Laporan Pendahuluan DAS PDF
Laporan Pendahuluan DAS PDF
Laporan Pendahuluan DAS PDF
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT berkat karunia-Nya Laporan Pendahuluan ini dapat
terselesaikan dengan baik. Kegiatan ini berjudul ”Perencanaan Study Evaluasi Daerah
Aliran Sungai (DAS) Untuk Tata Ruang” yang merupakan tindak lanjut dari studi awal dalam
rangka mengkaji dan mereview dokumen RPDAS DAS Progo, DAS Solo, DAS Serayu, dan
DAS Serang dan RTRW Jawa Tengah .
Buku ini menyajikan progress kegiatan yang telah dilaksanakan oleh tim penyusun
sampai dengan penyusunan Laporan Pendahuluan. Tahapan pekerjaan yang diuraikan
dalam buku ini disesuaikan dengan tahapan kegiatan yang telah dilakukan. Adapun
sistematika pelaporan buku ini sebagai berikut :
1. BAB I Pendahuluan
2. BAB II Tinjauan Pustaka,
3. BAB III Metodologi Penelitian,
4. BAB IV Hasil Pendahuluan
Semoga apa yang tertuang di dalam laporan pendahuluan ini dapat memberikan
manfaat tidak hanya bagi instansi terkait namun dapat dioptimalkan untuk kepentingan
khalayak luas demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Tentunya
penulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Pintu kami terbuka lebar untuk
menerima masukan yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan baik dalam
penulisan maupun teknis analisis.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 Peta Administras DAS Solo, DAS Serang, dan DAS Serayu di Provinsi Jawa
Tengah ................................................................................................................................. 8
Gambar 3. Diagram Alir Pekerjaan Evaluasi DAS untuk Tata Ruang .................................. 10
Gambar 4 Aliran Data Penginderaan Jauh Dalam Memberikan Informasi yang Dibutuhkan.
........................................................................................................................................... 16
Gambar 7 Keterpaduan Para Pihak dan Sumberdaya dalam Perencanaan Pengelolaan DAS
........................................................................................................................................... 20
Gambar 9 Alur Proses Penyusunan Evaluasi DAS untuk Tata Ruang ................................ 25
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Tabel Tata Kala dan capaian Rencana Pekerjaan Evaluasi DAS untuk Tata Ruang
........................................................................................................................................... 27
Tabel 3 Tabel Rencana Teknis Mobilisasi Survei Tenaga Ahli dan Tim Pendukung ............ 27
Tabel 4 Isian Kebutuhan Data Evaluasi DAS untuk Tata Ruang ......................................... 28
BAB 1 PENDAHULUAN
Alasan utama pendekatan DAS sebagai unit pengelolaan adalah lebih holistik
dan dapat pula digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar faktor biofisik dan
intensitas kegiatan sosial ekonomi dan budaya dari daerah hulu ke daerah hilir, dapat
pula digunakan untuk menilai dampak terhadap lingkungan secara lebih cepat dan
lebih mudah (Ditjen RLPS 2003 dalam Nawir et.al. 2008). Terdapat keterkaitan
biofisik antara morfologi hulu, tengah dan hilir maksudnya kondisi yang terjadi pada
daerah hulu akan berpengaruh pada daerah tengah dan hilir. Jika kondisi hulu baik
maka dampak positif akan dialami oleh bagian tengah dan hilir, demikian kondisi
kerusakan pada daerah hulu, akan berdampak negatif pada bagian tengah dan hilir.
Konsep inilah yang menjadi salah satu dasar dalam Pengelolaan DAS.
7
1.3 Sasaran
1. Tersusunnya informasi data karakteristik DAS dan permasalahan DAS terkini
2. Mendapatkan matriks arahan kesesuaian dan sinkronisasi pengelolaan tata ruang
berbasis kondisi DAS di Jawa Tengah
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah tersedianya
dokumen database informasi peta yang terkini yang dilengkapi dengan dokumen-
dokumen pendukungnya. Informasi peta tersebut diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dan analisis dalam pengembangan baru yang memiliki daya tarik tinggi
terhadap kegiatan pembangunan di berbagai bidang, meningkatkan PAD, menjaga
kelestarian lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah.
