Takhrij Hadits
Takhrij Hadits
Takhrij Hadits
Takhrij Hadis
Disusun Oleh:
50700112009
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013
1
KATA PENGANTAR
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dua sumber hukum islam yang menjadi
pegangan hidup umat Islam. Allah sendiri yang akan menjadi penjaga Al-Qur'an
dari perubahan, penambahan ataupun pengurangan, begitupula dengan As-sunnah
(Al-hadist) sebagai penjaga makna atau penjelas al-Qur'an. Maka tidak ada
seorangpun di ujung dunia yang membuat hadist dusta kecuali akan terkuak
kepalsuanya. Bagaimana Hadits bisa terjaga?
Hadits terjaga dengan adanya sanad hadits. Dengan sanad itulah para
ulama ahli hadits bisa membedakan manakah hadits shahih, hadits dhaif (lemah)
dan hadits maudhu’(palsu). Sanad adalah susunan orang-orangyang meriwayatkan
hadist. Para periwayat tersebut diperiksa satu persatu secara ketat tentang riwayat
hidupnya, apakah ia seorang jujur ataukah pendusta, hafalannya kuat ataukah
lemah dan pemeriksaan ketat lainnya. Jika seluruh rawi dalam sanad hadits lulus
pemeriksaan maka hadits tersebut berstatus shahih yang wajib kita jadikan
pegangan hidup. Dengan demikian tersingkaplah hadits-hadits palsu buatan para
pendusta yang sengaja membuatnya untuk merusak agama Islam.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................i
A. Kesimpulan .............................................................................................24
B. Saran ........................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar belakang pentingnya penelitian hadis adalah hadis nabi sebagai salah
satu sumber ajaran islam, dan tidak seluruh hadis tertulis pada zaman nabi. Selain
itu telah timbul berbagai pemalsuan hadis. Juga di sisi lain telah terjadi
periwayatan secara makna karena jumlah kitab hadis yang banyak dengan
penyusunan yang beragam serta proses penghimpunan hadis memaka waktu yang
lama.
B. RUMUSAN MASALAH
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh, Maktabah al-
Ma’arif hal. 7-8
5
illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab
asal (sumbernya)nya.
Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:
2
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah
SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 5-6
6
memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang
dimiliki.
Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan
riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah
riwayat itu munqathi’ mu’dal dan lain-lain. Demikian pula dapat diketahui
apakah status riwayat tersebut shahih, dha’if dan sebagainya.
Takhrij dapat memperjelas hukum hadits dengan banyaknya riwayatnya.
Terkadang kita dapatkan hadits yang dha’if melalui suatu riwayat, namun
dengan takhrij kemungkinan kita akan mendapatkan riwayat lain yang
shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat derajat hukum hadits
yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena terkadang
kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti
Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij kemungkinan
kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya
melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadits oleh
seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan
yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat
Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karenan
kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam
satu sanad.
7
Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.
Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi
Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
Takhrij dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu
hadits.
Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. Diantara hadits –
hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau kelompok orang
melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka “asbab al-wurud” dalam
hadits tersebut akan dapat diketahui dengan jelas.
Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan dengan
melalui perbandingan-perbandingan sanand yang ada.
8
C. SEJARAH TAKHRIJ PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM
TAKHRIJ
Para ahli dan peneliti keislaman generasi pertama umat Islam pada
mulanya tidak berpikir perlu membuat prinsip-prinsip dasar dan tata aturan
mengenai takhrij al-hadits (transfering and transforming of hadith). Argumentasi
yang mengalasi pendapat demikian, sebagaimana yang dikemukakan Mahmud al-
Thahhan, adalah faktor pengetahuan yang ekstensif dan intensif (ithila` wasi`)
yang dimiliki oleh para ahli tersebut terhadap sumber-sumber al-Sunnah.
