Jurnal Samerdanta 1091061008
Jurnal Samerdanta 1091061008
Jurnal Samerdanta 1091061008
SAMERDANTA SINULINGGA
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
ABSTRAK
Manajemen Seni Pertujukan Tradisonal Batak Karo
Tembut-Tembut Seberaya
(Perspektif Pariwisata)
2
ABSTRACT
Keyword: traditional art attraction, understanding of tourism and culture issues, tourism
culture management.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Aliran filosofi pariwisata yang positif dalam wujud kompromi ―Post Tourism‖
kemampuan Post tourism dalam penelitian ini merupakan suatu kegiatan manajerial.
Ada beberapa tema yang menjadi core dari konsep ini seperti: tourism industry needs to
be proactive in managing its impacts, tourism has developed to a point where it may be
uncontrollable, require new forms of planning and management to control its effects,
enrich our lives as a consumer product, Page (2007:429). Perspektif tersebut sejalan
dengan inti materi Pariwisata Budaya. Inti materi tersebut mengakar pada Global Code
Bahkan di beberapa daerah yang memiliki potensi daya tarik budaya, keberadaan seni
pertunjukan seringkali justru menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan untuk
tradisional memang masih merupakan motivasi yang dominan dari wisatawan untuk
melihat keunikan dan keautentikan unsur-unsur budaya lokal. Nilai strategis yang dapat
nasional adalah dalam upaya pembentukan image yang positif yang akan memberikan
4
keunggulan komperatif dalam persaingan global/regional, di sisi lain upaya-upaya
(2009:35) meyakini bahwa Kabupaten Karo sebagai salah satu destinasi wisata
berkunjung seperti: (1) Wisata alam yaitu panorama alam (danau, gunung berapi dan
pemandian air panas), (2) Agro wisata (kebun jeruk, kol, bunga, dll), (3) Wisata
kuliner/belanja (pasar tradisional, pasar buah dll), (4) Wisata budaya (desa/perkampung
budaya, benda budaya/situs dan pakaian adat), (5) Peninggalan sejarah (puntungan
meriam putri hijau, museum dan peninggalan bangunan arsitektur zaman belanda), (6)
Wisata minat khusus (lintas alam, arung jeram dll), (7) Atraksi wisata (tari-tarian, pesta dan
Dari tujuh atraksi ini, yang menjadi fokus penelitian secara spesifik adalah
dalam kebijakan dan pelaksanaannya), (2) pelaku bisnis pariwisata (3 sektor kunci
industri pariwisata yaitu akomodasi dan fasilitasnya, travel agent dan destinasi -
5
destinasi kunci yang menjadi pusat perhatian wisatawan), dan (3) masyarakat
tradisional karo yang masih awam terhadap makna dan fungsi pariwisata.
konsep pariwisata budaya yang inovatif. Mengapa Kabupaten Karo harus memiliki
rancangan manajemen untuk pariwisata budaya? Jawaban ini mengacu pada penelitian
Santosa (2004:1) yang menyatakan "terkait dengan unsur kesenian, John Naisbit pernah
meramalkan, bahwa salah satu sektor yang akan dipertempurkan pada abad informasi
adalah kesenian. Negara-negara yang kaya karya seni akan mengeruk banyak
orang yang mempunyai niat jahat terhadap Desa Seberaya, prosesi pemanggilan hujan
dilakukan dengan kata-kata yang tidak lazim (mantra pemanggilan hujan), beberapa hal
tersebut (pemanggilan hujan dan penggunaan kata yang tidak lazim) menjadikannya
suatu hal yang kurang diterima di kalangan Masyarakat Seberaya dalam konteks
kekinian (2) duplikasi (3) kalender event wisata (4) masyarakat budaya karo belum
mendapatkan strategi dan pelaksanaan yang nyata dari Pemerintah Kabupaten Karo.
