Kajian Sastra Balada
Kajian Sastra Balada
Kajian Sastra Balada
W.S. Rendra
Bait Pertama :
“Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi”
Makna : Menggambarkan seekor kuda yang sedang dipacu dan berlari kencang.
“Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para”
Makna : Cahaya bulan yang bersinar terang pada malam itu seolah mengkhianati
sosok perampok berkuda dengan tidak membiarkan menyembunyikan sosoknya
dalam gelapnya malam.
“Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu”
Makna : Sang penunggang kuda yang mengencangkan tunggangannya agar
kudanya berlari lebih kencang.
“Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang”
Makna : Menggambarkan bagaimana penampilan perampok itu; rambutnya basah
oleh keringat dan ia memiliki sebilah pedang (jenawi) yang tak disarungkan.
Bait Kedua :
“Segenap warga desa mengepung hutan itu”
Makna : Warga-warga desa telah mengepung hutan tempat si perampok melarikan
diri dengan kudanya.
“Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo”
Makna : Menggambarkan si perampok yang merupakan Atmo Karpo atau
pemeran utama dalam balada ini memutar arah langkah kudanya begitu ia sadar
bahwa dirinya dikepung, namun terhenti lantaran tak ada jalan lain.
“Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang.”
Makna : Atmo Karpo menyalahkan sinar bulan yang telah menerangi hutan
tempatnya melarikan diri.
“Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri”
Makna : Datangnya prajurit kemanan yang membawa obor dan beberapa
bersenjatakan busur panah.
Bait Ketiga :
“Satu demi satu yang maju terhadap darahnya”
Makna : satu persatu prajurit berbusur panah itu melangkah mendekati Atmo
Karpo.
“Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.”
Makna : Para prajurit berzirah dan kuda mereka sampai berdiri, mengangkat kedua
kaki depan saat mengepung Atmo Karpo.
Bait Keempat:
“Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!”
Makna : Atmo Karpo sedang mengibaratkan nyawa para prajurit itu sama
murahnya dengan barang-barang pasar.
“Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.”
Makna : Atmo Karpo juga mencela bahwa tombak para prajurit hanya mata busur
panah yang tak lebih tajam dari pucuk daun dan kematiannya kelak lebih
terhormat dari kematian mereka.
“Majulah Joko Pandan! Di mana ia?”
Makna : Atmo Karpo mencari sosok bernama Joko Pandan.
“Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa”
Makna : Atmo Karpo merasa hanya bersalah / berdosa kepada sosok Joko Pandan
tersebut, karena Joko Pandan adalah anakya.
Bait Kelima :
“Anak panah empat arah dan musuh tiga silang”
Makna : Atmo Karpo diserang dengan empat anak panah dan disayat dengan tiga
bilah pedang.
“Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.”
Makna : Atmo Karpo yang masih bisa berdiri tegak meski telah dilukai oleh empat
anak panah dan tiga sayatan pedang.
Bait Keenam :
“Joko Pandan! Di mana ia!”
Makna : Atmo Karpo masih berteriak mencari sosok Joko Pandan.
“Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.”
Makna : Atmo Karpo merasa bersalah / berdosa kepada Joko Pandan tersebut.
Bait Ketujuh :
“Bedah perutnya tapi masih setan ia”
Makna : Atmo Karpo masih mampu bertahan hidup meski perutnya telah tersayat
oleh pedang seperti orang memiliki nyawa dua.
“Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala”
Makna : Atmo Karpo menggertak musuhnya di atas kuda. Setiap ia menggertak,
kepala kudanya menungging.
Bait Kedelapan :
“Joko Pandan! Di mana ia!”
Makna : Atmo Karpo masih berteriak mencari sosok Joko Pandan.
“Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.”
Makna : Atmo Karpo merasa bersalah / berdosa kepada Joko Pandan tersebut.
Bait Kesembilan :
“Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan”
Makna : Joko Pandan muncul dengan diawali suara ringkikan seekor kuda.
“Segala menyibak bagi derapnya kuda hitam”
Makna : Para warga desa dan prajurit memberi jalan kepada Joko Pandan yang
menunggangi kuda hitamnya.
“Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.”
Makna : Atmo Karpo akhirnya merasa lega begitu melihat kehadiran Joko Pandan.
Bait Kesepuluh :
“Pada langkah pertama keduanya sama baja”
Makna : Langkah pertama Joko Pandan dan Atmo Karpo masih dapat bertahan
dalam pertarungan seperti sebuah baja.
“Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo”
Makna : Pada langkah ketiga, Joko Pandan berhasil menumbangkan Atmo Karpo.
“Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.”
Makna : Luka-luka di tubuh Atmo Karpo yang terbuka bagai kelopak bunga
angsoka.
Bait Kesebelas :
“Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka.”
Makna : Malam itu menjadi saksi atas pertarungan antara Joko Pandan dan Atmo
Karpo.
“Pesta bulan, sorak sorai, anggur darah.”
Makna : Warga desa dan prajurit berbahagia atas kekalahan serta terbunuhnya
Atmo Karpo.
Bait Keduabelas :
“Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang”
Makna : Joko Pandan menegakkan tubuh dan kemudian menjilat darah Atmo
Karpo di pedangnya.
“Ia telah membunuh bapanya.”
Makna : Ternyata Joko Pandan telah membunuh ayahnya sendiri yaitu Atmo
Karpo.
Bait 3 dan 4
Makna : Para prajurit maju satu-persatu mendatangi Atmo Karpo. Meskipun warga
desa dan prajurit telah mengepungnya, Atmo Karpo tetap sombong dengan menghina
warga desa “Nyawamu barang pasar, hai orang bebal. Tombakmu pucuk daun dan
matiku jauh papa” sehingga membuat warga semakin marah. Ia juga menantang
seseorang yaitu Joko Pandan, karena ia memiliki rasa bersalah terhadapnya.
Bait 5 - 8
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang.
Makna: Warga desa dan prajurit menyerang dengan anak panah dan pedang tetapi
Atmo Karpo bisa menahan serangan itu dan terus berteriak mencari dimana Joko
Pandan. Walaupun perutnya sudah teriris ia masih bertahan seperti kesetanan, lalu ia
berlari dengan menggertak dan berteriak mencari dimana sosok Joko Pandan.
Bait 9 dan 10
Makna : Akhirnya malam itu sebagai peristiwa yang mengenaskan yang terjadi di
dalam hutan. Warga desa dan prajurit bergembira bahwa sang Atmo Karpo telah tewas.
Joko Pandan kemudian berdiri tegak dan menjilat darah yang yang ada di pedang.
Konon dengan menjilat darah korbannya maka si arwah tidak akan bergentayangan
menuntut balas. Ternyata Joko Pandan telah membunuh ayahnya sendiri.
C. Jenis Puisi
Jenis puisi ini adalah Puisi Naratif. Karena puisi naratif mengungkapkan cerita tau
penjelasan penyair, baik secara sederhana, sugestif, atau kompleks. Puisi naratif
diklasifikasikan lagi menjadi balada, romansa, epik, dan syair. Balada adalah jenis puisi
yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang
menjadi pusat perhatian. Salah satu contohnya adalah Terbunuhnya Atmo Karpo karya
W.S Rendra.
D. Analisis Metode
1. Diksi
Konotasi
- Kuku besi = Kuku kuda yang memakai sepatu besi.
- Perut bumi = Tanah.
- Jenawi telanjang = Sebuah pedang yang tidak mempunyai sarungnya.
- Nyawamu barang pasar = Nyawamu murah, pantas untuk mati.
- Tombakmu pucuk daun = Ujung tombak seperti daun yang tidak tajam.
- Terbuka daging kelopak angsoka = luka yang besar sehingga terlihat daging
seperti kelopak angsoka.
Denotasi
- Majulah kau Joko Pandan = Artinya ia menantang Joko Pandan untuk
bertarung.
2. Imaji
Citraan Penglihatan
Citraan penglihatan terdapat pada puisi tersebut adalah :
- Segenap warga desa mengepung hutan itu
- Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri
- Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
- Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Citraan Pendengaran
Citraan pendengaran terdapat pada puisi tersebut adalah :
- Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
Citraan Perabaan
Citraan perabaan terdapat pada puisi tersebut adalah :
- Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
- Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.
Citraan Penciuman
Citraan penciuman terdapat pada puisi tersebut adalah :
- Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Citraan Gerak
Citraan gerak terdapat pada puisi tersebut adalah :
- Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.
- Pada langkah pertama keduanya sama baja.
- Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Citraan Perasaan
Citraan perasaan terdapat pada puisi tersebut adalah:
- Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
- Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
- Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.
- Pesta bulan, sorak sorai, anggur darah
4. Majas
Personifikasi
- Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
- Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
- Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Sinekdok
- Segenap warga desa mengepung hutan itu
Metafora
- Nyawamu barang pasar
- Tombakmu pucuk daun
- Bedah perutnya tapi masih setan ia
Klimaks
- pada langkah pertama keduanya sama baja
- Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo