Syariat, Tarekat, Hakekat, Ma'Rifat
Syariat, Tarekat, Hakekat, Ma'Rifat
Syariat, Tarekat, Hakekat, Ma'Rifat
Syariat
a. Pengertian
Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri), baik yang langsung dari Allah
maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu
yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi
kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah ilmu laduni.
2 Imam al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t.), hlm. 162-178.
yang bersumber dari central dynamo. Power itu adalah wasilah dari Allah
SWT. melalui Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW. terus bersambung,
berantai melalui ahli silsilah, sejak dari Nabi Muhammad SAW., kemudian Abu
Bakar ash-Shiddiq sampai Syekh Mursyid terakhir.
Para ahli silsilah atau Syekh Mursid itu, bukan perantara, tetapi wasilah
carrier, hamilul wasilah, pembawa wasilah. Orang sufi bukanlah manusia
akhirat saja, tetapi juga manusia dunia. Dia harus memenuhi fitrahnya.
Terutama untuk tercapainya tujuan syariat Islam, yaitu agama, jiwa,
akal,harta dan keturunan.
Imam Malik RA, berkata: barang siapa bersyariat saja tanpa
bertasawuf, niscaya dia berkelakuan fasik. Dan barang siapa bertasawuf
tanpa bersyariat, niscaya dia berkelakuan zindik. Dan barangsiapa yang
melakukan kedua - duanya, maka sesungguhnya dia adalah golongan Islam
yang hakiki.
Imam Ali ad-Daqqaq mengatakan: perlu diketahui bahwa sesungguhnya
syariat itu adalah hakikat. Bahwa sesungguhnya syariat itu wajib
hukumnya, karena ia adalah perintah Allah SWT. Demikian juga hakikat
adalah syariat untuk mengenal Allah. Hakikat itu wajib hukumnya, karena ia
adalah perintah Allah.(al-Qusyayri: 412)
Dengan demikian, integrasi tasawuf dan syariat menjadi syarat
mutlak bagi kesempurnaan seorang muslim. Syariat merupakan elaborasi
dari kelima pilar Islam, sedangkan tasawuf berpangkal pada ajaran ihsan,
an-tabudallaaha ka-annaka tarah, fa-in-lam takun tarah, fa-innahu yarak.
Implikasinya, jika dalam syariat diwajibkan thaharah sebelum melaksanakan
ibadah, maka untuk mampu menembus penglihatan Tuhan, tasawuf
mewajibkan penyucian diri melalui pintu taubat.
Kehadiran tasawuf mampu memicu ats-Tsaurah ar-Ruhiyyah dan menjadi
spirit bagi pelakunya. Sebaliknya, syariat ibarat jalan yang akan dilalui oleh
b. Fungsi Thariqah
Fungsi tarikat sebagai sarana atau jalan yang mengantarkan hamba
menuju hadirat Tuhan. Tarikat dalam pengertian seperti itu mendapatkan
landasannya yang menyakinkan, yaitu terdapat dalam surat Al-Jin (72): 16.
Artinya: Dan bahwasannya: jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas
jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezeki yang banyak).
Sebagaimana ilmu Fiqih itu berada dalam wilayah ijtihad, penjabaran
dari konkritisasi dari syariah, maka tarikat bpun merupakan bidang ilmu
(masuk dalam wilayah ilmu Tasawuf-Mukasyafah) Ihjtihad yangb
mengundang siapa saja dari kalangan ulama yang menekuni dan
mengembangkannya. Tujuannya adalah agar dapat menjalakan syariah
agama lebih disiplin lagi oleh karena posisinya sebagai bidang ilmu ijtihadi,
maka tentu saja tarikat dapat berarti sebagai produk ijtihad, disamping
sebagai ilmu teoritik tentang tehnik dan cara mengamalkan syariah tersebut,
sehingga banyak dijumpai berbagai madzab dan aliran tareqot yang
berkembang di dunia Islam. Pernyataan tersebut tidak berarti Al-Quran
sebagai sumber ajaran pokok Islam bersama dengan Hadits atau Sunnah
Rasulullah tidak lengkap, juga tidak berarti ilmu fiqih masih belum sempurna
untuk menjelaskan Islam kepada umat manusia, akan tetapi memang masih
banyak hal-hal yang dibutuhkan umat agar pelaksanaan syariah agama lebih
dapat dilakukan secara sistematik-prosedural sebagaimana mestinya, bukan
sekedar sesuai dengan akal bagi orang yang memang tidak mampu kecuali
hanya membaca teks agama saja.
Kehadiran guru tareqot menjadi lebih penting lagi ketyika mendidik
orang-orang dalam berbagai level sesuai dengan tingkat kerohaniannya.
Oleh karena itu, seorang guru mursyid butuh ilmu kerohanian (semisal psiko-
Di kalangan Sufi orang yang telah mencapai tingkatan ini disebut ahli
hakikat. Kalau dihubungkan dengan Tuhan, hakikat adalah sifat-sifat Allah
SWT, sedangkan Zat Allah disebut al-Haqq. Sufi yang dikenal dengan faham
hakikat adalah Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj yang pernah menyatakan
Ana al-Haqq.
