Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

All Bab FIX PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beton terbentuk dari campuran agregat halus, agregat kasar, semen dan air
dengan perbandingan tertentu. Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang
banyak digunakan pada pekerjaan struktur bangunan di Indonesia karena banyak
keuntungan yang diberikan diantaranya adalah bahan-bahan pembentuknya mudah
diperoleh, mudah dibentuk, mampu memikul beban yang berat, tahan terhadap
temperatur yang tinggi, biaya pemelihaaan kecil.
Yang perlu disadari benar dalam pembuatan beton disini ialah perancangan
komposisi bahan pembentuk beton, yang merupakan penentu kualitas beton, yang
berarti pula kualitas sistem struktur total. Untuk memahami dan mempelajari
seluruh perilaku elemen gabungan pembentuk beton diperlukan pengetahuan
tentang karakteristik masing-masing komponen pembentuk beton yaitu semen,
agregat halus, agregat kasar dan air. Kekuatan beton pada umur tertentu tergantung
pada perbandingan berat air dan berat semen dalam campuran beton.
Pada dasarnya beton memiliki sifat dasar, yaitu kuat terhadap tegangan tekan
dan lemah terhadap tegangan tarik. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis bahan
penyusunnya, jika bahan penyusunnya bagus, solid maka nantinya akan
menghasilkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi. Kekompakan dan
kerjasama susunan bahan beton sangat berpengaruh untuk memenuhi kuat
tekannya. Oleh karena itu untuk mengetahui prosedur pembuatan beton yang benar
maka dilakukanlah praktikum ini dengan pengujian kuat tekan beton pada umur
beton 3 hari dan 28 hari.

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum


Adapun penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosedur percobaan uji material.
2. Untuk mengetahui prosedur perencanaan mix design.
3. Untuk mengetahui kuat tekan beton pada umur 3 hari dan 28 hari.

1
1.3 Ruang Lingkup
Penulisan laporan praktikum teknologi beton dan bahan bangunan ini dibatasi
pada hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan uji material. Bahan yang digunakan yaitu agregat halus, agregat
kasar dan semen untuk mix design sebelum membuat beton.
2. Melakukan mix design untuk untuk menentukan jumlah masing-masing
bahan susun yang dibutuhkan.
3. Membuat beton menggunakan silinder 15 x 30cm sebanyak 6 sampel sesuai
dengan mix design.
4. Melakukan uji slump dengan ketentuan 10 ± 2cm.
5. Uji tekan dilakukan saat beton berumur 3 hari dan 28 hari.

1.4 Tempat dan Waktu Praktikum


Adapun tempat dan waktu dilakukannya praktikum mata kuliah Teknologi
Beton dan Bahan Bangunan yaitu :
No. Pengujian Tanggal Tempat Jam
1 Berat Volume 21-08-2017 Lab Sipil 09.00-18.00
2 Berat Jenis Semen 21-08-2017 Lab Sipil 09.00-18.00
3 Kadar Air Agregat 21-08-2017 Lab Sipil 09.00-18.00
4 Analisis Saringan 21-08-2017 Lab Sipil 09.00-18.00
5 Konsistensi Semen 21-08-2017 Lab Sipil 09.00-18.00
22-08-2017 16.20-18.00
6 Berat Jenis 23-08-2017 Lab Sipil 10.00-11.30
24-08-2017 15.00-17.00
7 Uji Tekan 9 hari 16-10-2017 PU 14.00-16.00
8 Uji Tekan 28 hari 06-11-2017 PU 10.00-11.00

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Definisi Bahan Beton


Beton akhir-akhir ini sangat banyak dipakai secara luas sebagai salah satu
bahan bangunan. Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15% semen, 8%
air, 3% udara, selebihnya pasir dan kerikil (Wuryati dan Candra, 2001). Beton
polos didapat dengan mencampurkan semen, agregat (aggaregate) halus, agregat
kasar, air dan kadang-kadang campuran lain (Chu-Kia Wang dan Charles G.
Salmon, 1986).
Beton merupakan suatu bahan komposit (campuran) dari beberapa material,
yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus, agregat
kasar, air dan atau tanpa bahan tambah lain dengan perbandingan tertentu. Karena
beton merupakan komposit, maka kualitas beton sangat tergantung dari kualitas
masing-masing material pembentuk. (Kardiyono Tjokrodimulyo,2007).
Agar dihasilkan kuat desak beton yang sesuai dengan rencana diperlukan mix
design untuk menentukan jumlah masing-masing bahan susun yang dibutuhkan.
Disamping itu, adukan beton harus diusahakan dalam kondisi yang benar-benar
homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi segregasi. Selain
perbandingan bahan susunnya, kekuatan beton ditentukan oleh padat tidaknya
campuran bahan penyusun beton tersebut. Semakin kecil rongga yang dihasilkan
dalam campuran beton, maka semakin tinggi kuat desak beton yang dihasilkan.
Syarat yang terpenting dari pembuatan beton adalah beton segar harus dapat
dikerjakan atau dituang, beton yang dikerjakan harus cukup kuat untuk menahan
beban dari yang telah direncanakan, dan beton tersebut harus dapat dibuat secara
ekonomis.
Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor yaitu proporsi dari campuran
dan kondisi temperatur dan kelembaban dari tempat di mana campuran diletakkan
dan mengeras. Beton ringan (normal) merupakan bahan yang cukup berat, dengan
berat sendiri mencapai 2400 kg/cm3 . Untuk mengurangi beban mati pada suatu
struktur beton maka telah banyak dipakai jenis beton ringan. Menurut Standar
Nasional Indonesia 03-2847 tahun 2002, beton dapat digolongkan sebagai beton

3
ringan jika beratnya kurang dari 1900 kg per meter kubik. Nawy (2004)
menyebutkan bahwa kuat tarik beton ringan pada umumnya lebih kecil bila
dibandingkan dengan beton normal.

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Material Beton


Bahan bangunan yang berupa beton ini sekarang banyak dipakai untuk
konstruksi bangunan bahkan hampir setiap hari dijumpai bangunan yang terbuat
dari beton, mulai dari yang sederhana (misalnya patungan kecil) sampai pada
bangunan besar (gedung bertingkat, jembatan, jembatan layang, bendungan,
dermaga, dan sebagainya.
Menurut Ali Asroni dalam bukunya yang berjudul "Balok dan Pelat Beton
Bertulang" , bangunan yang menggunakan konstruksi beton mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu :
1. Beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran.
2. Beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran,
maupun beban angin.
3. Berbagai bentuk konstruksi dapat dibuat dari bahan beton menurut
selera perancang atau pemakai.
4. Biaya pemeliharaan atau perawatan sangat sedikit (tidak ada).
Bangunan yang menggunakan konstruksi beton juga mempunyai beberapa
kekurangan, yaitu :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh
karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).
2. Konstruksi beton itu berat, sehingga jika dipakai pada bangunan harus
disediakana pondasi yang cukup besar/ kuat.
3. Untuk memperoleh hasil beton dengan mutu yang baik, perlu biaya
pengawasan tersendiri.
4. Konstruktsi beton tidak dapat dipindahkan, disamping itu bekas beton
tidak ada harganya.

2.3 Persyaratan Pemakaian Bahan Untuk Campuran Beton


Bahan beton dibuat dari beberapa bahan yang dicampur menjadi satu. Oleh
karena itu, mutu beton akan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-bahan itu sendiri.

4
Bila mutu agregat, semen, dan airnya bagus, disertai perhitungan yang tepat sesuai
kebutuhan dan pelaksanaan mix design yang teliti dapat dilaksanakan dengan baik,
maka beton yang dihasilkan akan sangat berkualitas. Adapun persyaratan
pemakaian bahan untuk campuran beton adalah sebagai berikut :
a. Semen atau PC (Portland Cement)
Bahan pengikat antar agregat, sehingga beton dapat homogen. Sesuai
kebutuhannya, terdapat berbagai tipe semen, antara lain tipe 1 (untuk bangunan
beton biasa), tipe 2 (tahan sulfat dan panas hidrasi sedang), tipe 3 (semen yang
cepat mengeras), tipe 4 (panas hidrasi rendah), dan tipe 5 (tahan sulfat tinggi).

b. Agregat Halus
Dalam hal ini adalah pasir. Agregat halus didefinisikan sebagai hasil
disintegrasi alami dari batuan atau hasil industri pemecah batu dan mempunyai
ukuran butir terbesar 5,0 mm. Bila digunakan untuk campuran beton, pasir
harus memenuhi syarat-syarat diantaranya, tidak boleh mengandung bahan
organik terlalu banyak, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% berat
kering, serta harus terdiri dari butiran yang beraneka ragam (well grading).

c. Agregat Kasar
Terbagi menjadi kerikil (alami) dan batu pecah (industri). Agregat kasar
adalah hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah hasil industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5,0 mm sampai dengan 40,0 mm.
Bila digunakan untuk campuran beton, agregat kasar harus memenuhi syarat-
syarat diantaranya, tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak,
tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2% berat kering, serta harus terdiri
dari butiran yang beraneka ragam (well grading).
d. Air
Pencampur beton haruslah air bersih yang dapat diminum dan mempunyai
pH netral antara 6-8, tidak mengandung minyak, asam alkali, garam-garam dan
bahan organik.

e. Bahan Tambahan
Selain bahan-bahan utama pembuat beton, terkadang diperlukan bahan
tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu. Bahan tambahan adalah suatu

5
bahan yang berupa zat yang dicampurkan selama pengadukan dalam dosis
tertentu untuk mengubah beberapa sifat beton. Diantaranya, meningkatkan
plastisitas, meningkatkan mutu awal, meningkatkan kekedapan, dan lain
sebagainya.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Tekan Beton


Dalam dunia konstruksi, beton mempunyai peran vital. Konstruksi beton
merupakan penyusun struktur sebuah bangunan. Kekuatan konstruksi beton
menjadi tulang punggung berdiri atau tidaknya bangunan. Berikut faktor-faktor
yang mempengaruhi kekuatan tekan beton :

a. Kandungan semen
Semakin banyak bahan material semen yang digunakan, maka akan
dihasilkan konstruksi beton bertulang yang kuat dan baik. Penggunaan semen
berbanding lurus dengan kekuatan konstruksi beton.

b. Kandungan Air
Semakin banyak air yang digunakan, maka konstruksi beton yang
dihasilkan semakin jelek. Walaupun di dalam pengerjaan konstruksi beton
ringan, jika air yang digunakan banyak, konstruksi beton semakin mudah
dikerjakan dan pekerjaan menjadi lebih ringan. Kuncinya gunakan air
sesedikit mungkin, hanya agar campuran konstruksi beton bisa dikerjakan
(bisa diangkut, dicor, dipadatkan dan di-finishing).

c. Campuran Air dan Material Semen atau Faktor Air Semen (FAS)
Semakin tinggi perbandingan campuran air dan bahan material semen
maka konstruksi beton malah semakin jelek. Untuk meningkatkan mutu
konstruksi beton rumah harus mengurangi perbandingan air dan bahan
material semen. Faktor air dan bahan material semen adalah perbandingan
antara berat air dibandingkan dengan berat bahan material semen. Jika air kita
simbolkan dengan W, dan bahan material semen kita simbolkan dengan C
maka rumusnya adalah FAS= W / C, dimana berat jenis air adalah 1 kg/liter,
dan berat jenis bahan material semen adalah 3150 kg/m3 (disyaratkan
American Standard Testing and Material).

6
d. Agregat (Pasir dan koral)
Campuran yang terlalu banyak pasir walapun akan menjadikan beton halus
akan tetapi kekuatannya sedikit berkurang, jika dibandingkan dengan
campuran yang normal. Kekuatan beton akan semakin menurun jika ketika
pencampuran menggunakan molen terlalu lama. Sebaliknya jika beton terdiri
dari koral yang banyak, konstruksi beton akan menjadi kasar akan tetapi
kekuatannya mejadi lebih baik jika dibandingkan dengan beton yang
menggunakan pasirnya lebih banyak.

2.5 Klasifikasi Semen Portland


Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Digunakan
secara luas sebagai semen untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur misalnya
pembangunan jalan, bangunan beton bertulang, jembatan dan lain-lain. Tipe
semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran.

2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi
yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Secara umum dipakai
untuk mencegah serangan sulfat dan lingkungan sistem drainase dengan kadar
konsentrat tinggi didalam tanah. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk
dipakai pada bangunan seperti bendungan, dan dermaga.

