Makalah Pengolahan Dan Pengawetan Dengan Proses Termal
Makalah Pengolahan Dan Pengawetan Dengan Proses Termal
Makalah Pengolahan Dan Pengawetan Dengan Proses Termal
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah Teknologi Pangan tentang “ Pengolahan Dan Pengawetan Pangan
Dengan Proses Termal / Suhu Tinggi ” ini dapat penyusun selesaikan. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah Teknologi Pangan.
Makalah ini berisi tentang pengolahan pangan dengan suhu tinggi sehingga melalui salah
satu proses pengolahan/pengawetan ini masa simpan makanan dapat diperpanjang, ulasan yang
penyusun sediakan ini semoga dapat menambah wawasan sehingga memperjelas pembahasan
materi.
Dengan tersusunnya makalah ini penyusun harap, makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih kepada Ibu Ana B. Montol, S.Pd,
MSi selaku Dosen Mata Kuliah Teknologi Pangan atas bimbingannya selama ini dan teman-
teman yang telah memberikan dukungan serta saran demi terselesaikannya makalah ini. Makalah
ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun akan sangat membantu
penyusun dalam memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
2.4 Faktor Yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi 5
2.5.5.Penggorengan ................................................................................................... 10
2.5.8. Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi ......... 14
2.6 Hasil Produk Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi ..................... 15
PENDAHULUAN
Pada mulanya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan dimaksudkan
untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan dalam bahan
pangan seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis. Ternyata selama proses termal , terjadi juga
secara simultan kerusakan – kerusakan zat-zat gizi seperti vitamin serta faktor-faktor yang
memengaruhi mutu pangan seperti warna, tekstur, dan cita rasa.
Adanya kenyataan ini menyebabkan proses termal berkembang menjadi suatu proses
optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan dalam
bahan tertutup , tetapi juga sedapat mungkin berusaha agar proses ini masih dapat
mempertahankan zat nutrisi serta mutu bahan pangan semaksimal mungkin.
1.2. Tujuan
Mengetahui prinsip pengawetan dengan suhu tinggi.
Mengetahui syarat pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi.
Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengawetan dengan suhu tinggi.
Mengetahui berbagai macam pengolahandan pengawetan bahan pangan dengan suhu
tinggi.
Mngetahui berbagai hasil produk dari pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi.
PEMBAHASAN
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam
wadah tertutup.Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat
dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya.Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan
yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya.
Pada pengolahan/pengawetan pada suhu tinggi, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan.
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan
a. Jumlah panas harus cukup untuk mematikan miroba pembusuk dan mikroba patogen yang
paling resisten.
b. Jumlah panas tidak menyebabkan kerusakan citarasa.
c. Menghasilkan produk yang aman dikonsumsi
Tabel.1. Ketahanan Panas Beberapa Bakteri yang penting dalam sterilisasi komersial
Ketahanan Panas
Golongan Bakeri
D Z
Bahan Pangan Berasam Rendah (pH>4,5)
Termofilik(spora)
Golongan Flat sour
4.0-5.0 14-22
(B.stearothermophilus)
Golongan Pembusuk/Produksi Gas
3.0-4.0 16-22
(C.thermosaccharolyticum)
Golongan Pembentuk Bau Sulfida 2.0-3.0 16-22
(C.nigrificans)
Meshofilik (spora)
PA (Putrefactive Anaerob) (Clostridium
0.10-0.20 14-18
botulinum) type A dan B
Clostridum sporogenes (termasuk PA.367a) 0.10-1.50 14-18
Bahan Pangan Asam (ph 4.0-4.5)
Thermofil(spora)
Bacillus coagulant 0.01-0.07 14-18
Mesofil
B,polymyxa dan B.macerans 0.10-0.50 12-16
Anaerob Butirat (C.pasteurianu) 0.10-0.50 12-16
Bahan Pangan Berasam Tinggi(pH<4)
Lactobacillus sp, Leukonostoc sp., dan kapang
0.50-1.00 8-10
serta khamir
Ket : D = waktu (menit) yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk memusnahkan
Z = Jumlah ⁰F yang dibutuhkan untuk menurunkan 1 siklus log dari kurva destruksi panas
2.4 Faktor Yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi
Faktor yang menentukan tinggi suhu dan lama processing, yaitu :
1. Macam makanan (cair, padat, kombinasi). Perpindahan panas yang lambat merupakan faktor
pembatas dan sterilisasi. Bahan berbentuk cairan atau bahan yang dicampur dengan cairan
memiliki sifat pindah panas yang baik. Hal sebaliknya jika berbentuk padatan memiliki
perpindahan panas yang kurang baik.
