Hipospadia
Hipospadia
Hipospadia
KEPERAWATAN ANAK
oleh :
Kelompok 7/ Kelas D
Stefanie Hapy Lisabella NIM 172310101173
Devita Ayu Styaningrum NIM 172310101194
Iqbal Maulana NIM 172310101215
KEPERAWATAN ANAK
Oleh :
Kelompok 7 / Kelas D
Stefanie Hapy Lisabella NIM 172310101173
Devita Ayu Styaningrum NIM 172310101194
Iqbal Maulana NIM 172310101215
i
KATA PENGANTAR
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
4
ataupun terpaparnya janin terhadap zat progestin atau anti androgen.
Di Indonesia prevalensi hipospadia belum dketahui secara pasti. Ada banyak peneliti
yang menemukan kasus terkait penyakit ini antara lain :
1. Limatahu et al menemukan 17 kasus di RSUP Prof. Dr. R. D di Kandau Manado
pada periode Januari 2009 sampai oktober 2010.
2. Duarsa et al melakukan penelitian deskriptif terhadap kasus hipospadia pada
Januari 2009 hingga april 2012 di RS Sanglah Bali menemukan sebanyak 53 kasus.
3. Tirtayasa et al juga melakukan penelitian mengenai hasil luaran dari pembedahan
urethroplasty pada kasus hipospadia di RS M. Djamil Padang pada rentang Januari
2012 - Januari 2014 dengan jumlah 44 kasus.
4. Maritzka et al pada studi observasinya pada rentang tahun 2010-2012 di Jawa
Tengah menemukan 120 kasus.
5. Mahadi et al menemukan 24 kasus pada rentang tahun 2009-2011 di RS Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan. Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
6. Aritonang et al melakukan studi retrospektif mengenai komplikasi TIP pada
rentang tahun 2002-2014 mendapatkan sampel sebanyak 124 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah yang berbeda secara etnis dan geografis
hipospadia dapat ditemukankan dengan jumlah angka yang tidak jauh berbeda,
sehingga dapat disimpulkan prevalensi hipospadia di Indonesia cukup merata.
1.2 Tujuan
1.2.2 Untuk menjelaskan penyebab penyakit hipospadia, tanda dan gejala serta serta
penyebabnya.
5
1.3 Manfaat
1.3.1 Pada makalah ini, orang tua memahami tentang penyakit hipospadia dan alasan
pembedahan yang akan dilakukan, serta orang tua akan aktif dalam perawatan
setelah operasi
1.3.2 Anak akan bebas dari infeksi dengan ditandai analisis urine normal dan
temperatur tubuh dibawah 37,8°C
1.3.3 Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak adanya tangisan,
kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri
1.3.4 Rasa cemas orang tua menurun yang ditandai dengan mengespresikan perasaan
tentang adanya kecacatan pada genetalia anak
1.3.5 Anak akan bebas dari injury yang ditandai dengan pemasangan kateter tetap
bertahan hingga dilepas dokter atau perawat
6
BAB 2. STUDI LITERATUR
2.1 Definisi
Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo yang berarti bawah dan
Spadon yang berarti lubang. Hipospadia adalah kelainan bawaan pada anak laki-laki,
posisi anatomi pembukaan saluran kemih di bagian ventral atau bagian anterior penis,
bentuk penis biasanya melengkung dan ukurannya lebih pendek dari pada laki-laki
normal. Kelainan ini, apabila tidak di koreksi dapat mengakibatkan terganggunya
fertilitas dikemudian hari. hipospadia ini merupakan cacat bawaan yang diduga terjadi
embriologis selama perkembangan uretra, antara usia kehamilan 8 dan 20 minggu. Letak
hipospadia bervariasi sepanjang bagian ventral dari penis sebagai akibat gagalnya
penyatuan lempeng uretra, hipospadia berat didefinisikan sebagai duatu kondisi
hipospadia yang disertai dengan letak muara uretra eksternal diantara proximal penis
sampai dengan perbatasan penis dan skrotum dan mempunyai chordee (Tangkudung,
Patria, & Arguni, 2016).