3. Tipe III (High Early Strength)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang
tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi Beton yang dibuat
dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat
mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland
tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini
kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portland tipe I pada
umur 28 hari. Kegunaannya yaitu untuk menggantikan semen penggunaan

7
umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan dimusim
dingin. Biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan
jalan, dan produk semen.

4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk bendungan, dan,
lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan
selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak
terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak).

5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)


Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang
tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut,
daerah tambang, air payau, dan lain-lain.

2.6 Semen Portland Untuk Percobaan Berat Jenis Semen (ASTM C188 --
95/SNI 15-2531-1991)
Berat isi semen portland adalah perbandingan antara berat kering semen pada
suhu kamar dengan satuan isi. Suhu kamar adalah adalah suhu ruangan pada saat
dilakukan pengujian. Contoh semen Portland adalah sejumlah semen dengan berat
dan isi tertentu yang diambil dari tempat penyimpanan secara acak serta dianggap
mewakili sejumlah semen Portland yang akan digunakan sebagai bahan struktur.

2.7 Semen Portland Untuk Percobaan Konsistensi Normal (C187-98/SNI 03-


6826-2002)
Konsistensi normal semen Portland adalah kadar air pasta semen yang apabila
jarum vicat diletakkan di permukaannya dalam interval waktu 30 detik akan terjadi
penetrasi sedalam 10 mm. Banyaknya air untuk proses hidrasi sangat tergantung
dari komposisi senyawa dalam semen dan kehalusan semen. Jika air untuk proses
hidrasi tersebut kurang, maka tidak semua butiran semen akan terhidrasi. Demikian
pula jika air terlalu banyak, maka kekuatan pasta semen akan menurun. Untuk itulah
perlu dicari berapa kebutuhan air yang optimum sehingga proses hidrasi dapat

8
berjalan sempurna dan kekuatan semen dapat mencapai maksimum. Umumnya,
persentase air untuk mencapai konsistensi berkisar antara 26% - 29%.

2.8 Agregat Halus Untuk Percobaan Kadar Air (ASTM C 556–89)


Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan
berlubang 5,0 mm. Agregat halus sebagai bahan dasar untuk pembuatan beton
memegang peran penting dalam menentukan mutu beton, karena agregat
merupakan bahan pengisi yang diikat oleh semen dan air menjadi masa padat yang
mengeras dan dikenal sebagai beton. Dengan demikian, kualitas agregat halus
mempengaruhi langsung dari mutu beton. Oleh karena itu, perlu diketahui pengaruh
penggunaan agregat halus yang akan digunakan terhadap mutu dan kekuatan tekan
beton.
Kadar air adalah besarnya perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen, dengan
diketahuinya kadar air dari pasir yang di gunakan, dapat diketahui berapa banyak
air yang digunakan saat pasir digunakan dalam keadaannya langsung.

2.9 Agregat Halus Untuk Percobaan Berat Jenis (Astm C 128–93)


Yang dimaksud dengan :
1. Berat jenis curah adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat
air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada
suhu 25C.
2. Berat jenuh kering permukaan adalah perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25 C.
3. Berat jenis semu adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat
air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada
suhu 25C.
Metode berat jenis pasir dimaksudkan sebagai pegangan dalam melakukan
pengujian untuk menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh,
dan berat jenis semu pada agregat halus. Berdasarkan SNI-1970-2008 / ASTM
C128-93 berat jenis pasir yang baik adalah sebesar 2,4 –2,6 g/cc.

9
2.10 Agregat Halus Untuk Percobaan Berat Volume (ASTM C – 29 – 91)
Berat volume agregat halus adalah massa suatu agregat tiap satuan volume
(m3) dalam keadaan SSD. Metode berat volume pasir dimaksudkan sebagai
pegangan dalam melakukan pengujian untuk menentukan berat volume agregat
halus. Menurut ASTM C 29 – 91, hasil dari dua tes yang dilakukan dalam
laboratorium yang sama pada bahan yang sama tidak boleh berbeda lebih dari 0.04
gr/ml.

2.11 Agregat Kasar Untuk Pengujian Kadar Air (ASTM C187-98/SNI 03-0626-
2002)
Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang
dikandung agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen.
Jumlah air yang terkandung di dalam agregat perlu diketahui, karena akan
mempengaruhi jumlah air yang diperlukan didalam campuran beton. Agregat yang
basah (banyak mengandung air), akan membuat campuran juga lebih basah dan
sebaliknya.

2.12 Agregat Kasar Untuk Percobaan Berat Jenis (C 128-01/SNI 03-1969-


1990)
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan massa air
dengan volume sama pada suhu yang sama. Pengukuran berat jenis agregat
diperlukan untuk perencanaan campuran beton dengan agregat, campuran ini
berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti dibandingkan dengan
perbandingan volume dan juga untuk menentukan banyaknya pori agregat. Berat
jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat sama
akan dibutuhkan aspal yang banyak dan sebaliknya.

2.13 Agregat Kasar Untuk Percobaan Berat Volume


Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan, yaitu berat volume gembur
dan berat volume padat. Berat volume gembur merupakan perbandingan berat
agregat dengan volume literan, sedangkan berat volume padat adalah perbandingan
berat agregat dalam keadaan padat dengan volume literan. Menurut British Standar

10
812, berat volume agregat yang baik untuk material beton mempunyai nilai yang
lebih besar dari 1445 kg/m³.

2.14 Pengujian Kondisi Dan Analisa Ayakan Pasir (ASTM C33 03)
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan
perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton. Gradasi agregat halus adalah
hasil dari ayakan pasir yang kemudian diplot ke dalam grafik.

2.15 Pengujian Analisa Saringan Batu Pecah (ASTM C 136 -95 A)


Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan
perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton. Gradasi agergat kasar adalah
hasil dari ayakan batu pecah yang kemudian diplot ke dalam grafik.

2.16 Perencanaan Campuran Beton Normal (SNI 03-2834-1993)


Mix Design dapat didefinisikan sebagai proses merancang dan memilih bahan
yang cocok dan menentukan proporsi relatif dengan tujuan memproduksi beton
dengan kekuatan tertentu, daya tahan tertentu dan se ekonomis mungkin.
Desain campuran beton membutuhkan pengetahuan lengkap dari berbagai
properti bahan bahan penyusunnya, Ini membuat tugas perencanaan campuran
yang lebih kompleks dan sulit. Desain campuran beton tidak hanya membutuhkan
pengetahuan tentang sifat material dan sifat beton dalam kondisi plastik tetapi juga
membutuhkan pengetahuan yang lebih luas dan pengalaman dari perkerasan.
Bahkan proporsi bahan beton di laboratorium memerlukan penyesuaian modifikasi
dan kembali disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Berdasarkan SK SNI T-15-1990-03 tentang tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung, langkah-langkah pembuatan beton normal dapat
diringkas sesuai langkah-langkah yang dipaparkan seperti di bawah ini.

2.16.1 Menentukan Kuat Tekan Beton Karakteristik yang Disyaratkan (f’c)


pada umur tertentu
Perlu dicatat bahwa nilai fc’ berarti kuat tekan beton dengan benda uji
berbentuk silinder. Jika yang diketahui adalah nilai K, maka nilai kuat tekan beton
perlu dikonversi.

11
Tabel 2. 1 Notasi Kuat Tekan Beton
Notasi Bentuk Benda Uji Ukuran Umur yang Diperhitungkan

K Kubus 15 x 15 x 15 cm 28 hari

diameter 15 cm
f’c Silinder 28 hari
tinggi 30 cm
Sumber : SNI T-15-1991-03

Tabel 2. 2 Rumus Konversi dari K (fck’ atau σbk) ke C (f’c) atau Konversi Kubus ke Silinder
Rumus Keterangan dan Satuan
fck’ = Kuat tekan karakteristik
f’c = [0.76 + 0.210 ⋅ log( fck' /15) f 'ck]
beton Kubus (Mpa)
K = Kuat tekan karakteristik
C = 0.83 x K
beton Kubus (kg/cm2)
Sumber : SNI T-15-1991-03

Jika umur beton yang dikehendaki saat diuji belum mencapai 28 hari, maka harus
dikonversi juga dengan konstanta sebagai berikut :

Tabel 2. 3 Nilai Perbandingan Kuat Tekan Beton Normal pada Berbagai Umur untuk Benda Uji
Silinder yang Dirawat di Laboratorium
Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365
Semen Portland Tipe I 0.46 0.70 0.88 0.96 1.00 - -
Semen Portland Biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35
Semen Portland dengan Kuat
0.55 0.75 0.90 0.95 1.00 1.15 1.20
Awal Tinggi
*Beton tidak menggunakan bahan tambahan ataupun agregat ringan
Sumber : SNI T-15-1991-03

2.16.2 Menentukan Standar Deviasi


Deviasi standar ditetapkan berdasarkan atas tingkat mutu pengendalian
pelaksanaan pencampuran betonnya. Semakin baik pelaksanaan semakin kecil nilai
deviasi standarnya. Penetapan nilai ini biasanya didasarkan atas hasil pengalaman
praktek pelaksanaan pada waktu yang lalu, untuk pembuatan beton dengan mutu
yang sama, dan mengunakan bahan-bahan dasar yang sama pula.
a. Jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa
pada masa yang lalu. Deviasi standar yang didapat dari pengalaman
lapangan selama produksi beton harus dihitung menurut rumus:

12
Dimana :
SD = deviasi standar
xi = kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji
𝑥̅ = kuat tekan beton rata-rata menurut rumus :

n = jumlah nilai hasil uji, yang harus diambil minimum 30 buah


(satu hasil uji adalah nilai uji rata-rata dari 2 buah benda uji).

b. Jika pelaksana tidak mempunyai catatan hasil pengujian beton serupa


pada masa yang lalu / bila data hasil uji kurang dari 15 buah, maka nilai
tambah (margin/M) langsung diambil sebesar 12 Mpa.

2.16.3 Menghitung Nilai Tambah (M)


a. Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 MPa, maka langsung ke
langkah 2.16.4
b. Jika nilai tambah dihitung berdasarkan standar deviasi SD, maka dihitung
dengan rumus berikut

M= k*SD

Dimana M merupakan nilai tambah, dan SD adalah standar deviasi.

2.16.4 Menetapkan Kuat Tekan Rata-Rata yang direncanakan (f’cr)


Kuat tekan rata-rata dapat diperoleh dengan rumus :

f’cr = f’c + M

Dengan:
f’cr = Kuat tekan rata-rata, MPa
f'c = Kuat tekan yang disyaratkan, MPa
M = Nilai tambah, Mpa

13
2.16.5 Menetapkan Jenis Semen Portland
Untuk penetapan jenis Semen Portland digunakan tabel berikut:
Tabel 2. 4 Jenis Semen Portland Menurut PUBI 1982
Tipe PC Syarat Penggunaan Pemakaian
Perkerasan jalan, gedung,
Kondisi biasa, tidak memerlukan persyaratan
I jembatan biasa dan konstruksi
khusus
tanpa serangan sulfat
Serangan sulfat konsentrasi sedang Bangunan tepi laut, dam,
II Catatan: semen jenis ini menghasilkan panas bendungan, irigasi dan beton
hidrasi yang lebih rendah daripada tipe I massa
Kekuatan awal tinggi

Catatan: semen tipe ini cepat mengeras dan


Jembatan dan pondasi dengan
III menghasilkan kekuatan besar dalam waktu
beban berat
singkat, kekuatan beton yang dihasilkan semen
tipe ini dalam 24 jam, sama dengan kekuatan
beton dengan semen biasa dalam 7 hari
Pengecoran yang menuntut panas
IV Panas hidrasi rendah hidrasi rendah dan diperlukan
settingtime yang lama
Ketahanan yang tinggi terhadap sulfat dalam
air tanah, daya resistensinya lebih baik dari
semen tipe II
Bangunan dalam lingkungan
V asam, tangki bahan kimia dan
Catatan: penggunaan terutama ditujukan untuk
pipa bawah tanah
memberikan perlindungan terhadap bahaya
korosi akibat air laut, air danau dan air
tambang
Sumber : PUBI 1982

2.16.6 Menetapkan Jenis Agregat


Jenis agregat yang akan digunakan ditetapkan apakah akan mengunakan
pasir alam dan krikil alam, ataukah pasir alam dan batu pecah.

2.16.7 Menentukan Faktor Air Semen


Faktor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan didasarkan pada hubungan kuat tekan dan FAS yang diperoleh dari
penelitian lapangan sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan.
Bila tidak tersedia, gunakan tabel.