Gambar 2 Peta Administras DAS Solo, DAS Serang, dan DAS Serayu di Provinsi Jawa Tengah
Tahapan pelaksanaan survei yang dilakukan terdiri dari survei lapangan dan
survei instansional. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui secara langsung
kondisi dan permasalahan DAS terkini. Selain identifikasi kondisi permasalahan DAS,
pelaksanaan survei lapangan juga dilakukan untuk memastikan pembangunan
dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah tertuang dalam RTRW 2009-2029.
Adapun pelaksanaan survei instansional dilakukan dengan mengunjungi dinas dan
instansi terkait untuk memperoleh data dan informasi pelaksanaan yang telah
dilakukan. Survei instansional juga dilakukan sebagai upaya menghimpun masukan-
masukan perencanaan yang akan dilakukan oleh instansi-instansi terkait.
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual
(analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling
mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya
menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun
(overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data
tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer.
Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai
sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra
satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta
dasar terdigitasi (Nurshanti, 1995).
Pengertian GIS/SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi
spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam
hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989) dalam Anon (2003)
mendifinisikan SIG sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam
menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil akhir (output). Sedangkan Burrough, 1986 mendefinisikan Sistem
Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data
yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan
13
pemetaan dan perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi
kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing
Unit (CPU), hard-disk, dan lain-lain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS,
MapInfo, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang
benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek
pengembangan Sistem Informasi Geografis.
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang
diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau
objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan (Indrawati,
2002).
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data
atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah
analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan
lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan
data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk
garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang
koordinat x,y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi
pengambilan sample dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang
membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain.
Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk
suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain
sebagainya.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor.
Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel
sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam
dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data
spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra,
2000).
14
Menurut Anon (2003) ada beberapa alasan mengapa perlu menggunakan SIG,
diantaranya adalah:
1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi
2. SIG dapat digunakansebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha
meningkatkan pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang, kependudukan, dan
unsur-unsur geografi yang ada dipermukaan bumi.
3. SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data
4. SIG memiliki kemampuan menguraikan unsur-unsur yang ada dipermukaan bumi
kedalam beberapa layer atau coverage data spasial
5. SIG memiliki kemapuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial
berikut atributnya
15
Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang
handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk
digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel atau dalam
bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan
meringankan biaya yang diperlukan.
Sarana utama untuk penanganan data spasial adalah SIG. SIG didesain untuk
menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan
mengintergrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data
pengindraan jauh. Pengindraan jauh mempunyai kemampuan menghasilkan data spasial
yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam
jumlah besar. Barus dan Wiradisastra (2000) mengatakan bahwa SIG akan memberi nilai
tambah pada kemampuan pengindraan jauh dalam menghasilkan data spasial yang
besar dimana pemanfaatan data pengindraan jauh tersebut tergantung pada cara
penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang
berguna.
Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Data-
data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang
dipergunakan dalam analisis SIG. Dalam perkembangannya data-data SIG juga berguna
dalam pengolahan data penginderaan jauh (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG sangat
baik dalam proses manajemen data, baik itu data atribut maupun data spasialnya.
16
Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang
bereferensi geografi merupakan keunggulan dari SIG.
Gambar 4 Aliran Data Penginderaan Jauh Dalam Memberikan Informasi yang Dibutuhkan.
Data penginderaan jauh merupakan data hasil pantulan objek dari berbagai
panjang gelombang yang di tangkap oleh sebuah sensor dan mengubahnya menjadi data
numerik serta bisa dilihat dalam bentuk grafik atau citra (imaginery) (Purwadhi, 2001).
Sedangkan pemanfaatan data-data penginderaan jauh dilakukan karena tersedia dalam
jumlah yang banyak, mampu memperlihatkan dearah yang sangat luas, tersedia untuk
daerah yang sulit terjangkau, tersedia untuk waktu yang cepat, dan dapat
memperlihatkan objek yang tidak tampak dalam wujud yang bisa dikenali objeknya
(Sutanto, 1989). Salah satu contoh aplikasi data penginderaan jauh adalah untuk melihat
indeks vegetasi dan mengestimasi jumlah penyerapan Carbon Dioksida (CO2) oleh
tanaman. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan metode yang
sering digunakan untuk memanfaatkan data spektral indeks vegetasi (Spectral
Vegetation Index (SVI)) dari penginderaan jauh. Spektral indeks vegetasi dari data
penginderaan jauh terbentuk karena adanya perbedaan pantulan gelombang dari daun
17
tanaman hidup dengan objek-objek yang lain dipermukaan bumi pada panjang
gelombang hijau (visible) dan infra merah dekat (invisible) (Horning, 2004).