2. Cara mengisikan makanan dalam kaleng
3. Bawah wadah. Panas akan cepat menetrasi ke dalamk bahan bila ukuran kemasan adalah
kecil
4. Besar kaleng
5. Ketebalan irisan makanan
6. Suhu retort dan suhu awal makanan. Perbedaan suhu yang tinggi akan pemanas dan produk
akan disterilisasi akan mempercepat penetrasi panas.
7. Rotasi/agitasi (continue, diskontinue)
8. Letak kaleng dalam retort
9. Bentuk kemasan, wadah yang ramping tinggi meningkatkan arus konveksi.
10. Jenis kemasan, penetrasi panas akan lebih cepat terjadi pada kemasan yang terbuat dari
logam daripada gelas atau plastik.
2.5 Cara Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi
2.5.1. Blanching
Blanching adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara langsung pada
suhu kurang dari 100⁰C selama kurang dari 10 menit. Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan
pada umumnya , proses termal ini merupakan suatu tahap proses yang sering dilakukan pada
bahan pangan sebelum dikalengkan, dikeringkan, atau dibekukan.
Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blanching dapat berbeda-beda. Dalam proses
pengeringan dan pembekuan, blanching dilakukan untuk meninaktifkan enzim yang tidak
diinginlan yang mungkin dapat merubah warna, tekstur, citarasa, maupun nilai nutrisisnya
selama penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blanchingadalah untuk melayukan jaringan
tanaman agar supaya mudah di pak, menghilangkan gas dari dalam, jaringan, menginaktifkan
enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum diserilisasi.
Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat
dibedakan menjadi dua,y aitu:
Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan.
a. Blanching sebagapi erlakuanp endahuluanu ntuk prosesp engalengan.
b. Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-masing
c. adalah berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses
d. pembekuan dan pengeringan adalah:
e. Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.
f. Menginaktifkan enzim yang dapatm enyebabkanp enurunank ualitas bahan pangan.
g. Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat menyebabkan adanya
offflavor (flavor yang tidak diinginkan).
h. Mempertahankanw arna alami dari bahanp angan.
Sebagai contoh, biasanya Aspeigillus glaucus tumbuh pada buah-buahan yang dikeringkan
dan berkadar gula tinggi, seperti sale pisang dan kurma. Tumbuhnya mikroba pada bahan pangan
yang dikeringkan dapat dikurangi apabila sebelum pengeringan terlebih dulu dilakukan
blanching. Suhu dan lamanya waktu blanching berbedar urtuk masing-masing bahan pangan.
Proses blanching dapat dioptimasi hanya melalui faktor-faktor diluar suhu dan waktu proses.
Faktor yang harus diperhatikan tersebut misalnya kehilangan karena terlarut dalam medium dan
kerusakan karena teroksidasi.
2.5.2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100⁰C, akan tetapi
dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit tergantung dari
tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya.
Pasteurisasi umumnya suatu proses termal yang dikontaminasikan dengan proses pengawetan
lainnya seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigasi).Tujuan utama
proses termal pada pasteuisasi adalah untuk menginaktifkan sel –sel vegetatif dari mikroba
patogen.
Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain
misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya, pada beberapa bahan
pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk.
1. “The Holder Process”, susu dibiarkan pada suhu 62,8oC (145oF) untuk paling sedikit 30
menit, kemudian didinginkan dengan cepat sampai suhu 10oC (50oF).
2. Proses HTST (High Temperature Short Time), susu dipanaskan pada suhu 71,7oC (161oF)
untuk paling sedikit 15 detik dan didinginkan dengan segera sampai suhu 10oC (50oF).
Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu
1. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75⁰C
dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.
2. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60⁰C
dalam waktu 30 menit.
3. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130⁰C selama hanya
0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi. Dalam proses ini semua
MIKROBA mati , sehingga susunya biasanya disebut susu steril.
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan
bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat.
