Makalah Panu
Makalah Panu
Makalah Panu
PENDAHULUAN
1
Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak
keringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama. Tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita, walaupun pernah dilaporkan di USA penderita yang
tersering menderita berusia antara 20 - 30 tahun dengan perbandingan
1.09% pria dan 0,6% wanita. Insidensi Pityriasis versicolor yang akurat di
Indonesia belum ada. Hanya diperkirakan 50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini (Partosuwiryo, 1992; Adiguna MS, 2001; Radiono, 2001).
Pityriasis versicolor adalah infeksi superfisial pada pada stratum
corneum kulit manusia yang disebabkan oleh khamir Malassezia. Penyakit ini
erat kaitannya dengan tingkat higiene perorangan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui profil higiene perorangan dari siswasiswi sekolah dasar di
Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 130 siswa dari SD Pulau
Panggang 03 yang terletak di Pulau Panggang dan SD Pulau Panggang 02
yang terletak di Pulau Pramuka diperiksa permukaan kulitnya. Hasil
menunjukkan bahwa penderita Pityriasis versicolor siswa dari SD Pulau
Panggang 03 dua kali lipat (30%) dibandingkan siswa dari SD Pulau
Panggang 02 (15%). Siswa laki-laki yang menderita Pityriasis versicolor dua
kali lipat (30%) dibandingkan siswa perempuan yang hanya 15%.
2
1.2.13Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pityriasis
versicolor ?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang
disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai
dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi
ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis
versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak,
paha, dan lipatan paha (Madani A, 2000).
Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan
disebabkan oleh ragi Malassezia, yang merupakan komensal kulit normal
pada folikel pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di
daerah beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim
tropis. Alasan mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat
menimbulkan lesi kulit pada orang-orang tertentu belum diketahui (Graham
-Brown, 2005).
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Malassezia furfur, yang dengan
pemeriksaan morfologi dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan
Pityrosporum orbiculare . Prevalensi Pityriasis versicolor lebih tinggi (50%) di
daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab (Radiono, 2001)
2.3 Epidemiologi
Pityriasis versicolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak
dijumpai di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban.
Menyerang hampir semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40
tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa penderita pada usia 20-30 tahun dengan
perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia
belum ada, namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini, sedangkan di negara subtropis yaitu Eropa tengah dan
utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur (Partogi, 2008).
4
Pityriasis versicolor dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini
lebih sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico
50% penduduknya menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria
dan wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding wanita dengan
perbandingan 3 : 2 (Amelia, 2011).
2.5 Patofisiologi
Pityriasis versicolor timbul disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik
yaitu Malassezia furfur, yang dibiakan hanya pada media kaya asam lemak
rantai C12 – C14.Pityrosporon orbiculare,pityrosporon ovale, dan malassezia
furfur merupakan sinonim dari M.Furftur merupakan flora normal kutaneus
manusia, dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa (Partogi,
2008).
Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan
dalam bentuk spora dan dalam bentuk filament (hifa).Faktor-faktor yang
menyebabkan berkembangnya menjadi parasit sebagai berikut:
1. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat
(Budimulja, 2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga
pityriasis versicolor banyak di jumpai di daerah tropis dan pada
musim panas didaerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah
penutupan kulit oleh pakaianatau kosmetik dimana akan
5
mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan
pH (Partogi, 2008).
2. Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis
seboroik,sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis,
dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu bias juga
karena Diabetes Melitus, pemakaian steroid jangka panjang,
kehamilan, dan penyakit-penyakit berat lainnya yang dapat
mempermudah timbulnya Pityriasis versicolor (Partogi, 2008).
Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar
matahari yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses
pembentukan melanin, adanya toksin yang langsung menghambat
pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh
Pityrosporum dari asam lemak dalam serum yang merupakan inhibitor
kompetitf dari tirosinase (Partogi, 2008).