Tanah Overlay
Lereng
INFORMASI ARAHAN
FUNGSI PEMANFAATAN
Intensitas LAHAN
Curah Hujan
KRITERIA/PERATU
RAN
Gambar 6 Contoh Aplikasi Pemodelan dengan SIG
Konsep yang lain menyatakan bahwa DAS memiliki 3 komponen utama yang
menjadi ciri khas atau penciri utamanya, yaitu: (1) suatu wilayah yang dibatasi oleh
puncak gunung/bukit dan punggung/igir-igirnya; (2) hujan yag jatuh di atasnya diterima,
disimpan, dan dialirkan oleh sistem sungai; dan (3) sistem sungai itu keluar melalui satu
outlet tunggal. Selanjutnya beberapa ahli DAS membuat suatu kesimpulan bahwa DAS
merupakan: (1) suatu wilayah bentanglahan dengan batas topografi; (2) suatu wilayah
kesatuan hidrologi; dan (3) suatu wilayah kesatuan ekosistem.
Dari ketiga konsep wilayah tersebut maka definisi DAS adalah: suatu wilayah
kesatuan ekositem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam
sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal.
19
Gambar 7 Keterpaduan Para Pihak dan Sumberdaya dalam Perencanaan Pengelolaan DAS
Alasan utama pendekatan DAS sebagai unit pengelolaan adalah lebih holistik
dan dapat pula digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar faktor biofisik dan
intensitas kegiatan sosial ekonomi dan budaya dari daerah hulu ke daerah hilir, dapat
21
pula digunakan untuk menilai dampak terhadap lingkungan secara lebih cepat dan
lebih mudah (Ditjen RLPS 2003 dalam Nawir et.al. 2008).
Batas satuan DAS hampir selalu tidak bersesuaian (not coincide) dengan
batas unit administrasi pemerintahan sehingga koordinasi dan integrasi antar
pemerintahan otonomi dan instansi sektoral sangat penting. Dalam hal ini, kebijakan
pengelolaan sumberdaya hutan harus dirumuskan dengan memperhatikan isu-isu
penting yang dirasakan oleh masyarakat luas dengan masukan-masukan dari
berbagai pihak. Dalam hal ini pemerintah baik pusat (Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Pertanian serta Kementerian Pekerjaan Umum dan
Pemukiman, Kementerian Dalam Negeri) maupun daerah (Gubernur, Bupati, Dinas-
dinas dan Badan-badan terkait) harus mampu memberikan landasan-landasan hukum
maupun operasionalnya serta memfasilitasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Lembaga-
lembaga lainnya seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, LSM dan lain-lain
secara aktif mendukung aspek kajian ilmiah untuk memberikan landasan, kaidah-
kaidah ekologi, sosial ekonomi dan teknis bagi penyusunan kebijakan serta teknologi
yang efisien dan ramah lingkungan kepada masyarakat pelaku. Masyarakat sebagai
pelaku utama juga harus terlibat secara aktif sejak perencanaan, pelaksanaan
kegiatan maupun kontrol dan evaluasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam
pengelolaan DAS
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun guna menjaga
integritas nasional, keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar
sector, serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan lingkungan buatan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rencana umum tata ruang provinsi adalah rencana
kebijakan operasional dari RTRW Nasional yang berisi strategi pengembangan wilayah provinsi,
melalui optimasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi lintas
wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi kabupaten/kota di dalam
pengembangan wilayah secara keseluruhan. Rencana umum tata ruang kabupaten/kota adalah
penjabaran RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan
wilayah provinsi secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan
ke dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional.
3.3.1 Metode
sasaran rencana pengelolaan DAS. Untuk mencapai tujuan dan sasaran rencana
pengelolaan perlu dirancang strategi berupa kerangka kerja yang logis.
Muatan dokumen RPDAS, peta RTRW serta dokumen penunjang lainnya
dilakukan pengolahan menggunakan proses Sistem Informasi Geografis (SIG).
Melalui pengolahan data berbasis SIG diharapkan dapat menampil susunkan
(overlay) berbagai data hasil identifikasi yang diperoleh. Penggunaan SIG juga
dapat digunakan untuk melakukan analisis perkembangan pembangunan
sebagaimana informasi yang ingin ditampilkan.