Kemampuan dan pengetahuan yang demikian luas itu memudahkan mereka
dalam merujukkan setiap pendapat atau sikap keagamaan tertentu yang
membutuhkan alasan syar`i kepada kitab-kitab hadis yang ada ketika itu, bahkan
sampai pada tingkat yang paling partikular (juz’iy) dan detil.
9
menjelaskan aspek orisinalitas dan kualitas redaksional, bahkan bila dianggap
diperlukan menerangkan pula kualitas transmisinya.
Kerja takhrij yang dilakukan oleh generasi pertama ahli hadis hingga akhir
abad ketiga bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Kerja ilmiah mereka lebih
banyak dilakukan dengan melakukan perjalanan sangat jauh ke wilayah-wilayah
yang menjadi pusat-pusat tutorial hadis, sekedar untuk mengkonfirmasi atau
melakukan klarifikasi atas suatu riwayat yang diterimanya. Sementara itu buku-
buku yang dapat dijadikan panduan takhrij belum banyak ditulis. Generasi
sekarang sesungguhnya dapat lebih mudah melakukan kerja takhrij-nya, dan juga
penelitian hadis lainnya, yakni dengan merujuk kepada metode serta buku-buku
hadis yang telah disediakan oleh generasi awal Islam yang dibuat melalui proses
yang demikian panjang, sulit dan melelahkan. Bahkan kecanggihan teknologi
3
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrijul Hadits,
1994 : Semarang, Dina Utama . Hal. 3-4
10
lebih memudahkan para pemula melakukan kerja takhrij dengan hanya
menggunakan keping CD atau membuka informasi di situs internet.
Hanya saja secara konvesional para pengkaji dan peneliti hadis setelah
abad keempat Hijriah dalam melakukan kerja takhrij-nya dapat menggunakan
beberapa pendekatan manual di bawah ini:
11
c) Takhrij dengan pendekatan deskripsional menapakpijak pada metode
metode istiqra’iy isnadiy wa matniy (analisis transmisi dan analisis materi,
isi atau muatan).
Metode ini digunakan ketika nama sahabat di sebut pada sebuah hadis yang
hendak di- takhrij. Apabila nama sahabat tidak disebut pada hadis dan tidak
mungkin mengetahuinya, metode ini tidak dapat digunakan. Jika nama sahabat
disebut pada hadis atau kita mengetahuinya dengan jalan tertentu, maka kita dapat
menggunakan metode ini.4
12
Dawud al-Thayalisi, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abu Ya’la al-
Maushili, Musnad al-Humaidi, dan lain-lain
5
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh,
Maktabah al-Ma’arif. Hal. 39-49
13
memberikan kesempatan untuk melakukan per-Sanad. Dengan
menggunakan metode ini akan lebih mudah dan cepat dalam melakukan
proses penelusuran atau mentakhrij hadis yang diinginkan.
Jika terdapat persamaan makna pada awal matan hadits dan awal
kata hadits yang ingin ditakhrij berbeda maka akan mengalami
kesulitan, misalnya matan hadits yang diawali dengan kata “idza
ataakum” yang akan ditakhrij, kemudian kita lupa dan hanya
mengingat kata-kata “lau ja’akum”, maka hal ini akan menyulitkan
dalam melakukan proses takhrij hadits, jadi harus sesuai dengan lafal
yang akan ditakhrij7
إذا خطب احدكم المراة فإن:ان رسول هللا صلي هللا عليه وسلم قال
استطاع ان ينظر إلي ما يدعوه إلي نكا حها فليفعل
Kita mencari hadits-hadits Jabir. Kita dapati jilid kedua tertulis
أهبان- جودان, artinya jilid kedua ini mencakup hadits-hadits sahabat
yang nama-nama mereka diantara أهبانdan جودان. Sementara nama jabir
14
terletak disekitar pengelompokan ini, tentunya nama jabir kita cari pada
jilid jilid ini. Lalu kita telusuri seluruh hadits-haditsnya hingga sampai
pada hadits yang kita maksud. Kita ketahui bahwa jabir adalah
termasuk yang banyak meriwayatkanya, penyusun kitab mengurutkan
nama-nama murid-muridnya berdasarkan huruf mu`jam karena penulis
sendiri telah mengetahui bahwa tabi`in yang meriwayatkanya dari jabir
adalah waqid-al-anshari, maka penulis mencari nama waqid, haditsnya
berbunyi:
15
Dengan melakukan cara diatas berarti kita telah melakukan takhrij
dengan sempurna dari kitab al-tuhfah. Untuk lebih sempurna lagi kita
mentakhrijnya kembali dari kitab-kitab lainya8
Yang dimaksud adalah metode takhrij dengan jalan mengetahui lafaz awal
suatu matan hadits. Metode ini dipakai berdasarkan lafal pertama matan hadis.
