LAPRAK FPHPP
LAPRAK FPHPP
LAPRAK FPHPP
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun oleh :
Kelompok 2 / Perikanan C
Agustina Fatimah A. 230110180126
Nurul Ramadhani S. 230110180127
Yunita nadzira A.K. 230110180136
M. Hibban Al Fattah 230110180150
Rcakasiwi Adiarsa 230110180151
Ronaldo Jhon 230110180153
Arrijal Fadhli A. 230110180170
Roja Fadhrul R. 230110180172
Fadil Zaenal M. 230110180177
M. Dhafi Ibrahim 230110180178
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
FISIOLOGI PASCAPANEN HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Sebagai Laporan Praktikum Fisiologi Pascapanen Hasil Perikanan
Disusun oleh :
Kelompok 7 / Perikanan C
Agustina Fatimah A. 230110180126
Nurul Ramadhani S. 230110180127
Yunita nadzira A.K. 230110180136
M. Hibban Al Fattah 230110180150
Rcakasiwi Adiarsa 230110180151
Ronaldo Jhon 230110180153
Arrijal Fadhli A. 230110180170
Roja Fadhrul R. 230110180172
Fadil Zaenal M. 230110180177
M. Dhafi Ibrahim 230110180178
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Nama NPM
Agustina Fatimah A. 230110180126
Nurul Ramadhani S. 230110180127
Yunita nadzira A.K. 230110180136
M. Hibban Al Fattah 230110180150
Rcakasiwi Adiarsa 230110180151
Ronaldo Jhon 230110180153
Arrijal Fadhli A. 230110180170
Roja Fadhrul R. 230110180172
Fadil Zaenal M. 230110180177
M. Dhafi Ibrahim 230110180178
Menyetujui
PJ Asisten Laboratorium
M. Iqbal Maulana
230110160120
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan
praktikum Laporan Akhir Praktikum Fisiologi Pascapanen Hasil Perikanan yang
berjudul “Laporan Akhir Praktikum Fisiologi Pascapanen Hasil Perikanan”.
Shalawat dan salam selalau tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Terlaksananya tugas ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan bantuan
berbagai pihak yang telah mengarahkan, membimbing penyusun, baik tenanga, ide-
ide, maupun pemikiran dan terimakasih kepada berbagai sumber yang telah
memberi referensi serta menambah pengetahuan penyusun.
Kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun senantiasa
penulis harapkan untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Aamiin.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vi
I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
ii
2.4.1 Perubahan Warna Tubuh Ikan .............................................................. 15
2.4.2 Perubahan Warna .................................................................................. 16
2.5 Proses Pembusukan Filet Ikan .............................................................. 17
2.5.1 Pembusukan Ikan .................................................................................. 17
2.5.2 Pembusukan Pada Fillet Ikan ................................................................ 19
2.5.3 Tanda-Tanda Pembusukan Pada Filet Ikan .......................................... 20
2.5.4 Faktor Yang Mempercepat Proses Pembusukan .................................. 21
2.5.5 Tanda-Tanda Pembusukan Pada Filet Ikan .......................................... 22
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum fisiologi pascapanen hasil perikanan
yaitu :
1. Menganalisis dan mengetahui tingkat kesegaran pada hasil perikanan
sebelum dan setelah penyimpanan.
2. Menganalisis dan mengetahui susut bobot pada ikan sebelum dan setelah
penyimpanan.
3. Menganalisis dan mengetahui perubahan tekstur pada ikan dan filet sebelum
dan setelah penyimpanan.
4. Menganalisis dan mengetahui perubahan warna pada filet ikan sebelum dan
setelah penyimpanan.
5. Menganalisis dan mengetahui proses pembusukan filet ikan setelah
penyimpanan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dalam praktikum fisiologi pascapanen hasil perikanan
yaitu dapat mengetahui tingkat kesegaran pada hasil perikanan, mengetahui
perubahan – perubahan yang terjadi pada ikan dan filet ikan setelah penyimpanan,
serta mengetahui karakteristik ikan segar dan busuk dengan melihat perubahan baik
pada kondisi fisik maupun organoleptik.
