Laprak9 Kelompok1 Hidrotek
Laprak9 Kelompok1 Hidrotek
Laprak9 Kelompok1 Hidrotek
Disusun Oleh :
Kelompok/Shift : 1 (Satu)/B2
AnggotaKelompok : 1. Salma Delila (240110160100)
2. Dennys Alvanius (240110160106)
3. Rini Nurul F. (240110160108)
4. Kemal Maulana (240110160117)
Hari, TanggalPraktikum : Selasa, 05 Desember 2017
Jam : 15.30 – 17.30 WIB
Asisten Praktikum : 1. Imam Fauzan
2. Mukhammad Ilham
3. Safa Yuda
4. Siti Sarah S
5. Tiara Putri D
6. Willi Munandar
2.1 Debit
Pengertian debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran
Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan dalam system satuan SI adalah meter
kubik per detik (m3/detik). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu.
Dalam sistem SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik (Asdak.
2002).
Debit aliran juga dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑄 = 𝐴 𝑥 𝑣 ... (1)
Dimana:
A = luas penampang (m2)
v = kecepatan aliran (m/detik).
Debit air adalah jumlah air yang mengalir dari suatu penampang tertentu
(sungai/saluran/mata air) per satuan waktu (L/dtk, m3/dtk, dm3/dtk). Dengan
mengetahui debit air suatu perairan kita dapat mengetahui jenis organisme apa
saja yang hidup di suatu perairan tersebut. Jika debit air disuatu perairan tinggi
maka dapat dipastikan bahwa organisme yang hidup di perairan tersebut adalah
organisme perenang kuat dan apabila debit suatu perairan tersebut rendah maka
organisme yang hidup di perairan tersebut adalah organisme yang membenamkan
dirinya (Setia,Sonia.2012).
Q = 0.2778 x C x I x A………..(1)
dimana I adalah intensitas hujan dalam mm jam-1, R adalah hujan harian dalam
mm dan Tc adalah waktu konsentrasi dalam jam. Intensitas hujan terbesar dalam
suatu DAS ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi dalam suatu
DAS tersebut, serta intensitas hujan maksimum untuk periode ulang tertentu dan
untuk lama waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi.
Waktu konsentrasi (Tc) suatu daerah aliran adalah waktu yang diperlukan
oleh air untuk mengalir dari titik yang paling jauh ke tempat keluar yang
ditentukan, setelah tanah menjadi jenuh air dan depresi-depresi kecil terpenuhi
(Arsyad 2010). Salah satu metode yang umum untuk menghitung waktu
konsentrasi adalah yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) dalam Arsyad (2010),
sebagai berikut:
Tc = 0,0195 L0,77Sg -0,385..............................(4)
Yang menyatakan Tc adalah waktu konsentrasi dalam menit, L adalah
panjangaliran dalam meter dan Sg adalah lereng daerah aliran dalam meter per
meter atauperbedaan elevasi antara tempat keluar dengan titik terjauh dibagi
panjang aliran. pendugaan debit puncak menggunakan model rasional di DAS
Keduang dengan luas DAS 35.993 ha terjadi over estimate sebesar 49,96%
dibandingkan dengan nilai aktualnya dari hasil pengamatan hidrologi (SPAS).
Nilai tersebut didasarkan pada kejadian hujan maksimum 108 mm dan tinggi
muka air 3,30 m pada tanggal 20 Desember 2005.Dalam menerapkan model
rasional untuk pendugaan debit puncak di Sub DAS Tapan (161 ha) dan
Wuryantoro (1.792 ha) terjadi overestimate, masing-masing sebesar 185% dan
615%. Sedangkan di Sub DAS Ngunut I (596 ha) memberikan hasil yang hampir
sesuai dibandingkan dengan hasil pengukuran, yaitu under estimate sebesar 4%.
Berdasarkan penelitian tersebut Pramono et al. (2009) menyimpulkan bahwa
model rasional memberikan hasil yang paling baik di Sub DAS yang secara umum
datar, dimana hujan terjadi lebih merata. Sedangkan di Sub DAS kecil yang
memiliki topografi sangat curam, dimana curah hujan terjadi tidak merata di
seluruh Sub DAS, hasil pendugaan mengalami penyimpangan yang cukup besar
dibandingakan dengan hasil pengukuran di lapangan. Kelemahan model rasional
tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan terhadap debit puncak dalam
bentuk hidrograf satuan (Asdak. 2002).
Medel (Soil Conservation Service-Curve Number) SCS-CN untuk
menentukan debit puncak aliran permukaan dikemukakan oleh Dinas Konservasi
Tanah Amerika Serikat (1973) untuk curah hujan yang seragam di suatu DAS.
