Laporan Praktikum Analitik Kompleksometri Air Sumur
Laporan Praktikum Analitik Kompleksometri Air Sumur
Laporan Praktikum Analitik Kompleksometri Air Sumur
D. Dasar Teori
1. Pengertian
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk. Salah satu zat pembentuk kompleks
yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). (Khopkar, 1990)
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal pula
kompleksometri sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan
EDTA. (Khopkar, 1990)
2. EDTA
Asam etilen diamin tetraasetat atau yang lebih dikenal sebgai EDTA, merupakan
senyawa yang mudah larut dalam air, serta dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi
dalam penggunaannya, karena adanya sejumlah tidak tertentu dalam air, sebaiknya
distandardisasi terlebih dahulu . EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yag dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksilnya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dua atom
koordinasi per molekul, misalnya 1,2-diamino etana tetraasetat yang mepunyai dua
atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen peyumbang dalam molekul.
(Harjadi, 1993)
Gambar 1. Stuktur EDTA
(http://www.academia.edu/9180678/Penentuan_Kadar_Kesadahan_Air_dengan_Metode_Titr
asi_EDTA)
3. Indikator
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna
yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Dan pada praktikum digunakan indikator dibawah ini :
a) Eriochrome Black T (EBT)
Indikator ini membentuk kompleks-kompleks 1:1 yang stabil berwarna merah
anggur, dengan sejumlah kation seperti Ca 2+, Zn2+, Mg2+ , dan Ni2+. Banyak titrasi
EDTA terjadi dalam penyanggaan pH 8-10, suatu rentang dimana bentuk dominan
dari Eriochrome Black T adalah bentuk Hln2- biru. EBT tidak stabil dalam larutan
dan larutan harus dipersiapkan dengan segar untuk mendapatkan perubahan warna
yang sesuai.
Eriochrome Black T, sebuah asam berbasa tiga, yang biasanya ditulis H3Er. Ion
Hidrogen yang pertama mempunyai konstan pengionan yang besar sekali, sehingga
dalam larutan langsung terbentuk H2Er-. Selanjutnya terjadi pengionan bertahap
kedua ion hidrogen sehingga dapat ditulis :
Ph Ph
H2Er- ⇆ H+ + Her2+ ⇆ H+ + Er3-
6,3 11,5
Antara pH 6,3 – 11,5 Her2- merupakan spesies yang paling dominan dan
berwarna biru. Kebanyakan kompleks ion logam dengan Er2- berwarna merah, oleh
karenanya titrasi dengan menggunakan EBT haruslah menggunakan buffer dengan
nilai pH diantara kedua nilai tersebut, agar terjadi perubahan warna yang jelas dari
merah ke biru. Pada pH dibawah 6,3 indikator bebasnya dan kelatnya hampir tidak
berbeda warna atau bahkan sama, pada pH di atas 11,5 seperti itu pula, sehingga
perbedaan warna antara sebelum dan sesudah titik ekivalen tidak jelas dan
mempersulit penentuannya. (Harjadi, 1993)
b) Calmagite
Calmagite stabil dalam larutan berair dan dapat digantikan oleh EBT dalam
prosedur-prosedur yang membutuhkan indikator ini. Calmagite yang merupakan
asam tripiotik, H3ln- adalah biru dan ln-3 adalah orenge kemerahan.
Reaksi-reaksi :
2
Indikator H 2 ln H ln H
Merah biru
Dengan ion logam Ca2+, Zn2+, Mg2+ , dan Ni2+
Mg 2 H ln 2 Mg ln H
Merah anggur
2 3
Dengan EDTA Mg ln H 2Y MgH 2Y ln
Merah anggur
ln 3 H 2 O H ln 2 OH
Biru
Pada titik ekivalen :
Jumlah ekivalen Ca 2+ = Jumlah ekivalen EDTA
Perubahan warna untuk larutan yang mengandung ion logam seperti di atas
setelah ditambah dengan indikator EBT akan berwarna merah anggur, kemudian setelah
terjadi ekivalen antara ion logam dengan EDTA dapat dilihat dari terbentuknya warna
biru dari indikator dalam bentuk Hln2-.
