Riau
53,78
46,22
74,23
25,77
67,81
32,19

Jambi
44,41
55,59

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
57,24
42,76
46,26
53,74

Sumatera Selatan
57,61
42,39
62,74
37,26
58,24
41,76

Bengkulu
86,18
13,82
45,01
54,99
57,37
42,63

Lampung
56,16
43,84
49,78
50,22
44,49
55,51

Kep. Bangka Belitung


85,01
14,99
54,86
45,14
66,37
33,63

Kepulauan Riau
41,30
58,70
49,12
50,88
54,31
45,69

DKI Jakarta
58,71
41,29

239

Pembangunan Ketahanan Keluarga 239


2016
45,38
54,62
60,71
39,29

Jawa Barat
65,16
34,84
53,90
46,10
48,25
51,75

Jawa Tengah
50,45
49,55
54,86
45,14
54,00
46,00

DI Yogyakarta
62,79
37,21
71,21
28,79
38,87
61,13

Jawa Timur
61,12
38,88
54,15
45,85
53,91
46,09

Banten
57,44
42,56
62,21
37,79
57,71
42,29

Bali
43,17
56,83

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
73,24
26,76
59,30
40,70

Nusa Tenggara Barat


44,50
55,50
73,71
26,29
66,76
33,24

Nusa Tenggara Timur


77,99
22,01
75,00
25,00
71,16
28,84

Kalimantan Barat
77,47
22,53
58,03
41,97
54,67
45,33

Kalimantan Tengah
61,88
38,12
48,33
51,67
44,91
55,09

Kalimantan Selatan
45,77
54,23
56,61
43,39
51,03
48,97

Kalimantan Timur
38,84
61,16

241

Pembangunan Ketahanan Keluarga 241


2016
60,94
39,06
51,21
48,79

Kalimantan Utara
na
na
na
na
na
na

Sulawesi Utara
72,94
27,06
69,70
30,30
69,14
30,86

Sulawesi Tengah
48,54
51,46
77,33
22,67
67,88
32,12

Sulawesi Selatan
80,97
19,03
58,23
41,77
57,90
42,10

Sulawesi Tenggara
88,95
11,05
74,56
25,44
87,62
12,38

Gorontalo
78,73
21,27

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
54,15
45,85
52,93
47,07

Sulawesi Barat
92,47
7,53
75,36
24,64
72,06
27,94

Maluku
79,30
20,70
85,41
14,59
84,68
15,32

Maluku Utara
83,61
16,39
83,12
16,88
66,62
33,38

Papua Barat
83,24
16,76
78,76
21,24
71,56
28,44
Papua
100,00
-
63,86
36,14
59,64
40,36

Indonesia
59,73
40,27
56,74
43,26
54,31

243

Pembangunan Ketahanan Keluarga 243


2016
45,69

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.6.1 (Sambungan)

Perkotaan
Pendidikan KRT/Pasangan
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
Provinsi Tidak Tidak Menggunakan
Menggunakan Kekerasan Kekerasan
Menggunakan
Menggunakan Kekerasan
Kekerasan
(1)
(8)
(9)
(10)
(11)
Aceh
41,64
58,36
37,98
62,02

Sumatera Utara
57,58
42,42
41,42
58,58

Sumatera Barat
46,14
53,86
30,17
69,83

Riau
60,76
39,24
50,55
49,45

Jambi
33,96
66,04
24,06
75,94

Sumatera Selatan
60,86
39,14
51,15
48,85
Bengkulu
49,10
50,90
35,38
64,62

Lampung
30,74
69,26
25,83
74,17

Kep. Bangka Belitung


52,11
47,89
35,78
64,22

Kepulauan Riau
35,74
64,26
37,76
62,24

DKI Jakarta
44,29
55,71
41,46
58,54

Jawa Barat
47,98
52,02
41,57
58,43

Jawa Tengah
49,71
50,29
40,60
59,40

DI Yogyakarta
44,24
55,76
32,08
67,92
Jawa Timur
49,79
50,21
46,50
53,50

Banten
46,80
53,20
39,09
60,91

Bali
57,19
42,81
37,22
62,78

Nusa Tenggara Barat


49,26
50,74
35,56
64,44

Nusa Tenggara Timur


63,10
36,90
61,18
38,82

Kalimantan Barat
50,78
49,22
42,37
57,63

Kalimantan Tengah
45,27
54,73
44,91
55,09

Kalimantan Selatan
49,93
50,07
33,70
66,30
Kalimantan Timur
48,53
51,47
32,99
67,01

Kalimantan Utara
na
na
na
na

Sulawesi Utara
55,91
44,09
70,34
29,66

Sulawesi Tengah
57,11
42,89
65,99
34,01

Sulawesi Selatan
53,53
46,47
45,46
54,54

Sulawesi Tenggara
66,23
33,77
67,86
32,14

Gorontalo
47,73
52,27
47,77
52,23

Sulawesi Barat
76,25
23,75
52,69
47,31
Maluku
72,16
27,84
76,27
23,73

Maluku Utara
51,86
48,14
72,47
27,53

Papua Barat
79,86
20,14
78,04
21,96
Papua
66,70
33,30
52,40
47,60

Indonesia
49,47
50,53
42,22
57,78

Lampiran 7.6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku
KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Perdesaan

Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Tidak Puny
a Ijasah SD
SD/ Sederajat
SMP/ Sederajat
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
Mengguna- kan Kekerasan
Tidak Mengguna- kan
Kekerasan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Aceh
60,65
39,35
62,88
37,12
60,74
39,26

