Makalah Aik Al Baqarah 183-185
Makalah Aik Al Baqarah 183-185
Makalah Aik Al Baqarah 183-185
Oleh
BIOLOGI 18B
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Surah Al Baqarah Ayat 183-185 dan Terjemahan.......................................
B. Tafsir Al Baqarah Ayat 183-185.................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ibadah puasa terdapat hampir seluruh agama baik dalam agama samawi
ataupun agama ardhi. Oleh karena itu ibadah puasa ini telah dikenal di kalangan
orang-orang agama budaya dulu kala. Islam mengajarkan diri kita untuk saling
menghargai dan saling menyayangi, islam juga mengajarkan diri untuk berbuat
kebaikan dan menjahui segala keburukan yang dapat merusak. Puasa merupakan
media pembelajaran bagi umat islam untuk menambah keimanan dan
ketaqwaannya.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Bagaimana Penulisan Al Baqarah Ayat 183-185 dan Terjemahan ?
2. Apa Saja Tafsir Al Baqarah Dari Ayat 183-185?
C. Tujuan
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Untuk dapat mengetahui Penulisan Al Baqarah Ayat 183-185 dan Terjemahan
2. Untuk dapat mengetahui Tafsir Al Baqarah Dari Ayat 183-185
4
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya :
ۚ ان ِم ْن ُك ْم َم ِريضًا أَ ْو َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُ َخ َر َ ت ۚ فَ َم ْن َك ٍ أَيَّا ًما َم ْع ُدو َدا
ۚ ُين ۖ فَ َم ْن تَطَ َّو َع َخ ْيرًا فَهُ َو َخ ْي ٌر لَه ٍ ين ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَةٌ طَ َعا ُم ِم ْس ِك َ َو َعلَى الَّ ِذ
َ َوأَ ْن تَصُو ُموا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم
ون
Artinya :
5
3. QS. Al Baqarah 185
ِ u اuَّنu لuِ لu ىu ًدuُ هuنuُ u آuرuْ uُ قu ْلu اu ِهu يuِ فu َلu ِزu ْنuُ أu يu ِذuَّلu اuنuَ u اuض
uٍتu اuَ نuِّu يuَ بuوuَ uس uَ u َمuرuَ u ُرu ْهuَش
uۖ uُ هu ْمuصُ uَ يu ْلuَ فu َرu ْهu َّشuلu اu ُمu ُكu ْنu ِمu َدu ِهu َشuنuْ u َمuَ فuۚ u ِنu اuَ قuرuْ uُ فu ْلu اuوuَ uىuٰ u َدuُ هu ْلu اuنuَ uِم
uُدu يu ِرuُ يuۗ u َرu َخuُ أuمuٍ uاuَّu يuَ أuنuْ u ِمuٌ ةu َّدuعuِ uَ فu ٍرuَ فu َسuىuٰ uَ لu َعuوuْ uَ أu اuض
uً u يu ِرu َمuنuَ u اu َكuنuْ u َمuوuَ
uُدu يu ِرuُ اَل يu َوu َرu ْسuُ يu ْلu اu ُمu ُكuِ بuُ هَّللا
Artinya :
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.
6
Melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru orang-orang
yang beriman dari kalangan umat ini dan memerintahkan kepada mereka
melaksanakan ibadah puasa, yaitu menahan diri dari makan minum serta
berhubungan intim dengan niat yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Karena di dalam ibadah puasa terkandung hikmah-hikmah yang besar
terhadap pribadi seorang hamba, diantaranya puasa dapat membersihkan
Jiwa dan menyucikannya dari segala kotoran hati dan membebaskannya dari
akhlak yang tercela. Seruan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melaksanakan
ibada puasa hanya diperuntukan bagi orang-orang yang beriman, itu karena
hanya orang-orang yang mempuanyai keimana saja yang akan mampu
melaksanakannya.
Ibadah puasa yang tidak didasari keimanan tentu tidak akan bernilai
apapun, sebab iman lah yang menjadi pokok utama dalam setiap
pelaksanaan ibadah kepada Allah. Melalui ayat ini juga Allah memberi
tahukan kepada umat ini bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa juga
telah diwajibkan kepada umat sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memberi
rasa ringan kepada ummat ini dalam melaksankan kewajiban puasa tersebut,
karena ummat sebelum ummat ini pun mereka mampu melaksanakan
kewajiban puasa ini. Mereka menjadi uswah dalam pelaksanaan ibadah
puasa ini. Hal ini juga memberi semangat kepada umat ini agar mereka
dalam melaksanakan kewajiban puasa ini memaksimalkan diri dalam
melaksanakan kewajiban ini sebagaimana umat sebelumnya.
7
Puasa yang diwajibkan ada beberapa hari yaitu pada bulan Ramadan
menurut jumlah hari bulan Ramadan (29 atau 30 hari). Nabi Besar
Muhammad, semenjak turunnya perintah puasa sampai wafatnya, beliau
selalu berpuasa di bulan Ramadan selama 29 hari, kecuali satu kali saja
bulan Ramadan genap 30 hari. Sekalipun Allah telah mewajibkan puasa
pada bulan Ramadan kepada semua orang yang beriman, namun Allah yang
Mahabijaksana memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dan
musafir, untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan dan menggantinya pada
hari-hari lain di luar bulan tersebut.
Pada ayat tersebut tidak dirinci jenis/sifat batasan dan kadar sakit dan
musafir itu, sehingga para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-
masing antara lain sebagai berikut:
a. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit atau musafir tanpa
membedakan sakitnya itu berat atau ringan, demikian pula perjalanannya
jauh atau dekat, sesuai dengan bunyi ayat ini. Pendapat ini dipelopori
oleh Ibnu Sirin dan Dawud az-Zahiri.
b. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit yang benar-benar
merasa kesukaran berpuasa, karena sakitnya. Ukuran kesukaran itu
diserahkan kepada rasa tanggung jawab dan keimanan masing-masing.
