Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Distribusi Solut Diantara Dua Pelarut Dan Identifikasi Lapisan Organik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

ACC Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


DISTRIBUSI SOLUT DIANTARA DUA PELARUT
Tujuan Percobaan :
1. Mempelajari distribusi senyawa organik diantara dua pelarut yang tidak bercampur
2. Mempelajari cara mengidentifikasi lapisan organik diantara dua pelarut yang tidak
bercampur
Pendahuluan
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
meteri yang bersifat padat atau cairan dengan menggunakan bantuan pelarut cair (solven).
Pemisahan pada motede ekstaksi berdasarkan kemampuan larut yang memiliki tingkat yang
berbeda dari komponen-komponen dalam suatu campuran. Ekstraksi dibedakan menjadi dua
jenis berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, yang meliputi :
1. Ekstraksi padat-cair, dimana zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang
berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak digunakan di dalam proses isolasi suatu zat
tertentu seperti isolasi zat yang terkandung di dalam bahan alam sepert steroid hormpn,
antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair, dimana zt yang diekstraksi terdapat di dalam suatu campuran yang
berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering disebut ekstraksi pelarut yang sering dilakukan
untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam dalam suatu larutan (Yazid, 2005).
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua penyusun yaitu zat
terlarut dan zat pelarut. Pelarut seringkali digunakan dalam proses ekstrasi cair-cair
melibatkan dua jenis pelarut yang sedikit bercampur dan tidak bercampur. Ekstraksi cair-cair
merupakan teknik dimana dalam suatu larutan pertama yang biasanya air dibuat bersentuhan
dengan suatu pelarut kedua yang berasal dari pelarut organik. Pelarut air yang bersentuhan
dengan pelarut organik pada hakekatnya tidak akan bercampur, melaikan menimbulkan satu
atau lebih zat terlarut kedalam pelarut yang kedua. Keadaan zat yang tidak tercampur
dijelaskan dalam hukum distribusi Nernst yang menyatakan bahwa dalam dua pelarut yang
tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
(pelarut organik dan cair), maka akan terjadi pembagian larutan. Hukum distribusi Nernst
dapat dituliskan dengan menggunakan persamaan:
[𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎] [𝐴]𝑎
= [𝐵]𝑏 = KD ...(1.1)
[𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑏]

KD menyatakan nilai dari koefisien distribusi atau partisi (Basset, 1991).