Sumatera Utara
70,92
29,08
69,77
30,23
71,39
28,61

Sumatera Barat
56,23
43,77
50,96
49,04
58,55
41,45

Riau
61,35
38,65
56,56
43,44
63,26
36,74

Jambi
56,10
43,90
41,49
58,51
40,24
59,76

Sumatera Selatan
58,75
41,25
54,06
45,94
58,02
41,98

Bengkulu
71,52
28,48
59,69
40,31
57,49
42,51

Lampung
49,69
50,31
56,79
43,21
50,56
49,44

Kep. Bangka Belitung


53,91
46,09
63,38
36,62
64,58
35,42

Kepulauan Riau
71,86
28,14
63,80
36,20
66,67
33,33

DKI Jakarta
na
na
na
na
na
na

Jawa Barat
50,57
49,43
50,90
49,10
55,29
44,71

Jawa Tengah
49,32
50,68
51,74
48,26
52,89
47,11

DI Yogyakarta
34,18
65,82
28,42
71,58
33,27
66,73

Jawa Timur
59,70
40,30
55,20
44,80
58,54
41,46

Banten
69,67
30,33
63,47
36,53
62,75
37,25

Bali
50,74
49,26
57,17
42,83
52,77
47,23

Nusa Tenggara Barat


64,52
35,48
53,27
46,73
56,52
43,48

Nusa Tenggara Timur


75,45
24,55
81,38
18,62
81,95
18,05

Kalimantan Barat
57,50
42,50
63,50
36,50
60,80
39,20

Kalimantan Tengah
49,12
50,88
43,98
56,02
49,14
50,86

Kalimantan Selatan
48,81
51,19
47,98
52,02
42,75
57,25

Kalimantan Timur
52,06
47,94
48,06
51,94
62,41
37,59

Kalimantan Utara
na
na
na
na
na
na

Sulawesi Utara
78,00
22,00
77,08
22,92
69,88
30,12

Sulawesi Tengah
68,04
31,96
69,66
30,34
72,58
27,42

Sulawesi Selatan
63,45
36,55
66,06
33,94
65,69
34,31

Sulawesi Tenggara
74,70
25,30
66,39
33,61
65,58
34,42

Gorontalo
60,75
39,25
56,33
43,67
48,59
51,41

Sulawesi Barat
72,90
27,10
64,52
35,48
74,30
25,70

Maluku
75,00
25,00
75,56
24,44
62,96
37,04

Maluku Utara
73,06
26,94
69,68
30,32
59,88
40,12

Papua Barat
80,33
19,67
75,78
24,22
76,05
23,95
Papua
85,70
14,30
77,07
22,93
66,36
33,64

Indonesia
59,70
40,30
56,78
43,22
58,35
41,65

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


Lampiran 7.6.2 (Sambungan)

Perdesaan

Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
SMA/ Se
derajat
Perguruan Tinggi

Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan Kekerasan

Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan Kekerasan
(1)
(8)
(9)
(10)
(11)
Aceh
43,91
56,09
49,11
50,89