BAB II
LANDASAN TEORI
3
4
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
2. Kelenturan Daging
a. Ikan segar mempunyai daging yang cukup lentur. Apabila daging ditekan atau
dibengkokkan, ikan akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan.
b. Kelenturan yang terjadi disebabkan oleh belum terputusnya benang-benang
daging. Pada ikan yang busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang
putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak sehingga ikan kehilangan
kelenturannya.
3. Keadaan Mata
a. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada
kecerahan mata.
b. Mata tampak kotor dan tidak jernih.
5. Keadaan Insang
a. Ikan yang segar mempunyai insang yang berwarna merah cerah.
Sebaliknya pada ikan yang sudah tidak segar, warna insang berubah menjadi coklat
gelap.
Tabel 1. Tanda-tanda ikan segar dan ikan уаng ѕudаh tіdаk segar
Parameter Ikan Segar Ikan Tidak segar
Cerah, terang, mengkilat,
Kenampakan tak berlendir Suram, kusam, berlendir
6
Melekat kuat
Sisik Mudah dilepaskan
Kenampakan 16 % 5
Warna merah cemerlang tanpa adanya
Insang lendir.
3 Mulai terjadi perubahan warna merah
muda sampai merah coklat, terdapat
sedikit lendir, bau asam mulai nyata.
2 Perubahan warna lebih nyata. Warna
merah coklat, lendir tebal, bau kuat.
0 Warna Merah coklat, merah, atau abu-abu.
Tertutup lendir tebal, berbau asam atau
busuk.
Tabel 3. Skor Organoleptik untuk Ikan Segar yang Diberi Perlakuan Pendinginan.
Skor Bau Ketengikan Citarasa
5 Segar, manis Negatif Segar, manis,
sedikit seperti
bau kerang
4 Kehilangan Sangat Kehilangan
sedikit sedikit kesegarannya dan
kesegarannya, kemanisannya
ada sedikit
perubahan bau
Netral atau
3 Perubahan bau
Ketengikan sedikit asam
lebih nyata
mulai
berperanan Asam, tetapi
2 Berbau asam
masih dapat
atau tengik
dimakan
9
2.1.4 Drip
Drip adalah proses keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan karena suhu yang
berbeda. Pada proses nya ikan sampel di bekukan terlebih dahulu dalam freezer dan
di lakukan pengujian dengan melihat seberapa besar banyak air atau cairan yang
keluar dari daging ikan. Wanniate (2014) menyatakan bahwa drip merupakan
hilangnya beberapa kompenen nutrient daging yang ikut bersama keluar nya cairan
daging. Cairan yang keluar dan tidak terserap kembali oleh serabut selama
penyegaran indah yang disebut drip. Sedangkan menurut Soeparno (2005) cairan
yang keluar dan tidak terserap kembali oleh serabut otot selama penyegaran inilah
yang disebut drip.
Dua faktor yang mempengaruhi jumlah drip yaitu besarnya cairan yang
keluar dari daging, dan faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein
daging. Pada laju pembekuan yang sangat cepat, kristal es kecil-kecil terbentuk
didalam sel, sehingga struktur daging tidak mengalami perubahan. Pada laju
pertumbuhan yang lambat, kristal es mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular),
karena tekanan osmotik ekstraselular lebih kecil daripada didalam otot.
Pembentukan kristal es ekstraselular berlangsung terus, sehingga cairan
ekstraselular yang tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya
dan menarik air secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin.
Denaturasi protein menyebabkan hilangnya daya ikat protein daging, dan pada saat
penyegaran kembali terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air
yang menaglami translokasi atau keluar pada proses pembekuan (Soeparno 2005).
dari komposisi asam amino dan bentuk proteinnya, seperti banyaknya gugus polar,
anion dan kation yang ada di dalamnya. Proses pembentukan gel melibatkan garam,
protein dan air, sehingga reaksi antara protein, air, garam memegang peranan yang
sangat penting (Li 2006).