2.2 Klasifikasi
7
Secara tradisional hipospadia dulunya diklasifikasikan berdasarkan posisi meatus
yaitu distal (glandular, coronal, dan distal penis) atau proksimal (proksimal penis, peno
scrotal atau perinel), klasifikasi berdasarkan atas letak muara uretra akan sangat mudah
untuk diketahui dan memudahkan komunikasi antara dokter yang tidak terlatih untuk
koreksi hipospadia. Bagaimanapun semakin dekat posisi uretra tidak memberikan
perkiraan tingkat keparahan untuk membantu dalam koreksi bedah. Saat ini klasifikasi
telah dideskripsikan dengan menyertakan tingkat pembagian corpus spongiosum,
curvature penis, hypoplasia ventral dan hubungan terhadap tulang pubis.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan dan rasio casio benefit untuk pasien adalah
sebagai berikut :
1) Hipospadia ringan
Hipospadia distal terisolasi (glandular, coronal atau penile) tanpa adanya chordae,
mikropenis atau anomali scrotal. Indikasi untuk koreksi pada tipe ini hanya
didasarkan atas alasan kosmetik, sehingga koreksi bedah hanya dilakukan jika angka
komplikasi yang sangat rendah dapat dijamin.
2) Hipospadia berat
Hipospadia tipe scrotal dan perineal atau tipe apapun dengan chordae, mikropenis
dan anomali scrotal. Indikasi untuk koreksi pada aksus ini adalah ditujukan untuk
masalah fungsional. Pada kasus ini terdapat angka komplikasi yang tinggi, akan
tetapi manfaat untuk pasien yang menjalani operasi adalah baik.
3) Redo hipospadia
8
Indikasi operasi pada kasus ini adalah untuk meminimalisir beban setelah menjalani
operasi.
2.3 Patofisiologi
Sekitar minggu ke-6 gestasi, tuberkulum genital berkembang ke arah anterior
menuju ke arah sinus urogenital. Sedangkan pada minggu ke-8, terjadi maskulanisasi
genetalia eksterna laki-laki yang disebabkan karena pengaruh sintesis testosteron oleh
testis fetus. Sintesis testosteron dilakukan oleh sel leydig dari testis fetus, dimana sel
Leydig tersebut dirangsang oleh hCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kemudian
testosterone akan diubah menjadi bentuk yang lebih poten oleh enzim 5-reduktase tipe
II menjadi dihidrotestosteron. Dihidrotestosteron menjadi lebih efektif apabila berikatan
dengan reseptor androgen yang terdapat di jaringan genital. Menjauhnya jarak antara
anus dengan genital diikuti dengan pemanjangan dari phallus merupakan salah satu tanda
pertama dari maskulanisasi, pembentukan uretra dan pembentukan preputium.
Terbentuknya uretra disebabkan oleh adanya gabungan tepi medial lipatan endodermal
uretra. Proses dari penggabungan tepi medial lipatan endodermal uretra ini dimulai dari
arah proksimal kearah distal dan berakhir pada akhir trimester pertama. Tepi ektodermal
uretra bergabung menjadi preputium. Kegagalan menyatunya lipatan endodermal uretra
inilah yang akan memicu terjadinya hipospadia (Kalfa et al, 2013).
Hipospadia biasanya terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfungsi dengan
sempurna pada saat masa pembentukan saluran uretral embrionik. Apabila tidak segera
diperbaiki, abnormalitas yang terjadi akan menyebabkan infertilitas dan juga masalah
psikologis (Muscari, 2005). Garis tengah dari lipatan uretra tidak berfungsi dengan
lengkap sehingga menyebabkan meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis.
Terdapat berbagai macam derajat kelainan letak pada meatus. Kelainan meatus ringan
yaitu terdapat sedikit pergeseran pada glans, dan disepanjang batang penis sampai
dengan perineum. Tidak ada prepusium pada sisi ventral namun menutup sisi dorsal dari
glans. Pita dari jaringan fibrosa yang biasanya disebut dengan chordee, pada sisi ventral
mengakibatkan adanya lengkungan (kurvatura) ventral dari penis (anak hipospadia).
Terjadinya hipospadia disebabkan karena pengembangan uretra dalam Rahim tidak
lengkap. Penyebab pasti dari kecacatan tidak diketahui namun diperkirakan hal tersebut
9
berkaitan dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar, 1995). Perpindahan
dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Akan tetapi, stenosis
pembukaan bisa saja terjadi, yang nantinya dapat menyebabkan obstruksi parsial
outflowing urin. Hal ini juga akan mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992).
Apabila dibiarkan tidak terkoreksi, penempatan ventral pembukaan uretral dapat
mengganggu kesuburan pada pria dewasa.
1. Glans penis berbentuk datar da terdapat lekukan dibagian bawah penis yang
menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Pada penderita hipospadia biasanya terdapat penis yang melengkung kearah
bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi.
3. Preputium (kulup) tidak terdapat dibagian bawah penis, namun menumpuk di
bagian punggung penis.
4. Terdapat chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang sampai ke glans penis, jika diraba akan lebih keras dari jaringan
sekitar.
5. Kulit penis pada bagian bawah biasanya sangat tipis.
6. Tidak ada tunika dartos, fasia buch, dan korpus spongiosum.
7. Bila meatus terletak pada dasar dari glans penis, dapat timbul tanpa chordee.
8. Chordee dapat timbul tanpa tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
9. Sering disertai dengan undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Terkadapat dapat disertai kelainan pada ginjal.
10
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara pembedahan atau
operasi. Terdapat banyak teknik pada pembedahan pada hipospadia, dan umumnya
memiliki beberapa tahap diantaranya:
11
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
Perawatan pasca operasi, pasien diberikan kompres dingin di area operasi pada
dua hari pertama. Metode ini bertujuan untuk mengurangi edema, nyeri, dan juga
menjaga bekas luka operasi agar tetap bersih. Pada pasien dengan repair “flip-flop”
diversi urinary dilakukan dengan menggunakan kateter dengan ukuran paling kecil dan
juga steril melewati uretra hingga kandung kemih. Pasien dengan kateter suprapubik
dilepas pada hari kelima post operasi lalu di evaluasi ada atau tidaknya fistula.
12
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama pasien : An. V
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 26 Agustus 2007
Umur : 12 tahun
Suku : Jawa
Alamat : Sumbersari, Jember
Tanggal masuk RS : 22 Oktober 2019
Diagnosa medis : Hipospadia dengan Strictuma Uretra Post
Uretroskopi, Uretrotomi Interna H+0
3.1.2 Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan ketika pasien buang air kecil, urinnya keluar dari
bawah penis bukan dari ujung penis
3.1.3 Riwayat Kesehatan Pasien
1. Riwayat Penyakit Sekarang.
a. Awal serangan
13
Ibu pasien menyatakan saat pasien kelas 2 SD, pasien dibawa berobat
ke RS X karena ketika buang air kecil, urinnya keluar dari bawah
penis. Pada saat pasien kelas 2 SD dilakukan operasi yang pertama.
2) Riwayat Natal
Pasien (anak) lahir di klinik bidan, ditolong bidan, secara spontan,
pada umur kehamilan 38 minggu, BBL 3000 gram, PB 42 cm. Anak
langsung menangis, tidak ada kejang maupun ikterik, namun pasien
tidak mempunyai lubang anus.
3) Riwayat Postnatal
Ibu menyatakan rutin membawa anaknya untuk imunisasi di bidan dan
kontrol di Puskesmas. Imunisasi yang pernah dilakukan: vaksin BCG,
Hepatitis B, DPT, Polio dan campak.
14
pungtum. Ibu pasien menyatakan selain mempunyai riwayat Atresia
Ani, pasien juga pernah menjalani operasi 7 kali pada penisnya.
5) Riwayat Hospitalisasi/ tindakan operasi
Ibu pasien menyatakan pasien pernah dilakukan tindakan operasi
pembuatan stoma dan pungtum sebanyak 3 kali saat berumur 1 bulan.
Pasien juga pernah dilakukan uretrotomi sebanyak 7 kali sejak kelas 2
SD.
7) Riwayat Alergi
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi.
8) Imunisasi
Ibu menyatakan rutin membawa anaknya untuk imunisasi di bidan.
15
Umur berjalan : 17 bulan
2. Lingkungan rumah
Pasien tinggal bersama ibu, kakek, dan saudara laki-lakinya. Pasien tinggal
di desa dengan ventilasi udara dan cahaya baik.
3. Penyakit keluarga
Ibu pasien mengatakan dalam keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit tertentu seperti hipertensi, diabetes, atau penyakit genetik
lainnya.