Sumatera Utara
69,50
30,50
57,46
42,54

Sumatera Barat
50,56
49,44
45,20
54,80

Riau
67,33
32,67
54,83
45,17

Jambi
37,94
62,06
32,23

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
67,77

Sumatera Selatan
50,70
49,30
43,60
56,40

Bengkulu
60,05
39,95
68,42
31,58

Lampung
39,89
60,11
58,21
41,79

Kep. Bangka Belitung


62,69
37,31
29,51
70,49

Kepulauan Riau
62,45
37,55
49,24
50,76

DKI Jakarta
na
na
na
na

Jawa Barat
53,29
46,71
42,48
57,52

Jawa Tengah
52,14
47,86

237

Pembangunan Ketahanan Keluarga 23


2016 8
41,85
58,15

DI Yogyakarta
36,33
63,67
17,88
82,12

Jawa Timur
52,96
47,04
46,56
53,44

Banten
78,27
21,73
23,04
76,96

Bali
55,21
44,79
55,21
44,79

Nusa Tenggara Barat


49,82
50,18
53,96
46,04

Nusa Tenggara Timur


73,21
26,79
79,61
20,39

Kalimantan Barat
66,66
33,34
75,53
24,47

Kalimantan Tengah
49,49

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
50,51
36,55
63,45

Kalimantan Selatan
44,30
55,70
36,19
63,81

Kalimantan Timur
55,20
44,80
66,75
33,25

Kalimantan Utara
na
na
na
na

Sulawesi Utara
79,99
20,01
59,20
40,80

Sulawesi Tengah
71,41
28,59
52,18
47,82

Sulawesi Selatan
68,65
31,35
46,67
53,33

Sulawesi Tenggara
65,19
34,81
54,24
45,76

Gorontalo

237

Pembangunan Ketahanan Keluarga 23


2016 8
66,76
33,24
66,02
33,98

Sulawesi Barat
53,88
46,12
35,51
64,49

Maluku
77,97
22,03
64,94
35,06

Maluku Utara
79,01
20,99
66,38
33,62

Papua Barat
72,32
27,68
61,52
38,48
Papua
68,12
31,88
73,92
26,08

Indonesia
56,76
43,24
49,93
50,07

Pem Sumber : Susenas Modul Hansos 2014


ban
Lampiran 7.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015

Perkotaan + Perdesaan
Rumah Tangga Jenis Tindak Pidana
yang Menjadi Pencurian
Provinsi Korban Tindak Pencurian Penganiayaan dengan Pelecehan
Lainnya Seksual
Pidana Kekerasan
( (2) (3) (4) (5) ( (7)
1 6
) )
Aceh 2,44 2,14 0,04 0,03 0,00 0,2
5
Sumatera Utara 3,13 2,80 0,09 0,07 0,05 0,3
3
Sumatera Barat 2,90 2,39 0,24 0,08 0,09 0,4
5
Riau 3,94 3,50 0,11 0,09 0,03 0,4
2
Jambi 3,58 3,16 0,05 0,12 0,00 0,4
0
Sumatera Selatan 4,81 4,25 0,09 0,24 0,01 0,2
8
Bengkulu 4,69 4,21 0,20 0,12 0,00 0,1
9
Lampung 4,53 3,74 0,15 0,17 0,00 0,6
4
Kep. Bangka Belitung 3,61 3,05 0,15 0,17 0,08 0,5
6
Kepulauan Riau 2,57 2,23 0,14 0,00 0,00 0,2
2
DKI Jakarta 4,44 3,59 0,09 0,13 0,06 0,8
1
Jawa Barat 3,37 2,81 0,10 0,06 0,02 0,5
3
Jawa Tengah 3,08 2,35 0,12 0,09 0,02 0,6
1
DI Yogyakarta 4,35 3,30 0,17 0,11 0,00 0,7
7
Jawa Timur 3,23 2,66 0,06 0,07 0,04 0,5
3
Banten 3,58 3,07 0,03 0,09 0,01 0,4
9
Bali 2,49 2,14 0,02 0,10 0,02 0,3
3
Nusa Tenggara Barat 5,82 5,24 0,11 0,21 0,05 0,5
6
Nusa Tenggara Timur 3,94 3,53 0,27 0,08 0,08 0,2
1
Kalimantan Barat 2,20 2,04 0,00 0,00 0,00 0,1
9
Kalimantan Tengah 2,36 2,02 0,04 0,03 0,02 0,3
7
Kalimantan Selatan 3,27 2,85 0,05 0,06 0,04 0,3
4
Kalimantan Timur 2,14 1,83 0,05 0,05 0,00 0,2
1
Kalimantan Utara 3,41 3,05 0,16 0,00 0,00 0,3
4
Sulawesi Utara 4,07 3,59 0,30 0,05 0,02 0,1
8
Sulawesi Tengah 4,75 4,30 0,08 0,00 0,02 0,4
5
Sulawesi Selatan 3,27 2,83 0,20 0,11 0,04 0,3
6
Sulawesi Tenggara 4,56 3,84 0,37 0,02 0,00 0,3
8
Gorontalo 3,86 3,38 0,30 0,00 0,02 0,2
9
Sulawesi Barat 2,47 2,27 0,05 0,00 0,00 0,1
5
Maluku 3,92 2,99 0,42 0,00 0,01 0,5
5
Maluku Utara 2,75 2,55 0,10 0,03 0,01 0,1
5
Papua Barat 4,67 3,94 0,55 0,07 0,15 0,2
8
Papua 4,42 3,91 0,33 0,22 0,00 0,3
7
Indonesia 3,48 2,92 0,11 0,09 0,03 0,4
9
Sumber: Susenas KOR 2015
Lampiran 7.7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami,
2015
Perkotaan Rumah Jenis Tindak
Tangga Pidana
Provinsi
yang Pencuri
Pelece
Menjadi Pencuri Penganiaya an
han
Korban an an denga
Seksu
Tindak n
al
Pida Kekera
na san
(1) (2) (3) (4) ( (6)
5
)
Aceh 3,98 3,64 0,01 0,03 0,
0
0
Sumatera Utara 4,07 3,60 0,11 0,12 0,
0
8
Sumatera Barat 4,16 3,49 0,24 0,06 0,
0
6
Riau 5,69 5,12 0,10 0,07 0,
0
0
Jambi 4,60 3,76 0,11 0,19 0,
0
0
Sumatera Selatan 5,49 4,60 0,03 0,48 0,
0
3
Bengkulu 5,83 4,92 0,28 0,23 0,
0
0
Lampung 4,38 3,51 0,16 0,24 0,
0
0
Kep. Bangka Belitung 3,41 2,95 0,16 0,23 0,
1
6
Kepulauan Riau 2,83 2,53 0,16 0,00 0,
0
0
DKI Jakarta 4,44 3,59 0,09 0,13 0,
0
6
Jawa Barat 3,77 3,13 0,13 0,08 0,
0
3
Jawa Tengah 3,65 2,79 0,14 0,10 0,
0

Pembangunan Ketahanan Keluarga 24


2016 0
0
DI Yogyakarta Maluku 5,47 4,35 0,63 0,00 0,
0
0
Jawa Timur Maluku Utara 4,66 4,29 0,26 0,00 0,
0
0
Banten Papua Barat 6,74 6,49 0,64 0,19 0,
0
0
Bali Papua 5,56 5,02 0,20 0,14 0,
0
0
Nusa Tenggara Indonesia 4,05 3,37 0,12 0,11 0,
0
4
Nusa Tenggara Sumber: Susenas KOR 2015
Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak
n 7.7.2 Pidana yang Dialami, 2015
Kalimantan Barat
Perdesa
an
Kalimantan Tengah
Rumah Jenis Tindak
Tangga Pidana
Provinsi yang Pencuri
Kalimantan Selatan Pelece
Menjadi Pencuri Penganiaya an
denga han
Korban an an
Tindak n Seksu
Kalimantan Timur al
Pidana Kekera
san
( ( (3) (4) ( (
Kalimantan Utara 1 2 5 6
) ) ) )
Aceh 1,84 1,56 0,05 0,04 0,00
Sulawesi Utara Sumatera Utara 2,24 2,04 0,08 0,02 0,02
Sumatera Barat 2,07 1,67 0,23 0,10 0,12
Riau 2,83 2,48 0,11 0,10 0,05
Sulawesi Tengah Jambi 3,17 2,92 0,02 0,09 0,00
Sumatera Selatan 4,46 4,07 0,12 0,12 0,00
Bengkulu 4,21 3,90 0,16 0,08 0,00
Sulawesi Selatan
Lampung 4,58 3,81 0,15 0,14 0,00
Kep. Bangka Belitung 3,79 3,13 0,14 0,11 0,00
Sulawesi Tenggara Kepulauan Riau 1,22 0,64 0,02 0,00 0,00
DKI Jakarta na na na na na
Jawa Barat 2,61 2,21 0,05 0,02 0,00
Gorontalo
Jawa Tengah 2,61 2,00 0,10 0,08 0,01
DI Yogyakarta 1,15 0,87 0,00 0,00 0,00
Sulawesi Barat Jawa Timur 2,78 2,36 0,03 0,04 0,01
Banten 2,94 2,42 0,03 0,10 0,03

239 Pembangunan Ketahanan Keluarga


2016
Bali
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber:
Susenas KOR
2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 24


2016 0
Lampiran 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah
Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Perkotaan + Perdesaan

Provinsi
Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana
Ada Tidak Ada

Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Aceh
2,44
97,56
100,00

Sumatera Utara
3,13
96,87
100,00

Sumatera Barat
2,90
97,10
100,00

Riau
3,94
96,06
100,00

Jambi
3,58
96,42
100,00

Sumatera Selatan
4,81
95,19
100,00

Bengkulu
4,69
95,31
241
Pembangunan Ketahanan Keluarga 241
2016
100,00
Bali
Lampung 2,49
4,53 97,51
95,47 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung 5,82
3,61 94,18
96,39 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
Kepulauan Riau 3,94
2,57 96,06
97,43 100,00
100,00
Kalimantan Barat
DKI Jakarta 2,20
4,44 97,80
95,56 100,00
100,00
Kalimantan Tengah
Jawa Barat 2,36
3,37 97,64
96,63 100,00
100,00
Kalimantan Selatan
Jawa Tengah 3,27
3,08 96,73
96,92 100,00
100,00
Kalimantan Timur
DI Yogyakarta 2,14
4,35 97,86
95,65 100,00
100,00
Kalimantan Utara
Jawa Timur 3,41
3,23 96,59
96,77 100,00
100,00
Sulawesi Utara
Banten 4,07
3,58 95,93
96,42 100,00
100,00

