Ebp Fix Pisan
Ebp Fix Pisan
Ebp Fix Pisan
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Riset
Keperawatan
Disusun Oleh :
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
disusnlah makalah ini untuk membahas secara komperhensif terkait evidence
based practice dan riset klinis keperawatan, sehingga perawat dapat memahami
dan mengaplikasikannyadengan baik.
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Evidence Based Practice.
B. Untuk mengetahui bagaimana tahapan Evidence Based Practice.
C. Untuk mengetahui bagaimana menggali Evidence Based Practice didalam
praktek keperawatan (Evidence Based Nursing).
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Evidence Based Practice (EBP) merupakan salah satu perkembangan
yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi,
termasukkedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health,
konseling dan profesikesehatan dan sosial lainnya (Briggs & Rzepnicki,
2004; Brownson et al., 2002; Sackettet al., 2000).
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk
menentukan,menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari
literature keperawatan maupunmedis untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBPmerupakan salah satu langkah
empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatupenelitian dapat
diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metodedengan
critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia
secaramaksimal.
EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk
pengambilan keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang
terintegrasi di dalamnya adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada
dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik (pasien dan praktisi).
EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta memaksa
untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana
terhadadap pelayanan pasien individu, kelompok atau system (newhouse,
dearholt, poe, pough, & white, 2005).
B. Tingkatan Evidence
Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang
digunakan untukmengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti
terbaik sampai dengan bukti yangpaling rendah. Tingkatan evidence ini
3
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalamEBP. Hirarki untuk
tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitiandan
Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010).
Adapunlevel of evidence tersebut adalah sebagai berikut :
4
e. Level 5 : Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian
descriptive danqualitative.
f. Level 6 : Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau
qualitative.
g. Level 7 : Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari
para ahli.
Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari
tingkat kepercayaannya yang paling rendah hingga yang paling
tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah hingga yang
paling tinggi :
1. Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai
sehari-hari
2. Studi kasus
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif
4. Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel
secara acak (random)
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu
kelompok pembanding, dan menggunakan sampel secara acak
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-
analisa yaitu pengkajian berbagai penelitian yang ada dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi.
5
Hierarki dalam penerapan Evidence Based Practice
6
D. Model
1. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk
meningkatkan penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model
Settler:
Fase 1 : Persiapan
Fase 2 : Validasi
Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan
Fase 4 : Translasi dan aplikasi
Fase 5 : Evaluasi
2. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality
Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN,
FAAN, Model IOWA diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalah ini
sebagai focus ataupun focus masalah. Jika masalah mengenai prioritas
dari suatu organisasi, tim segera dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders,
klinisian, staf perawat, dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan
penting untuk dilibatkan dalam EBP. Langkah selanjutkan adalah
mensistesis EBP. Perubahan terjadi dan dilakukan jika terdapat cukup
bukti yang mendukung untuk terjadinya perubahan . kemudian
dilakukan evaluasi dan diikuti dengan diseminasi (Jones & Bartlett,
2004; Bernadette Mazurek Melnyk, 2011).
3. Model konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change
yang terdiri dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
7
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing
ke lahan paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada,
kevalidan dan kereliabilitasan metode yang digunakan, serta
penggunaan nomenklatur yang standar.
8
3. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam
penelitian, untukmenjawab pertanyaan tindakan dengan melakukan
systematic reviews denganmempertimbangkan level kekuatan dari
evidence yang digunakan sebagai dasarpengambilan keputusan (Guyatt
& Rennie, 2002).
4. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian
kritis terhadapevidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari
evidence tersebut, yaitu tentangkevalidan dan kegeneralisasiannya.
5. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan
rujukan serta nilai-nilaipasien didalam pengambilan keputusan atau
perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta
dalam prosespengambilan keputusan klinis dan hal tersebut merupakan
tanggung jawab etik daripemberi pelayanan kesehatan dengan
melibatkan pasien didalam pengambilankeputusan terhadap tindakan
(Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan
dalam praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data
laboratorium, dan data dari program manajemen hasil, serta preferensi
dan nilai-nilai pasien adalah komponen penting dari EBP. Tidak ada
formula ajaib untuk bagaimana untuk menimbang masing-masing
elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabel
kelembagaan dan klinis. Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang
menunjukkan penurunan kejadian depresi pada pasien luka bakar jika
mereka menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku sebelum
dikeluarkan dari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki terapi
ini dan begitu mereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah sakit
Anda mencegah mempekerjakan terapis untuk menawarkan
pengobatan. Defisit sumber daya ini menghambat pelaksanaan EBP.