3. Tahap analisis
Berdasarkan data dasar yang dimiliki, baik dari RTRW Provinsi Jawa Tengah
2009-2029 maupun dokumen RPDAS yang dimiliki dan dilakukan
ditumpangsusunkan. Hasil kerja kunjungan lapangan dan instansional dijadikan
sebagai dasar dalam melakukan pembaharuan informasi spasial. Dilakukan analisis
perubahan kondisi eksisting berdasarkan dokumen RPDAS yang selanjutnya
dilakukan sinkronisasi dengan dokumen RTRW provinsi Jawa Tengah.
27
Tabel 2. Tabel Tata Kala dan capaian Rencana Pekerjaan Evaluasi DAS untuk Tata Ruang
Tabel 3 Tabel Rencana Teknis Mobilisasi Survei Tenaga Ahli dan Tim Pendukung
Tanggal
Agenda Pekerjaan Target Capaian
Pelaksanaan
Survei Lapangan DAS Solo 4 -7 September 1. Diperolehnya data karakteristik
2. Diperolehnya fenomena isue eksisting dilokasi kajian
3. Dokumentasi
Survei Lapangan DAS
12- 15 September 1. Diperolehnya data karakteristik
Serang
2. Diperolehnya fenomena isue eksisting dilokasi kajian
3. Dokumentasi
Survei Lapangan DAS
28- 31 Agustus 1. Diperolehnya data karakteristik
Serayu dan DAS Progo
2. Diperolehnya fenomena isue eksisting dilokasi kajian
3. Dokumentasi
Survei Instansional BPDAS
4 -7 September 1. Diperolehnya data RPDAS
Solo
2. Diperolehnya data Internalisasi DAS
3. Diperolehnya Data Karakteristik DAS
4. Diperolehnya Data Monitoring dan Evaluasi DAS
Survei Instansional BPDAS
Pemali dan Dinas di 4 -7 September 1. Diperolehnya data RPDAS
Provinsi Jateng
2. Diperolehnya data Internalisasi DAS
3. Diperolehnya Data Karakteristik DAS
4. Diperolehnya Data Monitoring dan Evaluasi DAS
5. Diperolehnya Data RTRW Provinsi Jateng
6. Diperolehnya data RPJM dan Renstra Jateng
BPDAS
Dinas Bappeda
Serayu
PSDA Provinsi BPDAS
BPDAS Opak
No Data yang Dibutuhkan dan Jateng Pemali
Solo Progo
Tata (Dinas Jratun
(DAS (DAS
Ruang PU SDA, (DAS
SOLO) PROGO,
Provinsi Tata SERANG)
DAS
Jateng Ruang
SERAYU)
Data yang diperoleh dari instansi dan SKPD dikumpulkan untuk mendukung
analisis yang akan dilakukan. Dibutuhkan koordinasi dengan instansi terkait
mengingat data yang dimiliki oleh SKPD dan isntasi terkait memiliki tipe jenis dan
kondisi data yang berbeda. Data yang telah dikumpulkan tersebut, selanjutnya
dilakukan pengolahan menggunakan pemrosesan Sistem Informasi Geografis (SIG)
untuk memperoleh data terkelola secara sistematis dan tertata.
29
Ditinjau dari batas topografi DAS Serayu pada sebelah Utara dibatasi oleh
gunung Slamet dan dataran tinggi Dieng, sebelah Timur dibatasi oleh Karangpucung -
Ajibarang, sebelah Selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia dan Sebelah Barat dibatasi
oleh gunung Sindoro dan Sumbing. Total subdas yang ada pada DAS Serayu sebanyak
14 subdas dengan luas total DAS Serayu 366.194,25.
Total 364.865,31
Keadaan iklim di wilayah SWP DAS Serayu menurut tipe iklim Schmidt &
Ferguson diketahui bahwa tipe iklimnya mulai dari type E hingga type A dimana wilayah
DAS Serayu didominasi type iklim C dan D dengan 4 bulan kering dan 6 bulan basah.
Curah hujan selama 10 tahun terakhir berkisar antara 875 mm/tahun sampai dengan
3.627 mm/tahun. Morfologi DAS pendekatanya dengan menggunakan bentuk lahan dan
informasi klas lereng, sehingga terbagi morfologi DAS dalam wilayah DAS Bagian Hulu,
DAS Bagian Tengah dan DAS Bagian Hilir.
merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara
proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk lahan merupakan bentangan permukaan
lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan
akibat proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.