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Sulawesi Tengah 96,52
4,75 100,00
95,25
100,00 Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
n 7.8.1 Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak
Sulawesi Selatan
Pidana, 2015
3,27
96,73
Perkotaa
100,00 n

Sulawesi Tenggara Provinsi


4,56 Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana
95,44
100,00 Ada Tidak Ada

Gorontalo Total
3,86 (1)
(2)
96,14 (3)
100,00 (4)

Aceh
Sulawesi Barat 3,98
96,02
2,47 100,00
97,53
100,00
Sumatera Utara
4,07
Maluku 95,93
3,92 100,00
96,08
100,00
Sumatera Barat
4,16
Maluku Utara 95,84
2,75 100,00
97,25
100,00 Riau
5,69
Papua Barat 94,31
4,67 100,00
95,33
100,00
Papua Jambi
4,42 4,60
95,58 95,40
100,00 100,00

Indonesia Sumatera Selatan


5,49
3,48
94,51
243
Pembangunan Ketahanan Keluarga 243
2016
100,00
Banten
Bengkulu 3,87
5,83 96,13
94,17 100,00
100,00
Bali
Lampung 2,77
4,38 97,23
95,62 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung 6,08
3,41 93,92
96,59 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
Kepulauan Riau 3,94
2,83 96,06
97,17 100,00
100,00
Kalimantan Barat
DKI Jakarta 4,52
4,44 95,48
95,56 100,00
100,00
Kalimantan Tengah
Jawa Barat 3,34
3,77 96,66
96,23 100,00
100,00
Kalimantan Selatan
Jawa Tengah 3,80
3,65 96,20
96,35 100,00
100,00
Kalimantan Timur
DI Yogyakarta 2,97
5,83 97,03
94,17 100,00
100,00
Kalimantan Utara
Jawa Timur 5,17
3,72 94,83
96,28 100,00
100,00

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Sulawesi Utara 100,00
4,24
95,76 Indonesia
100,00 4,05
95,95
Sulawesi Tengah 100,00
7,78
92,22
Sumber : Susenas KOR 2015
100,00
Lampira Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
Sulawesi Selatan
n 7.8.2 Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak
4,11
95,89 Pidana, 2015
100,00 Perdesaa
n
Sulawesi Tenggara
6,90 Provinsi
93,10
Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana
100,00
Ada Tidak Ada
Gorontalo
6,46
Total
93,54 (1)
100,00 (2)
(3)
(4)
Sulawesi Barat
Aceh
3,10 1,84
96,90 98,16
100,00 100,00

Maluku Sumatera Utara


5,47 2,24
94,53 97,76
100,00 100,00

Maluku Utara Sumatera Barat


4,66 2,07
95,34 97,93
100,00 100,00

Papua Barat Riau


6,74 2,83
93,26 97,17
100,00 100,00
Papua
5,56
Jambi
94,44
245
Pembangunan Ketahanan Keluarga 245
2016
3,17 98,85
96,83 100,00
100,00
Jawa Timur
Sumatera Selatan 2,78
4,46 97,22
95,54 100,00
100,00
Banten
Bengkulu 2,94
4,21 97,06
95,79 100,00
100,00
Bali
Lampung 2,03
4,58 97,97
95,42 100,00
100,00
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung 5,64
3,79 94,36
96,21 100,00
100,00
Nusa Tenggara Timur
Kepulauan Riau 3,94
1,22 96,06
98,78 100,00
100,00
Kalimantan Barat
DKI Jakarta 1,23
na 98,77
na 100,00
na
Kalimantan Tengah
Jawa Barat 1,87
2,61 98,13
97,39 100,00
100,00
Kalimantan Selatan
Jawa Tengah 2,88
2,61 97,12
97,39 100,00
100,00
Kalimantan Timur
DI Yogyakarta 0,75
1,15 99,25

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
100,00
Papua Barat
Kalimantan Utara 3,46
1,26 96,54
98,74 100,00
100,00 Papua
4,05
95,95
Sulawesi Utara
100,00
3,92
96,08
100,00 Indonesia
2,90
Sulawesi Tengah 97,10
3,80 100,00
96,20
100,00