Pembuatan surimi menggunakan NaCl untuk meningkatkan interaksi
protein miofibril dengan air serta meningkatkan WHC. Ketika pH ikan berada di
atas titik isoelektris, protein miofibril lebih banyak mengandung muatan negatif
sehingga ion Cl- dari garam akan tolak-menolak dengan muatan negatif dari protein
miofibril sehingga struktur protein membengkak yang menyebabkan terjadinya
hidrasi atau penyerapan air (Li 2006).
meningkat. Hal ini dapat terjadi karena dengan meningkatnya konsentrasi bahan
aktif dalam pembuatan larutan pelapis edible akan menyebabkan tegangan
permukaan semakin tinggi, akibatnya difusi uap air semakin terhambat. Pelapis
gelatin pada daging dapat mengurangi losis (susut berat) secara nyata (Antoniewski
et al. 2007).
Buckle (1987) menyatakan perombakan protein oleh enzim yang berasal
dari filet menjadi komponen lebih sederhana akan menyebabkan fungsi protein
sebagai pengikat cairan tubuh mengalami penurunan dan cairan akan keluar dari
jaringan tersebut sehingga mengalami penyusutan bobot (Hadiwiyoto 1993).
Sehingga susut bobot akang mengalami peningkatan karena adanya peningkatan
populasi bakteri pembusuk.
telah habis. Sedangkan fase post mortem adalah fase relaksasi karena tidak terjadi
lagi kontraksi antara aktin dan myosin. Setelah fase relaksasi selesai, daging ikan
sudah mulai mengalami proses pembusukan dan bakteri pembusuk sudah mulai
bekerja.
1. Fillet berkulit (skin-on fillet), yaitu berupa lempengan daging ikan yang telah
dipisahkan dari kerangkanya tanpa dilakukan dengan perlakuan lainnya.
2. Fillet tidak berkulit (skin less fillet), yaitu berupa lempengan daging ikan yang
telah dipisahkan dari kerangkanya serta dilakuakn perlakuan tambahan berupa
pemisahan kulit yang terdapat pada lempengan daging tersebut.
3. Fillet tunggal (single fillet), yaitu berupa lempengan daging ikan yang telah
dipisahkan dari kerangkanya dan masing-masing sisi tubuh ikan dibuat
menjadi sebuah fillet.
4. Fillet kupu-kupu (buterfly fillet), yaitu berupa lempengan daging ikan yang
berasal dari kedua sisi tubuh ikan, biasanya kedua bagian daging tersebut tidak
terputus.
Dimana :
τ = tingkat kekerasan
P = gaya tejan dari hasil pembacaan alat (kg)
A = luas bidang penekan (cm²)
tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna semakin suram. Hal ini
disebabkan karena timbulnya lendir sebagai akibat dari proses biokimiawi lebih
lanjut dan berkembangnya mikroba yang akan lebih jelas terlihat pada fase
kemunduran mutu berikutnya.
Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna
merah keunguan dari myoglobin (Elvira 2011). Setelah beberapa saat terpapar
dengan oksigen diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah
warna menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi
oksimioglobin (Elvira 2011). Permukaan daging yang mengalami kontak dengan
udara untuk waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi
menjadi metmioglobin. Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau
daging masih khas daging segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak
lama terekspos dengan udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak
langsung dimasak. Jika daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging
17
segar, maka kondisi ini menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di
refrigerasi untuk waktu yang lama. Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa
daging sudah mulai rusak (busuk) dan hendaknya tidak dikonsumsi (Elvira 2011).
glikogen yang terkandung di dalam daging ikan akan diubah menjadi glukosa 6-
fosfat dan kemudian akan diubah menjadi asam laktat. Enzim kan menyebakan
proses autolisis dan secara bersamaan, suhu tinggi selama blansing akan
menyebabkan terjadinya denaturasi protein.