9
6. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan
evidence.Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau
sejauh mana perubahanyang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien
atau apakah efektif pengambilankeputusan yang dilakukan.
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi
setiap perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang
negatif diperbaiki. Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketat
dikendalikan tidak berarti ia akan bekerja dengan cara yang sama
dalam pengaturan klinis. Pemantauan efek perubahan EBP pada
kualitas perawatan kesehatan dan hasil dapat membantu dokter melihat
kekurangan dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasien
mana yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Ketika
hasil berbeda dari yang dilaporkan dalam literatur penelitian,
pemantauan dapat membantu menentukan.
7. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang
tidak sesuai,dengan cara melakukan oral atau poster presentation
diwilayah local, regional, nasional
atau internasional.
A. Definisi
Beberapa tahun terakhir ini istilah evidence-based practice (EBP),
evidence-based medicine (EBM), dan evidence-based nursing (EBN) telah
banyak didengar. EBP mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari
hasil penelitian yang didesain dengan baik, keahlian klinis, perhatian
pasien, dan pilihan pasien (Hollomean G, et al, 2006). Di lain pihak,
setidaknya terdapat tiga perbedaan antara EBM dan EBN, yaitu terkait
fokus penelitian, desain penelitian yang digunakan, dan bahwa kedua
profesi, yaitu kedokteran dan keperawatan, menggunakan istilah diagnosis
yang berbeda.
10
Pada literature lama, EBN ditulis sebagai ‘penggunaan hasil
penelitian/research utilization’. EBN sudah diperkenalkan dan diterapkan
dalam sistem pendidikan keperawatan maupun dalam praktek pemberian
asuhan keperawatan pada pasien. Pada tahun 1987, Leininger
menjelaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh perawat dewasa ini
adalah tentang bagaimana menggunakan metode penelitian yang dapat
menerangkan secara jelas tentang sifat penting, makna dan komponen
keperawatan sehingga perawat dapat menggunakan pengetahuan ini
dengan cara yang bermakna. Diketahui bahwa pasien yang menerima
asuhan keperawatan yang berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil
yang lebih baik dibandingkan pasien yang menerima asuhan keperawatan
berdasarkan tradisi (Heater et al, 1988). Pada makalah ini akan diuraikan
secara singkat tentang pengertian Evidence-Based Nursing (EBN), tujuan
EBN, persyaratan penerapan EBN, langkah-langkah dalam EBN,
penerapan EBN dalam proses keperawatan, hambatan dalam penggunaan
hasil-hasil penelitian keperawatan, dan usaha yang dapat dilakukan untuk
peningkatkan EBN.
Beberapa ahli telah mendefinisikan EBN sebagai:
1. Penggabungan bukti yang diperoleh dari hasil penelitian dan praktek
klinis ditambah dengan pilihan dari pasien ke dalam keputusan klinis
(Mulhall, 1998).
2. Penggunaan teori dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil
penelitian secara teliti, jelas dan bijaksana dalam pembuatan keputusan
tentang pemberian asuhan keperawatan pada individu atau sekelompok
pasien dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari
pasien tersebut (Ingersoll G, 2000).
Haynes et al (1996) membuat suatu model keputusan klinis
berdasarkan bukti ilmiah. Pada model tersebut, terdapat 4 komponen yang
dapat mempengaruhi pengelolaan masalah yang dihadapi pasien, yaitu
penguasaan klinis, pilihan pasien terhadap alternatif bentuk perawatan,
hasil penelitian klinis, dan sumber-sumber yang tersedia
11
Keterangan masing-masing komponen:
1. Keahlian klinis
Keahlian klinis merupakan elemen penting dalam mengaplikasikan
aturan-aturan dan panduan yang ada dalam memberikan asuhan
keperawatan.