14
Tabel 2. 5 Perkiraan Kekuatan Tekan(N/mm2) Beton dengan Faktor Air Semen 0.5 dan Jenis
Semen dan Agregat Kasar yang Biasa Dipakai di Indonesia
Kekuatan Tekan (N/mm2) pada
Jenis Semen Jenis Agregat Kasar Umur (Hari)
3 7 28 91 Benda Uji
Batu tak dipecahkan 17 23 33 40 Silinder
Portland tipe I, dan
Batu pecah 19 27 37 45
semen tahan sulfat
Batu tak dipecahkan 20 28 40 48 Kubus
tipe II dan V
Batu pecah 23 32 45 54
Batu tak dipecahkan 21 28 38 44 Silinder
Batu pecah 25 33 44 48
Portland Tipe III
Batu tak dipecahkan 25 31 46 53 Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
Sumber : SNI T-15-1991-03

Cara menggunakan grafik dan tabel tersebut adalah :


Lukislah titik A pada Gambar Hubungan Kuat Tekan dan Faktor Air Semen
dengan FAS 0.5 sebagai absis dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 6
diatas sebagai ordinat. Dari titik A dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan
dua grafik yang sudah ada didekatnya. Selanjutnya tarik garis mendatar dari sumbu
tegak di kiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki sampai memotong grafik
baru tersebut, lalu ditarik kebawah untuk mendapatkan FAS yang dicari.

Gambar 2. 1 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan dan Faktor Air Semen
(Benda Uji Berbentuk Silinder Dia. 150 mm Tinggi 300 mm)
Sumber : SNI T-15-1991-03

15
Gambar 2. 2 Hubungan Antara Kuat Tekan dan Faktor Air Semen
(Benda Uji Berbentuk Kubus 150 x 150 x 150 mm)
Sumber : SNI T-15-1991-03

2.16.8 Menetapkan Nilai Slump


Harga slump dapat ditentukan sebelumnya atau tidak ditentukan. Penetapan
nilai slump dilakukan dengan mempertimbangkan atas dasar pelaksanaan
pembuatan, cara mengangkut (alat yang digunakan), penuangan (pencetakan),
pendapatan, maupun jenis strukturnya. Cara pengangkutan aduk beton dengan
mengunakan pipa yang dipompa dengan tekanan, membuhtukan nilai slump yang
tinggi; sedang pemadatan yang membutuhkan alat getar (triller) dapat dilakukan
dengan nilai slump yang agak kecil. Lihat tabel 2.6 untuk menentukan nilai slump.

Tabel 2. 6 Penetapan Nilai Slump


Pemakaian Beton Maks (cm) Min (cm)
Dinding, plat fondasi dan fondasi telapak bertulang 12.5 5.0
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur dibawah tanah 9.0 2.5
Pelat, balok, kolom dan dinding 15.0 7.5
Pengerasan jalan 7.5 5.0
Pembetonan masal 7.5 2.5
Sumber : PBI 1971

16
2.16.9 Menetapkan Besar Butir Agregat Maksimum
Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi :
1. Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan
2. Sepertiga dari tebal pelat
3. Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang atau berkas-
berkas tulangan
2.16.10 Menetapkan Kadar Air Bebas
a. Untuk agregat tak dipecah dan agregat dipecah menggunakan
tabel dibawah ini:
Tabel 2. 7 Perkiraan Kebutuhan Air (liter) per Meter Kubik Beton
Besar Ukuran Slump (mm)
Jenis Batuan
Maksimum Agregat 1-10 10-30 30-60 60-180
10 Alami 150 180 205 225
Batu Pecah 180 205 230 250
20 Alami 135 160 180 195
Batu Pecah 170 190 210 225
40 Alami 115 140 160 175
Batu Pecah 155 175 190 205
Sumber : SNI_03-2834-1993

Catatan:
- Koreksi suhu diatas 200C, setiap kenaikan 50C harus ditambah air
5 liter per m3 adukan beton
- Kondisi permukaan: untuk permukaan agregat yang kasar harus
ditambah air ± 10 liter per m3 adukan beton

b. Untuk agregat campuran (gabungan antara agregat tak dipecah


dan agregat dipecah), dihitung menurut rumus berikut:
A= 0.67 Aℎ+ 0.33Ak
Dengan A adalah Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m3 beton), Ah
adalah jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya dan
adalah Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya.

2.16.11 Menghitung Berat Semen yang Dibutuhkan


Berat semen yang dibutuhkan untuk pembuatan beton dapat dihitung
dengan Formulir Perencanaan Campuran Beton. Berat semen dapat diperoleh dari
Langkah 11 (kadar air bebas) dibagi dengan Langkah 8 (faktor air-semen
maksimum), atau dengan nilai Langkah 7 (faktor air-semen bebas).

17
2.16.12 Mempertimbangkan kadar semen maksimum
Dapat diabaikan jika tidak ditetapkan.

2.16.13 Menghitung kebutuhan semen minimum


Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan tabel dibawah ini.
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan
akibat lingkungan khusus, misalnya: lingkungan korosif, air payau dan air laut.

Tabel 2. 8 Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Semen
Jenis Pembetonan Minimum
(kg/m3 beton)
Beton didalam ruang bangunan:
275
a. Keadaan keliling non-korosif
325
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif

Beton diluar ruang bangunan:


325
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
275
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

Beton yang masuk kedalam tanah:


a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut


Sumber : SNI_03-2834-1993

2.16.14 Menghitung Kebutuhan Semen


Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari Langkah VII.2.11 ternyata
lebih sedikit daripada Langkah VII.2.14, maka kebutuhan semen harus dipakai yang
minimum (yang nilainya lebih besar).

2.16.15 Menghitung Penyesuaian Jumlah Air atau FAS


Jika jumlah semen tidak ada perubahan akibat Langkah 15, langkah ini
dapat diabaikan, tetapi jika ada perubahan, maka nilai faktor air semen berubah.
Dalam hal ini dilakukan dua cara berikut:
a. Cara pertama, faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi
jumlah air dengan jumlah semen minimum. (menurunkan factor air sem
b. Cara kedua, jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen
minimum dengan faktor air semen.

18
Catatan: Cara pertama akan menurunkan faktor air semen, sedangkan cara kedua
akan menaikkan jumlah air yang diperlukan.

2.16.16 Menetukan Gradasi Daerah Agregat Halus


Penentuan gradasi daerah agregat halus menggunakan table berikut.
Tabel 2. 9 Batas Gradasi Pasir
Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Lubang Ayakan
1 2 3 4
10.00 100 100 100 100
4.80 90-100 90-100 90-100 95-100
2.40 60-100 75-100 85-100 95-100
1.20 30-70 55-90 75-100 90-100
0.60 15-34 35-59 60-79 80-100
0.30 5-20 8-30 12-40 15-50
0.15 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber : SNI_03-2834-1993

2.16.17 Menghitung Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar


Perbandingan agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk
memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada langkah ini dicari nilai
banding antara berat agregat halus dan berat agregat campuran. Penetapandilakukan
dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, FAS dan
daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan Gambar 3-5dapat
diperoleh persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran.

Gambar 2. 3 Grafik Persentase Agregat Halus terhadap Agregat Keseluruhan


(untuk Ukuran Butir Maksimum 10 mm)
Sumber : SNI_03-2834-1993

19
Gambar 2. 4 Grafik Persentase Agregat Halus terhadap Agregat Keseluruhan
(untuk Ukuran Butir Maksimum 20 mm)
Sumber : SNI_03-2834-1993

Gambar 2. 5 Grafik Persentase Agregat Halus terhadap Agregat Keseluruhan


(untuk Ukuran Butir Maksimum 40 mm)
Sumber : SNI_03-2834-1993

20
2.16.18 Menghitung Berat Jenis Agregat Campuran
Berikut persamaan untuk menghitung berat jenis agregat campuran
𝑃 𝐾
Bj camp = 100 𝑥 𝐵𝑗 𝐴𝑔𝑟. 𝐻𝑙𝑠 + 100 𝑥 𝐵𝑗 𝐴𝑔𝑟. 𝐾𝑠𝑟

Dengan:
Bj camp = Berat jenis agregat campuran
Bj Agr.Hls = Berat jenis agregat halus
Bj Agr.Ksr = Berat jenis agregat kasar
P = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran
K = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran.

Berat jenis agregat ditentukan berdasarkan dengan data hasil


ujilaboratorium, bila tidak tersedia dapat dipakai nilai dibawah ini :
- Agregat tak dipecah / alami = 2.6 gr/cm3
- Agregat dipecah = 2.7 gr/cm3

2.16.19 Menentukan Berat Jenis Beton


Caranya adalah :
a. Dari berat jenis agregat campuran pada Langkah 2.16.18 dibuat
garis kurva berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis kurva
yang paling dekat dengan garis kurva pada Gambar 2.7.
b. Kebutuhan air yang diperoleh pada Langkah 2.16.11
dimasukkan dalam Gambar 2.6 dan dari nilai ini ditarik garis
vertikal keatas sampai mencapai kurva yang dibuat pada langkah
pertama.
c. Dari titik potong ini, tarik garis horisontal kekiri sehingga
diperoleh nilai berat jenis beton.

21
Gambar 2. 6 Grafik Perkiraan berat isi beton basah yang telah selesai dipadatkan.
Sumber : SNI T-15-1990-03

2.16.20 Menghitung Kebutuhan Agregat Campuran


Dihitung dengan cara, berat beton per meter kubik dikurangi dengan
kebutuhan air dan semen.

2.16.21 Menghitung Berat Agregat Halus yang dibutuhkan


Kebutuhan agregat halus diperoleh dengan cara mengalikan kebutuhan
agregat campuran (Langkah 2.16.22) dengan persentase berat agregat halusnya
(Langkah 2.16.18).

2.16.22 Menghitung Berat Agregat Kasar yang diperlukan


Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan
agregat campuran (Langkah 2.16.21) dengan kebutuhan agregat halus (Langkah
2.16.22).

2.16.23 Koreksi Proporsi Campuran


Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan proporsi
campuran harus dikoreksi terhadap kandungan air dalam agregat. Koreksi proporsi
campuran harus dilakukan terhadap kadar air dalam agregat paling sedikit satu kali
dalam sehari dan dihitung menurut rumus sebagai berikut :

Air = B – ( Ck – Ca) x C/100 – (Dk – Da) x D/100

22
Agregat halus = C + ( Ck – Ca) x C/100

Agregat kasar = D + ( Dk – Da) x D/100

Dengan :
B = jumlah air (kg/m3)
C = jumlah agregat halus (kg/m3)
D = jumlah agregat kasar (kg/m3)
Cn = absorpsi air pada agregat halus (%)
Ck = kandungan air dalam agregat halus (%)
Dk = kandungan air dalam agregat kasar (%)

2.17 Evaluasi Mutu Beton


Evaluasi dilakukan untuk menjamin terjaganya komposisi dari campuran,
tingkat kemudahan pengerjaan dari kekuatan beton nantinya. Evaluasi ini meliputi
pengaruh suhu, lingkungan setempat (environment), pengaruh dari lokasi
pengerjaan, dan hal-hal lain yang menyebabkan pengaruh terhadap kekuatan
struktur. Evaluasi dilakukan terhadap hasil dari pengujian silinder yang dilakukan
di laboratorium.

23
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan


Berikut ini merupakan diagram alir percobaan sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 3.1

Gambar 3. 1 Diagram Alur Penelitian


Sumber : Penulis

24
3.2 Penyelidikan Bahan Semen
3.2.1 Percobaan Berat Jenis Semen Portland (ASTM C188-95/SNI 15-
2531-1991)
Berikut alat dan bahan yang digunakan pada percobaan berat jenis
semen Portland ini, terdiri dari :
Alat :
1. Dua buah labu ukur piknometer
2. Timbangan
Bahan :
1. Air Bersih
2. Semen
3. Minyak tanah

Dalam pelaksanaan uji berat jenis semen Portland prosedur pengujiannya


adalah sebagai berikut:
1. Ambil sampel semen sebanyak 128 gram, nyatakan sebagai W1.
2. Kalibrasi labu berat jenis piknometer dengan cara mengisinya dengan
Minyak Tanah (pada suhu ruang 23 ± 1o C) sampai garis kalibrasi.
Catat berat ini sebagai berat piknometer yang terisi minyak tanah dan
nyatakan sebagai W2.
3. Masukkan sampel semen menggunakan corong kedalam piknometer
kosong dan isi dengan minyak tanah sampai kapasitas piknometer
terisi sekitar 90%.
4. Secara perlahan goyangkan piknometer untuk menghilangkan
gelembung udara. Lakukan beberapa kali selama sekitar 15 menit.
5. Isi piknometer dengan minyak tanah sampai ke garis kalibrasi.
Timbang berat total piknometer, semen dan minyak tanah. Catat berat
sampai ketelitian 0,01 g terdekat. Nyatakan sebagai W3.
6. Kosongkan, bersihkan dan keringkan piknometer, kemudian isi
dengan air sampai batas kalibrasi yang sudah ditentukan tadi.
Nyatakan sebagai W4.
7. Timbang piknometer kosong dan nyatakan menjadi W5.