Bahan
− Aquades secukupnya
− Indikator EBT 1 tetes
− Larutan Buffer pH 10 5 mL dan 2 mL
− Larutan HCl 1:1 secukupnya
− Larutan Na-EDTA secukupnya
− Serbuk CaCO3 pa 0,0811 gram
− Air sumur secukupnya
F. Alur Percobaan
1. Penentuan (standarisasi) larutan Na-EDTA ± 0,01 M dengan CaCl2 sebagai baku
Larutan NaEDTA ±
Larutan baku CaCl2 ± 0,01 M
0,01 M
− Dimasukkan 10 mL ke erlenmeyer 250
mL dengan pipet gondok
− Ditambahkan 5 mL larutan buffer pH
10 dengan pipet gondok
− Ditambahkan indikator EBT 1 tetes
− Dititrasi
− Diulang 3 kali
− Dicatat volume pada buret
Air Sumur
b. Persiapan Standarisasi
Langkah selanjutnya, pada percobaan ini dilakukan persiapan standarisasi. Buret
dibilas dengan 5 mL larutan Na-EDTA (tidak berwarna) dengan tujuan
menghilangkan pengotor atau zat selain Na-EDTA yang mungkin ada dalam buret.
Buret yang telah dibilas diisi dengan Na-EDTA sampai melebihi batas 0. Kran buret
dibuka hingga tidak ada gelembung gas pada bagian bawah buret. Hal ini bertujuan
untuk meminimalisir terjadinya ketidakakuratan dalam memperoleh data titrasi. Lalu
larutan diturunkan sampai skala 0. Larutan Na-EDTA dalam buret telah siap dipakai
untuk titrasi.
c. Standarisasi larutan Na-EDTA
Larutan baku CaCl2 (tidak berwarna) dipipet dengan pipet gondok seukuran 10
mL. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 5
mL larutan buffer pH 10 (tidak berwarna dan berbau menyengat) dengan
menggunakan pipiet gondok 5 mL. Lalu ditambahkan 1 tetes larutan indikator EBT
berwarna merah anggur (Eriochrome Black T). Lalu dititrasi dengan larutan Na-
EDTA (tidak berwarna) dari dalam buret. Titrasi dihentikan pada saat terjadi
perubahan warna analit dari merah anggur menjadi biru.
Skala awal sebelum titrasi dan skala akhir setelah titrasi dicatat untuk
menghitung berapa volume larutan Na-EDTA (titran) yang dibutuhkan untuk
menititrasi larutan CaCl2 0,0162 N (analit). Titrasi diulang sampai tiga kali
pengulangan. Data yang didapatkan pada tiap titrasi terangkum pada tabel berikut:
Titrasi ke Volume larutan Na-EDTA (mL)
1 7,5
2 7,6
3 8
Tabel 1: Volume larutan Na-EDTA (mL) yang dibutuhkan untuk menitrasi 10 mL
larutan CaCl2 0,0162 N.
Selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi larutan Na-EDTA pada tiap
titrasi berdasarkan volume larutan Na-EDTA, volume larutan CaCl2, dan konsentrasi
larutan CaCl2 yang telah diketahui menggunakan prsamaan:
M CaCl2. VCaCl2 = M Na-EDTA. V Na-EDTA
Sehingga diperoleh konsentrasi larutan Na-EDTA pada tiap titrasi, seperti yang
terangkum pada tabel berikut:
Titrasi Konsentrasi larutan Na-
ke EDTA (N)
1 0,0216
2 0,0213
3 0,0202
Tabel 2: Konsentrasi larutan Na-EDTA (N) yang telah dihitung dari tiap titrasi.
Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata konsentrasi larutan Na-EDTA
sebesar 0,0210 N menggunakan persamaan:
𝑁1 . 𝑁2 . 𝑁3
konsentrasi rata − rata =
3
Nilai rata-rata konsentrasi larutan Na-EDTA tersebut digunakan untuk
perhitungan pada penentuan kesadahan total.
Saat penambahan indikator terjadi reaksi antara ion Ca 2+ dan EBT (H2In)
menghasilkan kompleks Ca-EBT (CaIn) sesuai persamaan:
Ca2+ + H2In → CaIn + 2H+
(merah anggur)
Jika digambarkan secara struktural, maka reaksi akan sesuai persamaan:
Ca
O O
OH HO
-
-
O3S N N + H+
Ca2+ O3S N
+ N
2H+
NO2
NO2
EBT Ca-EBT
(merah anggur)
Gambar 1: reaksi antara ion Ca2+ dan EBT (H2In) menghasilkan kompleks Ca-EBT
(CaIn)
Saat titrasi terjadi reaksi antara ion Ca 2+ dan ion EDTA (H2Y2-) menghasilkan
kompleks Ca-EDTA (CaY2-) sesuai persamaan:
Ca2+ + H2Y2- → CaY2- + 2H+
(merah anggur) (biru)
Jika digambarkan secara struktural, maka reaksi akan sesuai persamaan:
O
O OH 2-
O C
O
O H2 O
HO N
C C
- N OH
Ca2+ + O N CH2
OH -
Ca + H+
O O N CH2
O 2H+
C C
H2 CH2
EDTA O O
C
Ca-EDTA
Gambar 2: reaksi antara ion Ca2+ dan ion EDTA (H2Y2-) menghasilkan kompleks Ca-
EDTA (CaY2-).