Dengan kata lain, metode ini mengodifikasi hadis-hadis yang lafal pertamanya
sesuai dengan urutan huruf-huruf hijayyah. Bagi yang menggunakan metode ini,
suatu kaharusan baginya untuk mengetahui baginya untuk mengetahui dengan
pasti lafal-lafal pertama dari hadis-hadis yang akan dicarinya. Kemudian ia
melihat huruf pertamanya melalui kitab-kitab Takhrij yang disusun dengan
metode ini, demikian pula dengan huruf kedua dan seterusnya. 9 Dalam
menggunakan metode ini adalah keharusan untuk mengetahui dengan pasti lafal-
lafal pertama dari matan suatu hadits. Setelah itu kemudian melihat huruf
pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode ini, banyak
sekali kitab-kitab takhrij yang dipakai dalam menggunakan metode ini. jenis kitab
yang menggunakan metode ini dibagi dalam tiga jenis:
8
Abu Muhammad Abdul Mahdi, 1994, metode takhrij hadits, Semarang, Dina Hal. 91-921
9 Ibid., h. 7
16
Tamyiz al-Thayyb al-Khabits fima Yaduru ‘ala Alsinah al-Nas, karya
Abdurrahman bin Ali bin al-Diba’ al-Syabani (944 H);
Al-Badru al-Munir fi Gharibi al-Ahadis al-Basyir al-Nazir, karya
Abdul Wahhab bin Ahmad al-Sya’rani (973 H) dan lain sebagainya.
b) Al-Kitab allati Ruttibat al-Hadis fiha ‘ala tartib huruf al-mu’jam (kitab
yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah) jenis kitab ini seperti Al-Jami’
al-Shagir min Hadis al-Basyir al-Nazir, karya jalaluddin Abdurrahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (911 H);
Dalam kegiatan Takhrij metode yang pertama, kitab yang paling banyak
digunakan oleh para peneliti hadis adalah al-jami’ al-shaghir min hadis al-basyir
al-nazir, karya jalaluddin Abdurrahman bin abi abi bakr al-suyuti. (911 H).
sistematika penulisan atau penempatan hadis-hadis dalam kitab al-jami’ al-shaghir
ini diatur menurut urutan-urutan huruf-huruf hijaiyah agar mencarinya lebih
mudah. Dimulai dengan hadis yang huruf pertamanya أ, ت بdan seterusnya.
Hadis-hadis yang dimulai dengan ءatau lainnya begitu pula diurutkan dengan
huruf keduanya sesuai urutan huruf-huruf hijayyah. Seperti hadis-hadis yang
dimulai dengan huruf ب, huruf berikutnya adalah بdengan ا, بdengan ب, ب
dengan تdan seterusnya.11 Misalnya:
17
13باكروابالصدقة
..........................
الحديث
14القتل جسب اصحابي
..........................
الحديث
بخ بخ خمس ما اثقلهن في
15الميزان
..........................
الحديث
16باالسالم جنل الناس
..........................