25
3.2.2 Percobaan Konsistensi Normal Semen Portland (ASTM C187-
98/SNI 03-6826-2002)
Berikut alat dan bahan yang digunakan pada percobaan konsistensi
normal semen Portland ini, terdiri dari :
Alat :
1. Mesin pengaduk
2. Alat vicat
3. Cetakan benda uji berbentuk kerucut
4. Gelas ukur kapasitas 500 ml
5. Timbangan
6. Sendok perata
7. Stopwatch
8. Pelat kaca ukuran 150 x 150 x 3 mm
Bahan :
1. Air 84 ml
2. Semen 300 gr

Pengujian konsistensi normal semen Portland dilakukan dengan urutan,


sebagai berikut:
1. Siapkan 5 benda uji semen Portland masing-masing beratnya 300
gram serta air suling;
2. Tuangkan 84 ml air suling kedalam mangkok pengaduk, kemudian
masukkan pula secara perlahan-lahan benda uji sebanyak 300 gram;
3. Aduklah kedua bahan tadi selama 30 detik dengan kecepatan
pengaduk nomor 1 pada mesin pengaduk;
4. Hentikan pengadukan, sementara itu bersihkan pasta yang
menempel pada dinding mangkok pengaduk;
5. Aduklah kembali pasta selama 60 detik dengan kecepatan pengaduk
nomor 2 pada mesin pengaduk;
6. Buatlah bola dari pasta, dengan menggunakan tangan, lalu
lemparkan 6 kali dari tangan kiri ke kanan dan sebaliknya dengan
jarak lemparan 15 cm;

26
7. Melalui lubang dasarnya, masukkan bola pasta ke dalam cetakan
benda uji sampai terisi penuh dan ratakan kelebihan pasta pada dasar
cincin dengan sekali gerakan telapak tangan;
8. Letakkan dasar cincin pada pelat kaca, ratakan permukaan atas
dengan sekali gerakan sedok perata dalam posisi miring dan
haluskan permukaan pasta dengan ujung sendok perata tanpa
mengadakan tekanan pada pasta;
9. Letakkan cetakan benda uji yang berisi pasta pada alat vicat, lalu
sentuhkan ujung batang vicat pada bagian tengah permukaan pasta
dan kencangkan posisi batang vicat;
10. Letakkan pembacaan skala pada nol atau catat angka permulaan dan
segera lepaskan batang vicat sehingga dengan bebas dapat
menembus permukaan pasta; setelah 30 detik, catatlah besarnya
penetrasi batang vicat; pengerjaan ini harus selesai dalam waktu 60
detik setelah pengadukan;
11. Ulangi pengerjaan 2. sampai 9. sebanyak 4 kali lagi dengan
menggunakan benda uji yang baru dan kadar air suling masing-
masing 78 ml, 75 ml, 65 ml, dan 58 ml;
12. Hitung besarnya nilai konsistensi untuk setiap tahap; kemudian
buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara nilai konsistensi
dengan penetrasi; dan
13. Tentukan ttik A pada sumbu penetrasi yang menyatakan nilai
penetrasi 10 ml, lalu tariklah garis mendatar yang memotong grafik
konsistensi penetrasi di titik B. Dari titik B tariklah garis BC, sejajar
dengan sumbu penetrasi sehingga didapat besarnya nilai konsistensi
normal = OC.

3.3 Penyelidikan Bahan Agregat Halus


3.3.1 Percobaan Kadar Air / Kelembaban Dari Agregat Halus (ASTM C
556–89)
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian, kadar
air agregat halus, terdiri dari :

27
1. Timbangan
2. Oven
3. Talam Logam
4. Pasir

Dalam pelaksanaan uji kadar air agregat halus prosedur pengujian


adalah sebagai berikut :
1. Timbang dan catatlah berat talam (Wr).
2. Masukkan benda uji kedalam talam kemudian timbang dan catat
beratnya (W2).
3. Hitunglah berat banda uji (W3 = W2 - W1).
4. Keringkan benda uji beserta dalam oven dengan suhu (110±5)°C
sampai beratnya tetap.
5. Setelah kering timbang dan catat berat benda uji beserta talam
(W4).
6. Hitunglah berat benda uji kering (W5 = W4 - W1).
7. Kadar air agregat = (W3 – W5 )/W5 x 100%.

3.3.2 Percobaan Berat Jenis Pasir (ASTM C 128–93)


Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian berat
jenis agregat halus, terdiri dari:
1. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
2. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
3. Kerucut terpancung, diameter bagian atas (40±3) mm, diameter
bagian bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
4. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat
(340±15) gram, diameter permukaan penumbuk (25±3) mm
5. Saringan No.4 (4,57 mm)
6. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu
7. Talam
8. Bejana tempat air
9. Hair dryer
10. Pasir yang telah direndam selama 24 jam

28
Dalam pelaksanaan berat jenis agregat halus prosedur pengujian
adalah sebagai berikut :
1. Saring pasir hingga airnya tidak ada.
2. Keringkan dengan hair dryer atau kipas angin sambil dibolak-balik
dengan sendok untuk mencari kondisi SSD.
3. Tempatkan kerucut SSD pada bidang datar yang tidak mengisap
air, tahan jangan sampai goyang.
4. Isi kerucut SSD 1/3 tingginya dan rojok 8 kali, isi lagi 1/3 tinggi
dan rojok 8 kali, isi lagi 1/3 tinggi dan rojok 9 kali. Dirojok tiap
bagian masingmasing.
5. Ratakan permukaannya dan angkat kerucutnya, bila pasir masih
berbentuk kerucut maka pasir belum SSD. Keringkan lagi dan
ulangi lagi pengisian dengan prosedur sebelumnya, bila kerucut
diangkat dan pasir gugur tetapi berpuncak maka pasir sudah dalam
keadaan SSD dan siap untuk digunakan dalam pengujian.
6. Timbang labu takar 1000 cc.
7. Timbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gram, dan masukkan
pasir ke dalam labu takar dan timbang.
8. Isi labu takar yang berisi pasir dengan air bersih hingga penuh.
9. Pegang labu takar yang sudah terisi air dan pasir dengan posisi
miring, putar kiri dan kanan hingga gelembung-gelembung udara
dalam pasir keluar.
10. Sesudah gelembung-gelembung keluar tambahkan air ke dalam
labu takar dengan air sampai dengan batas kapasitas dan timbang.

3.3.3 Percobaan Berat Volume Pasir


Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian berat
volume agregat halus, terdiri dari:
1. Timbangan
2. Takaran berbentuk silinder dengan volume 3 liter
3. Alat perojok dari besi berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm
4. Sendok
5. Pasir dalam keadaan kering

29
Dalam pelaksanaan berat volume agregat halus prosedur pengujian
adalah sebagai berikut :
a. Cara Pukul/Ketukan
1. Timbang silinder dalam keadaan bersih dan kosong.
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh dan ratakan dengan batang
perata.
3. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara mengetuk –
ngetukkan alas penakar secara bergantian sebanyak 25 kali.
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian padatkan
seperti diatas.
5. Isi penakar sampai berlebih dan padatkan lagi.
6. Ratakan permukaan agregat dengan batang perata.
7. Tentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu
sendiri.
8. Catat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg.

b. Cara Rojokan
1. Timbang silinder dalam keadaan bersih dan kosong
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh dan ratakan dengan batang
perata.
3. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara dirojok secara
bergantian sebanyak 25 kali.
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian rojok
seperti diatas.
5. Isi penakar sampai berlebih dan rojok lagi.
6. Ratakan permukaan agregat dengan batang perata
7. Tentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu
sendiri
8. Catat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg.

30
c. Cara Digoyang
1. Timbang silinder dalam keadaan bersih dan kosong
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh dan ratakan dengan batang
perata.
3. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara digoyang sebanyak
25 kali.
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian gembur
seperti diatas.
5. Isi penakar sampai berlebih dan gembur lagi.
6. Ratakan permukaan agregat dengan batang perata
7. Tentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu
sendiri
8. Catat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg

3.4 Penyelidikan Bahan Agregat Kasar


3.4.1 Metode Pengujian Kadar Air Agregat Kasar (ASTM C187-98/SNI
03-0626-2002)
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian kadar
air agregat kasar, terdiri dari:
1. Timbangan
2. Oven yang dilengkapi pengaturan suhu
3. Talam atau cawan
4. Batu pecah 1 kg
5. Stopwatch

Pengujian kadar air agregat kasar dilakukan dengan urutan sebagai


berikut:
1. Timbang dan catatlah berat wadah untuk semen/talam (W1);
2. Masukkan benda uji ke dalam talam sebanyak 1000 gram kemudian
timbang dan catat beratnya (W2);
3. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1);
4. Keringkan benda uji beserta talam dalam oven dengan suhu (110 ±
5)ºC sampai beratnya tetap;

31
5. Setelah kering timbang dan catat berat benda uji beserta talam (W4);
dan
6. Hitung berat benda uji kering (W5 = W4 - W1)

3.4.2 Percobaan Berat Jenis Batu Pecah Agregat Kasar (ASTM C 128-
01/SNI 03-1969-1990)
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian berat
jenis agregat kasar, terdiri dari :
1. Kerikil 500 gram
2. Air
3. Oven, dilengkapi dengan pengatur suhu
4. Timbangan
5. Talam atau cawan
6. Piknometer / gelas ukur
7. Kain pengering
8. Stopwatch

Dalam pelaksanaan berat jenis agregat kasar prosedur pengujian adalah


sebagai berikut :
1. Batu pecah dicuci dan ditimbang;
2. Batu pecah dimasukkan dalam oven hingga beratnya konstan (Bk);
3. Batu pecah kemudian didinginkan hingga suhu normal;
4. Kemudian batu pecah direndam selama 24 jam;
5. Setelah direndam selama 24 jam, batu pecah dilap menggunakan
kain dan ditimbang berat kering permukaan jenuhnya (Bj); dan
6. Letakkan batu pecah didalam keranjang dan dicelupkan di dalam air,
goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara yang tersekap dan
hitung berat batu pecah didalam air (Ba).

3.4.3 Percobaan Berat Volume Batu Pecah


Berikut alat dan bahan yang digunakan pada pengujian berat volume
agregat kasar ini, terdiri dari :
1. Batang penusuk, berdiameter 16 mm dan panjang 610 mm
2. Alat ketuk

32
3. Alat penakar berbentuk silinder, berdiameter 15 cm dengan tinggi 30
cm
4. Cetok
5. Batu pecah sebagai benda uji
6. Timbangan

Dalam pelaksanaan berat volume agregat kasar prosedur pengujian


adalah sebagai berikut :
a. Cara Rojok atau Tusuk :
1. Timbang penakar silinder dan catat beratnya;
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh;
3. Tusuk lapisan agregat dengan 25 kali tusukan;
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian tusuk seperti
cara 2);
5. Isi lagi penakar sampai berlebih dan tusuk lagi seperti cara 2 3;
6. Isi lagi penakar kemudian ratakan dengan cetok; dan
7. Timbang penakar serta isinya dan catat beratnya.

b. Cara Ketuk :
1. Timbang penakar silinder dan catat beratnya;
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh;
3. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara mengetuk-ngetukkan
alas penakar secara bergantian sebanyak 25 kali;
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian ketuk seperti
cara 2);
5. Isi lagi penakar sampai berlebih dan ketuk lagi seperti cara 2);
6. Isi lagi penakar kemudian ratakan dengan cetok; dan
7. Timbang penakar serta isinya dan catat beratnya.

c. Cara Gembur :
1. Timbang penakar silinder dan catat beratnya;
2. Isi penakar 1/3 dari volume penuh;
3. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara menggoyang-
goyankan penakar secara sebanyak 25 kali;

33
4. Isi lagi sampai volume menjadi 2/3 penuh kemudian goyangkan
seperti cara 2);
5. Isi lagi penakar sampai berlebih dan goyangkan lagi seperti cara
2);
6. Isi lagi penakar kemudian ratakan dengan cetok; dan
7. Timbang penakar serta isinya dan catat beratnya.