Debit puncak aliran permukaan dengan model SCS-CN menggunakan persamaan
Qp = 0,0021 Q A/Tp...........................(5)
Dimana Q adalah volume aliran permukaan dalam mm, Qp adalah laju
puncak aliran permukaan dalam m3 detik-1, A adalah luas DAS dalam hektar dan
Tp adalah waktu puncak dalam jam. Model SCS dikembangkan berdasarkan hasil
pengamatan bertahun-tahun yang melibatkan banyak daerah pertanian di Amerika
Serikat. Model ini berlaku untuk daerah dengan luas kurang dari 13 km2 dengan
kemiringan lahan kurang dari 30%.
Medel SCS berusaha mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi
dan tataguna lahan dengan CN yang menunjukkan potensi volume aliran
permukaan untuk curah hujan tertentu. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
laju puncak aliran permukaan diperoleh berdasarkan persamaan (US-SCS 1973
dalam Arsyad 2010):
Tp = D/2 + 0,6 Tc...............................(6)
Dimana Tp adalah waktu untuk mencapai puncak aliran dalam jam, D
adalah lamanya hujan lebih dalam jam dan Tc adalah waktu konsentrasi dalam
jam. Waktu lamanya hujan lebih (D) dapat ditentukan dengan persamaan:
R = 380 D0,5..............................(7)
Yang menyatakan R adalah curah hujan (mm) dan D adalah lama hujan
dalam jam. Dalam menduga debit puncak, nilai R dalam penelitian ini
menggunakan curah hujan harian. Waktu puncak (Tc) ditentukan menggunakan
persamaan (3a) dan (3b) yang sudah dijelaskan dalam model rasional.
Volume dan laju aliran permukaan bergantung pada sifat-sifat meteorologi
dan daerah aliran sungai serta pendugaan aliran permukaan memerlukan suatu
indeks yang mewakili kedua faktor tersebut. Volume curah hujan mungkin
merupakan satu-satunya sifat meteorologi yang penting dalam menduga volume
aliran permukaan. Tipe tanah, penggunaan tanah, dan kondisi hidrologi penutup
adalah sifat-sifat daerah aliran yang mempunyai pengaruh paling penting dalam
pendugaan volume aliran permukaan. Kandungan air tanah sebelumnya juga
penting dalam mempengaruhi volume aliran permukaan (Arsyad. 2010).
Klasifikasi kelompok hidrologi tanah model SCS-CN dikelompokkan ke
dalam empat kelompok dengan simbol huruf A, B, C dan D. Menurut Mc Cuen
(1982) dalam Arsyad (2010) kelompok hidrologi tanah dalam SCS-CN dapat
ditentukan di tempat dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara, yaitu sifat-
sifat fisik tanah, peta tanah detail dan laju infiltrasi minimum tanah. Peta tanah
detail dan sifat fisik tanah untuk memberikan informasi dan deskripsi lokasi
terkait dengan sifat-sifat tanah terhadap air. Laju infiltrasi minimum tanah dan
sifat-sifat tanah yang sesuai dengan keempat kelompok pada Tabel 1.
Tabel 1.Hubungan Laju Infiltrasi Minimum Dengan Kelompok Tanah
4.2 Perhitungan
Diketahui :
Panjang sungai (L) = 23,6 km = 23.600 m
Periode ulang 50 tahun, R24 = 250 mm = 0,25 m
Periode ulang 100 tahun, R24 = 360 mm = 0,36 m
Titik terjauh dari outlet DAS berelevasi (h1) = 1350 m
Outlet waduk berelevasi (h2) = 250 m
1. C rata-rata
Jumlah C x A 44033,35
= = 0,527
Jumlah Luas Permukaan 83571
2. Elevasi
h = Elevasi titik terjauh outlet(h1) – Elevasi outlet(h2)
= 1350 – 250 = 1100 m
3. Panjang maks (L) = 23,6 km = 23600 m
4. Kemirirngan Lereng
beda tinggi 1100
S= = 23600 = 0,04661016949
panjang maks
5. Waktu Konsentrasi
Tc = 0,0195 L0,77 S-0,385
= 0,0195. (23600)0,77. (0,0466)-0,385
= 45,4126 x 3,2559 = 147,859174 menit = 2,464319567 jam
6. Intensitas Curah Hujan
2
𝑅24 24 3
I= (𝑡)
24
2
0,25 24 3
I50 = (2,464319567) = 0,0475 km/jam
24
2
0,36 24 3
I100 = (2,464319567) = 0,0684 km/jam
24
7. Debit Banjir
Q = 0,278 C I A
Q50 = 0,278 x 0,527 x 0,0475 x 83571 x 106 = 581573514 m3/jam
= 161548,198 m3/s
Q100 = 0,278 x 0,527 x 0,0684 x 83571 x 106 = 837446545,26 m3/jam
= 232663,4157 m3/s
Salma Delila
240110160100
BAB V
PEMBAHASAN
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum Hidrologi Teknik kali ini yaitu mengenai aliran pendugaan
debit banjir/debit puncak menggunakan metode rasional. Debit aliran yang
diprakirakan dengan menggunakan metode ini adalah air aliran puncak dan debit
rata-rata. Debit banjir dipergunakan salah satunya dalam analisis bentuk bendung
yang merupakan outlet dari DAS (Daerah Aliran Sungai) dan mempengaruhi
umur bangunan. Debit banjir dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu intensitas
hujan, koefisien aliran subarea dan luas daerah aliran sungai. Banyak cara yang
dapat dipakai untuk membuat estimasi debit banjir, dan ini tergantung pada data
yang tersedia.