Sulawesi Selatan
2,79
97,21
100,00

Sulawesi Tenggara
3,61
96,39
100,00

Gorontalo
2,49
97,51
100,00

Sulawesi Barat
2,32
97,68
100,00

Maluku
2,89
97,11
100,00

Maluku Utara
2,02
97,98
100,00
247
Pembangunan Ketahanan Keluarga 247
2016
Lampiran 8.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Perkotaan + Perdesaan
Lansia
Rumah Tangga
Provi Ada, Ada, Total
yang Terdapat
nsi Tinggal Tinggal
Lansia
Sendiri Bersama ART
an Lain
(1) ( (3) (4) (5)
2
)
Aceh 21,60 17,15 82,85 100,00
Sumatera Utara 22,07 13,92 86,08 100,00
Sumatera Barat 28,55 12,76 87,24 100,00
Riau 15,61 8,62 91,38 100,00
Jambi 19,73 9,21 90,79 100,00
Sumatera Selatan 21,56 7,20 92,80 100,00
Bengkulu 19,57 11,54 88,46 100,00
Lampung 23,30 8,47 91,53 100,00
Kep. Bangka Belitung 20,05 13,01 86,99 100,00
Kepulauan Riau 11,51 10,59 89,41 100,00
DKI Jakarta 18,99 6,52 93,48 100,00
Jawa Barat 22,95 16,76 83,24 100,00
Jawa Tengah 33,02 13,36 86,64 100,00
DI Yogyakarta 32,82 15,99 84,01 100,00
Jawa Timur 32,31 13,52 86,48 100,00
Banten 17,45 8,93 91,07 100,00
Bali 28,22 7,91 92,09 100,00
Nusa Tenggara Barat 21,08 13,38 86,62 100,00
Nusa Tenggara Timur 26,87 7,52 92,48 100,00
Kalimantan Barat 21,97 7,36 92,64 100,00
Kalimantan Tengah 15,65 10,44 89,56 100,00
Kalimantan Selatan 19,19 13,67 86,33 100,00
Kalimantan Timur 15,92 7,30 92,70 100,00
Kalimantan Utara 17,68 7,51 92,49 100,00
Sulawesi Utara 28,14 8,67 91,33 100,00
Sulawesi Tengah 23,42 7,59 92,41 100,00
Sulawesi Selatan 29,14 8,48 91,52 100,00
Sulawesi Tenggara 21,53 10,27 89,73 100,00
Gorontalo 22,04 7,94 92,06 100,00
Sulawesi Barat 21,56 9,42 90,58 100,00
Maluku 23,70 7,24 92,76 100,00
Maluku Utara 20,17 6,09 93,91 100,00
Papua Barat 13,63 6,02 93,98 100,00
Papua 8,11 6,06 93,94 100,00
Indonesia 25,14 12,55 87,45 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 8.1.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Perkotaan
Lansia
Rumah Tangga
Provi Ada, Ada, Total
yang Terdapat
nsi Tinggal Tinggal
Lansia
Sendiri Bersama ART
an Lain
(1) (2) ( ( (5)
3 4
) )
Aceh 19, 10, 89,09 100,00
54 91
Sumatera Utara 21, 10, 89,86 100,00
93 14
Sumatera Barat 25, 8,98 91,02 100,00
63
Riau 14, 6,05 93,95 100,00
85
Jambi 21, 6,41 93,59 100,00
49
Sumatera Selatan 22, 5,21 94,79 100,00
25
Bengkulu 17, 8,71 91,29 100,00
04
Lampung 22, 6,71 93,29 100,00
19
Kep. Bangka Belitung 21, 9,52 90,48 100,00
04
Kepulauan Riau 10, 6,42 93,58 100,00
15
DKI Jakarta 18, 6,52 93,48 100,00
99
Jawa Barat 21, 14, 85,90 100,00
61 10
Jawa Tengah 32, 13, 86,30 100,00
09 70
DI Yogyakarta 28, 18, 81,97 100,00
20 03
Jawa Timur 30, 11, 88,13 100,00
28 87
Banten 15, 5,91 94,09 100,00
71
Bali 24, 4,85 95,15 100,00
18
Nusa Tenggara Barat 21, 13, 86,78 100,00
30 22
Nusa Tenggara Timur 23, 5,50 94,50 100,00
23

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Kalimantan Barat 23, 6,42 93,58 100,00
56
Kalimantan Tengah 14, 6,87 93,13 100,00
98
Kalimantan Selatan 17, 10, 89,68 100,00
82 32
Kalimantan Timur 15, 4,71 95,29 100,00
81
Kalimantan Utara 17, 7,37 92,63 100,00
60
Sulawesi Utara 27, 8,19 91,81 100,00
08
Sulawesi Tengah 22, 7,07 92,93 100,00
20
Sulawesi Selatan 26, 6,47 93,53 100,00
13
Sulawesi Tenggara 18, 7,32 92,68 100,00
33
Gorontalo 22, 8,04 91,96 100,00
47
Sulawesi Barat 25, 8,55 91,45 100,00
08
Maluku 22, 5,69 94,31 100,00
03
Maluku Utara 19, 3,07 96,93 100,00
60
Papua Barat 13, 2,40 97,60 100,00
39
Papua 13,02 2,95 97,05 100,00
Indonesia 23,55 11, 88,86 100,00
14

245

Pembangunan Ketahanan Keluarga 24


2016 6
Lampiran 8.1.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Perdesaan
Lansia
Rumah Tangga
Provi Ada, Ada, Total
yang Terdapat
nsi Tinggal Tinggal
Lansia
Sendiri Bersama ART
an Lain
(1) ( (3) (4) (5)
2
)
Aceh 22,40 19,26 80,74 100,00
Sumatera Utara 22,22 17,49 82,51 100,00
Sumatera Barat 30,45 14,83 85,17 100,00
Riau 16,10 10,13 89,87 100,00
Jambi 19,01 10,50 89,50 100,00
Sumatera Selatan 21,20 8,29 91,71 100,00
Bengkulu 20,65 12,54 87,46 100,00
Lampung 23,65 9,00 91,00 100,00
Kep. Bangka Belitung 19,13 16,62 83,38 100,00
Kepulauan Riau 18,58 22,49 77,51 100,00
DKI Jakarta na na na na
Jawa Barat 25,52 21,08 78,92 100,00
Jawa Tengah 33,78 13,10 86,90 100,00
DI Yogyakarta 42,78 13,10 86,90 100,00
Jawa Timur 34,13 14,84 85,16 100,00
Banten 21,22 13,79 86,21 100,00
Bali 34,77 11,38 88,62 100,00
Nusa Tenggara Barat 20,92 13,50 86,50 100,00
Nusa Tenggara Timur 27,81 7,95 92,05 100,00
Kalimantan Barat 21,31 7,79 92,21 100,00
Kalimantan Tengah 16,00 12,13 87,87 100,00
Kalimantan Selatan 20,22 15,86 84,14 100,00
Kalimantan Timur 16,11 11,58 88,42 100,00
Kalimantan Utara 17,77 7,67 92,33 100,00
Sulawesi Utara 29,04 9,05 90,95 100,00
Sulawesi Tengah 23,81 7,74 92,26 100,00
Sulawesi Selatan 30,86 9,45 90,55 100,00
Sulawesi Tenggara 22,83 11,23 88,77 100,00
Gorontalo 21,81 7,89 92,11 100,00
Sulawesi Barat 20,74 9,66 90,34 100,00
Maluku 24,81 8,15 91,85 100,00
Maluku Utara 20,38 7,19 92,81 100,00
Papua Barat 13,77 8,07 91,93 100,00
Papua 6,51 8,08 91,92 100,00
Indonesia 26,75 13,80 86,20 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Lampiran 8.2 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah,
dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015