Maka dari itu, penelitian ini terinspirasi dari wawancara peneliti dengan
kebudayaan yang terpisah dari unsur agama akan banyak mengalami tantangan, yang
perlu dilakukan adalah memberikan nilai ekonomi pada sisi kebudayaan itu. Apabila
kebudayaan tidak sinergi dengan agama dan juga tidak memberikan manfaat ekonomi,
6
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:
7
BAB II
PEMBAHASAN
berpedoman pada penelitian sebelumnya antara lain: pertama, Penelitian Ida Ayu
(Kasus Seni Pertunjukan Wisata Di Desa Batu Bulan, Kabupaten Gianyar). Kedua,
penelitian Nur Cahaya Bangun tahun 2003 yang berjudul Strategi Pengembangan
Utara. Ketiga, penelitian Indah Sista Prabandari tahun 2010 yang berjudul Pawai Ogoh-
Ogoh Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Adat Kuta Kecamatan Kuta Kabupaten
Badung. Keempat, Firman Eka Sebayang tahun (2010) yang berjudul Komodifikasi Si
8
2.2.2 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Karo (Tari Topeng Tembut-
Tembut Seberaya)
dan pakaian tari dapat menunjukkan identitas watak peran. Bentuk, fungsi dan makna
merupakan suatu kajian yang dapat digunakan untuk menggali potensi setiap seni
pertunjukan di Indonesia termasuk di Batak. Ketiga hal tersebut dapat menjadi kajian
mendalam mengenai berbagai aspek penyajian seni pertunjukan topeng. Pada tahap
awal, seni pertunjukan tradisional adalah salah satu dari berbagai cara untuk
komunikasi umum yang intens. Komunikasi seni adalah pengalaman yang berharga
yang bermula dari imajinasi kreatif. Murgiyanto (2004:49) berpendapat bentuk, fungsi
dan makna akan mengungkapkan mengenai isi dan pesan, latar belakang zaman,
kehidupan masyarakat lampau dan pemikiran seniman pada saat bersangkutan masih
hidup.
Begitupun seni pertunjukan yang akan dibahas dalam penelitian ini: tembut-
tembut memiliki fungsi sebagai sarana ritual, dimana tembut-tembut digunakan sebagai
sarana atau alat untuk memanggil hujan (ndilo wari udan). Menurut kepercayaan
tradisional masyarakat Desa Seberaya, apabila hujan tidak turun, ada banyak faktor
penyebabnya, antara lain adanya hantu (begu), keramat dan penguasa-penguasa gaib
pada suatu tempat di Desa Seberaya. Dalam hal ini, tembut-tembut diharapkan dapat
membujuk atau mengusir kekuatan tersebut yang menghalangi turunnya hujan. Dalam
upacara ndilo wari udan ini nantinya akan ditanyakan kemauan dari kekuatan gaib yang
menghalangi turunnya hujan agar tidak lagi menghalangi turunnya hujan ke desa.
9
2.2.3 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Wisata
kualitas hidup seniman dan wisatawannya. Seni pertunjukkan tradisional dalam koteks
pariwisata budaya yang dikutip dari Ardika (2007:32), maka seni pertunjukan
memiliki motivasi budaya dengan tujuan yang lebih eksklusif seperti tujuan studi,
Menurut James J. Spillane (2003) dalam Ardika (2007:83) menyatakan bahwa produk
pariwisata budaya yakni salah satunya seni pertunjukan tradisional mempunyai pasar
khusus yakni kaum pekerja pengetahuan (knowledgeworkers) yang berusia lanjut atau
memasuki masa tuanya. Mereka umumnya mempunyai uang dan waktu luang untuk
Jiang (2008: 3-4) mengatakan pariwisata budaya adalah kegiatan bisnis dan
atau area yang memiliki aspek-aspek sosial dan unik dari sejarah lokal, pemandangan
dan budaya) banyak turis yang memilih aktivitas pada suatu pemahaman dan
pengalaman budaya yang berbeda dari budaya dirinya; hal tersebut yang kemudian
disebut sebagai ―heritage tourism atau pariwisata yang berbasis pada budaya dan
pelestariannya‖. Heritage tourism adalah segmen dari culture tourism dan merupakan
10
2.3 Landasan Teori: Teori Tourism Planning (Colin Michael Hall)
1. Vision oriented: Secara utuh mengetahui aturan-aturan pariwisata yang digunakan untuk
2. Objective oriented: Secara utuh memahami kebutuhan yang dapat diukur secara jelas
3. Integrative: Memahami secara jelas mengenai isu-isu perencanaan pariwisata yang telah
antara kebutuhan pengunjung dan juga secara sukses dapat menguasai persaingan pasar
wisata.
kekuatan sesungguhnya namun tetap berada pada jalur protection, autentik, dan kualitas
6. Consultative: Memberikan sesuatu yang berarti dalam suatu komunitas dan komunikatif
sehingga dapat menciptakan sosial dan stakeholder yang dapat menentukan keputusan
yang tepat.
dari ―tourism planning‖. Maka dari itulah, peneliti berusaha memuat suatu studi kasus
lain yang terdapat di Desa Seberaya. Adapun suatu perencanaan pariwisata merupakan
suatu strategi yang secara esensial bertujuan untuk membentuk suatu formula bisnis
11
pariwisata yang didalamnya terdapat suatu muatan kompetensi yang mempunyai goal.