Beberapa faktor dapat berperan penting dalam perkembangan dan
manifestasi klinik dari Pityriasis versicolor.Lemak kulit memiliki pengaruh
pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak
sehingga memiliki kaitan erat dengan trigliserida dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar serbasea. Ketergantungan terhadap lemak
menjelaskan bahwa Pityriasis versicolor memiliki prediksi pada kulit secara
fisiologik kaya akan kelenjar serbasea,dan tidak muncul pada tangan dan
telapak kaki. Pityriasis versicolor jarang pada anak-anak dan orang tua
karena kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan orang
muda. Sekresi keringat pada daerah tropical endemic Pityriasis versicolor,
suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi
komposisi lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi Pityriasis
versicolor. Faktor hormonal,dilaporkan bahwa kasus Pityriasis versicolor
meningkat pada Atrogenik Cushing Syndrome yang diakibatkan perubahan-
perubahan status kulit,juga pada kehamilan dan akne vulgaris proses
depigmentasi kulit pada Pityriasis versicolor bersifat subyektif yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit, dan
efeknya langsung pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi,
menunjukkan kehadiran sejumlah melanocytes pada daerah noda lesi
dengan dengeneratif dari Pityriasis versicolor. Hal ini memberikan petunjuk
terjadinya penurunan produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada
6
keratinocytes, kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada
kulit. Pendapat lain bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme
penyaringan sinar matahari oleh jamur sehingga lesi kulit menjadi lebih
terang dibandingkan dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap.Namum
pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada Pityriasis
versicolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada Pityriasis versicolor
tanpa terpapar oleh sinar matahari.
7
2. Inverse Pityriasis versicolor
a. Bentuk kebalikan dari Pityriasis versicolor pada keadaan
distribusi yang berbeda, kelainan pada region
flexural,wajah atau area tertentu pada ekstrimitas.Bentuk
ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami
gangguan imunodefisiensi.
b. Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis,
dermatitis seborrhonik, psoriasis, erythrasma, dan infeksi
dermatophyte.
3. Folliculitis
a. Bentuk ketiga dari infeksi M.frurfur pada kulit melibatkan
folikel rambut.Kondisi ini biasanya terjadi pada area
punggung, dada, dan extrimitas.
b. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan folikulitis,
bacterial. Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa
papula kemerahan atau pustula.
c. Factor predisposisi diantaranya diabetes, kelembapan
tinggi, terapi steroid atau antibiotika dan terapi
immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan
bahwa M.furfur memiliki peran dalan dermatitis sebrrhoik.
8
2.8 Gambaran Klinis
Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superfisial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak - bercak berwarna
-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak
-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
berpenyakit tersebut (Budimulja, 2002).
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang
merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar
matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan
pigmen, sering dikeluhkan penderita (Budimulja, 2002).
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak atau
makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi)
dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat (Radiono,
2001).
Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau difus. Sering
didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang
meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu
folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau
numular dan plakat (Madani A, 2000).
Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan
skuama halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas.
Kelainan ini biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan
kosmetik. Pada kulit gelap, penampakan yang khas berupa bercak-bercak
hipopigmentasi. Hilangnya pigmen diduga ada hubungannya dengan
produksi asam azelaik oleh ragi, yang menghambat tironase dan dengan
demikian mengganggu produksi melanin. Inilah sebabnya mengapa lesi
berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak diketahui. Variasi warna yang
tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab mengapa penyakit
tersebut dinamakan “Versicolor” (Graham-Brown, 2005).
9
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh
Malassezia fulfur diagnosa Pityriasis versicolor harus dibantu dengan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan mikologis kerokan kulit
Pemeriksaan ini dengan pengambilan bahan dapat dengan
kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape yang ditempel pada
lesi.Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu diteteskan
larutan KOH 20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X
akan lebih memperjelas pembacaan karena member tampilan warna biru
yang cerah pada elemen-elemen jamur (Radiono, 2001).