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan
enzim.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di
bawah 100 oC. Contohnya :
1. Sterilisasi biologis
Sterilisasi biologis adalah suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala
macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
2. Sterilisasi komersial
Sterilisasi komersial adalah suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat
patogen dan pembentuk racun telah mati. Pada produk yang steril komersial masih terdapat
spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan
penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut
diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Dari ketiga proses termal jelas bahwa karakteristik utama masing-masing proses berbeda-
beda. Blansing mempunyai karakteristik menginaktifkan enzim, pasteurisasi untuk
menginaktifkan sel vegetative mikroba pathogen atau pembusuk, sedangkan sterilisasi
komersial untuk menginaktifkan spora mikroba pembusuk khususnya yang anaerobic.
Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas :
a. Sterilisasi dengan pemijaran, digunakan untuk sterilisasi alat-alat laboratorium seperti
jarum ose dan lain-lain. Caranya dipanaskan dengan membakar alat-alat tersebut di atas
lampu spirtus sampai pijar.
b. Sterilisasi dengan udara panas, sering disebut sterilisasi kering, dilakukan untuk
mensterilkan alat-alat yang terbuat dari gelas. Pemanasan dilakukan pada suhu 170-180⁰C
selama 1,5-2 jam menggunakan oven.
c. Sterilisasi dengan uap air bertekanan, digunakan untuk mensterilkan alat-alat atau bahan-
bahan yang tidak rusak karena pemanasan dengan tekanan tinggi. Sterilisasi dilakukan
dengan autoklaf.
d. Sterilisasi dengan uap air panas, tidak dilakukan pada bahan-bahan yang bukan cairan.
Bahan-bahan yang disterilkan dengan cara ini umumnya adalah media kultur yang tidak
tahan dengan panas tinggi.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya.
Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada
suhu 121⁰C atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami
perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan
pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan
membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi
perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan
hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua
makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial
.Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun.Kerusakan-
kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi
kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang
sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah
bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti
buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri
Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam
makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan
yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1⁰C selama 15 menit
dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen
termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial
sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus
dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin
jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh
dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus
stearothermophillus.
Susu dapat disterilkan dengan 2 cara baik dengan proses sterilisasi dalam botol atau
dengan proses perlakuan pemanasan ultra (Ultra Heat Treatment), yaitu
2.5.4.Pengalengan (Canning)
Pengalengan atau canning adalah suatu metode pengawetan bahan pangan yang siap
untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis) yang telah diberi perlakuan
dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip pengalengan adalah membunuh mikroba
dengan menggunakan panas dan mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah .
Sebetulnya orang yang menemukan proses yang sekarang kita kenal dengan pengalengan
ialah Spallanzani pada tahun 1765. Dalam percobaannya ia membuktikan, bahwa makanan yang
ditaruh dalam botol terutup dengan gabus rapat-ra pat dapat dicegah dari kebusukan apabila
botol tersebut dipanasi cukup lama. Sebagai pelopor atau disebut sebagai “ Bapak industri
pengalengan “ ialah Nicolas Appert (1810) dari Perancis. Tetapi baru populer setelah penemuan
Louis Pasteur (1860). Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi setelah tahun
1900, yaitu dengan didapatkannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang dapat ditutup rapat serta
cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.
Proses pengalengan
Proses pengalengan modern biasanya melibatkan operasi-operasi sebagai berikut :
2.5.5.Penggorengan
1. Penggorengan Minyak dengan Pemanasan Uap
Penggorengan minyak dengan pemanasan uap ini biasanya ada pada pabrik pengawetan ikan
biasanya terdiri dari penggorengan ikan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Peralatan yang pada
umumnya dipergunakan untuk menangani perkerjaan ini terdiri dari berbagai macam penggoreng
minyak yang dipanaskan dengan uap, dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang mendasar
diantaranya : hasilan, kualitas dari penggorengan, boros tidaknya minyak dan bahan baku,
kebutuhan minyak per produk, koefisien perpindahan panas uap/minyak, tingakat mekanisasi
dan otomatisasi dari proses penggorengan, fasilitas dari operasi dan keamanan.
Penggorengan minyak uap panas dipakai pada pabrik pengawetan ikan mempunyai pengubah
panas jenis tabung (satu, dua atau lebih dari deretan tabung boleh dipakai) yang mudah
dioperasikan dan dilayani adalah pengubah panas dua deret dengan tabung-tabung berbentuk
oval. Biasanya suhu yang digunakan adalah sekitar 1500C dengan lama waktu sekitar 8 menit.