3.5 Campuran Agregat


3.5.1 Metode Pengujian Kondisi Dan Analisa Ayakan Pasir (ASTM C33
03)
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah
sebagai berikut:
1. Satu ayakan pasir (ASTM C33)
2. Sikat
3. Timbangan
4. Pasir dalam keadaan kering oven

Cara kerja yang harus dilakukan pada pengujian ini, yaitu :


1. Timbang pasir sebanyak 1000 gram.
2. Bersihkan saringan dengan sikat/kuas kemudian disusun.
3. Masukan pasir dalam ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas dan diguncang–guncang dengan tangan
selama 15 menit.
4. Pasir yang tertinggal pada tiap ayakan ditimbang. Perlu untuk kontrol
berat pasir keseluruhan 1000 gram.
5. Gambarlah hasil prosentase saringan pada grafik

3.5.2 Metode Pengujian Analisa Saringan Batu Pecah (ASTM C 136 -95
A)
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah sebagai
berikut:

34
1. Timbangan 25 kg
2. Satu set ayakan ASTM dengan diameter # 3/2’’,#3/4’’ dan
#3.8’’,bila perlu dengan #4,75’’ dan #2,38’’
3. Alat penggerak listrik
4. Batu pecah dalam keadaan kering oven.

Cara kerja yang harus dilakukan pada pengujian ini, yaitu :


2. Timbang kerikil sebanyak 5 kg.
3. Masukkan batu pecah ke dalam ayakan yang telah disusun dari
ayakan yang paling besar (di atas) sampai ayakan yang paling kecil
(paling kecil), kemudian diguncang-guncang selama kurang lebih 15
menit
4. Timbang batu pecah yang tertinggal pada masing–masing ayakan
5. Mengontrol berat total = 5 kg
6. Gambarlah hasil prosentase saringan pada grafik

3.6 Pelaksanaan Campuran Beton


3.6.1 Pembuatan Campuran Beton
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
campuran beton terdiri dari:
Peralatan, terdiri dari:
1. Timbangan 100 kg.
2. Takaran air.
3. Ember.
4. Cetok.
Bahan, terdiri dari:
1. Semen Portland type I.
2. Pasir.
3. Batu pecah.
4. Air.
5. Bak tempat adonan basah.

35
Adapun prosedur pelaksanaan dalam melakukan pembuatan campuran
beton :
1. Siapkan semua bahan yang dibutuhkan sesuai dengan hasil
perbandingan campuran beton dalam keadaan asli.
2. Tempat pencampuran beton diisi air secukupnya (sekedar
membasahi tempat tersebut) lalu dibuang
3. Masukkan semen dan pasir lalu diaduk bersama dengan air.
4. Kemudian masukkan batu pecah dan aduk sampai rata.
5. Setelah campuran beton homogen, campuran tersebut dapat
dikeluarkan dan ditempatkan ke silinder

3.6.2 Percobaan Slump


Untuk mealaksanakan pengujian slump beton diperlukan peralatan
sebagai berikut:
1. Cetakan dari logam tebal minimal 1,2 mm berupa kerucut terpancang
(cone) dengan diameter bagian bawah 203 mm, bagian atas 102 mm,
dan tinggi 305 mm; bagian bawah dan atas cetakan terbuka.
2. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 600 mm, ujung
dibulatkan dibuat dari baja yang bersih dan bebas dari karat.
3. Pelat logam dengan permukaan yang kokoh, rata, dan kedap air.
4. Sendok cengkung menyerap air.
5. Mistar ukur.

Untuk melaksanakan pengujian slump beton,harus diikuti beberapa


tahapan sebagai berikut:
1. Basahilah cetakan dan pelat dengan air basah.
2. Letakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh.
3. Isilah cetakan sampai penuh dengan beton segar dalam 3 lapis, tiap
lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan.
4. Setiap lapis dirojok dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali secara
merata, tongkat harus masuk sampai lapisan bagian bawah tiap-tiap
lapisan. Pada lapisan pertama perojokan bagian tepi tongkat
dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan.

36
5. Segera setelah selesai perojokan ratakan permukaan benda uji dengan
tongkat dan semua sisi benda uji yang jatuh disekitar cetakan harus
disingkirkan, kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus
keatas, seluruh pengujian mulai dari pengisian sampai cetakan
diangkat harus selesai dalam jangka waktu 2,5 menit.
6. Balikan cetakan dan letakan perlahan-lahan disamping benda uji.
Ukurlah slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi
cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji.

3.6.3 Mencetak Silinder Beton


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pencetakan beton dalam
bentuk silinder adalah sebagai berikut :
1. Cetakan silinder 30 x 15 cm sebanyak 8 buah

Gambar 3. 2 Cetakan silinder


Sumber : Dokumentasi

2. Cetok

Gambar 3. 3 Cetok
Sumber : Dokumentasi

37
3. Sendok semen

Gambar 3. 4 Sendok Semen


Sumber : Google

4. Palu

Gambar 3. 5 Palu
Sumber : Dokumentasi
5. Batang Besi Rojokan

Gambar 3. 6 Batang Besi Rojokan


Sumber : Dokumentasi
6. Cangkul

Gambar 3. 7 Cangkul
Sumber : Google

38
7. Beton Segar

Gambar 3. 8 Beton Segar


Sumber : Dokumentasi

Berikut adalah prosedur pelaksanaan dalam melakukan pencetakan


beton kedalam cetakan bentuk silinder :
1. Bersihkan seluruh cetakan silinder
2. Berikan pelumas/oli pada cetakan agar mudah dibuka saat
pembongkaran
3. Masukan beton segar kedalam cetakan,setiap 1/3 dilakukan rojok
sekaligus memukulkan palu karet terhadap permukaan cetakan
sebanyak 25 kali
4. Kemudian masukan beton kembali 1/3 bagian ( dalam hal ini 2/3 )
dan kembali dilakukan rojokan sekaligus memukulkan palu karet
terhadap permukaan cetakan sebanyak 25 kali
5. Selanjutnya masukan beton kembali 1/3 bagian ( dalam hal ini 3/3)
dan kembali dilakukan rojokan sekaligus memukulkan palu karet
terhadap permukaan cetakan sebanyak 25 kali
6. Kemudian ratakan permukaan atas cetakan beton silinder

3.6.4 Curing Silinder Beton


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada proses curing beton silinder
yang dilakukan kelompok kami adalah sebagai berikut :
1. Air Secukupnya
2. Drum khusus curing
3. Beton yang sudah dibuka dari cetakan silinder

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses curing adalah


sebagai berikut :

39
1. Isi drum tersebut sebanyak 2/3 dengan menggunakan air
2. Masukan satu persatu beton yang telah dibuka dari cetakan ke
dalam drum tersebut
3. Diamkan hingga 7 hari
4. Selama dalam masa curing,beton rutin di cek agar tidak ada
kotoran/bahan organik lain yang mempengaruhi kuat tekan beton.

3.7 Evaluasi Mutu Beton


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada proses test kekuatan tekan beton
silinder yang dilakukan kelompok kami adalah sebagai berikut:
1. Timbangan
2. Mesin test hidrolis. (Torsee Universal Testing Machine)
3. Minyak / oli
4. Beton uji berbentuk silinder Ф 15 , tinggi 30 cm sebanyak 8 buah

Test kekuatan tekan hancur dilaksanakan saat benda uji berumur 3, dan 28
hari. Namun karena adanya sesuatu hal maka uji test kekuatan beton dilakukan
pada saat umur 9 dan 28 hari. Berikut prosedur pengujian kuat tekan beton :
1. Sebelum ditest diukur dimensinya (tinggi dan diameter) terlebih dahulu dan
ditimbang beratnya.
2. Lalu letakkan benda uji pada alat tekan mesin test hidrolis dan pilih
permukaan yang rata (yang terdapat belerangnya) sebagai bidang yang
dibebani.
3. Gerakkan tuas yang berwarna merah keatas dan tekan tombol penggerak ke
posisi on.
4. Matikan tombol penggerak pada saat beton pecah (jarum sudah tidak
bergerak lagi).
5. Untuk mengambil kembali benda uji, gerakkan tuas ke bawah sehingga
benda uji terlepas dari jepitan.
6. Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm
dihitung luas permukaan lingkarannya. Sehingga luas permukaan yang
dibebani ialah = (3,14 x 7.5cm x 7.5 cm) = 176.625 cm² = 17662.5 mm2

40
BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyelidikan Bahan Semen


4.1.1 Percobaan Berat Jenis Semen Portland (ASTM C188-95/SNI 15-
2531-1991)
A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan pengujian berat jenis semen Portland maka
didapatkan:
a. Hasil data percobaan sebagai berikut :
1. Berat wadah untuk semen = 4 gram
2. Berat piknometer = 120 gram
3. Berat semen Portland = 128 gram, dinyatakan sebagai W1
4. Berat piknometer yang terisi dalam minyak tanah = 573
gram, dinyatakan sebagai W2
5. Berat total piknometer, semen dan minyak tanah = 684 gram,
dinyatakan sebagai W3
6. Berat isi air sampai batas kalibrasi = 668 gram, dinyatakan
sebagai W4
7. Berat kosong piknometer = 120 gram, dinyatakan sebagai W5

b. Perhitungan hasil data percobaan sebagai berikut :


1. Berat jenis minyak tanah dinyatakan dengan rumus :
𝑊2−𝑊5
(GK) = 𝑊4−𝑊5
573−120
(GK) = 668−120

(GK) = 0,809

2. Berat jenis semen dinyatakan dengan rumus :


𝑊1
(GC) = 𝑊1+𝑊2−𝑊3 X GK
128
(GC) = 128+573−684 X 0,809

(GC) = 6,091

41
B. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian kemudian dilakukan perhitungan untuk
mengetahui berat jenis minyak tanah dan berat jenis semen portland,
sehingga didapatkan kesimpulan nilai berat jenis minyak tanah tersebut
adalah 0,809 dimana nilai tersebut digunakan dalam perhitungan nilai
berat jenis semen Portland. Nilai berat jenis semen portland adalah
6,091. Dimana nilai dari berat jenis semen Portland tersebut akan
berpengaruh terhadap mutu pengendalian semen.

4.1.2 Percobaan Konsistensi Normal Semen Portland (ASTM C187-


98/SNI 03-6826-2002)
A. Hasil Percobaan
Berikut merupakan tabel hasil data pengujian konsistensi normal
semen Portland yang didapatkan saat percobaan.
Tabel 4. 1 Hasil Data Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland
Pengujian Pengujian Pengujian Pengujian Pengujian
1 2 3 4 5
Berat air,
84 78 75 65 58
Wa (gram)
Berat semen,
300 300 300 300 300
Ws (gram)
Konsistensi
𝑾𝒂
= × 28 26 25 21,67 19,33
𝑾𝒔

𝟏𝟎𝟎%
Penetrasi
40 41 41 39 14
(mm)
Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Dari hasil pengujian pada pengujian konsistensi normal semen
Portland ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai/besar penetrasi
masing-masing benda uji berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh
jumlah air yang digunakan sebagai pengikat pada setiap pasta benda uji.
Semakin banyak air yang digunakan maka nilai penetrasinya semakin
besar juga. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin sedikit air yang

42
digunakan maka semakin kecil juga nilai penetrasinya. Nilai
konsistensi yang didapat pada masing-masing benda uji adalah 28 %,
26 %, 25%, 21,67%, dan 19,33%. Hal ini menyebabkan data yang
diperoleh tidak memenuhi syarat semuanya karena belum mencapai
titik 10 mm penetrasi dan seharusnya melakukan praktikum ulang.
Akan tetapi karena kondisi waktu yang tidak memungkinkan, maka
nilai konsistensi ini tetap digunakan.

