Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

ALGA

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOGNOSI BAHARI

“THALLOPHYTA (ALGA)”

OLEH:

EKSA DIANTI

N111 15 325

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Laut merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat besar

di planet bumi. Organisme-organisme ini sangat bervariasi dan praktis mewakili

semua filum. Sebagian besar dari planet bumi ditutupi oleh lautan, dan di seluruh

volume air terdapat kehidupan. Beranekaragamnya kehidupan yang ada di laut,

menyebabkan manusia mengalihkan perhatiannya pada potensi sumberdaya laut yang

merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena lautan dipandang

sebagai gudang persediaan sumber makanan, cadangan bahan tambang, oksigen dan

sebagai pengatur iklim. Adanya perhatian orang terhadap besarnya peranan lautan

menyebabkan makin banyaknya dilakukan eksplorasi dan eksploitasi penelitian di

laut.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah lautan

lebih besar dari luas daratan, dengan total panjang garis pantai 81.000 Km dengan

17.508 pulau. Berdasarkan hal tersebut maka dikatakan bahwa Indonesia memiliki

sumberdaya hayati laut yang lebih besar dibandingkan negara lain. Salah satu sumber

hayati laut yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia yaitu alga.

Menurut Odum (1996), perairan intertidal sampai daerah tidal umumnya

didominasi oleh alga hijau, diikuti alga coklat, kemudian alga merah yang terdapat

disepanjang batas bawah, dan secara ekologis makroalga berfungsi sebagai sumber

makanan dan pelindung bagi berbagai hewan, antara lain ikan dan siput. Selain itu,
makroalga juga menghasilkan zat kapur yang sangat berguna bagi pertumbuhan

karang di daerah tropis (Nybakken, 1992). Selanjutnya Dawes dalam Idriani dan

Sumarsi (1995), menyatakan bahwa makroalga juga berperan dalam produktivitas

primer di laut.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 PENGERTIAN ALGA

Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (Uniseluler

dan multi seluler), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada

juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel. Alga merupakan

mikroorganisme akuatik fotosintesis yang masuk dalam kingdom protista. Alga

menggunakan fotosintesis untuk hidup dan berreproduksi. Alga dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa kelas berdasarkan susunan selulernya dan perbedaan struktur

kloroplasnya, misalnya sumber dan jumlah lapisan membrane (Sulisetijono,2009).

Alga termasuk mikroorganisme eukariotik. Mereka umumnya bersifat

fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru kehijauan (fikobilin),

coklat (fikosantin), dan merah (fikoeritrin) (Anonim, 2010).

Menurut Volk and Wheeler (1993) dalam Anitamuina, 2013, alga yang

menguntungkan bagi kehidupan manusia adalah :

1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi Chlorophyta yang memiliki

klorofil.

2. Penyusun biomassa

3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi chlorophyta yaitu Chlorella sp.

4. Pengolahan limbah.

5. Pembuat agar, contohnya divisi Rhodophyta marga Gelidium.


6. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk

pembuatan sushi.

7. Penghasil O2 yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya

algae yang mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis.

Alga yang merugikan kehidupan manusia adalah :

1. Blooming alga. Merupakan salah satu peranan merugikan dari alga dimana

suatu ekosistem air terjadi peledakan biomassa alga yang dapat menutupi

perairan sehingga organisme dibawahnya tertutup cahaya matahari khususnya

produsen sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis.

2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah

“Pasang Merah”, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz)

yang menyebabkan keracunan, kelumpuhan hingga kematian.

Menurut Ciremai (2008) dalam Lia Erdina, 2010, bahwa sampai permulaan abad

20 telah dikenal 4 kelas Alga, yaitu Chlorophyceae, Phaeophyceae, Rhodophyceae

dan Myxophyceae (Cyanophyceae). Menurut Nontji (1981) dalam Lia Erdina, 2010,

Chlorophyceae merupakan kelompok terbesar dari vegetasi Alga.