Perhitungan dilakukan menggunakan Mc Excel. Didapatkan tabel nilai
tekstur tanah berdasarkan jenis lahan dan kemiringannya. Tabel ini digunakan
untuk mengetahui nilai koefisien run off (C). Koefisien run off pada lahan hutan
lempung berdebu dengan kemiringan 10 – 30 % sebesar 0.5, koefisien run off
pada tanah pertanian sawah lempung berliat dengan kemiringan 3 – 5 % sebesar
0.5, koefisien run off pada tanah pertanian ladang lempung berpasir dengan
kemiringan 5 – 10 % sebesar 0.45, koefisien run off pada pemukiman lempung
berliat dengan kemiringan 5 – 10 % sebesar 0.9. Sehingga didapatkan nilai rata-
rata koefisien run off sebesar 0.527.
Metode Rasional ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya
kurang dari 300 ha. Metode rasional dikembangkan dengan asumsi bahwa curah
hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah
pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi. Debit banjir
atau debit puncak ini dipengaruhi oleh koefisien aliran, intensitas curah hujan
selama waktu konsentrasi, luas daerah dan nilai konstanta.
Hasil pengukuran yang didapatkan adalah nilai ketinggian titik pengamatan
(H) adalah 1100 m, nilai panjang maksimum aliran (L) adalah 23,6 km nilai
kemiringan lereng (s) adalah 0,04661016949 yang didapatkan dari perbandingan
antaran H dengan L. Kemiringan lereng itu sendiri merupakan perbandingan
ketinggian antara titik pengamatan dengan lokasi terjauh pada DAS dengan
panjang maksimum. Setelah itu praktikan menghitung nilai Tc yang berarti waktu
perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS)
sampe ke titik pengamatan aliran (outlet) . Nilai Tc yang didapatkan adalah
selama 147,859174 menit. Perhitungan nilai I untuk periode 50 tahun sebesar
0,047504882 m/jam dan untuk periode 100 tahun sebesar 0,06840703 m/jam.
Setelah semua data didapatkan praktikan menghitung debit pada tahun
tertentu. Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Debit 50 tahun
sebesar 161564,8 m3/s dan debit 100 tahun sebesar 232653,32 m3/s. Dengan
mengetahui debit air suatu perairan kita dapat mengetahui jenis organisme apa
saja yang hidup di suatu perairan tersebut. Jika debit air di suatu perairan tinggi
maka dapat dipastikan bahwa organisme yang hidup di perairan tersebut adalah
organisme perenang kuat dan apabila debit suatu perairan tersebut rendah maka
organisme yang hidup di perairan tersebut adalah organisme yang membenamkan
dirinya.
Sementara pada pengukuran debit selama periode 50 tahun, digunakan
metode rasional untuk pengukurannya, pada pengukuran debit ini diperoleh hasil
yang cukup besar. Hasil dari pengukuran debit selama 50 tahun ini dapat menjadi
prediksi besarnya debit air aliran permukaan selama 50 tahun kedepan, begitu
juga dengan pengukuran debit air selama 100 tahun. Hasil pengukuran debit ini
dapat digunakan untuk menanggulangi banjir yang akan terjadi akibat adanya
aliran permukaan dalam jangka waktu 50 tahun maupun jangka waktu 100 tahun.
Rini Nurul Fauziyah
240110160108
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang Pendugaan Debit Banjir dengan
menggunakan metode rasional, dimana metode rasional digunakan dalam
pengukuran debit pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan prinsip penggunaan
besarnya intensitas hujan yang ada pada daerah aliran sungai tersebut serta
koefisien runoff yang ada pada keadaan lingkungan di sekitar aliran sungai, serta
dengan memperhatikan jenis lahan yang berada di sekitar daerah aliran sungai
tersebut, kemiringan dan sifat fisik tanah disekitar DAS seperti tekstur tanah, dan
luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Pengukuran debit ini dilakukan pada data
perencanaan Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang dengan pengamatan data di
DAS Sumedang.