2. Penggoreng Panas Gas dan Listrik
Penggoreng-penggoreng listrik dan gas dipakai untuk menggoreng ikan dan hasil pangan
lainnya, pada pabrik kecil misalnya pabrik pengawetan ikan. Body penggoreng di las dari baja
tahan karat dan lembaran pelat tahn panas. Body memiliki suatu bungkus yang terdiri dari dua
bagian yaitu bagian belakang dbuat kaku dan tetap, sedangkan sebagian, depan dibuat
disesuaikan dengan produk. Penggorengan listrik dipanaskan dengan elemen listrik dan
penggorengan gas dipanaskan dengan gas. Penggorengan diisi dengan minyak pada tingkat
ketinggian tertentu dan dipanaskan dengan peningkatan suhu.
Bahan pangan diletakkan didalam keranjang kerangka segi empat pada bagian bawahnya
terbuat dari kawat baja tahan karat dengan diameter sekitar 2 mm, keranjang dan bahannya
ditempatkan secara manual didalam penggorengan, sedang hasil dari penggorengan bisa
dipindah gerakkan secara manual keluar dari minyak mendidih. Penggorengan dipasang dengan
sensor pengukur suhu dengan sendirinya dengan mengamati setiap detik perubahan suhu yang
terjadi pada minyak.
2.5.6. Penyangraian
Penyangraian menurut bahasa berasal dari kata sangrai yang artinya menggoreng tanpa
minyak. Sehingga penyangraian dapat di artikan sebagai proses menggoreng bahan tanpa
menggunakan minyak. Bahan yang diolah menggunakan penyangraian adalah biji kopi, kakao,
dan biji kacang-kacangan. Menurut Mawaddah (2012) penyangraian adalah Definisi : proses
pindah panas baik tanpa media maupun mengunakan pasir dengan tujuan mendapatkan cita rasa
tertentu.Contoh : penyangraian kerupuk, kopi, biji kakao, dan kacang.
Penyangraian kopi adalah proses yang tergantung waktu dan temperature, dimana
senyawa-senyawa kimia di dalam kopi akan berubah dengan hilangnya massa kering kopi yang
sebagian besar adalah karbondioksida dan gas-gas volatile lainnya sebagai produk dari pirolisis.
Sekitar setengah dari karbondioksida yang dihasilkan akan tertahan dalam kopi yang telah
disangrai bersama-sama dengan senyawa flavor penting yang bersifat volatile (Anonim, 2011).
Proses Penyangraian dan Alat yang Digunakan
Pengolahan bahan pangan dengan cara penyangraian dapat dilakukan baik secara manual
maupun menggunakan mesin. Penyangraian secara manual menggunakan wajan baik yang
terbuat dari besi maupun wajan yang terbentuk dari tanah. Proses penyangraian dengan
menggunakan wajan yaitu terjadi perpindahan panas dari permukaan pemanas ke dalam bahan.
Panas yang masuk ke bahan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Panas yang
menyebabkan perubahan trmperatur tersebut disebut dengan panas sensible. Kondisi ini akan
berakhir ketika keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan semakin meningkat sampai mendekati
suhu penyangraian. Keadaan seperti ini diakibatkan oleh adanya panas latent penguapan yang
menyebabkan terjadinya proses perubahan massa air yang terkandung dalam bahan.
Penyangraian juga dapat dilakukan menggunakan mesin penyangrai. Salah satu alat
penyangrai yang berbasiskan teknologi adalah alat sangrai yang telah dikembangkan oleh Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang dinamakanRoaster. Prinsip kerja Roaster ini adalah
suatu silinder (tempat penyangrai) yang dipanaskan dengan kompor bertekanan minyak
tanah (burner), dan diputar dengan motor listrik, setelah suhu ruang sangrai siap untuk proses
penyangraian, motor penghisap biji, akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang
penyangrai, dan proses penyangraian berlangsung, kemudian setelah kopi matang, kopi akan
jatuh ke alat pendingin (tempering). Pada alat pendingin ini terdapat motor untuk mengaduk kopi
dan blower untuk menghisap suhu panas kopi. Semua proses diatas berlangsung secara manual
dengan cara menekan tombolON/OFF pada panel kontrol untuk mengendalikan motor-motor
pada alat tersebut.