4.2 Penyelidikan Bahan Pasir


4.2.1 Percobaan Kadar Air / Kelembaban Dari Agregat Halus (ASTM C
556–89)
A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan praktikum uji kadar air pada pasir maka didapatkan
hasil data percobaan sebagai berikut:
1. Berat talam sebesar 115 gram (Wr)
2. Berat pasir didalam talam sebesar 1115 gram (W2)
3. Berat benda uji sebesar 1000 gram (W3)
4. Berat benda uji setelah kering beserta talam sebesar 1113 gram
(W4)
5. Berat benda uji kering sebesar 998 gram (W5)
6. Kadar air agregat sebesar 0,2004 %
Jika data tersebut dimasukkan dalam bentuk tabel, maka didapatkan
tabel hasil percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 2 Percobaan Kadar Air Pada Pasir
Keterangan Nilai Satuan
Berat Pasir Asli (W3) 1000 gram
Berat Pasir Oven (W5) 998 gram

Kelembaban Pasir [(W3-W5)/W5] x 100% 0,2004 %

Sumber : Data Analisis

Perhitungan :
(𝑊3 −𝑊5 ) (1000−998)
Kadar air pasir = [ 𝑥100%] = [ 𝑥100%]
𝑊5 998

= 0.2004%

43
B. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian kemudian dilakukan perhitungan untuk
diketahuinya nilai kadar air pada pasir, didapatkan kesimpulan nilai kadar
air pada pasir tersebut adalah 0,2004% yang artinya memenuhi syarat
ASTM C 556-89 maksimum kadar air 1%, sehingga dapat mempengaruhi
daya ikat pasir saat pencampuran beton dan berdampak pada mutu beton.
Nilai kadar air tersebut digunakan dalam mencari perbandingan
banyaknya pasir dari kondisi SSD ke dalam kondisi asli.

4.2.2 Percobaan Berat Jenis Pasir (ASTM C 128–93)


A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan praktikum berat jenis pada pasir maka didapatkan
hasil data percobaan sebagai berikut:
Berat jenis jenuh kering permukaan = 500 / (B + 500 - Bt)
Keterangan :
1. Bk = berat benda uji kering oven (gram)
2. B = berat piknometer berisi air (gram)
3. Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
4. 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh
(gram)
Jika data tersebut dimasukkan dalam bentuk tabel, maka didapatkan
tabel hasil percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 3 Percobaan Kadar Air Pada Pasir

Percobaan 1 Satuan

Berat labu + pasir + air (w1) 945 Gram

Berat pasir SSD 524 Gram

Berat labu + air (w2) 669 Gram

Berat jenis pasir = [500/(500+w2-w1)] 2.23 gram/cm3


Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian berat jenis pasir, dilakukan perhitungan
dan didapatkan hasil kesimpulan yaitu nilai berat jenis pasir sebesar 2,23
gr/cc yang berarti belum memenuhi standar SNI-1970-2008 yaitu berat

44
jenis antara 2,4–2,6 g/cc. Berat pasir belum memenuhi standar
dikarenkan kami terlalu lama 10 menit menggunakan hair dryer dan
seharusnya melakukan praktikum ulang. Akan tetapi karena kondisi
waktu yang tidak memungkinkan, maka berat jenis pasir ini tetap
digunakan.

4.2.3 Percobaan Berat Volume Pasir


A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan percobaan berat volume pasir, maka didapatkan
data hasil percobaan sebagai berikut.
Tabel 4. 4 Pengujian Berat Volume Pasir

Jenis Percobaan Rojokan Diketuk Digoyang Satuan

Berat Silinder (W1) 11,598 11,53 11,53 Gram

Berat Silinder + Pasir (W2) 20,25 19,629 19,778 Gram

Berat Pasir (W2 – W1) 8,652 8,099 8,248 Gram

Volume Silinder (V) 5298,75 5298,75 5298,75 Cm```

Berat Volume (W2–W1)/V 0,0016 0,0015 0,0016 Gram/ml


Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil nilai berat volume
dengan cara rojokan sebesar 0,0016 gram/ml, cara diketuk sebesar
0,0015 gram/ml, dan cara gembur sebesar 0,0016 gram/ml.
Berdasarkan ASTM C29 – 91 ketiga percobaan memenuhi syarat
karena memiliki nilai perbedaan tidak lebih dari 0,04 gram/ml, sehingga
volume lebih besar yang artinya ukuran butir pasir lebih besar dari
standar dan dapat mempengaruhi kekuatan beton tersebut.

4.3 Penyelidikan Agregat Kasar


4.3.1 Metode Pengujian Kadar Air Agregat Kasar (ASTM C187-98/SNI
03-0626-2002)
A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan pengujian kadar air agregat kasar maka
didapatkan:

45
a. Hasil data percobaan sebagai berikut:
1. Berat talam (W1) = 115 gram
2. Berat benda uji dan talam (W2) = 1115 gram
3. Berat benda uji dan talam yang telah dikeringkan (W4) =
1105 gram

b. Perhitungan hasil data percobaan sebagai berikut:


1. Berat benda uji dengan rumus:
W3 = W2 - W1
W3 = 1115 - 115
W3 = 1000 gram
2. Berat benda uji yang teah dikeringkan dinyatakan dengan
rumus:
W5 = W4 - W1
W5 = 1105 - 115
W5 = 990 gram
3. Persentase kadar air agregat dinyatakan dengan rumus:
𝑊3 − 𝑊5
Kadar air agregat = × 100%
𝑊5
1000 − 990
Kadar air agregat = × 100%
990
Kadar air agregat = 1,01 %
Jika data tersebut dimasukkan dalam bentuk tabel, maka
didapatkan tabel hasil perhitungan adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 5 Hasil Perhitungan Pengujian Kadar Air Agregat Kasar


Keterangan Nilai Satuan
Berat batu pecah (W3) 1000 gram
Berat batu pecah oven (W5) 990 gram
Kelembaban batu pecah [(W3 – W5)/ W5] x 100% 1,01 %
Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian kemudian dilakukan perhitungan untuk
diketahuinya persentase kadar air agregat, didapatkan nilai berat benda
uji yang telah dikeringkan adalah 990 gram, dimana nilai tersebut

46
digunakan dalam perhitungan nilai persentase kadar air agregat. Nilai
persentase kadar air agregat adalah 1,01 %. Dimana nilai kadar air
tersebut digunakan dalam mencari perbandingan banyaknya batu pecah
dari kondisi SSD (Surface Saturated Dry) ke dalam kondisi asli.

4.3.2 Percobaan Berat Jenis Batu Pecah Agregat Kasar (ASTM C 128-
01/SNI 03-1969-1990)
A. Hasil Percobaan
Berikut adalah hasil percobaan pada pengujian berat jenis agregat
kasar :
Bk = 392 gram
Bj = 481 gram
Ba = 277 gram
𝐵𝑘 392 392
Berat Jenis Curah = 𝐵𝑗−𝐵𝑎 = 481−277 = 204 = 1,92 gr/cm3
𝐵𝑗 481 481
Berat Jenis Kering Permukaan = 𝐵𝑗−𝐵𝑎 = 481−277 = 204

= 2,35 gr/cm3
𝐵𝑘 392 392
Berat Jenis Semu = 𝐵𝑘−𝐵𝑎 = 392−277 = 115 = 3,4 gr/cm3
𝐵𝑗−𝐵𝑘 481−392 89
Penyerapan = 𝐵𝑘
×100% = 392
×100% = 392 ×100% = 22,7%

Jika hasil perhitungan tersebut dimasukkan dalam bentuk


tabel, maka didapatkan tabel hasil perhitungan adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. 6 Hasil Perhitungan Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar
Berat Jenis Curah 1,92 Gr/cm3
Berat Jenis Kering Permukaan 2,35 gr/cm3
Berat Jenis Semu 3,4 gr/cm3
Penyerapan 22,7 %
Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian berat jenis agregat kasar dilakukan
perhitungan dan didapatkan hasil kesimpulan yaitu nilai berat jenis
batu pecah sebesar 2,357 gr/cm3, dan berat tersebut masih belum
sesuai ASTM C 128-01 / SNI 03-1970-1990 dimana sebesar 2,4

47
gr/cm3 sampai 2,7 gr/cm3 dan seharusnya melakukan praktikum
ulang. Akan tetapi karena kondisi waktu yang tidak memungkinkan,
maka nilai berat jenis batu pecah ini tetap digunakan.

4.3.3 Percobaan Berat Volume Batu Pecah


A. Hasil Percobaan
Berikut ini adalah data hasil percobaan pada pengujian berat
volume batu pecah.
Dengan cara dirojok : 19588 gr
Dengan cara diketuk : 19620 gr
Dengan cara digembur : 19629 gr

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan percobaan berat volume


batu pecah sebagai berikut :
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Pengujian Berat Volume Agregat Kasar

Jenis Percobaan Rojokan Diketuk Digembur Satuan


Berat Silinder (W1) 11530 11530 11530 gram
Berat Silinder + batu 19588 19620 19629 gram
pecah (W2)
Berat Kerikil (W2 – W1) 8058 8090 8099 gram
Volume Silinder (V) 5298,75 5298,75 5298,75 ml
Berat Volume (W2 – W1)/V 1,5207 1,5267 1,5284 gram/ml
Sumber : Data Analisis
Dengan:
1,5207 + 1,5267 + 1,5284
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 =
3
= 1,5252 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚

B. Kesimpulan
Setelah membandingkan dasar teori dan hasil percobaan yang
telah dilakukan oleh kelompok kami, didapatkan berat volume batu
pecah sebesar 1,5252 gram/ml dan batu pecah yang digunakan
memenuhi persyaratan ASTM C29/29M-97 yaitu 1.4 t/dm3 - 1.7
t/dm3.

48
4.4 Campuran Agregat
4.4.1 Metode Pengujian Kondisi dan Analisa Ayakan Pasir (ASTM C33
03)
A. Hasil Percobaan
Setelah dilakukan percobaan uji saringan agregat halus, maka
didapatkan data hasil percobaan sebagai berikut :

Tabel 4. 8 Hasil Data Pengujian Ayakan Agregat Halus


Massa
Ayakan Massa Massa
Diameter Massa Persentase
+ Pasir Pasir
Ayakan Ayakan Ayakan Pasir Lolos
Massa Tertahan Lolos
(mm) (gram) (%)
Pasir (gram) (gram)
(gram)
No. 10 1,2 352 340 12 484,5 97,58
No. 30 0,6 326 325 1 483,5 97,38
No. 50 0,3 474 309 165 318,5 64,15
No. 100 0,15 598 308,5 289,5 29 5,84
No. 200 0,075 320 298 22 7 1,41
Pan 0 290 283 7 0 0
Jumlah 2360 1863,5 496,5
Sumber : Data Analisis

Adapun grafik dari hasil persentase ayakan agregat halus adalah


sebagai berikut:

Agregat Halus

120
100
80
60
40
20
0 Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6

Gambar 4. 1 Grafik hasil persentase ayakan agregat halus pada grading zone 1
Sumber : Data Analisis

49
Agregat Halus
120
100
80
60
40
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6

Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah

Gambar 4. 2 Grafik hasil persentase ayakan agregat halus pada grading zone 2
Sumber : Data Analisis

Agregat Halus
120
100
80
60
40
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6

Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah

Gambar 4. 3 Grafik hasil persentase ayakan agregat halus pada grading zone 3
Sumber : Data Analisis

50
Agregat Halus
120
100
80
60
40
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6

Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah

Gambar 4. 4 Grafik hasil persentase ayakan agregat halus pada grading zone 4
Sumber : Data Analisis

C. Kesimpulan
Setelah membandingkan dasar teori dan hasil percobaan yang telah
dilakukan oleh kelompok kami, maka agregat halus ini tidak memenuhi
ASTM C33 karena tidak masuk dalam grading zone manapun. Hal ini
terjadi karena gradasi agregat yang kurang beragam. Karena keadaan Lab
yang tidak memungkinkan untuk melakukan percobaan ulang, maka
diambil kesimpulan agregat halus tersebut masuk ke dalam zone 4. Sebab
pada grafik hasil perhitungan ayakan agregat halus, terlihat persentase
lolos yang paling mendekati batas zone yaitu pada zone 4.