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas
alkohol 70%, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung
dalam lempenglempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut
diperiksa langsung dengan KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam,
Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada Pityriasis versicolor hifa tampak
pendekpendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan
spora yang berkelompok (Trelia, 2003).
Hasil positif :
Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf I, v, j ) dan
gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat
mirip seperti sphagetti with meatballs.
Hasil negatif :
Bila tidak ada lagi hife, maka berarti bukan Pityriasis
versicolor walaupun ada spora.
10
Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
kuning keemasan sampai orange (Trelia, 2003).
Untuk menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya lesi
dapat dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu wood pada
seluruh tubuh penderita dalam kamar gelap.Hasilnya positif apabila
terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi tersebut.
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan Pityriasis versicolor dapat diterapi secara topikal maupun
sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana
mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh
sebab itu diperlukan terapi, profilaksis untuk mencegah rekurensi :
2.10.1 Pengobatan Topikal
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan
konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah :
a. Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali
seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama
15-30 menit sebelum mandi
b. Salisil spiritus 10%
c. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan
ekonazol dalam bentuk topikal
d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
e. Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis
mandi selama 2 minggu. (Partogi, 2008)
2.10.2 Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus Pityriasis
versicolor yang luasatau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil.
Obat yang dapat diberikan adalah :
a. Ketoconazole, Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari
b. Fluconazole, Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
c. Itraconazole, Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu (Madani
A, 2000)
2.10.3 Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)
a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
11
c. Jemur di matahari >10 menit antara jam 10.00-15.00
(Murtiastutik,2009).
2.11 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan
pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan.
Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200
mg/hari selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau
pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu (Radiono, 2001).
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan
pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya.
Warna kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap
sinar matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati-
hati, misalnya oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna
kulit tersebut (Madani A, 2000).
2.12 Prognosis
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan,bila pengobataan dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di teruskan 2 minggu
setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan
langsung negatif (Partogi, 2008).
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR
A. Identitas Klien
Nama : Tn. I
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Mayjen Sungkono,Buring,Malang,Jawa Timur.
No. Tlp : 08123981823
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang kebun dan Petani
Lama bekerja : 9 tahun sampai sekarang
13
tukang kebun dan petani, pasien bekerja tanpa menggunakan pelindung
diri seperti topi,dan lebih sering terpapar sinar matahari. Pasien suka
berkerinngat sejak menggunakan pakaian berlapis,setiap pakaian
pasien terasa lembab karena keringat dan tidak sering diganti.Pasien
suka makan makanan pedas yang mengakibatkan pasien sering
berkeringat saat makan.Pasien mengganti baju 1 kali dan 2 kali mandi
dalam sehari.Kelembaban tempat tinggal tinggi.Pasien tinggal dirumah
kontrakan dengan satu ruang tamu dan dua kamar tidur, kamar tidur
pasien berukuran 3x2 m², dengan satu jendela dan 2 ventilasi, kamar di
huni oleh pasien dan istrinya, dan hanya menggunakan kipas angin
kecil.Pasien tidak ada mengeluhkan mati rasa atau kurang berasa pada
bercak-bercak putih tersebut.Riwayat trauma tidak ada, bercak-bercak
merah yang berubah warna menjadi putih tidak ada.Riwayat
mengonsumsi obat-obatan yang lama tidak ada,hanya menggunakan
salep ( kalpanak) selama 7 hari yang dibeli dipasaran.