الحديث
Hadis pertama terdapat huruf ba’ bersama alif dan dal, hadis kedua
terdapat huruf ba’ bersama alif dan kaf. Hadis ketiga pada huruf ba’ dengan ha
dan hadis keempat dan kelima pada huruf ba’ bersama kha dan begitu seterusnya
hingga akhir huruf ba’. Pada akhir hadis yang berhuruf awal ba’ huruf-huruf
lainnya tercantum hadis-hadis yang memakai alif dan lam (lam ta’rif) yang
diberi nama dengan pasal فصل في المحلي بأ ل من هذا الحرmisalnya disebutkan pada
bab ini hadis-hadis yang berawal ba’ dan didahului sebelumnya dengan lam
ta’rif tersebut. Seperti:
18
17
البادئ باالسالم..... الحديث
18
البحر.......... الحديث
19
البخيل........ الحديث
Demikian pula pada huruf-huruf lainnya. Kemudian penyusun kitab ini
tidak menuliskan secara lengkap dari keterangan-keterangan tentang kualitas
sebuah hadis. Ia mempersingkatnya dengan lambing-lambang atau kode-kode
tertentu. Kode-kode yang dipergunakannya untuk menunjukkan kualitas hadis
adalah صحuntuk sahih, حuntuk hasan dan ضuntuk dhaif.20
Selain itu, penyusun kitab ini juga menulis secara ringkas nama-nama
kitab terdapatnya hadis-hadis yang disusun. Kode-kode yang dipakai oleh
penyusun kitab ini tercantum dalam muqaddimah-nya berikut keterangan maksud
kode-kode tersebut. Sebagai gambaran kode-kode yang terpakai adalah:21
صحيحه sahihnya.
Maksudnya diriwayatkan
4 خ للبخار oleh al-bukhari dalam kitab
Shahih Bukhari.
19
Maksudnya diriwayatkan
5 م لمسلم oleh muslim dalam kitab
Shahih Muslim
Maksudnya diriwayatkan
6 ق لهما oleh Bukhari Muslim ( متفق
) عليه
Maksudnya diriwayatkan
7 د البي داود oleh Abu Dawud dalam
kitabnya Sunan Abu Dawud
Maksudnya diriwayatkan
oleh al-Turmudziy dalam
8 ت للترمذي kitabnya Sunan al-
Turmudziy.
Maksudnya diriwayatkan
9 ن للنساعي oleh al-Nasai dalam kitabnya
Sunan al-Nasai
Maksudnya diriwayatkan
10 به البن ماجه oleh Ibnu Majah dalam kitab
Sunan Ibnu Majah
والبن ماجه
البي Maksudnya diriwayatkan
oleh tiga orang perawi, yaitu
12 3 داودوللنساعي Abu Dawud, al-Nasai dan
Ibnu Majah dalam kitabnya
masing-masing ( اصحا ب السنن
والبن ماجه )
Maksudnya diriwayatkan
13 الحمدفي مسنده حم oleh Ahmad Bin Hanbal
dalam kitabnya Musnad
Ahmad bin Hanbal
20
البنه عبدهللا في Maksudnya diriwayatkan
14 عم oleh Abdullah dalam
Maksudnya diriwayatkan
للطبراني في oleh al-Thabraniy dalam
20 طص al-
الصغير kitabnya
Shaghir
al-Mu’jam
21
kitabnya yang lain, maka
diterangkan nama kitab itu)
الفردوس
البي نعيم في Maksudnya diriwayatkan
oleh Abu Na’im dalam
25 حل
الحيله kitabnya al-Hilyah
الضعفاء Dhuafa
Menyimak secara cermat kode-kode diatas, maka tampaklah bahwa kitab ini
merupakan kitab yang berguna bagi para peneliti hadis dalam melakukan langkah
awal penelitian hadis yakni kegiatan takhrij al-hadis.