2. Bukti/hasil penelitian
Kunci penggunaan bukti/hasil penelitian adalah dengan memastikan
bahwa desain penelitian yang tepat digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Masing-masing desain penelitian mempunyai
tujuan, kekuatan dan kelemahan. Penelitian kuantitatif (randomized
trials dan review sistematik) merupakan desain penelitian yang terbaik
untuk mengevaluasi intervensi keperawatan. Di lain pihak, penelitian
kualitatif merupakan desain terbaik yang dapat digunakan untuk
memahami pengalaman, tingkah laku dan kepercayaan pasien.
3. Pilihan pasien
Pilihan pasien terhadap asuhan perawatan dapat meliputi proses
memilih perawatan alternatif dan mencari second opinions. Dewasa
ini pasien telah mempunyai akses yang luas terhadap informasi klinis
12
dan menjadi lebih sadar tehadap kondisi kesehatannya. Pada beberapa
hal, pilihan pasien merupakan aspek penting dalam proses
pengambilan keputusan klinis.
4. Sumber-sumber
Yang dimaksud dengan sumber-sumber di sini adalah sumber-sumber
terhadap perawatan kesehatan. Hampir seluruh keputusan dalam
perawatan kesehatan mempunyai implikasi terhadap sumber-sumber,
misalnya pada saat suatu intervensi mempunyai potensi yang
menguntungkan bagi pasien, namun tidak dapat segera dilaksanakan
karena keterbatasan biaya.
13
2. Membuat daftar pertanyaan (permasalahan klinis) sesuai dengan PICO
(Population, Intervention, Comparison, Outcome)
3. Mencari literatur
4. Mengkritisi hasil literatur (apakah literatur tersebut valid/ sesuai
dengan tatalaksana pasien)
5. Melakukan asuhan keperawatan
6. Mengevaluasi kesesuaian Evidence Based Nursing (EBN) terhadap
intervensi
14
b. Lingkungan kerja tidak mendukung dalam usaha mencari
informasi hasil penelitian
c. Manajemen tidak ingin berubah
d. Perawat tidak diijinkan untuk menggunakan hasil penelitian
e. Beban kerja perawat yang terlalu berat
f. Kesulitan berinteraksi dan berkolaborasi antara perawat klinisi dan
perawat peneliti
15
informasi. Hasil penelitian juga dapat membantu perawat dalam
memilih alternative metode atau bentuk untuk tipe pasien, situasi
maupun pada tempat pelayanan tertentu.
2. Tahap Penegakkan Diagnosis Keperawatan
Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang
terkait membuat diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan
frekuensi terjadinya masing-masing batasan karaktersitik yang terkait
dengan suatu diagnosis keperawatan.
3. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain
hasil penelitian yang mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu
yang efektif untuk diaplikasikan pada suatu budaya tertentu, tipe dan
masalah tertentu, dan pada pasien tertentu.
4. Tahap Intervensi/Implementasi
Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan
intervensi keperawatan yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-
hasil penelitian.
5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi
yang dilakukan berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah
efektif dari segi biaya. Hasil penelitian yang dapat digunakan pada
tahap ini adalah hal yang terkait keberhasilan ataupun kegagalan dalam
suatu pemberian asuhan keperawalan.
1. Proses awal
a. Mendefinisikan nama jurnal
b. Menyusun anggota dewan redaksi yang terdiri dari para ahli di
bidang yang sesuai dengan lingkup jurnal
16
c. Menunjuk Ketua Dewan Redaksi
d. Menyusun aturan penulisan, proses evaluasi, serta desain sampul
depan jurnal
e. Menyiapkan naskah untuk penerbitan perdana
f. Mengajukan permohonan ISSN ke Pusat Dokumentasi dan
Informasi Ilmiah (PDII), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), dengan melengkapi persyaratan yang diperlukan, yaitu:
1) Melampirkan halaman editorial jurnal yang memuat nama
Ketua dan anggota dewan redaksi, penerbit, serta informasi
untuk penulis
2) Melampirkan daftar isi dari terbitan pertama
3) Mengisi formulir isian data bibliografi majalah
4) Mengisi formulir evaluasi ISSN
5) Membayar administrasi
Jurnal yang telah mendapatkan nomor ISSN akan diberi
barcode yang harus dimunculkan di halaman sampul jurnal.