4. Genogram
Keterangan :
: pasien
: perempuan
: laki-laki
16
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal serumah
Selama sakit (Post op), Ibu pasien menyatakan pasien belum makan
dan minum karena belum kentut.
c. Pola Oksigenasi
Sebelum dan selama sakit
Pasien menyatakan tidak mempunyai riwayat sesak napas dan asma.
d. Pola Aktivitas – Istirahat – Tidur
Sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan pasien tidur selama 5 jam sehari, pasien bisa
tidur nyenyak dan sering terbangun. Pasien jarang tidur siang karena
biasanya bermain bersama teman sebaya.
Selama sakit
Post op
Ibu pasien mengatakan ada perubahan yang berarti antara sebelum
sakit dan selama sakit. Pasien tidur kurang dari 4 jam sehari. Pasien
tidak bisa tidur nyenyak dan sering terbangun.
17
e. Eliminasi
Sebelum sakit
Selama sakit
Post op
f. Kebersihan Diri
Sebelum sakit
ROM
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat
1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
Selama sakit
Post Op
Kemampuan yang dinilai 0 1 2 3 4
18
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
ROM
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat
1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
Ibu pasien menyatakan pasien mandi sebelum dilakukan tindakan
operasi pada pagi hari.
2. Aspek Mental-sosial-spiritual
a. Mekanisme koping
Pasien mengatakan takut dan gelisah sebelum di operasi. Wajah pasien
nampak tegang. Setelah di operasi, pasien merasa khawatir dengan
perubahan di bagian penisnya dan sulit tidur.
b. Intelektual (keluarga)
Ibu pasien sudah memahami tentang proses penyakit anaknya dan
perawatan luka pada post operasi anaknya karena sudah
berpengalaman sebelumnya.
c. Spiritual (keluarga)
Pasien dan keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Post op
2. Tanda vital
a. Nadi : 102 x/menit
b. Suhu : 36,80C
19
c. Respirasi : 24 x/menit
3. Status gizi
BB : 47 kg
TB : 137 cm
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )
= 47 kg
(1,37)²
= 25,04 kg/m2 (Kategori : )
b. Kepala
Bentuk kepala pasien normocephal. Rambut pasien berwarna hitam,
lebat dan rapi. Tidak ada ketombe. Wajah pasien simetris.
c. Mata
Mata pasien tidak tampak sembab, conjungtiva tidak anemis, refleks
terhadap cahaya baik, tidak terdapat udem palpebral, tidak ada ikterik.
d. Telinga
Bentuk normal, daun dan lubang telinga pasien bersih, tidak keluar
cairan, fungsi pendengaran pasien baik.
e. Hidung
Pernapasan cuping hidung tidak ada, posisi septum simetris, tidak ada
sekret yang keluar dari hidung.
f. Mulut
Mulut utuh, tidak ada bentuk bibir sumbing, palatum utuh. Tidak ada
sariawan, membran mukosa bibir lembab..
20
g. Leher
Bentuk leher pasien simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan tambahan. JVP tidak meningkat. Tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
2) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan. Iktus kordis teraba normal
3) Perkusi
Suara sonor pada paru kanan dan kiri. Suara IC 4-5 sinistra redup
4) Auskultasi
Seluruh lapang dada terdengar suara vesikuler. Tidak ada murmur
dan gallop.
i. Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk simetris, terdapat luka bekas operasi di abdomen kuadran
kanan bawah.
2) Auskultasi
Terdengar bising usus 2x/menit.
3) Perkusi
Terdengar suara timpani di semua kuadran abdomen.
4) Palpasi
Nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, tidak ada
hepatomegaly dan splenomegaly.
j. Genetalia
21
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan genetalianya. Terpasang Dower
Catheter. Terdapat luka bedah pada penis dan terbalut kassa steril.
Luka tampak bersih, tidak ada rembesan darah, dan tidak ada tanda-
tanda inflamasi. Pasien menyatakan nyeri pada penis karena bekas
operasi. Pasien tampak menhan nyeri.
S: skala nyeri 5
k. Eksremitas
1) Ekstremitas atas : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan.
Capillary refill <2 detik. Kulit bewarna putih. Akral teraba hangat
(+/+). Terpasang infus pada tangan kiri.
2) Ekstremitas bawah : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan.
Capillary refill <2 detik. Kulit bewarna putih. Akral teraba hangat
(+/+)
l. Anus
Pukul : 16:26:10
DARAH LENGKAP
22
Eritrosit 4.62 10^6µL 4.00-5.20 Normal
CH 26.7 Pg - -
23
LUC % 1.8 % 0.0-4.0 Normal
3.1.10 Terapi
Cefotaxime 2x 500 mg
Ranitidin 2 x25 mg
Novalgin 2x 300 mg
24
3.2 Analisa Data
S: skala nyeri 5
T: semakin parah
jika digerakkan,
nyeri pada bagian
anus yg dilakukan
operasi.