Klasifikasi
Wilayah
Provinsi
Perkot + Perkotaan Perdesa
aan Perdesaa
n
Ada Tidak Ada A Tidak A
d Ada d
a a
( (2) (3) (4 (5) (6
1 ) )
)
Aceh 92,03 7,97 92,67 7,33 91,
79
Sumatera Utara 88,28 11,72 91,06 8,94 85,
43
Sumatera Barat 88,92 11,08 89,86 10,14 88,
37
Riau 92,16 7,84 92,93 7,07 91,
70
Jambi 90,91 9,09 95,39 4,61 88,
75
Sumatera Selatan 90,13 9,87 92,26 7,74 88,
93
Bengkulu 87,40 12,60 91,10 8,90 86,
03
Lampung 89,04 10,96 89,88 10,12 88,
78
Kep. Bangka Belitung 89,58 10,42 90,78 9,22 88,
24
Kepulauan Riau 92,13 7,87 93,85 6,15 86,
23
DKI Jakarta 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00
Jawa Barat 85,34 14,66 87,67 12,33 81,
21
Jawa Tengah 86,85 13,15 87,36 12,64 86,
45
DI Yogyakarta 84,91 15,09 86,45 13,55 82,
85
Jawa Timur 88,04 11,96 89,02 10,98 87,
23
Banten 93,22 6,78 93,65 6,35 92,
46
Bali 89,32 10,68 93,40 6,60 84,
38
Nusa Tenggara Barat 88,85 11,15 90,58 9,42 87,
59

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Nusa Tenggara urut si, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain
Provin yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015
Kalimantan Barat
Klasifikasi
Kalimantan Tengah Wilayah
Provinsi
Kalimantan Selatan Perkot + Perkotaan Perde
aan Perdesaa
n
Kalimantan Timur
Ada Tidak Ada A Tidak Ada
Kalimantan Utara d Ada
a
(1) (2) (3) ( (5) (6)
Sulawesi Utara 4
)
Sulawesi Tengah Aceh 92,03 7,97 92,67 7,33 91,
79
Sulawesi Selatan Sumatera Utara 88,28 11, 91,06 8,94 85,
72 43
Sulawesi Tenggara Sumatera Barat 88,92 11, 89,86 10, 88,
08 14 37
Gorontalo Riau 92,16 7,84 92,93 7,07 91,
70
Sulawesi Barat Jambi 90,91 9,09 95,39 4,61 88,
75
Maluku Sumatera Selatan 90,13 9,87 92,26 7,74 88,
93
Maluku Utara Bengkulu 87,40 12, 91,10 8,90 86,
60 03
Papua Barat Lampung 89,04 10, 89,88 10, 88,
96 12 78
Papua Kep. Bangka Belitung 89,58 10, 90,78 9,22 88,
42 24
Indonesia Kepulauan Riau 92,13 7,87 93,85 6,15 86,
23
DKI Jakarta 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00
Lampiran
Pers Jawa Barat 85,34 14, 87,67 12, 81,
8.2 enta
66 33 21
se Jawa Tengah 86,85 13, 87,36 12, 86,
Rum 15 64 45
ah DI Yogyakarta 84,91 15, 86,45 13, 82,
Tan 09 55 85
gga Jawa Timur 88,04 11, 89,02 10, 87,
yan 96 98 23
g Banten 93,22 6,78 93,65 6,35 92,
Me 46
mili Bali 89,32 10, 93,40 6,60 84,
ki 68 38
Lans Nusa Tenggara Barat 88,85 11, 90,58 9,42 87,
ia 15 59
Men Nusa Tenggara Timur 94,70 5,30 95,98 4,02 94,
247
Pembangunan Ketahanan Keluarga 24
2016 8
Kalimantan

Kalimantan

Kalimantan

Kalimantan

Kalimantan

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

Pem Sumber : Susenas KOR 2015


ban
Lampiran 8.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Perkotaan + Perdesaan

Rumah Tangga yang Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sos


Terdapat
Kegiatan Sosial
Provi
Kemasyarakatan di Tid
nsi Sel Ser Jar
Lingkungan Tempat Tinggal ak
alu ing ang
Per
nah
(1) (2) (3) (4) (5) (
6
)
Aceh 83,72 2,74 21,1 37,4 38,6
2 5 8
Sumatera Utara 81,50 2,59 22,8 38,2 36,3
3 4 5
Sumatera Barat 90,32 3,99 21,4 39,7 34,7
9 6 6
Riau 95,94 5,81 28,4 38,2 27,4
7 3 9
Jambi 93,01 4,85 41,6 33,0 20,5
2 0 2
Sumatera Selatan 87,30 4,01 25,4 38,5 32,0
5 4 0
Bengkulu 92,30 5,58 24,9 33,4 35,9
4 9 9
Lampung 87,79 2,99 22,4 37,6 36,9
6 2 2
Kep. Bangka Belitung 91,55 0,86 16,7 39,8 42,4
9 9 6
Kepulauan Riau 95,43 5,33 20,0 43,5 31,0
6 5 6
DKI Jakarta 93,94 4,18 17,2 35,8 42,7
6 5 0
Jawa Barat 88,55 3,82 18,3 40,5 37,2
7 2 8
Jawa Tengah 94,39 9,56 40,4 25,2 24,8
0 3 0
DI Yogyakarta 99,86 13,99 55,5 16,6 13,8
0 5 6
Jawa Timur 90,66 8,57 31,8 27,2 32,3
1 9 4
Banten 85,13 2,18 20,0 40,7 37,0
2 9 2
Bali 93,06 7,52 24,4 23,0 44,9
4 5 9
Nusa Tenggara Barat 72,91 4,87 21,0 25,3 48,7
5 2 6
Nusa Tenggara Timur 81,83 8,15 30,6 32,1 29,0
0 8 7
Kalimantan Barat 87,09 3,88 25,0 39,2 31,8
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