Terjadinya autolisis dan denaturasi menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan protein untuk mengikat cairan tubuh, sehingga cairan tubuh yang kaya
nutrisi akan keluar sebagai drip. Dengan demikian, nilai aw akan meningkat.
Peningkatan tersebut menyebabkan bakteri pembusuk yang sedang beradaptasi
terhadap lingkungan akan tumbuh. Bakteri pembusuk akan memanfaatkan drip
sebagai media untuk tumbuh dan berkembangbiak. Bakteri pembusuk mendapatkan
energi dengan merombak protein dan karbohidrat. Selain merombak karbohidrat,
senyawa ammonia juga dihasilkan dari proses perombakan protein selama autolisis.
Selama autolisis, protein akan dirombak sejadi asam amino (Eskin 1990).
Bakteri pembusuk akan memanfaatkan asam amino dan merombaknya
menjadi senyawa ammonia yang bersifat basa. Namun secara bertahap, senyawa
amonia yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri pembusuk akan menghasilkan
senyawa basa sehingga pH filet menjadi meninngkat (Hadiwiyoto dan Suparno
1993). Berbagai mikroba pembusuk yang ditemukan dalam fillet ikan terkemas
termasuk dalam genus Serratia dan Pseudomonas (Noseda et al. 2012).
Suhu lingkungan
Kondisi awal ikan
Cara penangkapan tidak dilakukan dengan benar
Sanitasi dan higienis tidak memenuhi persyaratan
Cara penanganan ikan tidak dilakukan dengan baik
Fasilitas penanganan dan pengolahan tidak memadai
23
24
Kenampakan Luar
Tabel 6. Kenampakan Lendir
No. Karakteristik Nilai
1. Lapisan lendir jernih, transparan,, mengkilat, cerah, 5
belum ada perubahan warna, beraroma segar
2. Lendir di permukaan tubuh mulai keruh, warnanya 3
agak putih susu, mulai suram, mulai muncul bau tidak
sedap
3. Lendir tebal terkadang menggumpal, mulai timbul 2
perubahan warna, bau tidak sedap makin kuat
4. Lendir berwarna kekuningan, coklat, tebal, warna 0
tubuh kusam, bau menusuk kuat, terjadi pengeringan.
Kenampakan Mata
Tabel 7. Kenampakan Mata
No. Karakteristik Nilai
1. Cerah pupil hitam menonjol denngan kornea jernih 5
2. Bola mata agak cekung, pupil berubah menjadi abu- 3
abu, kornea agak keruh
3. Bola mata agak cekung, pupil putih susu, kornea 2
keruh
4. Bola mata dan pupil tenggelam, tertutup lendir 0
kuning tebal
Kenampakan Insang
Tabel 8. Kenampakan Insang
No. Karakteristik Nilai
1. Warna cerah cemerlang tanpa adanya lender 5
2. Warna terjadi perubahan warna merah muda sampai 3
nerah cokelat, terdapat sedikit lendir, bau asam mulai
nyarta
3. Perubahan warna lebih nyata, warna merah cokelat, 2
lendir tebal, bau kuat
4. Warna merah cokelat, merah atau abu-abu, tertutup 0
lendir tebal, berbau asam atau busuk
Kenampakan Daging
26
Kenampakan Filet
Tabel 10. Kenampakan Filet
No. Karakteristik Nilai
1. Sayatan daging berwarna cemerlang, taka da warna 5
merah sepanjang bekas tulang belakang aroma filet
masih segar.
2. Sayatan daging cerah, timbul perubahan warna 3
sepanjang bekas tulang belakang, mulai timbul bau
filet tidak segar.
3. Sayatan daging mulai berkurang kecerahannya, lunak 2
dan terdapat warna merah sepanjang bekas tulang
belakang, mulai tercium bau agak busuk.
4. Daging warna merah sepanjang bekas tulang 0
belakang, tercium bau busuk.