3. Imunisasi
(√) BCG (√) Hepatitis
(√) Polio (√) Campak
(√) DPT
14
4. Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok 5x sehari 2 batang ± 20 thn yang lalu
Minum Kopi 1x sehari 1 gelas ± 20 thn yang lalu
Alkoholisme Tidak ada Tidak ada Tidak ada
D. Riwayat Keluarga
Tn. I
Keterangan :
: Laki – laki : Meninggal : Klien
: Perempuan : Tinggal Serumah
E. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Baik Kurang
Bahaya Kecelakaan Tidak ada Ada
Polusi Tidak ada Ada
Ventilasi Cukup baik, 6 ventilasi kurang,ventilasi tidak baik
Pencahayaan Baik, 7 pencahayaan Berlebih ,terpapar sinar
matahari
15
F. Pola Aktivitas-Latihan
Jenis Di Rumah
Makan/minum Mandiri
Mandi Mandiri
Berpakaian/berdandan Mandiri
Toiletting Mandiri
Mobilitas di tempat tidur Mandiri
Berpindah Mandiri
Berjalan Mandiri
Naik tangga Mandiri
G. Pola Nutrisi-Metabolik
Jenis Di Rumah
Jenis diet/makanan Tidak ada
Frekuensi/pola 3x sehari
Porsi yg dihabiskan 1 porsi
Komposisi menu Nasi, lauk-pauk dan sayuran
Pantangan Tidak ada
Nafsu makan Baik
Berat Badan 65 kg
Sukar menelan (padat/cair) Tidak ada
Pemakaian gigi palsu (area) Tidak ada
Riw. Mslh penyembuhan luka Tidak ada
I. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : composmentis
b. Tanda-
TD : 130/80 mmHg Suhu : 36,8°C
tanda
RR : 20 x/menit Nadi : 87 x/menit
vital :
c. TB : 169 cm BB : 65 kg
16
2. Kulit
Warna kulit : Sawo matang
Kelembaban : Normal (kesan kering tidak berlebihan)
Temperatur : Hangat keseluruhan
Tekstur : Lembut, halus dan kenyal
Turgor : Baik (kembali < 2 detik)
Edema : Konsistensi : tidak ada
Suhu : tidak ada
Bentuk : tidak ada
Mobilisasi : tidak ada
Odor/bau : Tidak berbau
Lesi : Lokasi : punggung,lengan atas kanan dan kiri
Distribusi : bercak-bercak putih sedikit menyebar ke
daerah pundak dan dada
Ukuran : luas di daerah pungung
Warna : bercak-bercak putih
3. Rambut
Distribusi secara bilateral : Aksila : normal sesuai perkembangan usia
Pubis : normal sesuai perkembangan usia
4. Kuku
Inspeksi : Warna : merah muda
Bantuk : simestris dan tidak terdapat lesi
Ketebalan : baik
Palpasi : Capilary refill time (CRT) : normal (kembali dalam waktu < 2
detik)
17
tidak gatal pada keseimbangan flora
punggung dan normal kulit
kedua lengan atas ↓
kanan dan kiri. Faktor lingkungan
- Klien mengatakan (kelembaban kulit)
bercak putih terasa ↓
gatal jika berkeringat Jamur berkembang
- Klien mengatakan menjadi
bercak putih tersebut Miselia yang bersifat
jika digaruk maka patogenik
akan tampak lebih ↓
jelas Menghasilkan asam
bikarbonat
DO : ↓
- Terdapat Menghambat tirosinase
hipopigmentasi pada pada melanosit
punggung dan epidermis
kedua lengan atas ↓
- TTV Pigmen melanosit tidak
RR : 20 x/mnt, N : 87 ↓
- Di atas area ↓
18
setempat atau di ↓
tempat kerja Gangguan citra tubuh
DO :
- Pasien terlihat selalu
berpakaian panjang
dan berlapis
- pasien terlihat
menghindari kontak
mata
- ucapan pasien
seperti
merendahkan diri
sendiri
- pasien terlihat
kurang bersosialisasi
dengan masyarakat
setempat
3. DS : Faktor lingkungan Kurang
- pasien mengatakan ↓ pengetahuan
tidak tahu cara Penggunaan sabun dan (kebutuhan
pengobatan penyakit handuk bersama belajar) mengenai
tersebut ↓ penyakit
- pasien mengatakan Penularan jamur M.