Saat ini pendaftaran bisa dilaksanakan secara online melalui
alamat http://issn.pdii.lipi.go.id/
6) Setelah jurnal diterbitkan, jurnal memiliki kewajiban untuk
mengirimkan copy jurnal ke PDII LIPI, juga ke Perpustakaan
Nasional.
2. Pengumpulan makalah
3. Proses evaluasi makalah oleh reviewer yang ditunjuk
4. Pro ses revisi makalah
5. Pengeditan makalah yang telah dinyatakan Accepted
6. Pengiriman hasil penyuntingan makalah kepada penulis untuk
dilakukan proof read
7. Permintaan Assignment of Copyright dari penulis
8. Penerbitan jurnal ilmiah
17
I. Cara Mempublish Evidence Based Nursing
1. Memakai langkah-langkah pembuatan EBN
2. Laporan penelitian sebelumnya di review dengan Nurses all levels,
baik sesama perawat peneliti, perawat pengajar maupun perawat klinik
3. Lalu dikritisi oleh pembaca (pembaca tidak mengetahui siapa yang
membuat tapi penelitiannya dicantumkan) dan yang paling di
interpretasikan biasanya di bagian overview dan diskusi (kalau ada
yang membingungkan akan didiskusikan dengan National Research
Council)
4. Setelah semuanya sudah diverifikasi dan disetujui, hasil penelitian bisa
dipublikasikan lewat Annual Review of Nursing Research (ARNR)
kemudian bisa ditawarkan kepada website yang bisa mengupload
jurnal terbaru misal Scopus (Scopus merupakan website yang memiliki
database abstrak dan sitasi terbesar yang datanya bersumber dari
literature-literatur yang dievaluasi oleh peer. Scopus juga memiliki
tools untuk mencari, menganalisa, dan menampilkan hasil-hasil riset
berdasarkan bidang-bidang tertentu.)
Untuk mendaftarkan jurnal ilmiah pada scopus langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. Masuk ke alamat berikut:
http://suggestor.step.scopus.com/suggestTitle.cfm
b. Isi formulir Scopus Title Suggestion, klik Submit
c. Setelah formulir diproses, jurnal akan dihubungi via email untuk
mengirimkan 3 (tiga) contoh artikel dalam bahasa Inggris
d. Jika jurnal telah memenuhi syarat, maka jurnal akan dikirimi email
pemberitahuan bahwa jurnal tersebut telah masuk ke dalam Scopus
Title List dan diperbolehkan untuk mencantumkan logo Scopus di
web jurnal yang bersangkutan.
18
H. Contoh Aplikasi Evidence Based Nursing
(Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017, Evidence Based
Nursing Self-Management Untuk Mengurangi Konstipasi Pada Pasien
Kanker Payudara Yang menjalani Kemoterapi).
1. Penerapan EBN
Penerapan EBN ini diawali dengan menemukan fenomena di
ruangan yang dirumuskan ke dalam bentuk pertanyaan klinis dengan
format PICO (Problem, Intervention, Comparation and Outcome) dan
dilakukan pencarian terhadap artikel yang sesuai yang dapat menjawab
pertanyaan klinis. Kemudian dipilih salah satu artikel dan dilakukan
critical appraisal untuk mengetahui artikel tersebut layak atau tidak
dijadikan sebagai dasar dalam penerapan EBN. Setelah itu dilakukan
penyusunan proposal. Dan kemudian semua perlengkapan yang
dibutuhkan disiapkan yaitu booklet panduan self-management dan
minyak zaitun.