Bau
Tabel 11. Bau
No. Karakteristik Nilai
1. Segar, berbau rumput laut, spesifik menurut jenis. 10
2. Segar, berbau rumput laut mulai berkurang. 9
3. Tawar, netral. 8
4. Berbau susu, belum ada bau asam, ada bau seperti 7
ikan asin.
5. Berbau susu asam atau seperti susu kental. 6
6. Berbau seperti kentang rebus atau seperti logam. 5
27
28
29
spesifik jenis menjadi tercium bau ammonia Karungi dkk (2003) menyatakan
degradasi protein dan derivatnya akan membentuk basa volatil yang mudah
menguap yaitu amoniak, histamin dan H2S dan menimbulkan bau busuk. Ikan
memasuki fase rigor di hari ke-1 pada pukul 20.45 wib dan memasuki tahap post
rigor pada tanggal 8 November 2019 pada pukul 13.15 wib. Kecepatan penurunan
mutu dapat dilihat dari lama waktunya ikan melewati tiga fase yaitu pre rigor,
rigormortis dan post rigor. Pada fase pre rigor terjadi, otot ikan masih dalam
keadaan lembut dan lentur disebabkan adanya sisa ATP sehingga otot ikan masih
bisa melakukan relaksasi. Sedangkan fase rigormortis ditandai dengan
menghilangnya kelenturan tubuh ikan karena menurunnya ATP sehingga energi
yang tersisa tidak cukup merombak aktomiosin menjadi aktin dan miosin yang
ditandai dengan tekstur yang mengeras dan kaku. Fase post rigor terjadi pada awal
pembusukkan ditandai dengan otot ikan menjadi kurang elastis disebabkan oleh
proses autolisis yang menghasilkan senyawa media pertumbuhan mikrobia (Dwiari
dkk 2008).
Kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis
kelamin, jenis ikan, ukuran ikan, kondisi lingkungan, perlakuan fisik, jumlah jasad
renik, dan aktivitas enzim (Ridwansyah 2002). Pada kelompok 2 ikan dimatikan
dengan cara diletakan dalam wasakom berisi air dan dibuat stress selama 30 menit.
Perlakuan tersebut menyebabkan ikan menjadi cepat memasuki tahap rigor dan post
rigor, karena ikan yang mengalami stress sebelum mati akan menyebabkan ikan
cepat mengalami proses rigor mortis sesuai dengan Abustam dan Ali (2005)
menyatakan bahwa kondisi stress dan kurang istirahat menjelang mati akan
menghasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan
berlangsung cepat.
tersebut sesuai dengan pernyataan Lawrie (1979) dan Judge et al. (1989) bahwa
lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging
segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali
(thawing), yang akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan gizi daging
karena sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam drip.
penyimpanan juga terjadi perubahan tekstur daging pada ikan dan filet. Sebelum
penyimpanan ikan dan filet keduanya memiliki tekstur elastis padat dan setelah
penyimpanan tekstur menjadi agak elastis padat. Hal tersebut menandakan ikan
akan mulai memasuki fase post rigor yang ditandai dengan teksktur yang mulai
agak elastis padat atau mulai melunak sebab Abustam dan Ali (2005) menyatakan
pada fase ini daging akan kembali lunak dikarenakan peranan enzim katepsin yang
membantu pemecahan protein aktomiosin menjadi protein sederhana, sehingga
kondisi daging yang kembali menjadi lunak.
Eskin (1990), Hadiwiyoto (1993), dan Lawrie (1995) bahwa umummnya saat
setelah ikan mati pH ikan mendekati netral, yaitu 6,8 hingga netral, selanjutnya
adanya pemecahan glikogen yang menghasilkan asam laktat dan meningkatkan
keasaman daging yang menyebabkan pH daging akan menjadi menurun.