Tujuan penambahan indikator yaitu sebagai indikasi CaCl 2 habis bereaksi
dengan Na-EDTA sehingga kelebihan Na-EDTA bereaksi dengan indikator EBT
dengan ditandai perubahan warna dari warna larutan merah anggur menjadi biru.
Sebelum titik akhir terjadi dalam larutan masih terdapat kompleks Ca 2+ dengan
indikator EBT (CaIn). Sehingga, larutan berwarna merah anggur. Namun, saat titrasi
berlangsung perlahan warna merah anggur berubah menjadi kebiru-biruan. Hal ini
menunjukkan warna campuran antara warna yang dihasilkan CaIn (merah anggur)
dengan warna yang dihasilkan Ca-EDTA (CaY2-) yang berwarna biru. Setelah titik
akhir titrasi warna berubah menjadi biru. Karena CaIn telah habis bereaksi dengan
H2Y2- dan membetuk CaY2- yang berwarna biru.
Tujuan penambahan larutan buffer pH 10 yaitu untuk mepertahankan pH dari
larutan yang dititrasi agar tetap pada kisaran pH 10. Karena indikator yang
digunakan, yaitu EBT merupakan indikator yang dapat bekerja pada kisaran pH 10
untuk membentuk kompleks dengan ion Ca 2+. pH 10 merupakan pH optimal
indikator EBT untuk dapat membentuk kompleks Ca-EBT (Pursitasari: 2014).
Mekanisme yang terjadi pada titrasi ini, yaitu setelah Ca terikat oleh indikator
EBT (CaIn) bereaksi dengan Na-EDTA (Na2H2Y) saat titrasi selain menghasilkan
kompleks Ca-EDTA juga menghasilkan ion asam (H+). Karena adanya ion OH- dari
larutan buffer, maka ion OH- akan bereaksi dengan ion H+ yang dilepaskan pada
reaksi saat titrasi berlangsung menghasilkan H2O. Reaksi yang terjadi sesuai
persamaan:
OH-(aq) + H+(aq) → H2O(l)
Hal ini mengakibatkan pH larutan tidak berubah secara drastis atau hanya pada
kisaran pH 10. Sehingga indikator EBT akan bekerja dengan optimal.
Dalam laporan ini, senyawa Na-EDTA (Dinatrium dihidrogen
etilendiaminatetraasetat) hanya dilambangkan sebagai Na 2H2Y dengan alasan untuk
mempermudah penulisan. Struktur sebenarnya dari Na2H2Y adalah seperti pada
gambar berikut.
NaO O
HO
O N
N O
HO ONa
Sumber: Aplikasi ChemDraw.
Gambar 3: Struktur Dinatrium dihidrogen etilendiaminatetraasetat (Na 2H2Y)
Ketika Na2H2Y bereaksi dengan ion Ca2+ maka akan membentuk kompleks Ca-
EDTA (CaY2-). Struktur Ca-EDTA (CaY2-) dapat digambarkan sebagai berikut:
O
O OH 2-
O C
O
O H2 O
HO N
C C
N OH O N CH2
Ca2+ +
OH
Ca + H+
O O N CH2
O
C C
H2 CH2
EDTA O O
C
Ca-EDTA
(merah anggur)
Jika digambarkan secara struktural, maka reaksi akan sesuai persamaan:
Ca
O O
OH HO
-
-
O3S N N + H+
Ca2+ O3S N
+ N
2H+
NO2
NO2
EBT Ca-EBT
(merah anggur)
Gambar 5: reaksi antara ion Ca2+ dan EBT (H2In) menghasilkan kompleks Ca-EBT
(CaIn)
Saat titrasi terjadi reaksi antara ion Ca 2+ dan ion EDTA (H2Y2-) menghasilkan
kompleks Ca-EDTA (CaY2-) sesuai persamaan:
Ca2+ + H2Y2- → CaY2- + 2H+
(merah anggur) (biru)
Jika digambarkan secara struktural, maka reaksi akan sesuai persamaan:
O
O OH 2-
O C
O
O H2 O
- HO N
C C
+ N -
OH O N CH2
Ca2+
OH +
Ca + 2HH+
O O N CH2
O
C C
H2 CH2
EDTA O O
C
Ca-EDTA
Gambar 6: reaksi antara ion Ca2+ dan ion EDTA (H2Y2-) menghasilkan kompleks Ca-
EDTA (CaY2-).