II.2 KLASIFIKASI ALGA

II.2.1 MIKRO ALGA

Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler

(Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau

helaian pada kondisi sel tunggal (Stanley, 2000). Secara umum mikroalga dikenal

sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien anorganik dan produksi zat

organik yang berasal dari proses fotosintesis. Mikroalga dapat mengubah nutrien

anorganik menjadi bahan organik sehingga dapat menghasilkan oksigen yang

diperlukan oleh makhluk hidup yang tingkat tropiknya lebih tinggi, sehingga

mikroalga berperan sebagai produsen tingkat pertama dalam rantai makanan

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Mikroalga memiliki peranan penting dalam

proses budidaya sebagai pakan alami bagi zooplankton dan larva ikan. Harun et.al.

(2010) menjelaskan bahwa mikroalga memiliki kandungan protein alami yang tinggi

sehingga berpotensi menghasilkan berbagai macam produk seperti karotenoid,

fikobilin, asam lemak, polisakarida, vitamin, sterol, enzim dan senyawa bioaktif

lainnya.

II.2.2 MAKRO ALGA

Tumbuhan makroalga merupakan tumbuhan menahun yang hidup di air, baik

air tawar maupun air laut, selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Tubuh

makroalga menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar, tetapi semua selnya


selalu jelas mempunyai l inti dan plastida dan dalam plastidanya terdapat zat-zat

warna derivat klorofil yaitu klorofil a, b atau kedua-duanya. Selain derivat-derivat

klorofil, terdapat pula zat-zat warna lain yang justru kadang-kadang lebih menonjol

dan menyebabkan kelompok-kelompok ganggang tertentu sehingga penamaan alga

menurut zat pigmen yang terkandung di dalamnya. Zat-zat warna tersebut berupa

fikosianin (berwama biru), fikosantin (berwarna pirang), dan fikoeritrin (berwarna

merah), xantofil dan karoten. Makroalga hidup dengan menancap dirinya pada

substrat berlumpur, berpasir, karang mati, kulit kerang, batu dan kayu (Kordi, 2010).

Menurut Winarno (1990), makroalga dapat melakukan perkembangbiakan

secara seksual dan aseksual. Secara seksual, sel yang pipih dan berlapis dua

membentuk sel kelamin yang di sebut gamet berbulu getar dua. Setelah gamet ini

lepas ke dalam air, mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel

bekembang menjadi tumbuhan baru yang di kenal sebagai sporofit, tetapi umumnya

melalui fase benang dulu. Sedangkan secara aseksual terjadi dengan fragmentasi yang

membentuk tumbuhan tak melekat.


II.3 MAKRO ALGA

Morfologi tumbuhan alga tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara

akar, batang dan daun. Secara keseluruhan tanaman ini memiliki morfologi yang

mirip,walaupun sebenarnya berbeda. Tubuh makroalga umumnya disebut “tallus”.

Talus merupakan tubuh vegetatif alga yang belum mengenal diferensiasi akar, batang

dan daun sebagaimana yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Talus

makroalga umunya terdiri atas “blade” yang memiliki bentuk seperti daun, “stipe”

(bagian yang menyerupai batang) dan “holdfast” yang merupakan bagian talus yang

serupa dengan akar. Beberapa jenis makroalga, “stipe” tidak dijumpai dan “blade”

melekat langsung pada “holdfast” (Sumich, 1992 dalam Palalo, 2013, h.13).

Gambar 1. Morfologi Makroalga

Bentuk talus makroalga bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung,

pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya. Percabangan talus
ada yang dichotomous (bercabang dua terus menerus), pectinate (berderet searah pada

satu sisi talus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang talus utama secara

berselang seling), ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama

dan adapula yang sederhana dan tidak bercabang (Aslan, 1998 dalam Palalo, 2013,

h.14).

Gambar 2. Tipe percabangan makroalga, (1). Tidak bercabang, (2).