DO:
- Terdapat luka
bedah pada penis
dan terbalut kassa
steril.
- Luka tampak
bersih, tidak ada
rembesan darah,
dan tidak ada
25
tanda-tanda
inflamasi.
- Pasien tampak
menahan nyeri
- Nadi: 102 x/ menit
perubahan di bagian
penisnya dan sulit Pembedahan eksisi
tidur. chorde
Urethroplasty
26
DO:
- Wajah pasien
Hipospadia
nampak tegang pariteral
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik d.d ekspresi wajah meringis skala nyeri 5.
27
28
3.3 Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cidera Tujuan: setelah dilakukan Pemberian Analgesik (2210)
fisik d.d ekspresi wajah perawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan lokasi, karakteristik, £
meringis skala nyeri 5. diharapkan nyeri dapat kualitas, dan keparahan nyeri
berkurang. sebelum mengobati pasien. Ns. A
2. Monitor tanda vital sebelum
Kriteria hasil:
dan setelah memberikan
Status kenyamanan (2008) analgesic
1. Ksesjahteraan fisik di 3. Berikan kebutuhan
tingkatkan dari skala 2 kenyamanan dan aktivitas
(banyak terganggu) ke skala lain yang dapat membantu
5 (tidak terganggu). relaksasi untuk memfasilitasi
2. Kontrol terhadap gejala di penurunan nyeri.
tingkatkan dari skala 2 4. Evaluasi keefektifan analgesik
(banyak terganggu) ke skala dengan interval yang teratur
5 (tidak terganggu). pada setiap setelah pemberian
3. Lingkungan fisik analgesik.
ditingkatkan dari skala 2 Pengurangan Kecemasan
29
(banyak terganggu) ke skala (5820)
5 (tidak terganggu). 1. Gunakan pendekatan yang
4. Perawatan sesuai dengan tenang dan meyakinkan.
kebutuhan ditingkatkan dari 2. Berada di sisi klien untuk
skala 2 (banyak terganggu) meningkatkan rasa aman dan
ke skala 5 (tidak terganggu). mengurangi ketakutan.
5. 3. Puji/kuatkan perilaku yang
Tingkat ketidaknyamanan baik secara tepat.
(2109) 4. Instruksikan klien untuk
1. Nyeri di tingkatkan dari skala menggunakan teknik
2 (cukup berat) ke skala 5 relaksasi.
(tidak ada).
2. Sindrom restless legs (kondisi Manajemen Lingkungan:
dimana tubuh tidak merasa Kenyamanan (6482)
nyaman baik dalam keadaan 1. Hindari gangguan yang tidak
duduk maupun berdiri) di perlu dan berikan untuk
tingkatkan dari skala 2 waktu istirahat.
(cukup berat) ke skala 5 2. Ciptakan lingkungan yang
(tidak ada). tenang dan mendukung.
3. meringis di tingkatkan dari 3. Sediakan lingkungan yang
30
skala 2 (cukup berat) ke skala aman dan bersih.
5 (tidak ada). 4. Pertimbangkan sumber-
sumber ketidaknyamanan,
Nyeri: efek yg menggangggu seperti balutan yang lembab,
(2101) posisi selang, balutan yang
1. Ketidaknyamanan di tertekan, seprei kusut,
tingkatkan dari skala 2 maupun lingkungan yang
(cukup berat) ke skala 5 mengganggu.
(tidak ada). 5. Posisikan pasien untuk
2. Gangguan dalam perasaan memfasilitasi kenyamanan.
mengontrol di tingkatkan dari
skala 2 (cukup berat) ke skala
5 (tidak ada).
3. Gangguan pergerakan fisik di
tingkatkan dari skala 2
(cukup berat) ke skala 5
(tidak ada).
1.
31
2. Konstipasi b.d asupan Tujuan: setelah dilakukan Manajemen
serat kurang d.d bising perawatan selama 3x24 jam Konstipasi/Impaksi (0450) £
usus hipoaktif. diharapkan BAB klien lancar. 1. Monitor tanda dan gejala
konstipasi Ns. A
Kriteria hasil:
2. Monitor bising usus
Pengetahuan: Pengobatan 3. Buatlah jadwal untuk BAB
(1808) dengan cara yang tepat.