Sebelum titik akhir terjadi dalam larutan masih terdapat kompleks Ca 2+ dengan
indikator EBT (CaIn). Sehingga, larutan berwarna merah anggur. Namun, saat titrasi
berlangsung perlahan warna merah anggur berubah menjadi kebiru-biruan. Hal ini
menunjukkan warna campuran antara warna yang dihasilkan CaIn (merah anggur)
dengan warna yang dihasilkan Ca-EDTA (CaY2-) yang berwarna biru. Setelah titik akhir
titrasi warna berubah menjadi biru. Karena CaIn telah habis bereaksi dengan H2Y2- dan
membetuk CaY2- yang berwarna biru.
Prinsip yang digunakan pada aplikasi titrasi pengompleksan ini hampir sama
dengan prinsip titrasi standarisasi Na-EDTA. Baik penambahan larutan buffer pH 10,
penambahan indikator EBT, perubahan warna, titik akhir ataupun reaksi yang terjadi
hampir sama seperti pada titrasi standarisasi Na-EDTA.
Kesadahan pada umumnya dinyatakan dalam satuan ppm (part per million/satu
persejuta bagian) kalsium karbonat (CaCO3), tingkat kekerasan (dH), atau dengan
menggunakan konsentrasi molar CaCO3. Satu satuan kesadahan Jerman atau dH sama
dengan 10 mg CaO (kalsium oksida) perliter air. Kesadahan pada umumnya
menggunakan satuan ppm CaCO3, dengan demikian satu satuan Jerman (dH) dapat
diekspresikan sebagai 17.8 ppm CaCO3. Sedangkan satuan konsentrasi molar dari 1
mili ekuivalen = 2.8 dH = 50 ppm. Berikut adalah kriteria selang kesadahan yang biasa
dipakai. Berikut adalah kriteria selang kesadahan yang biasa dipakai :
0 – 4 dH, 0 – 70 ppm : Sangat rendah (sangat lunak)
4 – 8 dH, 70 – 140 ppm : Rendah (lunak)
8 – 12 dH, 140 – 210 ppm : Sedang
12 – 18 dH, 210 – 320 ppm : Agak tinggi (agak keras)
18 – 30 dH, 320 – 530 ppm : Tinggi (keras)
Dari kriteria-kriteria tersebut, pada percobaan ini didapatkan kategori kesadahan tinggi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih dengan Kadar
Maksimum yang diperbolehkan dalam kesadahan CaCO3 sebesar 500 ppm, dari
percobaan yang kami peroleh yaitu 357,3206 ppm sehingga air tersebut bias dikatakan
sebagai air bersih.
I. Kesimpulan
Dari percobaan titrasi pengompleksan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Dari hasil percobaan diperoleh data N1 NaEDTA = 0,0216 N, N2 NaEDTA = 0,0213
N, N3 NaEDTA = 0,0202 N dapat disimpulkan N NaEDTA rata-rata adalah 0,0210
N 2.
2. Dari hasil percobaan diperoleh data ppm 1 = 346,81 ppm, ppm 2 = 357,3213 ppm,
ppm 3 = 357,3206 ppm dapat disimpulkan ppm rata-rata air sumur adalah 357,3206
ppm.
J. Daftar Pustaka
Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4.
Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Anailik Dasar. Erlangga: Jakarta
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Penerjemah : A. Saptorahardjo, UI-
Prees, Jakarta
Pambayun, Gita. 2015. Penentuan Kadar Kesadahan Air dengan Metode Titrasi EDTA.
Online
http://www.academia.edu/9180678/Penentuan_Kadar_Kesadahan_Air_dengan_M
etode_Titrasi_EDTA. Diakses pada tanggal 10 November 2017
Pursitasari, Indriani Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Alfabeta.
Underwood, A.L, Dan R.A. Day, J.R. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Wikipedia. 2011. Kesadahan Air. Online :http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air.