Pembicaraan mengenai masalah ini tentu tidak bisa dilepaskan dari
konsep Ittihad, Hulul dan Tawhid yang dalam pemahaman selintas dapat
diartikan sebagai penyatuan makhluk dan Khalik. Para ulama Syariat dalam
Islam memandang konsep ini bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu
sebagaimana diketahui al-Hallaj mati dibunuh karena mempunyai faham
Hulul dan seperti di Jawa Syekh Siti Jenar juga mengalami hal serupa. Kaum
Sufi yang mempunyai faham ini kelihatannya merasa takut untuk
membicarakan Ittihad, Hulul dan Tawhid. Karena itulah uraian tentang hal ini
hanya dijumpai dalam karangan-karangan modern dan tulisan-tulisan para
Orientalis.
Ittihad adalah satu tingkatan dalam Tasawuf ketika seorang Sufi telah
merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Saat itulah terjadi penyatuan antara
yang mencintai dan yang dicintai. Dalam kondisi Ittihad seperti inilah satu
sama lain dapat memanggil Ya Ana (wahai aku). Meskipun yang terlihat
hanya satu wujud pada hakekatnya terdapat dua wujud yang berbeda.
Adapun Hulul berarti menempati atau mengambil tempat. Dalam Tasawuf,
Hulul berarti suatu keadaan (hal) yang dicapai seorang Sufi ketika aspek annasut (sifat kemanusiaan) Allah SWT bersatu dengan aspek al-Lahut (sifat
ketuhanan) yang ada pada manusia. Hulul merupakan salah satu bentuk
kebersatuan antara Allah SWT dan manusia. Kondisi ini dapat terjadi apabila
manusia dapat mencapai Fana dengan menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan yang dimilikinya sehingga yang tersisa hanyalah sifat-sifat
ketuhanannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution bahwa sebelum
seorang Sufi dapat bersatu dengan Tuhan ia harus lebih dahulu
menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya,
yaitu selama ia masih sadar akan dirinya, ia tak akan dapat bersatu dengan
Tuhan. Penghancuran diri ini dalam Tasawuf disebut Fana.
Penghancuran diri dalam Fana ini senantiasa diiringi dengan Baqa yang
berarti tetap atau terus hidup. Fana dan Baqa merupakan dua sisi mata
uang atau kembar dua sebagaimana penjelasan Sufi Jika kejahilan
(kebodohan) seseorang hilang yang akan tinggal ialah pengetahuan.
Pada saat seorang Sufi telah mencapai hancurnya perasaan atau
kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia dalam arti tidak disadarinya
maka yang akan tinggal hanyalah wujud rohaninya dan ketika itulah ia dapat
bersatu dengan Tuhan. Dalam kajian Tasawuf, Abu Yazid al-Bustamilah (W.
874 M) yang dipandang sebagai Sufi pertama yang memunculkan faham
Fana dan Baqa.
Faham tersebut tersimpul dalam kata-katanya: Aku tahu pada Tuhan
melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-
kemudian dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Quran, Hadist, Ijmak dan Qiyas,
itulah yang kita kenal dengan syariat Islam.
Untuk melaksanakan Syariat Islam terutama bidang ibadah harus
dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan
apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga hasilnya akan sama. Sebagai
contoh sederhana, Allah memerintahkan kita untuk shalat, kemudian Nabi
melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, Shalatlah
kalian seperti aku shalat. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan oleh
sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh
Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya
sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh
ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi,
dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa
mencapai tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.
Ketika memulai shalat dengan Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharassamaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..
Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan
bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk
orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah menemukan
chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha
Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan.
Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita
hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat
wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat
maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi
dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Syariat tidak mengajarkan hal-hal seperti itu karena syariat hanya
berupa hukum atau aturan. Untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar,
ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang
penopang
(kekuatan)
rumah
tergantung
pada
terhadap Tuhannya, dalam hal ini adalah Allah, karena tujuan utama dari
seorang hamba adalah mengenal Tuhannya dengan baik dan berusaha
mencintai-Nya. Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan
bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual
dan ia menduduki derajat atau level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka
dan merekapun mencintai-Nya." Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam
mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah
itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan
lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah)
Marifah digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan
dalam
tasawuf.
Dalam
arti
sufistik
ini,
marifah
diartikan
sebagai
Alat yang digunakan untuk marifat telah ada dalam diri manusia, yaitu
qalbu (hati), namun artinya tidak sama dengan heart dalam bahasa
Inggris, karena qalbu selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk
berpikir.
Bedanya
qalbu
dengan
akal
ialah
bahwa
akal
tak
bisa
mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia biasa. Orang yang
sudah mencapai marifah ia memperoleh hubungan langsung dengan
sumber ilmu yaitu Allah. Dengan hati yang dilimpahi cahaya, ia dapat
diibaratkan
seperti
orang
yang
memiliki
antena
parabola
yang
Mengenal
Allah
akan
selalu
menjaga
kualitas
dan
mengarahkan
kehidupannya.
Sikap
optimis
akan
bertenaga,
penuh
hikmah,
berwibawa
dan
setiap
guru
besar
di
madrasah
An-Nizaimah,
Nisyafur.
Setelah
64, Surabaya.
Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan dengan Bapak Nur
Kholis Majid, dapat kami simpulkan bahwa dalam praktik tasawuf terdapat 4
aspek penting yang harus dilaksanakan, yakni :
1. Syariat (amalan dhohiriyah)
2. Thariqah (metode yang ditempuh seseorang untuk lebih dekat dengan
Allah)
3. Hakikat (substansi atas segala sesuatu/apa yang ada dalam hati)
4. Marifah (kenal dengan dirinya)
Sebagaimana telah kami jelaskan di dalam makalah kami mengenai
pengertian dari masing-masing aspek tersebut.