Data elevasi pada bagian hulu daerah aliran sungai Sumedang, menjadi
salah satu data yang diperlukan dalam pengukuran debit, selain itu diperlukan
pula elevasi pada Waduk Jatigede, dan panjang aliran sungai utama. Data-data
tersebut digunakan sebagai parameter untuk menghitung kemiringan lereng pada
daerah aliran sungai Sumedang sebagai tolak ukur tinggi rendahnya debit air dan
waktu konsentrasi yang merupakan tingkat waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir dimulai dari hulu hingga hilir sungai. Hubungan antara kemiringan
lereng dengan konsentrasi waktu yang diperlukan memiliki hubungan yang
berbanding lurus, sehingga dengan kemiringan yang tinggi maka waktu aliran air
dari hulu ke hilir akan cepat, sebaliknya kemiringan yang rendah (datar)
menyebabkan waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari hulu ke hilir akan
lebih lama. Dengan diketahuinya data kemiringan dan tekstur tanah pada sekitar
daerah aliran sungai (DAS) maka koefisien runoff dapat diketahui.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pengukuran intensitas hujan
ditentukan dengan menggunakan metode mononobe, dimana metode ini
memerlukan data curah hujan harian dengan periode ulang tertentu. Sesuai dengan
langkah praktikum yang dilakukan, pengukuran intensitas hujan diukur pada
periode ulang 50 tahun sehingga didapatkan nilai intensitas curah hujan 0,0475
km/jam serta diukur pada periode ulang 100 tahun sehingga didapatkan nilai
intensitas curah hujan 0,0684 km/jam. Data intensitas curah hujan dapat
digunakan sebagai parameter perhitungan debit banjir yang akan dicari, sehingga
dengan nilai tersebut data debit banjir akan diketahui pada periode 50 serta 100
tahun. Perbedaan jenis lahan memerlukan pengukuran khusus dalam perhitungan
intensitas hujan, dimana lahan yang berbeda-beda tersebut perlu dihitung rata-rata
terutama pada nilai koefisien dan luas lahan masing-masing.
Berdasarkan hasil pengukuran yang didapatkan, nilai debit banjir pada
periode 50 tahun sebesar 161548,198 m3/s dan debit banjir pada periode 100
tahun sebesar 232653,32 m3/s, nilai tersebut menunjukan bahwa debit pada
periode 100 tahun lebih tinggi disebabkan oleh curah hujan harian pada periode
100 tahun lebih besar dibandingkan curah hujan harian pada periode 50 tahun,
pada periode 100 tahun curah hujan harian yang ada sebesar 360 mm sedangkan
periode 50 tahun memiliki curah hujan harian relatif lebih kecil yaitu sebesar 250
mm. Berdasarkan analisis pengukuran luas lahan, didapatkan lahan sebesar 83,571
km2 jika dikonversikan kehektar (ha) sebesar 8357,1 ha, sehingga jika ditinjau dari
syarat penggunaan metode rasional yaitu metode ini digunakan pada lahan dengan
total luas pengairan atau daerah aliran sungai (DAS) kurang dari 300 ha, metode
pengukuran pada praktikum kali ini kurang cocok karena luas lahan di sekitar
daerah aliran sungai sumedang lebih dari 300 ha. Hal tersebut dapat menyebabkan
data yang diperoleh kurang akurat.
Kemal Maulana R S P
240110160117
BAB V
PEMBAHASAN
Salma Delila P.
240110160100
BAB V
KESIMPULAN
BAB VI
KESIMPULAN
BAB VI
KESIMPULAN
BAB VI
KESIMPULAN
Murtiono UH. 2008. Kajian Model Estimasi Volume Limpasan Permukaan, Debit
Puncak Aliran, dan Erosi Tanah Dengan Model Soil Conservation Service
(SCS), Rasional dan Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE)
(Studi Kasus di Das Keduang, Wonogiri). Jurnal Forum Geografi Volume
(22, No. 2, Desember 2008: 169-185)
Setia, Sonia. 2012. Pendugaan debit Puncak Menggunakan Model Rasional dan
SCS-CN. Terdapat pada :
https://sonisbudiawan.files.com/2013/03/skripsi_soni.pdf. (Diakses pada
Minggu, 10 Desember 2017 pukul 18:43 WIB)
Salma Delila 89 90 85
Dennys A 90 90 90
Rini Nurul F 88 87 87
Kemal Maulana 89 89 90
Rata-Rata 89 88,3 90 85,67