1. Efek terapeutik obat di 4. Instruksikan pasien/keluaraga
tingkatkan dari skala pada diet tinggi serat, dengan
(pengetahuan terbatas) ke cara yang etpat.
skala 5 (pengetahuan sangat 5. Evaluasi catatan asupan untuk
banyak). apa saja nutrisi yang telah di
2. Efek samping obat di konsumsi.
tingkatkan dari skala 2
(pengetahuan terbatas) ke Penahapan Diet
skala 5 (pengetahuan sangat 1. Tentukan munculnya suara
banyak). perut.
3. Teknik pemantauan sendiri di 2. Tentukan apakah pasien bisa
tingkatkan dari skala 2 buang angina.
(pengetahuan terbatas) ke 3. Tingkatkan diet dari cairan
32
skala 5 (pengetahuan sangat jernih, cair, lembut sampai
banyak). dengan diet regular atau
khusus untuk anak dan
Status Nutrisi: Asupan dewasa.
Makanan & Cairan (1008) 4. Temukan cara untuk bisa
1. Asupan makanan secara oral memasukkan makanan
di tingkatkan dari skala 1 kesukaan pasien dalam diet
(tidak adekuat) ke skala 5 yang di anjurkan.
(sepenuhnya adekuat)
2. Asupan cairan secara oral di
tingkatkan dari skala 1 (tidak
adekuat) ke skala 5
(sepenuhnya adekuat).
3. Asupan nutrisi parenteral di
tingkatkan dari skala 3
(cukup adekuat) ke skala 5
(sepenuhnya adekuat).
33
1. Menanggapi dorongan untuk
buang air besar secara tepat
waktu di tingkatkan dari skala 2
(banyak terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu).
2. Memposisikan diri dari di
toilet atau alat bantu eliminasi di
tingkatkan dari skala 2 (banyak
terganggu) ke skala 5 (tidak
terganggu).
3. Sampai ke toilet antara
dorongan atau sampai keluarnya
feses di tingkatkan dari skala 2
(banyak terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu).
1.
3. Ansietas b.d stressor d.d Tujuan: setelah dilakukan Teknik Menenangkan (5880)
wajah pasien nampak perawatan selama 3x24 jam 1. Pertahankan sikap yang £
tegang diharapkan klien lebih tenang. tenang dan hati-hati.
2. Pertahankan kontak mata. Ns. A
34
Kriteria Hasil: 3. Kurangi stimuli yang
menyebabkan perasaan takut
Kontrol Kecemasan Diri
maupun cemas.
(1402)
4. Yakinkan keselamatan dan
1. Memantau intensitas keamanan klien.
kecemasan di tingkatkan dari 5. Instruksikan klien untuk
skala 2 (jarang dilakukan) ke menggunakan teknik
skala 5 (dilakukan secara menenangkan.
konsisten). 6. Tawarkan usapan pada
35
konsisten). proses penyakit.
3. Gunakan pendekatan yang
Koping (1302)
tenang dan memberikan
1. Mengidentifikasi pola koping jaminan.
yang efektif di tingkatkan dari 4. Cari jalan untuk memahami
skala 2 (jarang menunjukkan) ke perspektif pasien terhadap
skala 5 (secara konsisten situasi yang penuh stress.
menunjukkan). 5. Dukung keterlibatan keluarga,
36
skala 2 (jarang menunjukkan) ke menunjukkan relaksasi,
skala 5 (secara konsisten misalnya bernafas dalam,
menunjukkan). menguap, pernafasan perut,
atau bayangan yang
Tingkat Rasa Takut: Anak
menenangkan.
(1213)
3. Minta klien untuk rileks dan
1. Gelisah di tingkatkan dari merasakan sensasi yang
skala 3 (sedang) ke skala 5 terjadi.