25
0
Terdapat
Kalimantan Tengah Kegiatan Sosial
Provinsi
Kemasyarakatan di Tid
Sel Ser Jar
Kalimantan Selatan Lingkungan Tempat Tinggal ak
alu ing ang
Per
Kalimantan Timur nah
(1) (2) (3) (4) (5) (
6
)
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara Aceh 87,81 4,97 18,3 37,2 39,4
2 9 2
Sumatera Utara 78,80 1,60 19,1 37,0 42,1
Sulawesi Tengah
9 4 7
Sumatera Barat 93,19 5,06 23,7 36,4 34,7
Sulawesi Selatan
3 2 9
Riau 94,32 4,28 30,1 37,4 28,1
Sulawesi Tenggara
3 9 0
Jambi 91,86 7,93 36,4 35,8 19,7
Gorontalo
7 5 4
Sumatera Selatan 76,17 8,23 24,4 32,5 34,7
Sulawesi Barat
8 6 3
Bengkulu 93,03 5,70 29,5 31,3 33,3
Maluku
7 6 7
Lampung 84,71 3,23 20,6 34,4 41,6
Maluku Utara
5 9 3
Kep. Bangka Belitung 89,87 1,49 18,9 35,7 43,8
Papua Barat
1 2 8
Kepulauan Riau 94,94 4,61 18,2 46,0 31,0
Papua
9 6 4
DKI Jakarta 93,94 4,18 17,2 35,8 42,7
6 5 0
Indonesia
Jawa Barat 89,39 5,09 19,9 40,0 34,9
3 3 5
Jawa Tengah 94,79 9,39 42,2 24,7 23,7
Lampiran
Persentase 0 0 1
8.3.1
Rumah DI Yogyakarta 99,80 13,39 55,1 14,3 17,1
Tangga 3 5 3
Perkotaan
Menurut Jawa Timur 92,90 9,53 32,5 27,0 30,9
Provinsi 0 2 5
dan Banten 87,63 2,03 22,6 44,4 30,9
Frekuensi 3 2 3
Partisipasi Bali 91,98 8,74 22,7 20,9 47,5
Kegiatan 6 8 2
Sosial Nusa Tenggara Barat 75,17 4,30 18,7 24,3 52,6
Kemasyara 0 2 7
katan di Nusa Tenggara Timur 77,08 7,42 25,6 26,6 40,2
Lingkungan 9 6 3
Sekitar Kalimantan Barat 85,23 4,74 19,1 34,4 41,7
Tempat 3 3 0
Tinggal, Kalimantan Tengah 91,38 3,23 21,1 41,6 33,9
2014 3 4 9
Kalimantan Selatan 88,00 4,97 25,7 34,7 34,5
8 1 4

249 Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara
Kalimantan Timur

Kalimantan
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

Sumber :
Susenas
Modul
Hansos,
2015
Catatan :
1
Data tidak
tersedia,
Kalimantan
Utara
merupakan
pemekaran
dari
Kalimantan
Timur

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

25
0
Lampiran 8.3.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Perdesaan
Rumah Tangga yang Frekuensi Partisipasi Kegiatan S
Terdapat
Kegiatan Sosial
Provi
Kemasyarakatan di Tid
nsi Sel Ser Jar
Lingkungan Tempat Tinggal ak
alu ing ang
Per
nah
(1) (2) (3) (4) (5) (
6
)
Aceh 82,14 1,82 22,2 37,5 38,3
8 2 7
Sumatera Utara 84,06 3,47 26,0 39,2 31,1
5 9 9
Sumatera Barat 88,53 3,30 20,0 41,9 34,7
2 5 3
Riau 96,96 6,74 27,4 38,6 27,1
6 8 2
Jambi 93,49 3,59 43,7 31,8 20,8
3 3 4
Sumatera Selatan 93,09 2,21 25,8 41,0 30,8
6 8 4
Bengkulu 91,98 5,52 22,8 34,4 37,1
7 4 7
Lampung 88,79 2,92 23,0 38,6 35,4
3 0 5
Kep. Bangka Belitung 93,23 0,25 14,7 43,9 41,0
5 1 9
Kepulauan Riau 98,13 9,18 29,5 30,1 31,1
1 3 8
DKI Jakarta na na na na na
Jawa Barat 86,99 1,43 15,4 41,4 41,6
4 6 8
Jawa Tengah 94,06 9,70 38,9 25,6 25,6
4 7 9
DI Yogyakarta 100,00 15,29 56,2 21,5 6,88
9 5
Jawa Timur 88,71 7,69 31,1 27,5 33,6
7 3 0
Banten 79,36 2,56 13,3 31,5 52,5
6 1 7
Bali 94,80 5,59 27,0 26,3 41,0
9 0 2
Nusa Tenggara Barat 71,28 5,30 22,8 26,0 45,7
3 9 8
Nusa Tenggara Timur 82,99 8,31 31,7 33,4 26,5
1 3 4
Kalimantan Barat 87,87 3,53 27,4 41,1 27,8
4 4 9
Kalimantan Tengah 93,33 4,89 32,8 40,3 22,0
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

251
Tempat Tinggal alu ing ang
ak
Kalimantan Selatan
Per
nah
Kalimantan Timur ( (2) (3) (4) (5) (
1 6
) )
Kalimantan Utara
Aceh 98,27 9,40 57,4 27,2 5,85
Sulawesi Utara 8 8
Sumatera Utara 97,89 10,58 59,1 24,7 5,46
Sulawesi Tengah 7 8
Sumatera Barat 97,43 11,07 43,7 36,8 8,33
Sulawesi Selatan 6 4
Riau 98,44 12,98 50,8 27,9 8,19
Sulawesi Tenggara 6 7
Jambi 98,97 11,85 63,6 21,1 3,31
Gorontalo 9 4
Sumatera Selatan 96,53 6,11 45,6 34,8 13,4
Sulawesi Barat 1 9 0
Bengkulu 97,91 9,24 45,5 33,5 11,6
Maluku 6 1 9
Lampung 97,80 11,98 53,3 29,5 5,19
Maluku Utara 3 1
Kep. Bangka Belitung 96,52 5,98 35,8 42,5 15,6
Papua Barat 8 0 4
Kepulauan Riau 96,52 12,19 33,8 39,9 13,9
Papua 7 5 9
DKI Jakarta 98,15 4,48 34,3 41,3 19,8
6 4 1
Indonesia Jawa Barat 98,80 11,45 44,9 35,1 8,46
0 9
Jawa Tengah 99,16 12,55 54,6 26,3 6,48
4 3
Lampiran
Persentase DI Yogyakarta 99,39 13,00 54,6 22,4 9,83
8.4 Rumah 9 7
Tangga Jawa Timur 98,64 15,85 49,8 24,5 9,73
Menurut 5 7
Provinsi dan Banten 96,69 8,32 46,0 36,8 8,82
Frekuensi 0 7
Partisipasi Bali 98,89 26,14 48,2 14,0 11,6
2 0 4
Kegiatan
Keagamaan di Nusa Tenggara Barat 97,24 16,45 54,3 22,6 6,60
3 2
Lingkungan
Nusa Tenggara Timur 97,96 28,79 51,7 15,3 4,07
Sekitar
9 4
Tempat
Kalimantan Barat 96,62 9,44 45,4 33,4 11,7
Tinggal, 2014
1 3 3
Perkotaan + Kalimantan Tengah 97,71 10,29 55,0 29,4 5,18
Perdesaan 5 8
Kalimantan Selatan 98,92 11,07 50,3 30,6 7,90
3 9
Provinsi Kalimantan Timur 95,68 7,67 45,4 36,8 10,0
6 0 8