Keadaan umum klas kemiringan lereng dan topografi memberi gambaran salah satu
perilaku hidrologi wilayah yang bersangkutan, karena klas kemiringan lereng dan
topografi merupakan faktor alami yang rentan terjadinya gangguan perilaku hidrologi
apabila pola drainase wilayahnya sangat tidak memadai. Pada wilayah DAS Serayu
klas kemiringan lereng dan topografinya seperti berikut :
- Klas kemiringan lereng 15 - 25% dg topografi berbukit 61.562,08 ha, (+18 %);
- Klas kemiringan lereng > 40 % dg. topografi bergunung 19.101,085 ha (+5 %).
Ditinjau dari batas topografi DAS Progo pada sebelah Utara dibatasi oleh
gugusan gunung Sindoro dan Sumbing, sebelah Timur dibatasi oleh pegunungan
Menoreh, sebelah Selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia dan Sebelah Barat dibatasi
oleh dataran aluvial gunung Merapi.Total subdas yang ada pada DAS Progo sebanyak
39 subdas dengan luas total DAS Progo 249.257,13 ha yang terdiri dari wilayah DAS
Progo yang berada di wilayah Provinsi DIY seluas sekitar 80.180 ha dan wilayah DAS
Progo yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah seluas sekitar 169.077 ha.
32
Keadaan iklim di wilayah SWP DAS Progo menurut tipe iklim Schmidt & Ferguson
diketahui bahwa tipe iklimnya mulai dari type E hingga type A dimana wilayah DAS
33
Progo didominasi type iklim C dan D dengan 4 bulan kering dan 6 bulan basah. Curah
hujan selama 10 tahun terakhir berkisar antara 875 mm/tahun sampai dengan 3.627
mm/tahun.Morfologi DAS pendekatanya dengan menggunakan bentuk lahan dan
informasi klas lereng, sehingga terbagi morfologi DAS dalam wilayah DAS Bagian Hulu,
DAS Bagian Tengah dan DAS Bagian Hilir.
- Klas kemiringan lereng 15 - 25% dg topografi berbukit 238.291 ha, (12,04 %);
Secara administratif Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo Jawa Tengah, sebelah
barat berbatasan dengan batas wilayah Kabupaten Klaten, sebelah selatan Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah timur Propinsi Jawa Timur, dan sebelah utara
berbatasan dengan Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Secara astronomis DAS
Solo Jawa Tengah terletak antara 110º 26’ -111º37’44” Bujur Timur dan 60º 57’ 44”
34
Lintang Selatan. Luas DAS Solo Jawa Tengah sebesar 661.183 ha. Secara rinci luas
administrasi di DAS Solo. Kemiringan lahan DAS Solo Jawa Tengah yang termasuk
datar (0-8%) menempati paling luas, yang tersebar pada lereng tengah hingga lereng
kaki Gunung Merapi-Merbabu bagian timur (wilayah Kabupaten Klaten) dan Lereng
tengah hingga lereng kaki gunung Lawu bagian barat dan utara (wilayah Kabupaten
Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Sragen). Kemiringan lahan landai (8-15%)
menempati lereng atas, sedang kemiringan lahan terjal (15-25%) dan (25-40)
menempati puncak gunung Merapi-Merbabu dan puncak gunung Lawu. Kemiring lahan
datar (0-8%) juga tersebar di wilayah Bloro dan Rembang di wilayah DAS Solo Jawa
Tengah. Berdasarkan analisis kontur peta topografi berskala 1:50.000 dapat dilakukan
pengukuran kemiringan lahan dan luas wilayahnya pada masing-masing Sub-DAS di
DAS Solo Jawa Tengah. Berdasarkan peta tanah tinjau berskala 1:250.000 Tahun 1973
dan Tahun 1982 sumber peta dari PUSLITAN Bogor, DAS Solo Jawa Tengah
mempunyai jenis tanah sebagai berikut: (1) tanah aluvial (Antisols dan Inceptisols), (2)
tanah latosol (Inceptisols), (3) tanah mediteran (Alfisols), (4) tanah grumusol (Vertisols),
(5) tanah regosol (Entisols), dan (6) tanah andosol (Andisols). Ditinjau dari kepekaannya
terhadap erosi jenis tanah di DAS Solo Jawa Tengah dapat dirinci menurut Sub-DAS.