Sebelum penyimpanan, ikan memiliki tekstur yang elastis & padat dan
aroma yang segar sedangkan setelah penyimpanan teksturnya lembek dan
aromanya sudah berbeda dari aslinya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 2, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Praktikum Tingkat Kesegaran Hasil Perikanan
Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian yang dilakukan terjadi perubahan
kondisi ikan setelah masa simpan selama 7 hari. Secara visual terlihat terjadi
penurunan nilai pada parameter kenampakan lendir, mata, insang. Filet, tekstur
daging dan bau. Penurunan tersebut disebabkan adanya pembusukan dan lama
waktu penyimpanan dapat memicu pertumbuhan mikrobia pembusuk. Ikan
memasuki fase rigor di hari ke-1 pada pukul 20.45 wib dan memasuki tahap post
rigor pada tanggal 8 November 2019 pada pukul 13.15 wib. Kecepatan penurunan
mutu dapat dilihat dari lama waktunya ikan melewati tiga fase yaitu pre rigor,
rigormortis dan post rigor.
35
36
yang didapat bobot ikan menurun 4% dari bobot awalnya atau sebanyak 10 gram
sedangkan pada filet bobot menyusut sebesar 20% atau sebanyak 15 gram.
Perombakan protein oleh enzim pada filet akan mempengaruhi fungsi protein
sebagai pengikat cairan tubuh menjadi menurun dan cairan akan keluar dari
jaringan sehingga terjadi susut bobot (Hadiwiyoto 1993).
5.2 Saran
Dalam melakukan kegiatan praktikum harusnya praktikan lebih teliti agar
seminimal mungkin terjadi kesalahan. Dalam penghitungan pH juga lebih baik
dilakukan tidak hanya satu kali saja agar pH yang didapat akurat. Praktikan juga
alangkah lebih baiknya menyiapkan sendiri seperti sarung tangan latex.
37
PENDALAMAN
Water activity terjadi akibat proses reaksi kimiawi seperti proses oksidasi
dan enzimatis pada tubuh ikan yang tidak terkontrol, hal tersebut
dikarenakan daging ikan sudah mengalami fase kematian. Selanjutnya
terjadi proses autolisis yang membuat struktur sel dan jaringan daging ikan
menjadi rusak, sehingga meyebabkan kemampuan daya ikat air (WHC)
pada daging ikan. Setelah itu air dalam sel dan jaringan menjadi keluar
sebagai proses drip dan sebagian tersimpan diantara sekat sel (intraseluler)
sebagai air bebas atau water activity (aw)
Jawab: warna kuning atau kehijauan tersebut terjadi oleh adanya aktivitas
mikroba pembusuk yang menguraikan sebagian besar lemak yang dapat
menyebabkan perubahan warna menjadi coklat dan bau tengik, kemudian
degradasi pigmen myoglobin dan teroksidasinya pigmen tersebut dapat
menyebabkan pigmen menjadi rusak dan berubah warna menjadi kuning
atau hijau
DAFTAR PUSTAKA
Abustam E dan Ali HM. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Makassar:
Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Unhas. 67 hal
Adawyah, R. 2006. Pengolahan dan pengawetan ikan. Bumi Aksara. Jakarta. 158
hlm.
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara Jakarta. Hal.
1-19.
Afrianto E dan Liviawaty E. 2014. Pengaruh suhu dan lama blansing terhadap
penurunan kesegaran fillet tagih selama penyimpanan pada suhu rendah.
Jurnal Aquakultur . Vol .5 No. 1 :45-54
Border´ýas, A. J & Isabel, S. (2010). First processing steps and the quality of wild
and farmed fish. Journal of Food Science.
Delbarre L.C., R.Cheret, R. Ta ylor, V.Bagnis. 2006. Trends in
postmortem aging in fish: Understanding of proteolysis and
disorganization of the myofibrillar structure. Critical Reviews in food
Science and Nutrition, 46(5):409-421.
DeMan, J., M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan oleh K. Padmawinata. Penerbit
ITB. Bandung.