Penerapan EBN dilakukan di ruangan rawat inap teratai dan
melati Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta pada tanggal 17 April
sampai 28 April 2017. Dan dilakukan identifikasi subjek yang
dilibatkan dalam penerapan EBN ini dengan kriteria inklusi pasien
yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antiemetik 5HT3
(ondansentron), pasien yang memiliki skala ECOG 0 atau 1, pasien
yang memiliki kemampuan buang air besar normal sebelum menjalani
kemoterapi, dan pasien yang bersedia ikut serta dalam pelaksanaan
EBN dan telah menandatangai informed consent, sedangkan kriteria
ekslusi adalah pasien yang mengalami kesulitan berkomunikasi karena
gangguan mental, gangguan kognitif, atau cacat fisik, pasien yang
mendapatkan morfin, pasien yang mendapatkan agen kemoterapi FAC,
pasien hamil, pasien yang memiliki keterbatasan dalam melakukan
exercise atau latihan, dan pasien yang menolak jadi responden
penelitian.
19
Prosedur dalam penerapan EBN ini dilakukan dengan
memperhatikan konsisi klinis pasien, mengkaji data dasar pasien yang
meliputi umur, berat badan, tinggi badan, IMT, dan protokol atau agen
kemoterapi, mengkaji BAB pasien (normal atau konstipasi), dilakukan
pengukuran skor CAS sebelum pelaksanaan intervensi, melakukan SM
(pijat perut, peregangan otot perut, dan menerapkan posisi BAB yang
benar dan tepat) selama menjalani kemoterapi, dan dilakukan
pengukuran skor CAS kembali setelah dilakukan intervensi SM.
20
2. Hasil Penerapan EBN
Dalam penerapan EBN ini, pasien yang terlibat adalah
sebanyak 10 orang pasien. Karakteristik dan hasil penerapan EBN
yang dilakukan pada pasien adalah sebagai berikut:
Separuh pasien (70%) tidak mempunyai riwayat kanker dalam
keluarga. Agen kemoterapi yang digunakan yang paling banyak adalah
TC (Paclitaxel-Cisplatin) sebesar 60% dan AC (Doxorubicin-
Cychlosphamide) sebesar 40%. Stadium kanker payudara terdapat
60% stadium II dan 40% stadium III. Dan siklus kemoterapi sebagian
besar siklus 2 yaitu sebanyak 50%, siklus 3 terdapat 30%, dan siklus 4
sebanyak 20%.
Rata-rata umur pasien yang terlibat dalam EBN ini adalah
48,30 tahun dengan standar deviasi 2,214 tahun. Umur yang paling
rendah adalah 45 tahun dan yang paling tua adalah 52 tahun. Rata-rata
IMT pada pasien adalah 20,3 kg/m2 dengan standar deviasi 1,21
kg/m2.
Rata-rata skor CAS pada kelompok intervensi setelah
dilakukan intervensi self-management (SM) adalah 3,2 dengan standar
deviasinya adalah 0,447 dengan skor terendah 3 dan skor tertinggi 4.
Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata skor CAS adalah 7,6
dengan standar deviasi 0,548 dengan skor terendah 7 dan skor tertinggi
8.
3. Tujuan Penerapan EBN
Tujuan dari penerapan EBN SM ini adalah untuk mengurangi
konstipasi akibat antiemetic (ondansentron) selama menjalani
kemoterapi pada pasien kanker payudara. Dalam penerapan EBN ini
tidak terdapat kendala yang berarti dan efek yang merugikan.
Penerapan EBN ini dilakukan terhadap 10 orang pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di ruangan rawat inap.
21
4. Hasil
Hasil yang didapatkan dalam penerapan EBN ini adalah
terdapat penurunan skor konstipasi selama menjalani kemoterapi
dengan rata-rata skor konstipasi pada kelompok intervensi setelah
dilakukan SM adalah 3,2 dan rata-rata skor konstipasi pada kelompok
kontrol adalah 7,6. Sesuai dengan penelitian yang mengatakan bahwa
tidak konstipasi apabila skor CAS nya kurang dari 5 (Hanai et al,
2016).
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas,
dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar
menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih
baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang terjadi
di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu
kasus, dan pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan
memperhatikan factor-faktor tersebut, maka di harapkan pelaksanaan
pemeberian pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan
keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan
pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective)
dan peningkatan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun
dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice ini sendiri tidaklah
mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya
pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.
23
DAFTAR PUSTAKA
Kelee. 2011. Nursing Research & Evidence-Based Practice
24