Dichotomous,(3). Pinnate alternate, (4). Pinnate distichous, (5). Tetratichous,

(6).Ferticillate, (7). Polystichous, (8). Pectinate, (9). Monopodial, (10). Sympodial

II.3.1 Klasifikasi MakroAlga

Makroalga yang berukuran besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae

(alga merah). Makroalga ini berfungsi sebagai produsen primer pada suatu perairan,

selain hal tersebut makroalga memiliki peran untuk menfiksasi bahan organik dari

bahan anorganik dengan bantuan cahaya matahari yang dimanfaatkan langsung oleh

herbivor (Asriyana dan Yuliana, 2012 dalam Lase, 2014, h.5).


A. Alga hijau (Chlorophyceae)

Ganggang hijau atau Chlorophyta sesuai dengan namanya, kelompok

dari alga ini berwarna hijau berasal dari pigmen pada kloroplas. Kloroplas

mengandung pigmen yang digunakan untuk fotosintesis, yaitu klorofil-a dan

klorofil-b serta berbagai karotinoid. Alga hijau menghasilkan dinding sel yang

sebagian besar terdiri dari karbonhidrat yang berselulosa. Kelompok alga ini

memiliki bentuk yang sangat beranekaragam, tetapi bentuk yang umum

dijumpai adalah seperti benang (filamen) dengan atau tanpa sekat dan

berbentuk lembaran (Suantika dkk, 2007, h.2.53). Perkembangbiakannya

dilakukan secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan yang

dilakukan secara seksual, yaitu isi dari sel tumbuhan pipih dan berlapis dua

membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu-getar dua. Setelah gamet

ini lepas ke dalam air, mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan

sel berkembang menjadi tumbuh-tumbuhan baru yang dikenal sebagai sporofit

(sorophyte), tetapi biasanya melalui fase benang terlebih dahulu.


Berikut merupakan tabel klasifikasi alga hijau :

B. Alga cokelat (Phaeophyceae)


Alga cokelat merupakan tumbuhan laut dan hanya sebagian kecil saja

yang hidup di air tawar, memiliki ukuran terbesar bila dibandingkan dengan

kelompok rumput laut lain dan bentuknya beragam. Alga cokelat ini terdiri

dari klorofil yang ditutupi oleh pigmen kuning dan cokelat yaitu santofil,

karotin, dan fukosantin (Suantika dkk, 2007, h.2.52). Alga cokelat


mempunyai cakupan luasan di perairan yang lebih dalam dan pigmen cokelat

lebih efisien melakukan fotosintesis dibandingkan pigmen warna hijau.

Variasi bentuk dari rumput laut cokelat cukup banyak. Beberapa diantaranya

mempunyai ukuran yang lebar, dan panjang dan umumnya banyak dijumpai

di rataan terumbu karang yang berhadapan langsung dengan samudera

(Setyobudiandi dkk, 2009, h.5).

Tumbuhan tersebut ada yang membentuk benang kecil dan halus

(Ectocarpus), berbentuk seperti sosis yang kopong dan kasar dengan panjang

30 cm atau lebih (Scytosiphon), kemudian yang bertangkai pendek dan

bertalus lebar (Laminaria, Costaria dan Alaria, beberapa diantaranya

mempunyai lebar 2 meter), bentuknya bercabang banyak (Fucus Agregia), dan

dari Pasifik terdapat alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang

dengan daun seperti kulit yang panjang (Macrocystis, Nerocystis,

Pelagophycus). Tabel klasifikasi alga coklat :


C. Alga merah (Rhodophyceae)

Alga merah di perairan tropik, umumnya terdapat di daerah bawah

litoral dengan cahaya yang sangat kurang. Umumnya alga merah berukuran

kecil, memiliki pigmen-pigmen kromatofor yang terdiri dari klorofil dengan

santofil, karotena, fikoeritrin dan fikosianin. Sekelompok tumbuhan ini ada

yang disebut koralin yang dapat menyerap zat kapur dari air laut dan

strukturnya menjadi sangat keras. Biasanya koralin dapat dijumpai pada

terumbu karang dan membentuk kerak merah muda pada batu karang dan batu

cadas (Suantika dkk, 2007. h.2.50). Alga merah mendominasi tumbuhan laut.