Dianty, R., N. 2012. Proses Rigor Pada Daging. (Internet). http://this-is-me
1112.blogspot.co.id/2012/11/proses-rigor-pada-daging.html. Diakses pada
16 November 2019.
Dwiari, S.R, Asadayanti, D.D, Nurhayati., Sofyaningsih, M.,Yudhanti, S.F.A.R
dan Yoga IBKW. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Erlangga. 2009. Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian.
Institut Pertanian Bogor: Bogor
Eskin, N.A.M. 1990. Biochemistry of foods. Academic Press. Inc., San Diego.
California
FAO. 1995. Quantity and Quality Changes in Fresh Fish. by Huss, ed. Rome:
Fisheries Technical Paper No. 384. 95 pp.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta:
Fakultas Pertanian, UGM.
Herawati, D. Darmanto, S. dan Romadhon. 2014. Pengaruh Cara Kematian Dan
Tahapan Penurunan Kesegaran Ikan Terhadap Kualitas Pasta Ikan Mas
(Cyprinus carpio). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan.
3(3) : 23-31.
Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan 1, Teknik Pendinginan Ikan.
42
38
Jaya, I dan D.K. Ramadhan. 2006. Aplikasi Metode Akustik untuk Uji Kesegaran
Ikan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 9(2): 1-13
Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel, 1989.
Principles Of Meat Science. 2nd., Kendall/Hunt Publishing Co. Dubuque,
Iowa.
Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gadjah
Mada: Yogyakarta
Karungi C, Byaruhanga YB, Moyunga JH. 2003. Effect of pre-icing duration on
quality deterioration of iced perch (Lates niloticus). J Food Chemistry. 85:
13-17.
Lawrie, R. A., 1979. Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press. Oxford.
Lee, K.G and Shibamoto, T. 2002. Analysis of Volatile Components from
Hawaiian Green Cofee Beans (Cofea Arabica L.). J. Flavour Frag. Vol. 1
No. 5:349- 351
Li, J.Y., dan Yeh, A.I. 2001. Relationship Between Thermal, Rheological
Characteristics, and Swelling Power for Various Starches. J. Food
Engineering Vol 50 : 141-148.
Liviawaty, E. Dan E. Afrianto. 2014. Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila
Merah (Oreochromis niloticus) Berdasarkan Pola Pertumbuhan Derajat
Keasaman. Universitas Padjajaran. Sumedang.
Mahatmanti, dkk., 2010. Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Anti
Mikroba Ikan Segar. Semarang
Muctahdi, T. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institute
Pertanian Bogor. Bogor.
Nasiru, N. 2014. Teknologi Pangan Teori Praktis dan Aplikasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Nurwantoro dan S. Mulyani. 2003. Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ridwansyah. 2002. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida dan lama
perendaman Terhadap Mutu Ikan Kembung yang di Pindang. USU
Library : Universitas Sumatra Utara.
Robb, D. (2010). Factors affecting fish quality: focus on farmed salmon. EWOS
Innovation. from http://praise.manoa.hawaii.edu/content/aip/Factors
Affecting Fish Quality Focus onFarmed Salmon.pdf
Skjervold P. O., Fjæra S. O., Ǿstby P. B., Einen O., 2001. Live chilling and
crowding stress before slaughter of Atlantic salmon (Salmo salar).
Aquaculture, 19, 265–280.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
39
Baskom Gunting
Penggaris
Hardness tester
Pisau Plastik
42
Talenan
Benang Kasur
Tissu Towel
Timbangan
Wadah plastik
43
Ikan Nila
44
Pengamatan dilakukan secara organoleptik dan fisik terhadap ikan dan fillet
ikan nila pertama
Bobot fillet kedua dan hitung luas fillet menggunakan plastik dan millimeter
blok
Setelah disimpan maka ikan nila diamati penurunan suhu, kekerasa tekstur,
susut bobot dan luas fillet dihitung serta dicatat waktu rigor mortisnnya
45
Ikan difilet
Fillet ditimbang Ikan dicuci