Penerapan teori ini sangat sistematik dan mengarah pada perlakuan dari sustainable
(tempat yang memiliki karakter), place as fixed environment (tempat yang miliki
lingkungan yang baik), place as service provider (tempat yang memiliki penyedia jasa),
―a strategic vision for the organization, proceeds through creating strategies that
determine how the vision can be used to guide the organization’s effort, continues with
developing appropriate tactics to implement the strategic plans, and the leads to the
implementation and operational steps that all members of the organization must carry
out in the day-to-day running of the enterprise (2008:114).
Appreciative inquiry merupakan suatu pendekatan yang dapat bersifat teori,
filosofis maupun proses. Appreciative inquiry adalah suatu pendekatan yang kooperatif
dan ko-evolusionari yang banyak digunakan oleh berbagai organisasi besar di dunia
1. The change agenda is considered: “what are you trying to accomplish? What is
your purpose?”. Langkah ini di fokuskan untuk menciptakan topik yang positif
dan mengembangkan objektifitas tujuan yang jelas bagi pelaksana teori ini.
12
2. Adanya form atau rancangan pelaksanaan, tidak hanya sekedar rencana semata
namun dapat diadaptasi secara aplikatif sehingga sesuai dalam situasi apapun,
apa yang kemudian harus kamu tentukan agar projek yang sedang dikerjakan
dapat sukses nantinya? Langkah ini secara general terlibat dalam micro-level
destiny)‖
13
2.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian dan data kualitatif yang secara khusus
diarahkan kepada penelitian kasus (penelitian kasus adalah penelitian melalui informan
ini merupakan suatu rangka penelitian studi kasus, dengan intensitas kedalaman hasil
validitas data yang tinggi. Penelitian diadakan di Desa Seberaya. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: observasi partisipan, wawancara
yaitu Segel Karo Sekali, Dwikora Sembiring Depari, Heppy Sinulingga, Sinulingga,
Travel Agent, Dinas Pariwisata Kabupaten Karo) dan dokumentasi. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis SWOT
Pada potensi pariwisata budaya seni pertunjukan tradisional karo yang menjadi
topik masalah pertama adalah apa potensi pariwisata budaya seni pertunjukan
pertanyaan ini didapati data-data seperti (1) sejarah pertemuan tembut-tembut seberaya
dan pariwisata dimana substansi ini menjawab mengenai awal pertemuan antara seni
pertunjukan dan pariwisata. Hal ini penting, terutama keterkaitannya dengan landasan
teori dimana Hall menyatakan bahwa setidaknya daya tarik wisata yang diteliti pernah
seberaya dibandingkan dengan seni pertunjukan yang serupa. Substansi ini menjawab
14
(Liege), Centre Culturel Des Roches (Rochefort), Koninklijk Conservatorium
Woluwe St. Pierre (Bruxelles) dan Verainshaus (Garnich/ Luxembourgh). (3) sistem
perbedaan struktur pementasan pada saat pentas dilakukan dengan moment sakral
(pemanggilan hujan) dengan profan (acara politik dan hal-hal yang bersifat situasional
lainnya). (4) perkembangan fungsi dan cerita tembut-tembut seberaya—dimana hal ini
tradisional ini. Substansi ini sangat urgent diteliti sebagai sebuah informasi pencatatan
sejarah yang akan diterima baik bagi pihak masyarakat lokal maupun wisatawan yang
akan berkunjung. (5) nilai-nilai sosial yang terdapat pada tembut-tembut seberaya—
substansi ini menegaskan mengenai makna yang tersirat dari seni pertunjukan ini
sehingga baik penyaji maupun penonton mampu meresapi makna filosofis dari
pembuatan seni pertunjukan tembut-tembut seberaya. (6) unsur-unsur dan nilai yang
terdapat karakter manusia dan karakter hewan, gaya yang dituangkan pun berbeda. (8)
