BIOREMEDIASI
BIOREMEDIASI
BIOREMEDIASI
NPM : 17031010003
PARALEL :C
BIOREMEDIASI
Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi merupakan salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi
masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast,
alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan
memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan
tanaman air.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.
Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan
pencemar dari lingkungan.
Jenis-jenis Bioremediasi
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba
yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah
mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam
konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang
ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan
dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun
sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh
dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat
ditemukan di area yang tercemar.
2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di
suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs
yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu
mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal,
teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang
asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1. In situ
yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi
yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses
bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-
kimiawi dan hidrogeologi
2. Ex situ
yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu
diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih
cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis
kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi
1. Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0
mikrometer. Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya
dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan
tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu
oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya.
Kebanyakan spesies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak
memerlukan bahan-bahan organik.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas
dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah,
sehingga sulit mencapai sel bakteri
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur
0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya
berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak
berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau
tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat
lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30℃.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan
panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner
pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah
gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat
memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe
bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350
C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan
untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan
amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang
bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-
arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk
batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm
dan panjang 3-5 mm. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun
suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC
dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam
mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi
sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak
hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya
digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan
biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan
energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada
proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar
bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi
kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang
tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam proses degradasinya, mikroba
menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya
melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia
yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa
senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme umumnya
berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum
akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat
berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten
di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-
prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang
dikatalisnya. Salah satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui
teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk
mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.
Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman
kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi
tidak berbahaya.