Ekstraksi cair-cair suatu senywa organik menggunakan dua pelarut yang sedikit atau
tidak bercampur, akan memenuhi hukum distribution law atau partition law. Senyawa
organik (solut) akan terdistribusi diantra dua pelarut. Konsentrasi senyawa organik yang larut
pada pelarut satu terhadap pelarut yang lain akan memiliki nilai yang tetep konstan pada
temperatur konstan. Senyawa organilk lazimnya lebih mudah larut dalam pelarut organik
dibandingkan dalam air, hal ini dikarenakan senyawa organik dapat diekstrak dari larutan
berair (Tim Penyusun, 2018).
Proses ekstraksi cair-cair akan menghasilkan hasil yang baik jika pelarut yang
digunakan memenuhi riteria sebagai berikut :
1. Kemampuan tinggi untuk melarutkan komponen zat terlarut di dalam suatu campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Pelarut dan larutan yang diekstraksi harus tidak mudah tercampur.
4. Tidak mudah berekasi dengan zat yang tidak akan diekstraksi.
5. Tidak bersifat korosi.
6. Tidak mudah terbakar, dan tidak beracun (Martunus & Helmawi, 2004).
Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut adalah distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya
digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan. Ekstraksi pelarut disebut juga
dengan ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Hal ini
dikarenakan pemisahan dengan menggunaka metode ini dapat dilakukan dalam keadaan
mikro ataupun makro. Prinsip yang digunakan dalam ekstraksi pelarut didasarkan pada
distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur seperti senyawa benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Zat terlarut dapat
ditransfer dalam jumlah yang berbeda pada kedua fase zat pelarut (Khopkar, 1998).
Distribusi solut antara dua pelarut yang tidak saling bercampur telah memberikan
banyak kemungkinan dalam metode pemisahan, baik untuk tujuan yang bersifat prefentif
maupun analitik. Ekstraksi pelarut dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana yang
biasa dijumpai di dalam laboratorium seperti corong pisah. Ekstraksi ini dapat digunakan
untuk memisahkan suatu solut dalam pelarut A dengan menggunakan pelarut B. Penambahan
pelarut B akan menyebabkan solut akan terbagi diantara 2 pelarut yang tidak saling
bercampur terebut. Hubungan antara konsentrasi solut dalam 2 pelarut yang tidak bercampur
tersebut terjadi dalam keadaan kesetimbangan. Hal ini sesuai dengan hukum distribusi oleh
Nernst, dimana nilai tetapan distribus dapat ditentuak dengan hasil bagi konsentrsi solut A
dan konsentrasi solut B (Rydberg, 1992).
Material Safety Data Sheet (MSDS)
1. Heksana
Heksana memiliki rumus kimia C6H14. Heksana adalah zat cair yang mudah terbakar,
tidak berwarna, tidak berasa dengan bau yang seperti petroleum dan bensin. Heksana
memiliki sifat fisik dan sifat kimia, diantaranya berat molekul 86,18 g/mol, titik didih 68 ºC,
titik lebur -95 ºC, tekanan uap 17,3 kPa pada 20 ºC, dan terbakar pada suhu 225 ºC. Heksana
merupakan bahan yang permeator jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama yang dapat
dilakukan yaitu kulit dicuci dengan sabun dan air. Kulit yang terkontaminasi ditutup dengan
emolien, dan segera dapatkan perawatan medis. (Sciencelab, 2018).
2. Kloroform
Kloroform adalah zat cair yang tidak berwarna, berbau agak manis, dan berasa terbakar.
Kloroform memiliki rumus kimia CHCl3. Kloroform memiliki sifat fisik dan sifat kimia,
yaitu berat molekul 119,38 g/mol, titik didih 61 ºC, titik lebur -63,5 ºC, suhu kritis 263,33 ºC,
dan tekanan uap 21,1 kPa pada 20 ºC. Kloroform termasuk zat yang iritan dan permeator
terhadap kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit yaitu segera siram kulit yang
teriritasi dengan banyak air, kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien, dan dapatkan
pertolongan medis segera. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas dan dicuci dengan
bersih sebelum digunakan kembali (Sciencelab, 2018).
3. Asam Benzoat
Asam benzoat memiliki rumus kimia C6H5COOH. Asam benzoat adalah zat padat yang
tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. Asam benzoat mempunyai sifat fisik dan sifat
kimia, yaitu berat molekul 122,12 g/mol, titik didih 249,2 ºC, dan titik lebur -122,4 ºC. Asam
benzoat bersifat iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit,
yaitu kulit segera disiram dengan banyak air. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien.
Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas. Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan
sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab, 2018).