22
Dalam men-takhrij suatu hadis melalui kitab ini semestinya seorang pemakai
jasa kamus hadis ini harus mengetahui terlebih dahulu lafal pertama matan hadis
tersebut dengan pasti lalu mencarinya dalam babnya. Hadis yang dimulai dengan
huruf بdicari pada bab huruf ب, kemudian mencari huruf keduanya secara
berurutan dan seterusnya dengan cara yang sama. Seperti hadis yang berbunyi:
الحديث...... ثالث من كن فيه وجدحالوةااليمان
Hadis ini terletak pada huruf ث, lalu lam dan alif. Contoh yang lain:
الحديث. .... اذاهم عبدي جسنةولم يعلمها:قاالهلل تعالي
Hadis ini terletak pada huruf ق. Contoh takhrij secara umum dalam kitab ini, hadis
yang berbunyi:
الحديث. .......الطهورشطرااليمان
Dalam kitab ini hadis tersebut terdapat pada huruf tha yang ber-lam ta’rif. Bunyi
lengkapnya adalah
آ
وسبحان هلل والحمدهلل, والحمدهلل تمال الميزان, الطهورشطرااليمان
آ آ
, والصبرضياء, والصدقةبرهان, تمالن مابين السماء والرض والصالةنور
كل الناس يغدوفبائع نفسه فمعتقهااوموبقها, والقران حجة لك اوعليك
)22 ت عن ابي مالك االشعري صح, م, (حم
Kode – kode yang terdapat setelah hadis tersebut maksudnya ialah:
a. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam al-
Turmidziy dari Abu Malik al-Asy’ariy.
b. Hadis ini berkualitas sahih.
23
Sunan al-Turmidziy. Langkah selanjutnya adalah mencari hadis ini pada masing-
masing ketiga kitab tersebut, lalu mengungkap apa adanya, baik tentang kitab dan
hadis itu.
23 Ibid.,
24
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 78-79
24
kemudian kita cari huruf nun ( )ن, lalu huruf faa`( )فserta qaaf ()ق.
Hadits ini kita temukan pada jilid pertama. Halaman 857. Dalam
halaman itu tertulis
25
Ibid, hal. 37-38
25
3. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Ma’rifati Kalimatin Yaqillu Dauranuha ‘Ala
Al-Alsinati Min Aiyu Juz’in Min Matni Al-Hadits (Takhrij Melalui
Kata-Kata dalam Matan Hadis)
Kitab yang terkenal untuk metode ini adalah al- Mu’jam al – Mufahras Li
Alfaz al- Hadis al – Nabawi yang disusun oleh A.J. Wensinck seorang orientalis
seorang guru besar bahasa arab dari Universitas Leiden Belanda (w. 1939 M)
yang merujuk pada Sembilan kitab induk hadis (al-kutub al- Tis’ah) yaitu : Shahih
al- bukhari dengan kode خ, Shahih Muslim dengan kode م, Sunan turmudzi
dengan kode ت, Sunan Abu Daud dengan kode د, Sunan al- Nasa’I dengan kode
ن, Sunan Ibnu Majah dengan kode جه, Sunan al- Darimy dengan kode دى,
Muwaththa’ Iman Malik dengan kode ط, dan Musnad Imam Ahmad dengan kode
حم.
26
Abdul hadi, op. Cit., ., h. 60.
26
b. Kelemahan metode ini:
Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang
yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain27
Pada akhir hadits tersebut dicantumkan H.R Bukhori, yang kita tidak
diketahui runtutan sanadnya, dan begitupula apakah benar hadits tersebut terdapat
dalam kitab Shahih Bukrori? Tentu kita tidak mengetahuinya sebelum kita men-
takhrij hadits tersebut. Apabila setelah kita takhrij hadits tersebut terdapat dalam
kitab Bukhori, bahkan dalam kitab lainya, tentu kita akan yakin bahwa hadits
tersebut merupakan hadits shahih yang memiliki hujjah. Namun, selain kita
mengetahui hadits tersebut berada dalam kitab Bukhori dan lainya, tentu kita
harus meninjau ulang kembali runtutan sadannya dengan menggunakan salah satu
metode Takhrij Hadits, sehingga kita dapat mengetahui seberapa dhobit, tsiqoh,
dan ‘adil para perawi (rijal hadits) tersebut.