4.4.2 Metode Pengujian Analisa Saringan Batu Pecah (ASTM C 136 -95
A)
A. Hasil Percobaan
Dari praktikum uji saringan agregat kasar yang telah dilaksanakan,
diperoleh hasil data pada tabel berikut:

51
Tabel 4. 9 Hasil Data Pengujian Ayakan Agregat Kasar
Massa
Massa Massa
Diameter Ayakan Massa Persentase
Pasir Pasir
Ayakan Ayakan + Massa Ayakan Pasir Lolos
Tertahan Lolos
(mm) Pasir (gram) (%)
(gram) (gram)
(gram)
3" 76,2 505 484 21 4977 99,58
3
" 19,1 1889 444 1445 3532 70,67
4
1
" 12,7 1847 390 1457 2075 41,52
2
3
" 9,6 1987 383 1604 471 9,42
8
1
" 6,3 621 393 228 243 4,86
4

No. 4 4,8 385 379 6 237 4,74


No. 8 2,4 370 361 9 228 4,56
No. 10 1,2 347 340 7 221 4,42
No. 30 0,6 351 325 26 195 3,9
No. 50 0,3 391 309 82 113 2,26
No. 100 0,15 378 308,5 69,5 43,5 0,87
No. 200 0,075 317,5 298 19,5 24 0,48
Pan 0 307 283 24 0 0
Jumlah 9695,5 4697,5 4998
Sumber : Data Analisis

Diperoleh grafik persentase ayakan agregat halus sebagai berikut:

Agregat Kasar
120
100
80
60
40
20
0
4.8 9.6 19.1 38 76.2

Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah

Gambar 4. 5 Grafik hasil persentase ayakan agregat kasar pada ukuran ayakan 10 mm
Sumber : Data Analisis

52
Agregat Kasar
120
100
80
60
40
20
0
4.8 9.6 19.1 38 76.2

Series1 Persentase lolos Series3

Gambar 4. 6 Grafik hasil persentase ayakan agregat kasar pada ukuran ayakan 20 mm
Sumber : Data Analisis

Agregat Kasar
120
100
80
60
40
20
0
4.8 9.6 19.1 38 76.2

Batas Atas Persentase lolos Batas Bawah

Gambar 4. 7 Grafik hasil persentase ayakan agregat kasar pada ukuran ayakan 40 mm
Sumber : Data Analisis

B. Kesimpulan
Setelah membandingkan dasar teori dan hasil percobaan yang telah
dilakukan oleh kelompok kami, maka agregat kasar tidak memenuhi syarat
ASTM C 136 -95 A karena tidak masuk dalam grafik grading zone yang
ada. Hal ini terjadi karena gradasi agregat yang kurang beragam dan
keadaan Lab yang tidak memungkinkan untuk melakukan percobaan
ulang, maka diambil kesimpulan agregat kasar tersebut masuk ke dalam
zone 3. Sebab pada grafik hasil perhitungan ayakan agregat kasar, terlihat
persentase lolos yang paling mendekati batas zone yaitu pada zone 3.

53
4.5 Perhitungan Mix Design of Concrete
Berikut ini adalah tabel perhitungan mix design untuk memperoleh kuat tekan
beton 25 Mpa.
Tabel 4. 10 Perhitungan Mix Design of Concrete
No Uraian Nilai
1 Kuat tekan karakteristik 25 Mpa pada 28 hari
2 Deviasi Standar 7 Mpa
3 Nilai Tambah (Margin) 1,64 x 7 = 11,48 Mpa
Kekuatan rata-rata yang hendak
4 25 + 11,48 = 36,48 Mpa
dicapai
5 Jenis Semen Semen Portland Tipe 1
6 Jenis Agregat Batu Pecah dan Batu Alam
7 Faktor Air Semen Bebas -
8 Faktor Air Semen Maksimum 0,6
9 Slump 100 mm
10 Ukuran Agregat Maksimum 20 mm
11 Kadar Air Bebas 2/3*95 + 1/3*225= 205 kg/m3
12 Jumlah Semen 205/0,6 = 341,67 kg/ m3
13 Jumlah Semen Maksimum -
14 Jumlah Semen Minimum 325 kg/m3
15 Faktor Air Semen yang Disesuaikan -
16 Susunan Besar Butir Agregat Halus Zona 4
Susunan Agregat Kasar atau Grafik 9 pada SNI 03-2834-1993
17
Gabungan
18 Persen Agregat Halus 30%
19 Berat Jenis Relatif 0,3*2,23 + 0,7*2,35 = 2,314 gram
20 Berat Isi Beton Grafik 16 pada SNI 03-2834-1993
21 Kadar Agregat gabungan 2150 - 546,67 = 1603,33 kg/m3
22 Kadar agregat halus 0,3*1603,33 = 480,99 kg/m3
23 Kadar agregat kasar 1603,33 – 480,99 = 1122,33 kg/m3
Semen : 0,0053*341,67*8*1,2 = 17,376 kg/m3
A. Halus : 0,0053*480,99*8*1,2 = 24,473 kg/m3
24 Proporsi Campuran
A. Kasar : 0,0053*1122,33*8*1,2 = 57,1 kg/m3
Air : 0,0053*205*8*1,2 = 10,464 kg/m3
Sumber : Hasil Perhitungan

54
Langkah-langkah untuk mendapatkan nilai mix design campuran beton
adalah sebagai berikut.
1. Kuat tekan karakteristik
Kuat tekan beton normal telah ditentukan (f’c) sebesar 25 MPa pada usia
28 hari.

2. Deviasi Standar
Deviasi standar diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

Sehingga nilai deviasi standarnya adalah 7 MPa.

3. Nilai Tambah (Margin)


Nilai tambah (margin) dapat diperoleh dari perhitungan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑀 = 1,64 × 𝑆𝐷
= 1,64 × 7
= 11,48 𝑀𝑃𝑎

4. Kekuatan rata-rata yang hendak dicapai


Kekuatan rata-rata yang hendak dicapai dapat diperoleh dari
perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑓 ′ 𝑐𝑟 = 𝑓 ′ 𝑐 + 𝑀
= 25 + 11,48
= 36,48 𝑀𝑃𝑎
5. Jenis Semen
Semen yang digunakan dalam praktikum ini adalah semen Portland tipe I.

6. Jenis Agregat
Jenis agregat yang digunakan adalah batu pecah untuk agregat kasar, dan
pasir alam untuk agregat halus.

55
7. Faktor Air Semen Maksimum
Faktor Air Semen Maksimum yang digunakan yaitu sebesar 0,6.

8. Slump
Slump yang digunakan untuk praktikum ini adalah sebesar 100 ± 20 mm.

9. Ukuran Agregat Maksimum


Ukuran agregat maksimum pada percobaan ini adalah 20 mm.

10. Kadar Air Bebas


Kadar air bebas diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
2 1
𝑊= 𝑊ℎ + 𝑊𝑘
3 3
2 1
= 95 + 225
3 3
= 205 𝑘𝑔/𝑚3
11. Jumlah Semen
Jumlah semen dapat dihitung dengan membagikan hasil kadar air bebas
dengan faktor air semen maksimum.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 =
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
205
=
0,6
= 341,67 𝑘𝑔/𝑚3
12. Jumlah Semen Minimum
Jumlah semen minimum dapat diperoleh dari tabel 4.11 berikut.

Tabel 4. 11 Persyaratan Jumlah Semen Maksimum dan Faktor Air Semen maksimum
untuk berbagai macam pembetonan dalam lingkungan khusus
Semen Minimum
Jenis Pembetonan
(kg/m3 beton)
Beton didalam ruang bangunan:
a. Keadaan keliling non-korosif 275
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau 325
uap korosif

56
Beton diluar ruang bangunan:
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 325
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275
Beton yang masuk kedalam tanah:
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut

Sumber : SNI_03-2834-1993
Jenis pembetonan pada praktikum ini adalah beton diluar ruang
bangunan, dengan tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung.
Sehingga, nilai jumlah semen minimum yang digunakan adalah 325 kg.

13. Susunan Besar Butir Agregat Halus


Susunan besar butir agregat halus pada percobaan ini berada pada zona 4.

14. Persen Agregat Halus


Persen agregat halus dapat diperoleh dari grafik berikut.

Gambar 4. 8 Grafik Persentase Agregat Halus terhadap Agregat Keseluruhan


(untuk Ukuran Butir Maksimum 20 mm)
Sumber : SNI_03-2834-1993

Cara memperoleh nilai persen agregat halus yaitu dengan menarik garis
antara faktor air semen 0,6 dengan zona 4 pada slump 100 mm. Sehingga
diperoleh nilai persen agregat halus sebesar 30 persen atau 0,3.

15. Berat Jenis Relatif


Berat jenis relatif dapat diketahui dengan perhitungan berikut :

57
𝐵𝐽 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = % ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 × 𝐵𝐽 𝐻𝑎𝑙𝑢𝑠 + % 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 × 𝐵𝐽 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟
= 0,3 × 2,23 + 0,7 × 2,35
= 2,314 𝑔𝑟𝑎𝑚
16. Berat Isi Beton
Berat isi beton dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 4. 9 Grafik Perkiraan berat isi beton basah yang telah selesai dipadatkan.
Sumber : SNI T-15-1990-03

Sehingga diperoleh nilai berat jenis beton sebesar 2150 kg/m3.

17. Kadar Agregat gabungan


Kadar agregat gabungan dapat diperoleh dari pengurangan langkah 20
dengan penjumlahan langkah 12 dan 11.
𝐾𝐴 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 − (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 + 𝐾𝐴 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠)
= 2150 − (341,67 + 205)
= 1603,33 𝑘𝑔/𝑚3
18. Kadar Agregat Halus
Kadar agregat halusdiperoleh dengan mengalikan langkah 18 dengan 21.
𝐾𝐴 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 = % ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 × 𝐾𝐴 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
= 0,3 × 1603,33
= 480, 99 𝑘𝑔/𝑚3

58
19. Kadar Agregat Kasar
Kadar agregat kasar dapat diperoleh dari pengurangan langkah 21 dengan
langkah 22.
𝐾𝐴 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝐾𝐴 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 − 𝐾𝐴 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
= 1603,33 − 480,99
= 1122,33 𝑘𝑔/𝑚3
Berdasarkan hasil mix design maka proporsi campuran yang diperoleh
untuk membuat beton silinder 1 benda uji dengan kuat tekan 25 MPa adalah
sebagai berikut:
- Semen : 17,376 Kg
- Air : 10,464 Kg
- Agregat Halus : 24,473 Kg
- Agregat kasar : 57,1 Kg
Setiap hasil perhitungan dikalikan lagi dengan 8 untuk mendapatkan
jumlah masing-masing bahan untuk membuat 8 benda uji.

4.6 Pembuatan Campuran Beton (ASTM C 192 – 90A)


4.6.1 Pencampuran Beton
Setelah dilakukan perhitungan mix design, maka didapatkan jumlah
bahan yang diperlukan dalam kondisi asli sebagai berikut.
Semen : 17,376 Kg
Air : 10,464 Kg
Agregat Halus : 24,473 Kg
Agregat kasar : 57,1 Kg
Setelah bahan-bahan yang dibutuhkan ditimbang berdasarkan komposisi
diatas, kemudian dicampur satu-satu dengan cara manual yaitu mengaduk
menggunakan cangkul hingga campuran merata. Langkah–langkah bahan yang
dicampurkan :
1. Batu pecah
2. Semen + Pasir.
3. Air

59
4.6.2 Percobaan Slump (C143-C143M-03)
A. Hasil Percobaan
Pengukuran slump harus dilakukan dengan cara mengukur tegak
lurus antara tepi atas cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji, untuk
mendapatkan hasil yang lebih teliti dilakukan pemeriksaan dengan
adukan yang sama dan dilaporkan hasil rata-rata. Adapun hasil harga
slump yang didapatkan saat percobaan adalah 12cm.

B. Kesimpulan
Dari percobaan ini slump dari beton segar percobaan kita adalah 12
cm yang sesuai dengan nilai slump yang diharapkan di mix design yang
bernilai ±10 cm.

4.7 Mencetak Silinder Beton (C31 – C31M – 01)


Mencetak silinder beton merupakan kegiatan dimana mencetak 8 buah beton
dengan menggunakan sebuah silinder dengan diameter 15 cm, tinggi dari silinder
tersebut adalah 30 cm, serta volume dari silinder tersebut adalah 5298,75 ml.