Secara geomorfologis, DAS Solo Jawa Tengah yang merupakan Sub-DAS bagian hulu,
di bagian barat sebagai bagian hulu sungai Dengkeng dari puncak gunung Merapi-
Merbabu. Di bagian timur sebagai bagian hulu sungai Bengawan Solo hulu dari gunung
Lawu dan pegunungan Wonogiri. Kota Surakarta hingga Sragen merupakan daerah
dataran aluvial dan lembah sungai Bengawan Solo. Di bagian hilir DAS Solo Jawa
Tengah di daerah Blora dan Rembang merupakan perbukitan (Antiklinorium) Kendeng-
Randublatung. Di bagian selatan DAS Solo hulu Jawa Tengah berupa perbukitan
gamping yang terangkat.
Secara geologis, material yang berasal dari gunung Merapi berupa aliran lava
dan batuan piroklastik kuarter muda, sedang dari gunung Merbabu berupa aliran lava
dan batuan piroklastik tua. Material yang berasal dari gunung Lawu berupa batuan
lapuk aliran lava dan breksi volkanis berselang-seling dengan batu pasir konglomerat.
Di bagian bawah hasil rombakan debris membentuk aglomerasi batu pasir dan kerikil
bercampur membentuk batuan aluvium. Di daerah perbukitan wonogiri sebagian besar
berbatuan gamping, masih banyak ditemukan proses karst, di daerah batuwarno
merupakan batas utara ditemukannya batuan gamping di perbukitan Wonogiri. Di
daerah Blora dan Rembang sebagian besar berbatuan gamping. DAS Solo Jawa
Tengah termasuk daerah yang mempunyai iklim tropis dengan temperatur rata-rata
27,4º, lama penyinaran matahari rata-rata 10,8 jam per hari, kecepatan angin rata-rata
35
1,4 meter/detik, dan evaporasi rata-rata yang terjadi 4,33 mm/hari. Evaporasi dalam
setahun rata-rata sebesar 1.584 mm/tahun, sedeang curah hujan rata-rata dalam
setahun sebesar 1.938 mm/tahun. Dalam rata-rata tahunan perubahan simpanan air
belum dianggap nol, sehingga air yang tersedia secara meteorologis sebesar 1.938
mm/tahun – 1.584 mm/tahun sama dengan 384 mm/tahun. Secara rinci data
meteorologis rata-rata DAS Solo Jawa Tengah. Curah hujan merupakan sumber air
utama dalam DAS yang merupakan input dalam siklus hidrologi. Dalam proses
hidrologi hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian akan kembali lagi ke atmosfer
melalui proses intersepsi, evaporasi, dan evapotranspirasi, dan sisanya akan mengalir
di permukaan sebagai limpasan permukaan (Overland flow) mengalir keluar DAS
sebagai aliran sungai (Streamflow), sedang sebagian meresap ke dalam tanah
(infiltration) membentuk aliran antara (Interflow) kemudian masuk ke dalam lapisan
batuan (Percolation) membentuk air tanah (Groundwater) dan akhirnya muncul di
permukaan sebagai mataair (Spring) atau rembesan (seepages).
Distribusi curah hujan menurut ruang dan waktu sangat bervariasi, di Indonesia
distribusi hujan secara keruangan/spasial sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi,
sedang menurut waktu dipengaruhi oleh faktor mekanisme musim, mekanisme
equatorial, serta El Nino dan La Nina. Secara keruangan/spasial distribusi curah hujan
di DAS Solo Jawa Tengah sangat bervariasi
1. Konfigurasi keempt DAS (DAS Serayu, DAS Progo, DAS Solo, DAS Serang)
memilliki karakteristik DAS yang variatif dan berbeda;
2. Salah satu kendala yang ditemui adalah satuan analisis DAS secara
pewilayahan administrasi (Jawa Tengah), dan upaya penanganannya akan
dilakukan identifikasi menyeluruh dan prioritas analisis hanya berada di wilayah
administrasi Jawa Tengah.
37
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro, Projo, 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta; Fakultas Geografi UGM
Lillesand, dan Kieffer. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
McCloy, Keith R. 1995. Resource Management Information Systems : Process and Practice.
London : Taylor & Francis.
NASA. 1999. Guide to Landsat 7. USA : Earth Observing System Project Science Office
NASA.
Purwadhi, F. Sri Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Sabins Jr, Floyd F. 1987. Remote Sensing : Principles and Interpretation. New York : W. H.
Freeman and Company.