27
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 60-61
27
........من احتكرعلي المسلمين
Adapun lafaz yang dimaksud adalah “ ” احتكرdan “ ” مسلمين.28 Hasil dari
21 , 1 حم.ـ 6 جه تجارة.ـ
28 Untuk menelusuri lafaz احتكرlihat A.J. wensick, concordance Et Indicesn De Ela Tradition
musulmane, diterjemahkan kedalam bahasa arab oleh muhammad fu’ad abd al-baqi
dengan judul al-mu’jam al-mufahras li alfadz al-hadis al- nabawiy, juz l (leiden: E.J. brill,
1936), h. 489. Sedangkan lafaz مسلمينlihat ibid., h.
29 Abdul mahdi, op. Cit., h. 122.
30 Mahmud tahhan, op. Cit., h. 87.
28
Adapun kitab yang dapat membantu pelacakan hadits dengan metode ini
dapat dibagi dalam tiga jenis :
29
1) Metode dengan mengetahui tema hadits tidak membutuhkan
pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadits, seperti keabsahan
metode pertamanya, sebagaimana metode-metode sebelumnya,
pengetahuan bahasa arab dengan perubahan-perubahan kata dan
pengenalan perawi teratas sebagaimana metode sebelumnya. Yang
menjadi inti dari metode ini adalah diharuskan kemampuan untuk
menentukan tema dalam hadits yang akan ditakhrij.
31
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 122-123
30
Hadits ini kita cari dalam kitab thoharoh. Pada daftar indeks kitab
thoharoh. Kita dapati bab باب الماء الذي يجوز به الطهارة . bab inilah yang
terdekat terdapatnya hadits diatas (juz 1 halaman 95 hadits ke 34). Disitu
al-zaila`I menyebutkan para sahabat yang meriwayatkanya, mereka
berjumlah tujuh orang, kemudian pembicaraan mengenai periwayatan
setiap sahabat, ulama yang mengeluarkannya, kedudukan nilai hadits
(shohih dan lain-lain)32
Adalah metode takhrij dengan cara melihat sifat hadits baik matan maupun
sanadnya menggunakan metode takhrij hadits yang terakhir ini haruslah
memusatkan perhatian pada sifat hadits yang terdapat pada matan dan sanadnya.
Metode ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan upaya
para ulama yang telah menyusun kumpulan hadis-hadis berdasarkan status hadis.
Jenis kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian hadis berdasarkan
statusnya, seperti hadis Qudsi, hadis mutawatir dan lain-lain.33
Dengan kata lain, maksud dari metode ini adalah memperhatikan hal ihwal
hadis dan sifat-sifatnya yang terdapat pada matan hadis atau sanad-nya. Jika pada
matan hadis terdapat gejala-gejala palsu, maka cara yang paling singkat untuk
mengetahui takhrij-nya adalah melihat kitab-kitab “al- Maudhu’al”. jika hadis itu
adalah hadis Qudsi, maka sumber tercepat untuk mencarinya adalah kitab-kitab
yang khusus menghimpun hadis-hadis Qudsi misalnya kitab al- Azhar al
Mutanasir fi al- Akhbar al- Mutawatrah karangan Sayuthi.34
Sedangkan pada sanad hadis, jika terdapat ayah yang meriwayatkan hadis
pada putranya, maka sumber tercepat untuk men-takhrij-nya adalah kitab-kitab
yang khusus menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan bapak dari anak-
32
Ibid, hal. 154
33
Abu muhammad abdul hadi, op. Cit., 195.
34
Mahmud tahhan, op. Cit., h 134-135.