Pada tahun 2008, dilakukan sebuah penelitian merancang dan membuat kontrol untuk
motor-motor pada mesin sangrai, sehingga motor-motor tersebut dapat bekerja secara otomatis,
berdasarkan timer dan sensor-sensor yang dipasang pada roaster. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Mekatronika, Divisi Industri Hilir dan Rekayasa Alat-Mesin, Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
Sistem kerja dari timer, sensor dan motor pada Roaster ini dikendalikan dengan Smart
Relay Zelio Logic SR3 B261BD. Prinsip kerja disain kontrol ini adalah sebagai berikut: saat
tombol start ditekan motor penggerak silinder akan berputar, pintu sangrai dan tempering akan
menutup secara otomatis, pada proses ini sensor suhu akan mendeteksi suhu ruang sangrai
untuk proses penyangraian (±150˚C), jika kondisi tersebut terpenuhi, mesin penghisap biji kopi
akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, setelah proses ini
selesai, timer untuk durasi penyangraian akan bekerja, setelah timermencapai set waktu yang
ditentukan (proses penyangraian selesai) motor penggerak akan membuka tutup sangrai, dan biji
kopi akan jatuh ke tempat pendingin (tempering), pada waktu yang bersamaan dengan
bekerjanya motor penggerak pintu sangrai, motor pemutar alat pengaduk biji kopi
dan blower akan berkerja, proses ini akan terus berlangsung sampai pada suhu biji kopi yang
sudah ditentukan(± 30˚C). Selanjutnya sensor suhu pada tempering akan memerintahkan smart
relay untuk mengerakkan motor pembuka tutup tempering, sehingga biji kopi jatuh ke tempat
yang sudah disediakan. Setelah proses ini selesai sistem akan berhenti. Selama proses
berlangsung, sistem kerja sensor-sensor dan motor-motor pada Roaster dapat
dimonitoring melalui computer (Pristianto,2008)
Proses Penyangraian Kopi
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji kopi. Apabila kopi
memiliki keseragaman dalam ukuran, specific grafity, tekstur, kadar air, dan struktur kimia,
maka proses penyangraian relative lebih mudah untuk dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi
memiliki perbedaan yang sangat besar, sehingga proses penyangraian merupakan seni dan
memerlukan keterampilan dalam mengolahnya.
Proses penyangraian dilakukan dengan mengunakan suhu tinggi. Biji kopi disangrai pada
suhu 180- 240 derajat Celcuis, biasanya memrlukan waktu 15-20 menit. Selama penyangraian
biji kopi diaduk agar uap air cepat terbawa kelua dan panas terdistribusi secara seragam serta
keseluruhan. Ketika penyangraioan selesai maka biji kopi harus segera dikeluarkan dari mesin
dan didinginkan secara cepat.
Menurut Ciptati dan Nasuiton (1981) dalam Sari (2001), selama proses penyangraian terjadi
pengurangan bobot hingga 16 %. Dua tahap yang terpenting didalam proses penyangraian adalah
tahap penguapan air pada suhu 100 derajat Celsius dan tahap pyrolitas pada sushu 180 derajat
Celsius. Pada pyrolisis ini terjadi berbagai perubahan komposisi kimia dan terjadi pengurangan
bobot sebanyak 10 %. Tingkat perubahan makin meningkat sejalan dengan peningkatan suhu
penyangraian. Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses penyangraian secara rinci adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan Sifat Fisik Biji Kopi
Perubahan sifat fisik terdiri dari perubahan kadar air, tekstur (kekerasan), dan warna.
1. Perubahan kadar air.
Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan selama proses penyangraian berlangsung terjadi
perpindahan panas dari media penyangraian ke bahan dann juga perpindahan massa air.
Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya
panas laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah
sampai pada kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam bahan
berubah dari fase cair menjadi uap. Perubahan kadar air yang terjadi selama penyangraian
mengakibatkan terjadinya prubahan berat kopi hasil penyangraian. Perubahan berat tersebut
sebanding dengan perubahan kadar airnya.
Sivetz dan Foote (1973) dalam Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan bahwa pada tahap
awal proses, energi panas yang tersedia dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan
air. Kadar air biji kopi turun cepat pada awal penyangraian dan kemudian akan berlangsung
relative lambat pada akhir penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat
air (difusi) didalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi,
kecepatan penguapan menurun karena posisi molekul air terleetak makin jauh dari
permukaan biji.