4. Magnesium Sulfat Anhidrat


Magnesium sulfat anhidrat memiliki rumus kimia MgSO4. Magnesium sulfat anhidrat
adalah zat yang mudah terbakar. Magnesium sulfat anhidrat mempunyai sifat fisik dan sifat
kimia, yaitu berwujud cair, tidak berasa, berbau alkohol, dan tidak berwarna, dan berat
molekul 120,38 g/mol. Magnesium sulfat anhidrat dapat bersifat iritasi jika terjadi kontak
mata. Pertolongan pertama jika terjadi kontak mata, yaitu mata segera disiram dengan air
mengalir, setidaknya selama 15 menit. Kelopak mata diusahakan tetap terbuka
(Sciencelab, 2018).
5. Kafein
Kafein memiliki rumus kimia C8H10N4O2. Kafein adalah zat padat yang tidak berbau,
ber pH 6,9, berwarna putih, berasa pahit. Kafein memiliki sifat kimia dan sifat fisik
diantaranya, yaitu berat molekul 194,2 g/mol, titik lebur 238 °C. Kafein dapat bersifat iritasi
jika terjadi kontak dengan mata. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan, yaitu lensa
kontak diperiksa dan dikeluarkan. Mata segera disiram dengan banyak air hangat , setidaknya
selama 15 menit, dan segera dapatkan pertolongan medis (Sciencelab, 2018).
6. Akuades
Akuades merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki wujud cair.
Akuades dikenal juga dengan sebutan air dengan pH netral yaitu 7. Air memiliki rumus
molekul H2O. Air memiliki sifat fisik dan sifat kimia, diantaranya adalah massa molar 18,02
g/mol, densitas yang dimiliki akuades adalah 1 g/cm3, tekanan uapnya sebesar 2,3 kPa pada
20°C dan kepadatan uapnya mencapai 0,62, titik leburnya sebesar 0 °C, sedangkan titik
didihnya sebesar 100 °C pada tekanan 1 atm, dan bentuk molekul air adalah heksagonal. Air
merupakan pelarut universal karena dapat melarutkan berbagai jenis zat dengan sifat polar.
Molekul air memiliki ikatan hidrogen sehingga interaksi antar molekulnya kuat. Air bukanlah
zat kimia yang berbahaya sehingga tidak ada dampak atau bahaya akibat terkena air
(Sciencelab, 2018).
Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut dan zat pelarut yang tidak saling
bercampur. Hal ini dijelaskan dalam hukum distribusi Nerst, jika ke dalam system dua fasa cair yang
tidak saling bercampur dimasukkan solut maka akan terjadi perbedaan kelarutan karena perbedaan
kepolaran. Metode yang digunakan yaitu ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair adalah terdapat
perbedaan kelarutan zat terlarut dalam pelarut air dan pelarut organik yang menyebabkan perbedaan
koefisien distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fase dan tidak saling bercampur.
Alat
Alat-alat yang diperlukan pada percobaan ini diantaranya beaker glass, botol semprot,
tabung reaksi, neraca, gelas ukur, pipet tetes, dan penangas air.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini diantaranya kloroform, heksana,
MgSO4, asam benzoat, kafein, dan akuades.
Prosedur Kerja
1. Mengidentifikasi dua lapisan pelarut
Disiapkan dua buah tabung reaksi yang bersih kemudian diisi masing-masing dengan
campuran 2 pelarut A dan B yang telah disediakan. Pengocokan campuran pelarut A dan B
sebelum dipindahkan kedalam masing-masing tabung reaksi. Diidentifikasi masing-masing
pelarut, dibedakan antara lapisan organik dan lapisan air, kemudian dicatat hasil pengamatan.
2. Distribusi solut diantara dua pelarut
Dimasukkan 0,125 g asam benzoat dalam tabung reaksi, kemudia ditambahkan 5 mL
kloroform dan 5 mL air. Dikicok tabung reaksi sampai padatan asam benzoat larut,
didiamkan tabung reaksi sampai terbentk dua lapisan pelarut. Dipindahkan lapisan bagian
bawah dengan menggunkana pipet tetes kedalam tabung reaksi yang lain. Ditambahkan
sedikit MgSO4 anhidrat dengan menuangkan cairannya kedalam tabung reaksi yang baru.
Diuapkan pelarutnya menggunakan penangas air sampai padatan asam benzoat terbentuk.
Dihitung harga koefisien distribusi dari asam benzoat dalam air dan kloroform. Diulangi
langkah diatas dengan menggunakan sampel kafein.
Waktu yang Dibutuhkan

No Kegiatan Waktu

1 Persiapan praktikum 10 menit

2 Identifikasi dua lapisan pelarut 30 menit

3 Distribusi solut diantara dua pelarut 90 menit

Total waktu 130 menit


Data dan Perhitungan
Keterangan :
Ca = massa endapan
Cb = (massa awal – massa endapan)
a. Asam benzoat + kloroform
m awal asam benzoat = 0,125 gram
Ca = 0,001 gram
Cb = massa awal – massa endapan
= 0,125 gram – 0,010 gram
= 0,115 gram
Ca 0,010 gram
K = Cb = 0,115 gram = 0,086

b. Kafein + kloroform
m awal kafein = 0,125 gran
Ca = 0,068 gram
Cb = massa awal – massa endapan
= 0,125 gram – 0,068 gram
= 0,057 gram
Ca 0,068 gram
K = Cb = 0,057 gram = 1,19

Hasil

A. Identifikasi dua lapisan pelarut

No. Perlakuan Bahan Hasil Pengamatan Gambar


1. Kloroform + aquadest - Fase atas adalah aquadest
- Fasa bawah adalah kloroform

2. Heksana + aquadest - Fase atas adalah heksana


- Fasa bawah adalah aquadest
B. Distribusi solut diantara dua pelarut

Massa
No. Perlakuan Bahan Massa Awal Gambar
Endapan
1. Asam Benzoat dalam 0,125 g 0,010 g
kloroform