(tidak ada). 4. Tunjukkan dan praktikkan
37
1.4 Pendidikan Kesehatan
Sub Topik : Pengertian perawatan luka, Tujuan perawatan luka, Cara perawatan luka,
Berapa kali sehari ganti balutan, Komplikasi, Perawatan genetalia
Waktu : 25 Menit
Iqbal Maulana
I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Kasus hipospadia di Jember mencapai 21 kasus di Rumah Sakit Bina
Sehat Jember, Rumah Sakit Paru Jember, dan Rumah Sakit Bhayangkara
Bondowoso. Dari hasil penelitian 21 kasus hipospadia post operasi. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan 7 kasusu (33,3%) mengalai komplikasi fistula
uretrokutaneus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 11 kasus hipospadia proksimal
dan 10 kasus hipospadia distal. Rata-rata usia operasi hipospadia adalah usia 6-10
tahun. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan teknik Tubularized Incisd Plate (TIP)
lebih banyak digunakan dala teknik operasi hipospadia. Pada kasus yang digunakan
dalam operasi hipospadia dengan jumlah 36,8% yang mengalami komplikasi
dibandingkan dengan kasus non komplikasi.
38
Dari data yang tertera, dapat disimpulkan bahwa banyaknya kasus post
operasi hipospadia yang ada di masyarakat, memunculkan ide kepada penyuluh
untuk melakukan penyuluhan tentang perawatan luka post operasi dan perawatan
organ reproduksi (perineal hygiene) kepada orang tua.
B. Karakteristik Peserta Didik
Orang tua dari anak-anak yang mengalami hipospadia di RS Bina Sehat dengan rata-
rata tingkat pendidikannya tidak sekolah, Lulusan SD, SMP, SMA.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan perawatan luka post operasi dan perawatan
organ reproduksi (perineal hygiene) diharapkan orang tua yang ada di Desa
Sumbersari Kabupaten Jember menjadi mampu/bisa melakukan perawatan luka post
operasi dan perawatan organ reproduksi (perineal hygiene) secara mandiri.
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 25 menit, diharapkan orang tua
mampu :
a. Mengerti pengertian perawatan luka.
b. Mengerti cara perawatan luka & perawatan genetalia
c. Melaksanakan perawatan luka & perawatan genetalia secara mandiri di rumah
IV. Materi (Terlampir)
a. Pengertian perawatan luka.
b. Cara perawatan luka dan perawatan genetalia
V. Metode
Ceramah dan diskusi.
VI. Media
Leaflet
VII. Kegiatan Penyuluhan
39
Menejalaskan TIU dan TIK
Menyebutkan materi yang
akan diberikan
2 Inti 15 menit Menjelaskan materi tentang : Menjawab
a. Pengertian perawatan luka. pertanyaan
b. Cara perawatan luka post penyuluh
operasi. Mendengarkan dan
c. Cara perawatan genetalia mempehatikan
Bertanya pada
penyuluh bila
masih ada yang
belum jelas
3 Penutup 5 Evaluasi Menjawab
menit Menyimpulkan pertanyaan
Mengucapkan salam dan Memperhatikan
penutup Menjawab salan
VIII. Evaluasi
a. Jelaskan pengertian perawatan luka.
b. Jelaskan cara/langkah-langkah perawatan luka.
c. Jelaskan caea/langkah-langkah perawatan genetalia
IX. Rerefensi
Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Widjajana, Desy P.,. 2017. Hubungan Tipe Hipospadia, Usia dan Teknik Operasi
terhadap Komplikasi Fistula Uretrokutaneus pada Kasus Hipospadia
Anak. Skripsi. Jember : Fakultas Kedokteran Universitas jember.
40
Materi Penyuluhan Perawatan Luka Post Operasi di Rumah dan Perawatan
Genetalia
1) Pengertian perawatan luka
Perawatan luka adalah perawatan yang dilakukan pada luka setelah prosedur
pembedahan/operatif yang dilakukan oleh dokter.
2) Tujuan perawatan luka
a. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
b. Membantu homestasis
c. Mempercepat proses penyembuhan
d. Menjaga kelembaban luka baik luka bersih maupun luka kotor
e. Menghilangkan sekresi yang terakumulasi dan jaringan mati dari luka
f. Menurunkan pertumbuhan mikroorganisme.