Pendapat ini dipelopori oleh sebagian ulama tafsir.
c. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit atau musafir dengan
ketentuan-ketentuan, apabila sakit itu berat dan akan mempengaruhi
keselamatan jiwa atau keselamatan sebagian anggota tubuhnya atau
menambah sakitnya bila ia berpuasa. Juga bagi orang-orang yang
musafir, apabila perjalanannya itu dalam jarak jauh, yang ukurannya
paling sedikit 16 farsakh (kurang lebih 80 km).
"Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan orang miskin." Menurut ayat itu
(184), siapa yang benar-benar merasa berat menjalankan puasa, ia boleh
menggantinya dengan fidyah, walaupun ia tidak sakit dan tidak musafir.
Termasuk orang-orang yang berat mengerjakan puasa itu ialah:
a. Orang tua yang tidak mampu berpuasa, bila ia tidak berpuasa diganti dengan
fidyah.
b. Wanita hamil dan yang sedang menyusui. Menurut Imam Syafi’i dan
Ahmad, bila wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui khawatir akan
terganggu kesehatan janin/bayinya, lalu mereka tidak puasa, maka wajib atas
keduanya mengqada puasa yang ditinggalkannya, dan membayar fidyah.
Bila mereka khawatir atas kesehatan diri mereka saja yang terganggu dan
tidak khawatir atas kesehatan janin/bayinya, atau mereka khawatir atas
kesehatan dirinya dan janin/bayinya, lalu mereka tidak puasa, maka wajib
atas mereka diqada puasa saja. Sedangkan menurut Abu Hanifah, ibu hamil
dan yang sedang menyusui dalam semua hal yang disebutkan di atas, cukup
mengqada puasa saja.
c. Orang-orang sakit yang tidak sanggup berpuasa dan penyakitnya tidak ada
harapan akan sembuh, hanya diwajibkan membayar fidyah.
d. Mengenai buruh dan petani yang penghidupannya hanya dari hasil kerja
keras dan membanting tulang setiap hari, dalam hal ini ulama fikih
mengemukakan pendapat sebagai berikut:
9
penderitaan yang berat, maka ia boleh berbuka puasa. Kalau tidak demikian,
ia tidak boleh berbuka.
10
sebagai turunnya wahyu yang pertama dan selalu diperingati umat Islam.
Berkenaan dengan malam qadar, terdapat perbedaan penetapannya, sebagai saat
pertama diturunkannya Al-Qur'an, dan malam qadar yang dianjurkan Nabi
Muhammad kepada umat Islam untuk mendapatkannya.
Ayat ini juga menjelaskan puasa yang diwajibkan ialah pada bulan Ramadan.
Untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadan Rasulullah saw telah
bersabda:
Berpuasalah kamu karena melihat bulan (Ramadan) dan berbukalah kamu,
karena melihat bulan (Syawal), apabila tertutup bagi kamu, (dalam satu) riwayat
mengatakan: Apabila tertutup bagi kamu disebabkan cuaca yang berawan),
maka sempurnakanlah bulan Sya'ban tiga puluh hari (dan dalam satu riwayat
Muslim "takdirkanlah" atau hitunglah bulan Sya'ban tiga puluh hari).
Mengenai situasi bulan yang tertutup baik karena keadaan cuaca, atau memang
karena menurut hitungan falakiyah belum bisa dilihat pada tanggal 29 malam 30
Sya'ban, atau pada tanggal 29 malam 30 Ramadan, berlaku ketentuan sebagai
berikut: Siapa yang melihat bulan Ramadan pada tanggal 29 masuk malam 30
bulan Sya'ban, atau ada orang yang melihat bulan, yang dapat dipercayai, maka
ia wajib berpuasa keesokan harinya. Kalau tidak ada terlihat bulan, maka ia
harus menyempurnakan bulan Sya'ban 30 hari. Begitu juga siapa yang melihat
bulan Syawal pada tanggal 29 malam 30 Ramadan, atau ada yang melihat, yang
dapat dipercayainya, maka ia wajib berbuka besok harinya. Apabila ia tidak
melihat bulan pada malam itu, maka ia harus menyempurnakan puasa 30 hari.
11
Dalam hal penetapan permulaan hari puasa Ramadan dan hari raya Syawal agar
dipercayakan kepada pemerintah, sehingga kalau ada perbedaan pendapat bisa
dihilangkan dengan satu keputusan pemerintah, sesuai dengan kaidah yang
berlaku:
"Putusan pemerintah itu menghilangkan perbedaan pendapat."
Orang yang tidak dapat melihat bulan pada bulan Ramadan seperti penduduk
yang berada di daerah kutub utara atau selatan di mana terdapat enam bulan
malam di kutub utara dan enam bulan siang di kutub selatan, maka hukumnya
disesuaikan dengan daerah tempat turunnya wahyu yaitu Mekah dimana daerah
tersebut dianggap daerah mu'tadilah (daerah sedang atau pertengahan) atau
diperhitungkan kepada tempat yang terdekat dengan daerah kutub.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. QS Al Baqarah Ayat 183-185 menjelaskan tentang berpuasa
2. Tafsir mengenai QS Al Baqarah ayat 183-185 berkaitan dengan amalan
berpuasa, pentingnya berpuasa dan wajib berpuasa di bulan ramadhan.
B. SARAN
Makalah yang dibuat masih jauh dari sempurna, karena itu, Penulis menerima
masukan, saran, dan kritik yang membangun dan berguna untuk kemajuan
pembuatan makalah selanjutnya di masa mendatang.
13
DAFTAR PUSTAKA
14