Askep CKD Kelompok 10
Askep CKD Kelompok 10
Askep CKD Kelompok 10
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh:
Kelompok 10
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat ALLAH SWT, karena atas berkah rahmat dan
karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah keperawatan
paliatif, pada semester 5, di tahun ajaran 2021, dengan judul “Asuhan Keperawatan CKD”.
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti
proses belajar mengajar antara mahasiswa dan dosen di UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH LAMONGAN. Selama penyusunan dan pembuatan makalah ini, kami
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dengan penuh keikhlasan. Oleh karena itu
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang banyak kepada :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Lamongan
Dr.Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kes
2. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes.
3. Ketua Prodi S1 Ilmu Keperawatan Suratmi, S.Kep., Ns., M.Kep.
4. Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Paliatif Isni Lailatul Maghfiroh, S.Kep.,
Ners., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Paliatif.
5. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan
makalah ini.
Kami sadar, sebagai seorang Mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana
ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi generasi muda.
Penulis
II
DAFTAR ISI
2.1 Pengertian............................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................... 3
2.3 Manifestasi Klinik................................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ........................................................................................................... 5
2.5 Pathway .................................................................................................................. 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................................... 8
2.8 Terapi...................................................................................................................... 9
III
BAB 1
PENDAHULUAN
1
yaitu dengan meninjau secara konservatif tentang fungsi ginjal sedapat mungkin serta
melakukan dialysis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2002)
2
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1 Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah
(Muttaqin, 2011).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448)
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila
laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan irreversible
dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia atau azotemia (Brunner &
Suddarth, 2000)
menurut Smeltzer (2008), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ERSD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini dapat
disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus; glomerulonefritis kronis;
pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi
herideter, seperti penyakit ginjal polikistik; gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau
agens toksik. Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, cadmium, merkuri, dan kromium. Dialysis atau transplantasi ginjal
kadang-kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien.
3
2.2 Etiologi
Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan
fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan
GGK bisa disebabkan dari ginjal dan diluar ginjal :
1. Penyakit dari ginjal
1) Kista di ginjal: polcystis kidney
2) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
3) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
4) Batu ginjal: nefrolitiasis
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal
1. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2. Dyslipidemia
3. SLE
4. Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis
5. Preeklampsia
6. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
7. Obat-obatan
4
5) Pembesaran vena leher
3. Sistem neurologi (B3/Brain)
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan perilaku
4. Sistem Perkemihan
Ditemukan oliguria sampai anuria.
5. Sistem pencernaan
1) Nafas berbau amonia
2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3) Anoreksia, mual dan muntah
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan dari saluran GI
6. Sistem integumen (B6 /Integumen
1) Warna kulit abu-abu, mengkilat
2) Kulit kering, bersisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
7. Sistem muskuloskeletal (B6 /Bone)
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
8. Sistem reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testikuler
5
2.4 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
menigkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-
nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif
nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang
yang menyebabkan penurunan fungsi renal (Muttaqin, 2011).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam
darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh system
tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat. Gangguan
clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan
laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urin tampung 24
jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin
serum (Nursalam, 2009)
6
2.5 Pathway
7
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : ureum lebih kecil dari
kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia : umumnya karena kelebihan cairan.
4) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
5) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D pada GGK.
6) Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolisme tulang , terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
8) Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
9) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peningkatan hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
10) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yang
menurun, BE yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
2. Radiologi
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu misalnya usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal , anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
8
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
c. AV fistula : menggabungkan vena dan arteri
c. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
2.8 Terapi
1) Terapi non farmakologi
1. Pengaturan asupan protein : mulai dilakukan pada LFG kurang lebih 60
ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8 kgBB/hari
2. Pengaturan asupan kalori = 30-35 kkal/kgBB/hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
6. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
7. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari (pasien HD: 17 mg/hari)
9
8. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
9. Besi: 10-18 mg/hari
10. Magnesium: 200-300 mg/hari
11. Asam folat pasien HD: 5 mg
12. Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
2) Terapi farmakologi
1. Kontrol tekanan darah
2. Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE inhibitor) dapat
memperlambat proses pembusukan fungsi ginjal, bila terdapat
peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
3. Penghambat kalsium
4. Diuretik
5. Untuk pasien diabetes mellitus, kontrol gula darah, hindari pemakaian
metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang.
Target HbA1C untuk diabetes melitus tipe 1 yaitu 0,2 diatas nilai
normal tertinggi, untuk diabetes melitus tipe 2 yaitu 6%.
6. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
7. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), kalsitriol
8. Koreksi asidosis metabolik dengan target HC03 20-22 mEq/l
9. Koreksi hyperkalemia
10. Kontrol dislipidemia dengan target LDL 100 mg/dl
dianjurkan golongan statin
11. Terapi ginjal pengganti
10
BAB 3
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan GGK dalam Muttaqin (2011)
meliputi :
1. Keluhan utama : Keluhan utama yang didapat bisanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas berbau ureum dan gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke
mana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatan apa
3. Riwayat Kesehatan Dahulu : Kaji adanya riwayat penyakit GGA, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH, dan
prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit DM, penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan.
4. Psikososial : Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
5. Pemeriksaan Fisik :
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor amonia) sering didapatkan pada fase
ini. Respon uremia didapatkan adanya adanya pernapasan Kusmaul. Pola
nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi
2) B2 (Blood)
11
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral
dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak nafas ,
gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemia dan gangguan konduksi
elektrikal otot ventrikel. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
GI uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia
3) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti proses
pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot
dan nyeri otot
4) B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hr sampai anuria, terjadi penurunan libido
berat
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus,
demam(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium pada kulit , jaringan lunak dan keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi
3.2 Diagnosa
a. Resiko penurunan curah jantung
b. Gangguan pertukaran gas
12
3.3 Intervensi
13
16. Pengisian kapiler 12. Periksa tekanan darah dan
membaik (5) frekuensi nadi sesudah dan sesudah
aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum pemberian
obat (mis: beta blocker, ACE, )
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
15
jika perlu
16
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi,
apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Dan gagal ginjal kronik juga dapat memberikan tanda dan gejala secara sistemik bagi
tubuh serta masalah keperawatan berupa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah,
anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut, resiko penurunan
curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi,
kerja miokardial dan tahanan vaskular sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak, resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan
status metabolic dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Salah satu penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
dialysis. Dialysis juga dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka
4.2 Saran
4.2.1 Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan perkembangan
ilmu.
4.2.2 Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
17
4.2.3 Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat
kepada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan
perkembangan ilmu
18
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, kliegman, Arvin. 2000. Ilmu kesehatan anak edisi 15. EGC : Jakarta.
Doenges, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed 3. EGC : Jakarta.
Firmansyah, Adi. 2010. Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit
Ginjal Stadium Akhir. PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
Hidayati et al. (2008). Hubungan antara Hipertensi, Merokok dan Minuman Suplemen Energi,
dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Berita Kedokteran Masyarakat, Volume
24 Nomor 2. Diakses 23 April 2014 dari http://berita-
kedokteran- masyarakat.org/index.php/BKM/article/view/139/64.
Jodhpur, Rajasthan. 2014. Management of Hypertension in CKD. Reed Elsevier India Pvt.
Lta.
Muttaqin & Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika
: Jakarta.
Nursalam, 2000. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika : Jakarta.
Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.
EGC
: Jakarta
Sudoyo, A. W dkk. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Pusat Penerbitan IPD FK UI : Jakarta.
19