2. Perubahan Tekstur
Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji kopi dan
variasi suhu serta waktu/lama penyangraian. Semakin tinggi suhu maka kekerasan biji kopi
akan semakin kecil. Dimana suhu mempengaruhi laju penguapan kadar air dalam biji yag
selanjutnya kan berpengaruh pula terhadap laju perubahan kekerasan biji. Ketika suhu lebih
tinggi, kadar air bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi menjadi empuk
(Nugroho dkk,2009).
3. Perubahan Warna
Warna suatu komoditi hasil pertanian ditentukan oleh pigmen alami tanaman yang mudah
mengalami perubahan kimia. Pigemn sangat peka terhadap pengaruh kimia dan fisik selama
pengolahan terutaman panas. Perubahan warna menjadi coklat tua disebabkan karena
karamelisasi gula menjadi warna cokelat tua. Selain itu perubahan warna dapat ditimbulkan
dari reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein yang dikenal sebagai reaksi
pencoklatan non-enzimatik atau reaksi Maillard (Sari, 2001).
Menurut Joko Nugroho (2009), pada penyangraian dengan suhu tinggi sekitar 200 dan
220 derajat Celsius menyebabkan terjadinya perubahan warna biji kopi menjadi kecoklatan
dan makin gelap. Hal ini terjadi karena adanya reaksi Maillard yang mengakibatkan
munculnya senyawa bergugus karbonis (gugus reduksi) dan bergugus amini. Reaksi Maillard
adalah reaksi browning non-enzimatik yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat
molekul tinggi. Ketidakseragaman warna biji kopi sebelum penyangraian warna yang
diperoleh tidak seragam. Hal ini mengakibatkan tingkat pencerahan (lightness) yang
diperoleh tidak stabil. Namun secara umum data yang diperoleh dapat menggambarkan
adanya perubahan warna kecerahan padda biji kopi selama penyangraian.
4. Perubahan Sifat Kimia Biji Kopi
Perubahan sifat kimia biji kopi berkaitan dengan rasa kopi. Rasa pada kopi dipengaruhi
oleh hasil degradasi senyawa seperti: karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa
volatile dan trigonellin. Pada penyngraian terjadi banyak kehilangan (losses) akibat
terdegredasi. Karbohidrat terdegredasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhanayang
menghasilkan rasa manis. Alkaloid yaitu kafein yang mengalami sublimasi kafeol. Kafein
meiliki rasa pahit yang kuat selain assam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan
kontribusi sebanyak 10 % dalam pembentukan rasa pahit. Asam klorogenat terdekomposisi
sebanyak 50 % selama penyangraian dan akan hilang pada derajat penyangraian “heavy
roast”. Sedangkan trigonellin hanya 15 % terdekomposisi untuk setiap penyangraian.
Pembentukan senyawa folatil terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Pembentukan
senyawa volatile terjadi pada tahap pyrolisis. Phyrolisis terjadi pada suhu 200 derajat Celsius
(Sari, 2001).
Menurut Ciptati dan Nasution (1981) dalam Sari (2001) menyatakan pembentukan
senyawa volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian, yaitu tenrjadinya
phyrolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam struktur sel biji. Selama proses phyrolisis
terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat, dan berbagai jenis asam lainnya,
aldehida, dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfida, dan lain-lain.
Jumlah energi panas yang diberikan dalam suatu proses tidak boleh lebih dari jumlah minimal
panas yang diperlukan untuk menghacurkan mikroba. Tetapi tidak dikehendaki jika
mengakibatkan penurunan citarasa maupun nilai gizi produk. Pengawasan yang kurang baik
selama pemanasan dapat mengkibatkan dua kemungkinan , yaitu terlalu banyak atau terlalu
sedikit energi panas yang diperoleh, sehingga keduanya akan mengakibatkan kerugian.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan yaitu dalam mengawetkan bahan pangan harus
diperhatikan juga bagaimana cara agar kualitas pangan tidak berubah dan tidak menurunkan nilai
gizi walaupun sudah di awetkan. Dan pangan yang sudah diawetkan dapat terjaga keamanan nya
untuk dikonsumsi oleh masyarakat atau konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gagaspertanian.com/2011/02/pengawetan-dengan-suhu tinggi.html#ixzz3SF5oDitj
http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9605033-
makalah-penggunaan-suhu-tinggi?__xtblog_block_id=1
Tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/Pengolahan-pangan-dengan-suhu-tinggi.pdf
https://www.academia.edu/38565862/8.pengolahan_dengan_suhu_tinggi.docx