4.8 Evaluasi Mutu Beton


Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dihitung
luas permukaan lingkarannya. Sehingga luas permukaan yang dibebani ialah
1 2 1
𝐿𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 = 𝜋𝐷 = 𝑥 3.14 𝑥 1502 = 17662,5 𝑚𝑚2
4 4

Untuk mengetahui hasil kuat tekan beton dalam MPa, rumus yang digunakan
adalah

𝐻𝑈𝑇
𝐾𝑢𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑡𝑜𝑛 (𝑀𝑃𝑎) =
𝐿𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛

Dimana :
HUT = Hasil uji tekan (N)
𝐿𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 = Luas penampang yang dibebani (𝑚𝑚2 )

Pengujian kuat tekan beton dilaksanakan sesuai dengan metode uji SNI-03-
24303-1994, sehingga diperoleh tabel hasil uji tekan beton sebagai berikut,

60
Tabel 4. 12 Hasil kuat tekan beton umur 9 dan 30 hari
Tanggal
Umur Berat beton uji Uji Tekan (N)
Pembuatan Pengetesan
13000 265000
16-Okt-17 9 hari 13000 305000
13000 280000
07-Okt-17
12600 340000
06-Nov-17 30 hari 12800 360000
12700 330000
Sumber : Data Analisis

Berikut merupakan hasil perhitungan uji tekan untuk beton umur 9 hari dengan
hasil uji tekan beton sebesar 265 KN (265.000 N), maka diperoleh hasil perhitungan
kuat tekan beton sebagai berikut,

265000
𝐾𝑢𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑡𝑜𝑛 (𝑀𝑃𝑎) = = 15 𝑀𝑃𝑎
17662,5

Dengan cara dan perhitungan yang sama maka didapatkan tabel hasil
perhitungan kuat tekan beton umur 9 dan 30 hari sebagai berikut,

Tabel 4. 13 Hasil perhitungan kuat tekan beton umur 9 dan 30 hari


Tanggal Kuat
Berat beton Uji Tekan
Umur Tekan
Pembuatan Pengetesan uji (N)
(MPa)
13000 265000 15,003
16-Okt-17 9 hari 13000 305000 17,268
13000 280000 15,853
Rata-rata kuat tekan 9 hari 16,04
07-Okt-17
12600 340000 19
06-Nov-17 30 hari 12800 360000 20
12700 330000 19
Rata-rata kuat tekan 30 hari 19,33
Rata-rata kuat tekan total 20,83
Sumber : Data Analisis

Telah dilakukan uji tekan kuat beton silinder dengan ukuran diameter 15 cm
dan tinggi 30 cm sebanyak 6 benda uji. Uji kuat beton dilakukan pada saat beton
berumur 9 hari dan 30 hari. Dari data yang telah didapat, rata - rata kuat tekan beton
adalah 20,83 MPa. Dari Data tersebut digunakan perhitungan untuk mendapatkan
kuat tekan beton umur 3 hari dan 28 hari menggunakan cara interpolasi sebagai
berikut,

61
𝐵1
𝑥 = 𝐻1 − (𝐻 − 𝐻2 )
𝐵2 1
Dimana H1 adalah perbandingan kuat tekan pada hari B1, H2 adalah perbandingan
kuat tekan pada hari B2, B1 adalah jarak hari ke hari yang diinginkan, dan B2 adalah
jarak hari ke hari lainnya yg ada pada table 4.3 sebagai berikut,

Tabel 4. 14 Perbandingan Kuat Tekan


Umur Beton (Hari) Perbandingan Kuat Tekan
3 0.46
7 0.7
14 0.88
21 0.96
28 1

Sehingga didapatkan perhitungan interpolasi untuk mendapatkan kuat ekan


beton pada umur 3 hari sebagi berikut,
2
𝑥 = 0,7 − (0,7 − 0,88) = 0,75
7

Maka, kekuatan pada hari ke-9 merupakan 75% dari kekuatan total 28 hari,
dimana kuat tekan pada hari ke-9 adalah 265000 N, sehingga dilakukan perhitungan
untuk mendapatkan kuat tekan umur 28 hari sebagai berikut,

100
Kuat tekan 28 hari = 265000 𝑥 = 3533333,33 𝑁
75

Setelah didapatkan kuat tekan pada umur beton 28 hari, maka dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan kuat tekan 3 hari dengan mengalikan kuat tekan 28
hari dengan perbandingan kuat tekan 3 hari sebesar 0,46 sesuai dengan tabel 4.3
sebagai berikut,

Kuat tekan 3 hari = 3533333,33 𝑥 0,46 = 162533,33 𝑁

Dengan cara dan perhitungan yang sama maka didapatkan tabel hasil
perhitungan konversi kuat tekan beton umur 3 dan 28 hari sebagai berikut,

62
Tabel 4. 15 Konversi kuat tekan ke beton umur 3 dan 28 hari
Tanggal Kuat
Berat beton
Umur Uji Tekan (N) Tekan
Pembuatan Pengetesan uji
(MPa)
13000 162533,33 9,2
16-Okt-17 3 hari 13000 187045,87 10,59
13000 171679,5 9,72
Rata-rata kuat tekan 3 hari 9.83
07-Okt-17
12600 340000 19
06-Nov-17 28 hari 12800 360000 20
12700 330000 19
Rata-rata kuat tekan 28 hari 19,33
Rata-rata kuat tekan total 14,58

Rata - rata kuat tekan beton pada umur 28 hari sebesar 19,33 MPa dimana rata-
rata kuat tekan beton pada umur 28 hari ini belum memenuhi kuat tekan minimal
beton normal yaitu sebesar 25 MPa. Perbedaan dari harga tes umur 3 hari dan 28
hari diatas disebabkan karena material bervariasi, mix design campuran beton,
transportasi, curing, capping, pembuatan / pengecoran, dan pengetesan. Dari data 6
silinder diatas dapat dipakai untuk membuat mix design :

fcr = fc' + (1,34 x S)


fcr = 25 + (1,34 x 7)
fcr = 34,38 Mpa
Dari data hasil perhitungan fcr diatas diambil harga fcr yaitu senilai 34,34 Mpa.
Tidak tercapainya target mean strength (fcr) bisa disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Perencanaan beton (mix design) kurang baik, yaitu terdapat beberapa kendala
sehingga perencanaan beton (mix design) tidak berjalan dengan baik.
2. Pada saat uji material yaitu berat jenis angregat halus, pada saat proses
pengeringan agregat halus setelah direndam kedalam air selama satu malam,
pada saat proses pengeringan terlalu lama.
3. Pada saat dilakukan uji tekat, capping yang terdapat pada beton dilepas oleh
pegawai Dinas PU sehingga berpengaruh pada saat beton tersebut diuji.
4. Agregat yang digunakan belum memenuhi persyaratan.
5. Pada saat proses pengecoran, mortar yang telah dimasukkan kedalam cetakan,
kuranh dirojok sehingga masih banyak terdapat rongga yang mempengaruhi
kuat beton tersebut.

63
6. Pada saat proses curing beton, beton tidak terisi air secara penuh (dalam
beberapa hari saja) faktor tersebut juga berpengaruh pada saat pengujian.
7. Pada saat uji material, nilai konsistensi normal semen portland tidak memenuhi
nilai (ASTM C187 - 98/SNI 03-6826 - 2002)
8. Pada saat analisa zona hasi data pengujian agregat halus dan agregat kasar,
keduanya berada di zona 4. Dimana pada zona tersebut merupakan mutunya
paling buruk dibandingkan zona lainnya. Faktor tersebut juga mempengaruhi
beton pada saat pengujian.

Kuat Tekan Beton


70

60

50

40

30

20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

Gambar 4. 10 Grafik Kuat Tekan Beton


Sumber : Penulis

Berikut adalah grafik yang menggambarkan kuat tekan beton dari umur 0
hari sampai 28 hari yang terus meningkat. Dengan sumbu x adalah umur kuat tekan
(hari) dan sumbu y adalah besar kuat tekan beton (MPa).

64
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum teknologi beton dan bahan
bangunan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan bahan semen
 Pada percobaan berat jenis semen portland didapatkan nilai berat jenis
minyak tanah sebesar 0,809, dan nilai dari berat jenis semen portland
yaitu 6,091.
 Pada percobaan konsistensi normal semen portland didapatkan nilai
konsistensi pada masing-masing benda uji yaitu 28%, 25%, 21,67%,
dan 19,33%. Data ini tidak memenuhi syarat dikarenakan belum
mencapai titik 10mm penetrasi.
2. Penyelidikan bahan pasir
 Pada percobaan kadar air / kelembaban agregat halus didapatkan nilai
dari kadar air pada pasir yaitu 0,2004% yang memenuhi syarat ASTM
C 556-89.
 Pada percobaan berat jenis pasir didapatkan nilai dari berat jenis pasir
sebesar 2,23 gr/cc. Data ini belum memenuhi standard SNI-1970-2008
(2,4-2,6 gr/cc)
 Pada percobaan berat volume pasir didapatkan nilai berat volume
dengan cara rojokan sebesar 0,0016 gr/ml, cara diketuk sebesar 0,0015
gr/ml, dan cara gembur sebesar 0,0016 gr/ml. Data ini memenuhi syarat
karena nilai perbedaan tidak lebih dari 0,04 gr/ml.
3. Penyelidikan agregat kasar
 Pada percobaan kadar air agregat kasar didapatkan nilai berat benda uji
yaitu 990gr, dan nilai persentase kadar air agregat kasar adalah 1,01%.
 Pada percobaan berat jenis batu pecah agregat kasar didapatkan nilai
berat jenis batu pecah sebesar 2,357 gr/cm³. Data belum sesuai ASTM
C 128-01 / SNI 03-1970-1990 (2,4 gr/cm³ - 2,7 gr/cm³).

65
 Pada percobaan berat volume batu pecah didapatkan nilai berat volume
batu pecah sebesar 1,5252 gr/ml. Data ini memenuhi syarat ASTM
C29/29M-97 (1,4 t/dm² - 1,7 t/dm²).
4. Campuran Agregat
 Pada percobaan kondisi dan analisa ayakan pasir didapatkan hasil
bahwa agregat halus tidak memenuhi ASTM C33 karena tidak masuk
grading zone manapun. Diambil kesimpulan agregat halus masuk zone
4 karena persentase lolos mendekati batas zone 4.
 Pada percobaan analisa saringan batu pecah didapatkan hasil bahwa
agregat kasar tidak memenuhi ASTM C136-95 A karena tidak masuk
grading zone manapun. Diambil kesimpulan agregat kasar masuk zone
3 karena persentase lolos mendekati batas zone 3.
5. Berdasarkan hasil perhitungan mix design maka proporsi campuran yang
diperoleh untuk membuat 8 silinder beton benda uji kuat tekan 25 MPa
adalah semen seberat 17,376 kg, air seberat 10,464 Kg, agregat halus
seberat 24,473 kg, dan agregat kasar seberat 57,1 kg.
6. Pembuatan campuran beton
 Pencampuran beton menggunakan cara manual yaitu mengaduk
menggunakan cangkul hingga campuran merata.
 Langkah pencampuran yaitu pertama mencampurkan pasir, semen dan
air, kemudian menambahkan kerikil pada campuran.
 Pada percobaan ini slump dari beton segar yaitu 12 cm, sesuai nilai
slump yang diharapkan di mix design bernilai ±10 cm.
7. Umur Beton 3 hari dan 28 hari
 Pada pengujian tekan beton umur 3 hari, digunakan 3 sample yang sama
dengan memiliki luas permukaan 17662,5 mm2 dan berat 13kg, maka
kuat uji tekan sample A, B dan C berturut-turut adalah 9.2 MPa, 10.59
MPa, dan 9.72 MPa.
 Pada pengujian tekan beton umur 28 hari, digunakan 3 sample yang
sama dengan memiliki luas permukaan 17662,5 mm2 dan berat 12,7kg,
maka kuat uji tekan sample A, B dan C berturut-turut adalah 19 MPa,
20 MPa, dan 19 MPa.

66
5.2 Saran
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam praktikum khususnya pada
metodologi percobaan, yaitu
1. Saat melakukan uji material, waktu dan tahapan pelaksanaan harus sesuai
dengan ketetapan yang berlaku, guna menghindari kesalahan hasil uji coba.
2. Saat perencanaan mix design of concrete sering terjadi keteledoran dalam
jumlah bahan yang digunakan, yang menyebabkan menyalahi aturan
perhitungan. Jumlah air yang kurang atau melebihi perhitungan,
penggunaan agregat kasar yang belum melalui proses perendaman terlebih
dahulu, serta pencampuran bahan material yang tidak merata.
3. Hasil uji tekan akan sangat dipengaruhi oleh hasil perencanaan mix design
of concrete dan faktor lainnya adalah pada saat pengiriman sample ke lokasi
uji tekan. Dalam proses pengiriman, sample harus menggunakan
pengamanan tertentu agar meminimalisir benturan yang terjadi pada
sample, agar tidak berpengaruh besar pada hasil kuat tekan sample tersebut.

67

Anda mungkin juga menyukai