malas untuk furfur
mengganti baju jika ↓
baju lembab Hipopigmentasi
- pasien mengatakan ↓
mandi menggunakan Interpretasi informasi
sabun batang yang yang salah
bergantian dengan ↓
teman kerjanya Kurang pengetahuan
beserta handuk mengenai penyakit
mandi
- pasien mengatakan
jarang menjemur
19
handuk
DO :
- pasien terlihat
memakai baju
berlapis dan tidak
menyerap keringat
- pasien tidak tahu
setelah ditanya
manfaat
penggunaan alat
pribadi
- pasien tampak
bingung
20
observasi TTV pasien
3. Kaji perubahan warna kulit Mengetahui perubahan status kesehatan
pasien.
4 Pertahankan agar daerah Membantu mempercepat proses
yang terinfeksi tetap bersih penyembuhan
dan kering
5 Kalaborasi dengan dokter Oleskan salep pada kulit yang telah
dalam pemberian obat-obatan bersih,setelah mandi atau sebelum tidur,
meskipun lesinya telah hilang.
Menghentikan pengobatan dengan salep
dapat menimbulkan
kekambuhan.Pasalnya jamur belum
terbasmi dengan tuntas.
Bila lesinya minimal atau terbatas, dapat
diberikan secara topical dengan golongan
imidazol, misalnya ketoconazole dalam
bentuk krim. Pengobatan harus dilakukan
menyeluruh, tekun, dan konsistensi,
karena penyakit panu sering kambuh dan
untuk mencegah serangan ulang.
21
3. Bersikap realistis dan positif Meningkatkan kepercayaan dan
selama pengobatan, pada mengadakan hubungan antara
penyuluhan pasien perawat dan pasien
22
pengobatan antifungus dilanjutkan di rumah karena
dibutuhkan untuk mengurangi invasi
jamur pada kulit.
23
6. Selain itu, setelah terkena air, maka sebaiknya segera
mengeringkannya, karena jamur senang dengan tempat yang lembab.
Dianjurkan pula untuk menggunakan pakaian, ataupun handuk secara
terpisah antar keluarga.
7. Sebaiknya pula menjaga keseimbangan berat badan. Sebab, pada
orang yang mengalami kegemukan (obesitas), umumnya lebih banyak
mengeluarkan keringat.
8. Pada pagi hari hingga siang membuka ventilasi jendela kamar, agar
sirkulasi udara dapat berjalan baik dan terkena sinar matahari.
9. Rajin menjemur kasur, agar bila ada jamur ataupun mikroorganisme
patologi bisa mati terkena terik matahari.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesempulan
Pityriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur adalah
penyakit jamur superfisial yang berupa bercak berskuama halus yang
bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-
kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan
kulit kepala yang berambut.
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, terlihat
sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai
teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal
s(ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan) sehingga ada
kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen. Keluhan gatal ringan
dan bercak hipopigmentasi, merupakan salah satu alasan penderita datang
berobat.
4.2 Saran
Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian tugas
Asuhan keperawatan Pityriasis Versicolor ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai
penyempurnaan tugas ini, sehingga dikemudian hari tugas-tugas
selanjutnya dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa.
25
LAMPIRAN I
PATOFISIOLOGI
Menjadi patogen
Menghasilkan asam di
Merangsang makrofag Memicu pembesaran melanosom yang karbosilat sbg produk
dibuat oleh melanosit di lapisan basal sampingannya
Menghambat
Hiperpigmentasi
urosinase
Pigmen
Meningkatnya sel Pelepasan mediator inflamasi Vasodilatasi melanosit tidak
epidemis pembuluh terbentuk
darah
Peningkatan permebealitas
Skuama halus kapiler Macula Hipopigmentasi
hiperemis ( macula lebih pucat
dari sekitarnya )
26
Hipopigmentasi
27
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI
PASIEN DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR
28
Gambar 5.Punggung
29
DAFTAR PUSTAKA
30