31
anaknya seperti kitab Riwayat al- Abai An al- Abna’I karangan al-khotib al-
Baghdadi. Demikian pula jika sanad itu berangkai atau mursal.35 Adapun kitab-
kitab yang disusun untuk membantu penelusuran hadits dengan menggunakan
metode ini diantaranya :
a. Jenis kitab yang didasarkan pada matan atau kitab al-Maudhu’at seperti: Al-
Maudhu’ah al-Shugra karya Syekh Ali al-Qari al-Harawi (1014 H), Tanzih
al-Syari’ah ‘an al-Ahadits al-Syanii’ah al-Maudhu’ah karya Abu Hasan Ali
bin ‘Iraq al-Kinani (963 H).
b. Jenis kitab al-Qudshiyat, seperti: Misykat al-Anwar fi ma ruwiya ‘an
Subhanahu wa ta’ala min al-Akhbar karya Muhyiddin Muhammad Ibnu Ali
bin Arabi al-Hatimi al-Andalusi (638 H), Al-Ithaf al-Saniyyah bi al-Ahadits
al-Qudsiyyah karya Seykh Abdurra’uf al-Manawi (1031).
c. Jenis kitab yang didasarkan pada sanad hadits,seperti: Kitab Rawayah al-
Abaa’ ‘an al-Anbiya’karya Abu Bakr Ahmad Bin Ali al-Khatib al-Baghdadi
(463 H), Kitab al-Manah al-Salsalah fi al-Ahadits al-Musalsalah Karya
Muhammad bin Abd al-Baqi al-Ayyubi (1364 H)36
Kelebihan metode ini:
Dapat mempermudah proses takhrij. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar hadits-hadits yang dimuat dalam karya tulis berdasarkan
sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran
yang lebih rumit.
Kelemahan metode ini:
Wilayah cakupan metode ini sangat terbatas karena sedikitnya hadits-
hadits yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas ketika
melihat kitab-kitab takhrij dengan menggunakan metode ini37
Contohnya
35
Ibid., jika sanad itu berangkai, maka kitab yang memudahkan untuk metode takhrij adalah
al-musalsalat al-kubra karangan as-suyuthi. Jika sanad itu mursal, maka kitab yang
digunakan untuk metode takhrij ini adalah al-marasil karya abu dawud al-sijistani.
36
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh,
Maktabah al-Ma’arif. Hal. 129-131
37
Ibid hal. 122-123
32
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam dalam proses
pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti hadits-hadits Qudsi
.hadits masyhur , hadits mursal, seorang peneliti hadits, dengan
membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrijul hadits
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Takhrij Hadits sebagai bagian dari ilmu hadits merupakan produk ulama
terdahulu adalah juga bagian dari khazanah intelektual dan keilmuan yang patut
dilestarikan dan dikembangkan. Mereka (para ulama terdahulu) telah melakukan
“ijtihad intelektual” dalam tradisi ilmu hadits sehingga takhrij hadits sebagai
bagian kecil dari ilmu tersebut ada dihadapan kita. Karena dengan takhrij hadits
telah banyak memberikan manfaat dan faedah sebagaimana dijelaskan pada
bagian awal makalah ini, dengan metode takhrij, samudra hadits peninggalan
Rasulullah SAW. yang begitu luas dan banyak dapat ditelusuri, dilacak dan diteliti
dengan mudah oleh siapa saja yang ingin mendapat hikmah dari butiran-butiran
mutiara hadits. Metode-metode takhrij hadits dengan kekurangan dan
kelebihannya pada masing-masing metode telah saling melengkapi antara metode
yang satu dengan yang lainnya dalam proses pelacakan dan penelusuran hadits.
B. SARAN
34
DAFTAR PUSTAKA
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq
Takhrij Hadits Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama
Semarang
Said bin Abdillah bin al-Hamid, 2000, Thuruqu Takhrij al-Hadits, Riyadh: Daru
Ulum al-Sunnah Linnasir
Ahmad, La Ode Ismail, 2011, Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi,
Makassar: Alauddin University Press
35