Diakses pada tanggal 10 November 2017
K. Jawaban Pertanyaan
1. Carilah rumus kimia Na-EDTA, Hitam Eriokrom T!
a. Rumus kimia Na-EDTA:
CaCO3 mg
L
CaCO3 81,1mg
0,1 L
CaCO3 811 ppm
3. Bagaimana cara membuat larutan buffer (penyangga) ammonia + ammonia klorida
dengan pH ±10? Tunjukkan dengan perhitungan!
NH3 + HCl NH4Cl
Cara pembuatan larutan buffer adalah dengan mereaksikan NH3 dengan HCl yang
nantinya akan menghasilkan NH4Cl.
Perhitungan :
pH =14 – pOH
pOH = 14 – pH
= 14-10
=4
basa
OH K . garam
b
10-4 = kb.
basa
garam
basa
10 4
garam 1,8 x10 5
basa 5,5556garam
Larutan buffer dibuat dengan menggunakan perbandingan jumlah konsentrasi basa
dengan konsentrasi garam.
4. Mengapa pH larutan merupakan factor penting dalam pemilihan suatu indicator untuk
titrasi khelometrik?
Pemilihan indikator terkait dengan penggunaaan pH, karena dibutuhkan indikator yang
dapat renponsif terhadap pMg, pCa, pCu, dan p yang lainnya, dan karena indikator
tersebut harus dapat melepaskan ion metal pada EDTA apda sebuah nilai pM yang amat
dekat dengan nilai pM pada titik ekivalen.
5. Suatu contoh air 100 mL mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+ dititrasi dengan EDTA
15,28 mL 0,01016 M dalam suatu buffer amoniak pH 10. Suatu contoh lain 100
mLdititrasi dengan NaOH untuk mengendapkan Mg(OH) 2 dan kemudian dititrasi pada
pH 13 dengan 10,43 mL larutan EDTA yang sama. Hitung berapa ppm CaCO 3 dan
MgCO3 dalam contoh?
Diketahui : V air = 100mL
V EDTA = 15,28mL
M EDTA = 0,0106M
pH=10
Ditanya : ppm CaCO3 dan MgCO3
Jawab :
mmol air = mmol EDTA
= 15,28x0,01016
= 0,1552 mmol
Mg CaCO3 = mmol air x Mr CaCO3
= 0,1552 x 100
= 15,5200 mg
ppm = 155,2000 mg L
mmol air = mmol EDTA
= 10,43 x 0,01016
= 0,1059 mmol
gr
mmol MgCO3 =
Mr
gr = 0,1059 x 84 = 8,90148 mg
ppm = 89,0148 mg L
LAMPIRAN PERHITUNGAN
= 0,0162 N
a) V = 7,5 mL
N1 × V1 = N2 × V2
0,0162 × 10 = N2 × 7,5 mL
N2 = 0,0216 N
b) V = 7,6 mL
N1 × V1 = N2 × V2
0,0162 × 10 = N2 × 7,6 mL
N2 = 0,0213 N
c) V = 8 mL
N1 × V1 = N2 × V2
0,0162 × 10 = N2 × 8 mL
N2 = 0,0202 N
0,0216 + 0,0213+ 0,0201
N rata-rata = 3
= 0,0210 N
2. Kesadahan Air Sumur
Diketahui -V air Sumur = 10 mL
- Massa Molar CaCO3 = 100,09
- N Na-EDTA = 0,0210 N
- V1 = 3,3 mL
- V2 = 3,4 mL
- V3 = 3,5 mL
Ditanya ppm
= 3,4681 mg
3,4681
Ppm CaCO3 = 0,01
= 346,81 ppm
b) mmol ek air sumur = mmol ek Na-EDTA
= 0,0210 N × 3,4 mL
= 0,0714 mmol ekivalen
Massa CaCO3 = n × Be
𝑚𝑔
= 0,0714 × 100,09 ⁄𝑚𝑚𝑜𝑙
= 3, 5732 mg
3,5732
Ppm CaCO3 = 0,01
= 357,3213 ppm
c) mmol ek air sumur = mmol ek Na-EDTA
= 0,0210 N × 3,5 mL
= 0,0735 mmol ekivalen
Massa CaCO3 = n × Be
100,09 𝑚𝑔
= 0,0735 × ⁄𝑚𝑚𝑜𝑙
2
3,6783
Ppm CaCO3 = 0,01
= 367,8307 ppm
346,81 + 357,3213+ 367,8307
Ppm rata-rata = 3
= 357,3206 ppm
LAMPIRAN FOTO
No Foto Keterangan
1 Alat yang digunakan
2 Penimbangan CaCO3