merupakan orang-orang yang dilibatkan dan mempunyai peran lisan yang secara
otomatis terjadi dalam pementasan tembut-tembut ini, (9) pesona atraksi tembut-tembut
15
penikmat dan penyajinya memang di libatkan pada setiap unsur dalam kehidupan
masyarakat seberaya. Hal inilah yang menjadi sasaran peneliti dalam menterjemahkan
mengenai kelayakan seni pertunjukan tradisional ini dalam ketentuan dan selera pasar
berdasarkan bentuk, fungsi dan makna perlu dilakukan untuk menjelaskan; apakah seni
wisatawan. Ternyata terungkap bahwa atraksi ini sangat atraktif dan mengandung
banyak wawasan untuk disajikan kepada wisatawan. Setelah membuktikan bahwa seni
dari pengembangan seni pertunjukan tradisional ini. Didapati bahwa prospek bisnis ini
sangat baik untuk dilakukan pada bulan-bulan dimana tingkat kunjungan wisatawan
tinggi ke Kabupaten Karo yaitu pada bulan akhir bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus
dan pertengahan September. Setelahnya disusun strategi untuk menarik minat dan
tuntutan pasar di Kabupaten Karo dengan membuat beberapa strategi dan program yang
Didapati bahwa seni pertunjukan ini harus dijawab dengan beberapa strategi
16
Atraksi Wisata, Program kerjasama dengan travel agent, Program kerjasama dengan
Masyarakat, Pengadaan Pintu Masuk dan Papan Nama Kawasan, Perbaikan sarana
wisata seperti perbaikan toilet, pengadaan kantor lembaga masyarakat dan pariwisata,
Apabila seluruh strategi dan program ini diperhatikan secara seksama, maka
guratan tersebut sehingga dapat tercipta suatu tahapan solusi dalam perspektif
17
BAB III
3.1 Simpulan
Penelitian ini beranjak dari dua konten permasalahan yaitu seni pertunjukan
tradisional dan manajemen pariwisata budaya. Adapun seni pertunjukan yang menjadi
Penelitian ini berusaha mengungkapkan potensi wisata ataupun potensi seni yang
dapat dipertunjukan untuk wisatawan dalam rangka difrensiasi produk wisata dengan
yang disebutkan pada rumusan masalah sebelumnya, maka simpulan dari penelitian
ini adalah:
fungsi dan makna, yang akhirnya menjawab bahwa bentuk tarian ini sangat
yang atraktif dan layak dikembangkan menjadi konsumsi wisata budaya yang
berprospek cerah. Hal lainnya yang mendukung, seperti; adanya sejarah dan
pristiwa yang dikisahkan, adanya makna atau pesan yang tersirat untuk
penikmat dan pelakunya, dan tentunya, dalam seni pertunjukan ini, seluruh
18
berjumlah 400.000-an orang per-tahunnya menjadi suatu peluang yang besar
daya tarik dan Permintaan akan Kalender event (festival) wisata, menjadi suatu
entrepreneurship tourism.
mampu memberikan solusi dari setiap permasalahan yang ada, seperti: strategi
19
lembaga masyarakat dan pariwisata, pengadaan panggung hiburan yang khusus
3.2 Saran
tidak menutup kemungkinan akan hilang. Meskipun keluarga dari Pirei Sembiring
Depari akan tetap menjaga keberadaan tembut-tembut, namun jika tidak didukung
oleh masyarakat Karo dan pemerintah, akan sia-sia. Kepada pihak pemerintahan
Kabupaten Karo, agar semakin mendukung pelestarian budaya Karo seperti tembut-
tembut dan aset budaya lainnya misalnya dengan mengikutsertakan aset budaya
nasional. Dengan demikian, masyarakat akan merasa bangga dengan budayanya dan
ikut bersama melestarikannya. Akhir kata yang menjadi kunci dalam pengembangan
pariwisata adalah rasa sensitivitas yang besar dalam memelihara budaya lokal dan
membaca kelemahan produk sebagai peluang pasar yang menjanjikan. Dalam konteks
pembangunan pariwisata Indonesia, hal ini masih sangat lebay untuk difikirkan.
Karena akhirnya akan berhenti pada rasa kesadaran dan kemauan untuk melakukan
Darren Lee Ross dan Conrad Lashley (2009) dalam bukunya Entrepreneurship And
20
DAFTAR PUSTAKA
21