2. Kafein dalam kloforom 0,125 g 0,068 g

Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang distribusi solut diantara dua pelarut dan identifikasi
lapisan organik. Menurut Basset(1991), ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik di mana
suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik) yang pada hakekatya tidak tercampurkan. Percobaan pertama yaitu membandingkan
fase atas dan fase bawah pada campuran akuades dengan kloroform dan campuran akuades
dengan heksana. Fasa yang terbentuk pada campuran pertama yaitu fase atas adalah akuades
dan fase bawah kloroform dengan perbedaan batasan pada zat terlarut dan pelarut. Fungsi
dari batasan agar dapat mengetahui anatar zat terlarut yang berada pada fase bawah atau zat
pelarutnya. Fasa terbentuk jika dilihat berdasarkan polaritas. Akuades berada dalam fasa atas,
sedangkan kloroform adalah fasa bawah. Kloroform merupakan pelarut nonpolar, sedangkan
akuades adalah polar. Molekul polar memiliki titik didih lebih tinggi daripada molekul non
polar, jika dilihat dari segi titik dididihnya. Kloroform merupakan senyawa volatil yang
memiliki titik didih 61℃. Titik didih kloforom lebih rendah daripada akuades, maka
kloforom merupakan senyawa non polar, sedangkan akuades adalah polar. Fasa tersebut
terbentuk karena ada perbedaan kepolaran dan perbedaan massa jenis akuades dan massa
jenis. Gaya antar molekul pada akuades termasuk ikatan hidrogen sedangkan pada kloroform
adalah Gaya london. Gaya london memiliki ikatan paling lemah diantara ikatan hidrogen dan
gaya dipol-dipol. Fasa terbentuk jika dilihat dari kerapatan dua jenis pelarut ini yaitu. Massa
jenis kloroform lebih besar daripada massa jenis akuades. Massa jenis kloroform adalah 1,49
g/cm3 , sedangkan pada akuades 1 g/cm3. Fasa yang terbentuk di atas yaitu akuades, dan fasa
dibawah adalah kloroform.
Fasa yang terbentuk pada campuran kedua yaitu fase atas adalah heksana dan fase
bawah akuades dengan perbedaan batasan pada zat terlarut dan pelarut. Fungsi dari batasan
agar dapat mengetahui anatar zat terlarut yang berada pada fase bawah atau zat pelarutnya.
Fasa terbentuk jika dilihat dari kerapatan dua jenis pelarut ini yaitu. Massa jenis akuades
lebih besar daripada massa jenis heksana. Massa jenis heksana adalah 0,65 g/cm3 , sedangkan
pada akuades 1 g/cm3. Fasa yang terbentuk di atas yaitu heksana, dan fasa dibawah adalah
akuades.
Percobaan selanjutnya mengenai distribusi sudut diantara dua pelarut. Prinsip metode
ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut
yang tidak saling bercampur seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasan
dari zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase terlarut
(Khopkar,1998). Pelarut yang digunakan adalah asam benzoat dan kafein dalam kloroform.
Asam benzoat yang telah ditimbang sebanyak 0,125 g ditambahkan dalam pelarut kloroform
dan akuades. Fasa yang terbentuk yaitu fase atas adalah akuades dan fase bawah kloroform,
sedangkan asam benzoat larut dalam air dan kloroform. Pemberian pelarut kloroform dan
akuades diberi perbedaan batasan pada zat terlarut dan pelarut. Fungsi dari batasan agar dapat
mengetahui antara zat terlarut yang berada pada fase bawah atau zat pelarutnya.
Fasa pada lapisan bawah adalah kloroform dipindahkan untuk memisahkan antara air
dan senyawa organiknya. Proses pemisahan ini menggunakan metode dekantasi. Fase lapisan
bawah yang telah terpisah dari fasa lapisan atas ditambahkan MgSO4. Fungsi penambahan
bertujuan untuk mengikat air yang masih tersisa kemudian didekantasi sehingga diperoleh
senyawa organik, kloroform yang bebas dari pelarutnya. Pelarut air yang ditambahkan
MgSO4 akan membentuk endapan putih. Senyawa organik yang telah terpisah dengan pelarut
air, selanjutnya dipanaskan. Fungsi pemanasan untuk menguapkan kloroform sampai habis ,
dan bersisa asam benzoat. Asam benzoat selanjutnya ditimbang massa dan dibandingkan
dengan massa awal. Tabel hasil menunjukkan nilai koefisien distribusi asam benzoat dalam
kloform 0,086. Menurut Basset (1994), jika koefisien distribusi <1, berarti Asam Benzoat dan