Warna yang dimiliki alga merah paling mencolok jika dibandingkan dengan

kelompok lainnya, ada yang berwarna merah ungu, violet, coklat, dan hijau.
Pigmen dari kromatofor terdiri dari klorofil, santofil, karotin dan

sebagai tambahan fikoeritrin merah atau fikosianin. Alga merah ini meskipun

berukuran kecil, namun bentuknya beranekaragam dibandingkan alga coklat

dan jumlahnya lebih banyak. Sifat yang dimiliki oleh alga merah yang sangat

menarik dari perkembangbiakan yang tidak memiliki spora atau gamet. Hal

ini menyimpang dari kebiasaan perkembangbiakan jasad hidup didalam air

(Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.75-78).

II.4 MANFAAT MAKROALGA

Alga dimanfaatkan manusia dalam banyak cara. Negara yang memiliki alga

merah dan alga cokelat, organisme ini digunakan sebagai pupuk. Banyak alga

mensintesis vitamin A dan D dengan dimakannya alga oleh ikan, maka

vitaminvitamin itu disimpan dalam organ (umpamanya hati) ikan itu dan diekstraksi
ataupun digunakan secara langsung sebagai sumber yang kaya akan vitamin bagi

konsumsi manusia (seperti misalnya minyak ikan paus).

Alga dimanfaatkan sebagai makanan, terutama di negara-negara Timur. Orang

Jepang membudidayakan dan memanen Porphyra, suatu ganggang merah, sebagai

tanaman pangan. Ganggang merah menghasilkan dua produk polisakarida yang

penting yaitu karegen (lumut Irlandia) dan agar. Keduanya ini digunakan untuk bahan

pengemulsi, pembentuk sel, dan pengental dalam banyak makanan kita. Spesies alga

ada yang menjadi parasit pada tumbuhan tingkat tinggi, sebagai contoh ganggang

hijau Cephaleuros menyerang daun teh, kopi, lada, cengkeh, jeruk dan lain-lain di

daerah tropika dan menimbulkan amat banyak kerusakan (Pelczar, 2013, h.238-239).

Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai peranan dan manfaat terhadap

lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tempat asuhan dan perlindungan bagi jenis –

jenis ikan tertentu (nursery grounds), tempat pemijahan (spawning grounds), sebagai

tempat mencari makanan alami ikan – ikan dan hewan herbivor (feeding grounds).

Dalam segi ekonomi, makroalga sebagai produk alam merupakan komoditi

yang sangat baik untuk dikembangkan mengingat kandungan kimia yang dimilikinya.

Makroalga dimanfaatkan secara luas baik dalam bentuk raw material (material

mentah) seluruh bagian tumbuhan maupun dalam bentuk olahan. Dalam bentuk raw

material di Indonesia digunakan sebagai lalapan, sayuran, manisan dan asinan,

kemudian dari segi biologis, makroalga mempunyai andil yang besar dalam

meningkatkan produktivitas primer, penyerap bahan polutan, penghasil bahan organik


dan sumber produksi oksigen bagi organisme akuatik di lingkungan perairan (Bold

and Wynne, 1985 dalam Lase, 2014. h.4-5)


DAFTAR PUSTAKA

Lase, Monaria. (2014). Keanekaragaman Makroalga Di Sekitar Pantai Desa Fodo Kota

Gunungsitoli. Departemen Biologi FMIPA USU.

Kordi, K. 2008. Budidaya Perairan Edisi ke- 1. Bandung.

Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengelolaan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Palallo, Alfian. (2013). Distribusi Makroalga Pada Ekosistem Lamun dan Terumbu Karang di

Pulau Bone Batang, Kec. Ujung Tanah, Kelurahan Barrang Lompo, Makassar.

Makassar: Progam Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin. (E-Jurnal).

Odum, E.P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga Penerjemah Ir. Tjahjono Samingan,

MSc. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurkiama, L., dkk. (2015). Keanekaragaman dan Pola Sebaran Makroalga di Perairan Laut

Pulau Pucung Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP
UMRAH (E-Jurnal).

Anda mungkin juga menyukai