252 Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara
Tempat
Kalimantan Utara Tinggal, 2014
Sulawesi Utara
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keag
Rumah Tangga yang
Sulawesi Tengah Provinsi Terdapat Kegiatan Tid
Keagamaan di Lingkungan Sel Ser Jar
ak
Sulawesi Selatan Tempat Tinggal alu ing ang
Per
nah
Sulawesi Tenggara ( (2) (3) (4) (5) (
1 6
Gorontalo ) )
Aceh 98,43 8,98 43,4 37,2 10,3
Sulawesi Barat 4 2 6
Sumatera Utara 96,37 8,33 56,8 26,7 8,15
Maluku 2 1
Sumatera Barat 97,22 11,38 40,5 36,2 11,8
Maluku Utara 4 6 2
Riau 98,21 10,35 45,7 31,1 12,8
Papua Barat 0 5 0
Jambi 98,15 8,38 52,8 32,1 6,67
Papua 1 4
Sumatera Selatan 95,43 7,23 33,3 35,7 23,7
4 0 4
Indonesia Bengkulu 96,79 7,78 46,5 32,1 13,4
7 6 9
Lampung 95,80 6,96 49,7 34,0 9,23
Sumber : 1 9
Susenas Kep. Bangka Belitung 97,04 7,04 32,7 43,5 16,6
Modul 5 6 5
Hansos, 2015 Kepulauan Riau 96,20 11,28 31,1 41,7 15,8
Catatan : 8 3 1
1
Data tidak DKI Jakarta 98,15 4,48 34,3 41,3 19,8
tersedia,
6 4 1
Kalimantan
Utara Jawa Barat 98,46 11,42 41,8 36,6 10,1
merupakan 6 1 0
pemekaran Jawa Tengah 98,94 10,98 52,8 27,6 8,50
dari 4 8
Kalimantan DI Yogyakarta 99,11 11,59 56,0 20,6 11,7
Timur 8 3 1
Lampira
Persentase Jawa Timur 98,51 14,79 48,6 24,6 11,9
n Rumah 3 5 4
Tangga Banten 96,10 5,77 42,2 40,8 11,2
Menurut 2 0 1
Perkotaa
n Provinsi Bali 98,21 19,88 45,3 17,6 17,0
8 6 7
dan
Frekuensi Nusa Tenggara Barat 99,07 18,04 51,3 21,7 8,91
5 0
Partisipasi
Nusa Tenggara Timur 95,51 31,13 46,0 15,1 7,67
Kegiatan
5 4
Keagamaa
Kalimantan Barat 92,78 9,02 38,4 32,7 19,7
n di
3 6 9
Lingkunga
Kalimantan Tengah 96,38 8,09 42,4 38,9 10,4
n Sekitar 7 7 8
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

253
Kalimantan Selatan ( (2) (3) (4) (5) (
1 6
) )
Kalimantan Timur Aceh 98,21 9,56 62,9 23,4 4,10
2 3
Kalimantan Utara Sumatera Utara 99,32 12,65 61,3 23,0 3,01
Sulawesi Utara 3 2
Sumatera Barat 97,56 10,87 45,7 37,1 6,18
Sulawesi Tengah 6 9
Riau 98,58 14,61 54,0 25,9 5,32
Sulawesi Selatan 8 9
Jambi 99,31 13,29 68,1 16,6 1,93
Sulawesi Tenggara 7 2
Sumatera Selatan 97,10 5,53 51,8 34,4 8,10
Gorontalo 9 7
Bengkulu 98,40 9,87 45,1 34,1 10,9
Sulawesi Barat 1 1 1
Lampung 98,45 13,57 54,4 28,0 3,91
Maluku 7 5
Kep. Bangka Belitung 96,00 4,91 39,0 41,4 14,6
Maluku Utara 3 3 3
Kepulauan Riau 98,30 17,11 48,4 30,3 4,14
Papua Barat 3 2
DKI Jakarta na na na na na
Papua Jawa Barat 99,42 11,51 50,4 32,6 5,47
2 0
Indonesia Jawa Tengah 99,33 13,82 56,0 25,2 4,85
9 4
DI Yogyakarta 100,00 16,01 51,7 26,3 5,85
6 8
Lampiran
Persentase Jawa Timur 98,76 16,76 50,9 24,5 7,82
8.4.2
Rumah 1 1
Tangga Banten 98,08 14,08 54,5 27,9 3,40
Menurut 5 7
Perdesaan
Provinsi dan Bali 100,00 36,12 52,7 8,17 2,97
Frekuensi 5
Partisipasi Nusa Tenggara Barat 95,93 15,26 56,5 23,3 4,88
Kegiatan 6 0
Keagamaan Nusa Tenggara Timur 98,56 28,24 53,1 15,3 3,22
di 5 9
Lingkungan Kalimantan Barat 98,23 9,60 48,1 33,6 8,53
Sekitar 8 9
Tempat Kalimantan Tengah 98,39 11,38 61,3 24,7 2,55
Tinggal, 1 6
2014 Kalimantan Selatan 99,02 11,36 54,3 29,1 5,08
7 9
Kalimantan Timur 96,34 7,41 52,5 34,7 5,31
0 8
Provinsi 1
Kalimantan Utara na na na na na
Sulawesi Utara 99,45 26,86 55,4 16,0 1,65
9 0
Sulawesi Tengah 94,76 15,26 54,1 24,5 6,02

254 Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015


Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

Sumber :
Susenas
Modul
Hansos, 2015
Catatan :
1
Data tidak
tersedia,
Kalimantan
Utara
merupakan
pemekaran
dari
Kalimantan
Timur

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

255
Lampiran 9 Intrumen Analytic Hierarchy Process (AHP)

KEMENTERIAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA

Instrumen Penyusunan Bobot Indikator


Pembentuk Indeks Ketahanan Keluarga
Tahun 2016

No: …

Pembangunan Ketahanan Keluarga 255


2016
3
4
5

Anda mungkin juga menyukai