Kafein lebih banyak terdistribusi dalam akuades. Nilai koefisien distribusi =1, berarti jumlah
Asam Benzoat dan Kafein yang terdistribusi dalam akuades setara dengan jumlah Asam
Benzoat dan Kafein yang terdistribusi dalam kloroform. Nilai koefisien distribusi >1, berarti
Asam Benzoat dan Kafein lebih banyak terdistribusi dalam kloroform. Berdasarkan tabel
hasil percobaan ini Asam Benzoat lebih banyak terdistribusi dalam akuades dibandingkan
dalam kloroform. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien distribusi yang nilainya kurang
dari 1.
Kafein yang telah ditimbang sebanyak 0,125 g ditambahkan dalam pelarut kloroform
dan akuades. Fasa yang terbentuk yaitu fase atas adalah akuades dan fase bawah kloroform.
Pemberian pelarut kloroform dan akuades diberi perbedaan batasan pada zat terlarut dan
pelarut. Fungsi dari batasan agar dapat mengetahui antara zat terlarut yang berada pada fase
bawah atau zat pelarutnya. Fasa pada lapisan bawah adalah kloroform dipindahkan untuk
memisahkan antara air dan senyawa organiknya. Proses pemisahan ini menggunakan metode
dekantasi. Fase lapisan bawah yang telah terpisah dari fasa lapisan atas ditambahkan MgSO4.
Fungsi penambahan bertujuan untuk mengikat air yang masih tersisa kemudian didekantasi
sehingga diperoleh senyawa organik, kloroform yang bebas dari pelarutnya. Pelarut air yang
ditambahkan MgSO4 akan membentuk endapan putih. Senyawa organik yang telah terpisah
dengan pelarut air, selanjutnya dipanaskan. Fungsi pemanasan untuk menguapkan kloroform
sampai habis , dan bersisa kafein. Kafein selanjutnya ditimbang massa dan dibandingkan
dengan massa awal. Tabel hasil menunjukkan nilai koefisien distribusi kafein dalam kloform
1,19. Menurut Basset (1991), jika koefisien distribusi <1, berarti Asam Benzoat dan Kafein
lebih banyak terdistribusi dalam akuades. Nilai koefisien distribusi =1, berarti jumlah Asam
Benzoat dan Kafein yang terdistribusi dalam akuades setara dengan jumlah Asam Benzoat
dan Kafein yang terdistribusi dalam kloroform. Nilai koefisien distribusi >1, berarti Asam
Benzoat dan Kafein lebih banyak terdistribusi dalam kloroform. Berdasarkan tabel hasil
percobaan ini Kafein lebih banyak terdistribusi dalam kloroform dibandingkan dalam
akuades. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien distribusi yang nilainya lebih dari 1.
Kesimpulan
Kesipulan dari percobaan ini adalah distribusi senyawa organik diantara dua pelarut
dilihat dari harga koefisien distribusi. Asam Benzoat lebih banyak terdistribusi dalam
akuades dibandingkan dalam kloroform, karena nilai koefisien distribusi Asam Benzoat
dalam kloroform adalah kurang dari 1. Kafein lebih banyak terdistribusi dalam kloroform
dibandingkan dalam akuades, karena nilai koefisien distribusi kafein dalam kloroform adalah
lebih dari 1.
Lapisan organik diantara dua pelarut yang tidak bercampur dapat diidentifikasi dengan
cara membandingkan massa jenis kedua pelarut tersebut. Kloroform memiliki massa jenis
lebih besar dari pada akuades, sehingga fase atas adalah akuades dan fase bawah adalah
kloroforn. Heksana memiliki massa jenis lebih kecil dari pada akuades, sehingga fase atas
adalah heksana dan fase bawah adalah akuades.
Referensi
Basset, J., Denny. R. C., Jeffrey. G. H., Mendham, J. (Terjemahan: Pudjaatmaka, A.H). 1991.
Buku ajar Vogel: Kimia analisis kuantitatif anorganik, Edisi keempat. Jakrta: Buku
Kedokteran EGC Jakarta.
Khopkar, S.M. 1998. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Rydberg JC, Musikas,. Choppin GR. 1992. Principles and Practices of Solvent Extraction .
New York : Marcel Dekker Inc.
Science Lab. 2018. Material Safety Data Sheet [serial online]. https://www.msdsonline.com/
(diakses pada tanggal 19 Oktober 2018).
Saran
Praktikan diharapkan datang tepat waktu, agar praktikum dapat berlangsung secara
efisien. Praktikan diharapkan memahami materi praktikum. Praktikan diharapkan lebih teliti
dalam menjalani praktikum.
Nama Praktikan
Nurul A’eni (171810301029)

Anda mungkin juga menyukai