3) Cara perawatan luka
a) Cuci tangan 6 langkah dengan sabun atau anti septic sebelum merawat luka
b) Buka balutan dengan hati-hati
c) Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9& atau menggunakan air matang
d) Lalu keringkan
e) Beri Salf atau bethadine sesuai instruksi dokter
f) Tutup luka dengan kasa steril
g) Ganti balutan 3 x dalam sehari atau saat kasa terlihat rembesan dan kotor
4) Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi karena :
a) Terjadinya infeksi
b) Luka lama sembuh
c) Klien menjadi demam
5) Cara Perineal Hygiene dirumah.
alat : 1) kapas sublimat
2) pinset
3) bengkok
4) pispot
5) urinal
41
6) baskom berisi air hangat
7) pengalas
8) handscon
9) handuk
10) baskom berisi desinfeksi
cara :
1) dekatkan alat-alat pada klien
2) tutup pintu dan jendela kamar klien
3) atur tempat tidur klien/yang nyaman
4) mencuci tangan
5) ganti selimut dengan selimut mandi, dengan 1 ujung selimut diantara kaki klien
dan 2 ujung yang lain ke sisi tempat tidur, 1 ujung lain pada dada klien
6) atur posisi klien mengangkang, lepas baju bawah/celana
7) lilitkan ujung selimut ke sekeliling tungkai terjauh dengan menarik ujung selimut
dan melipatnya ke bawah panggul. lakukan pada keduannya.
8) perlahan-lahan angkat penis dan letakkan handuk dibawahnya, pegang ujung
penis.
9) bersihkan ujung penis, lakukan gerakkan memutar, bersihkan ke arah keluar.
10) Basuh batang penis perlahan, tetapi kuat dengan menggosok kea rah pangkal
penis, gunakan waslap dan air hangat.
11) basuh dan keringkan penis secara menyeluruh, minta klien meregangkan kakinya.
12) dengan perlahan bersihan skrotum, angkat testis dengan hati-hati dan cuci lipatan
dibawahnya. basuh dengan waslap dan keringkan.
13) bantu klien untuk miring, bersihkan daerah anal dan perineum ke anus dengan
satu gosokan ulangi dengan waslap dan keringkan
14) bantu klien terlentang
15) lepaskan handscone
16) ganti selimut mandi dengan selimut tidur
17) rapikan dan atur posisi klien
18) tanyakan apakah sudah terasa nyaman dan bersih
19) bereskan alat dan cuci tangan
42
Leaflet
43
44
BAB 4. WOC/PATHWAYS
Penyatuan glandula
Proses Pembentukan uretra
uretra di garis
perkembangan janin terganggu
tengah lipatan uretra
usia 8-15 minggu
tidak lengkap
Meatus uretra
Hipospadia Pembentukan saluran (lubang kencing)
kencing tidak terbuka pada sisi
sempurna ventral penis
Stenosis meatus
Tidak dilakukan (aliran urine sulit Pembedahan
operasi diatur) (operasi)
kriptokirdisme
Pra pembedahan
Infertilitas
Disfungsi seksual
Resiko infeksi
45
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hipospadia masih menjadi masalah kesehatan dengan angka insidensi yang tinggi di
dunia. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya. Namun beberapa faktor resiko dapat dihindari dan dikendalikan. Di
Indonesia masih belum diketahui angka insidensi pasti dan apakah terdapat
peningkatan kejadian seperti yang terjadi di Amerika dan Eropa. Di Indonesia paling
sering ditemukan hipospadia distal dengan teknik pembedahan TIP sebagai
tatalaksananya. Semakin dini dilakukan tindakan rekonstruksi semakin baik pula
hasil luarannya. Apabila kelainan ini tidak ditangani dengan baik, beberapa
komplikasi terkait kualitas hidup dapat mengganggu penderita, termasuk kehidupan
seksual dan fertilitas.
46
DAFTAR PUSTAKA
Center for Disease Control and Prevention. Congenital Malformation of Genital Organ.
2015.
(Internet).<https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/surveillancemanual/photo-
atlas/gen.html?>accessed March 9, 2017
Center for the Study & Treatment of Hypospadias | UCSF Departement of Urology
[internet]. Urology. Ucsf.edu. 2016 [cited 9 November 2016]. Availabel from:
https:/ /urology.ucsf.edu/research/children/center-study-treatment-hypospadias
Kalfa, N., Philibert, P,. et al. (2013). Minor Hypospadias: The Tip of the Iceberg of the
Partial Androgen Insensitivity Syndrome. Plos One. 8(4): 2-3.
Ketut Mendri S., Prayogi Sarwo, A. Asuhan keperawatan pada anak sakit & bayi resiko
tinggi. Jakarta:Pustaka Baru Press
Tangkudung, F. J., Patria, S. Y., & Arguni, E. (2016). Faktor Risiko Hipospadia pada
Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri, 17(5), 396.
https://doi.org/10.14238/sp17.5.2016.396-400
47