Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Jurnal Samerdanta 1091061008

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

JURNAL

MANAJEMEN SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL


KARO TEMBUT-TEMBUT SEBERAYA:
PERSPEKTIF PARIWISATA BUDAYA

SAMERDANTA SINULINGGA

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
ABSTRAK
Manajemen Seni Pertujukan Tradisonal Batak Karo
Tembut-Tembut Seberaya
(Perspektif Pariwisata)

Pariwisata budaya merupakan perjalanan dan aktivitas yang secara autentik


merepresentasikan cerita masyarakat. Sumber daya ini mengarah pada cara hidup, termasuk
seni pertunjukan dan musik. tembut-tembut seberaya adalah contoh kasus dalam penelitian
ini. tembut-tembut memuat berbagai masalah yang membuatnya layak untuk diteliti.
Permasalahan tersebut seperti duplikasi, tidak terdapatnya kalender event wisata, kurangnya
perhatian, dan fungsi yang masih bertentangan dengan agama. Semua hal ini mengerucut
pada satu kemungkinan yaitu ―kepunahan‖. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian pun
dilakukan dengan menggunakan manajemen seni pertunjukan tradisional yang berdasar pada
teori perencanaan pariwisata Hall (2009). penelitian dilakukan dalam tiga tahap, pertama:
identifikasi potensi wisata budaya tembut-tembut seberaya berdasarkan bentuk, fungsi dan
makna, kedua: memastikan prospek bisnis yang ada di dalamnya namun tetap pada pakem
sustainable tourism development, ketiga: menentukan strategi dan program yang tepat untuk
mengantar solusi terhadap permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan hal tersebut peneliti
menggunakan data kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan analisa SWOT agar
mampu mengantar peneliti pada clustering berbagai daya dukung. Didapati bahwa seni
pertunjukan ini harus dijawab oleh beberapa strategi dan program seperti Strategi Kerjasama;
Strategi Promosi, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Strategi peningkatan kenyamanan dan
keamanan melalui lembaga pengamanan; Strategi Kreatif / Desain Atraksi Wisata, Strategi
Perbaikan Penunjang Pariwisata Di Destinasi Wisata. Dimana ada berbagai program yang
direomendasikan seperti Program Kerjasama Pemasaran dengan Biro Perjalanan Wisata,
Pengadaan event atau festival tembut-tembut seberaya, Program Peningkatan Kenyaman dan
Keamanan Destinasi Wisata, Program Untuk Wisatawan, Program Kreatif/Desain Atraksi
Wisata, Program kerjasama dengan travel agent, Program kerjasama dengan pemerintah,
Program wisata lainnya (program tambahan), Membentuk lembaga pengelola khusus antara
masyarakat dengan aktivitas pariwisata, Program Regenerasi, Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM), Program Pemberdayaan Masyarakat, Pengadaan Pintu Masuk dan
Papan Nama Kawasan, Perbaikan sarana wisata seperti perbaikan toilet, pengadaan kantor
lembaga masyarakat dan pariwisata, pengadaan panggung hiburan yang khusus untuk sajian
tembut-tembut seberaya.
Apabila seluruh strategi dan program ini diperhatikan secara seksama, maka akan
menggambarkan berbagai guratan keunggulan dan permasalahan tembut-tembut seberaya
sebagai komoditas budaya yang membutuhkan pemecahan masalah. Hasil penelitian
diharapkan mampu mengungkapkan, menjelaskan dan mengelompokkan guratan tersebut
sehingga dapat tercipta suatu tahapan solusi dalam perspektif pariwisata budaya yang
berkelanjutan.

Kata Kunci: Seni Pertunjukan Tradisional, Tembut-Tembut Seberaya, Teori Perencanaan


Pariwisata Hall dan Manajemen Seni Pertujukan Wisata

2
ABSTRACT

Management Of Traditional Theatre Batak Karo


Tembut-Tembut Seberaya:
Cultural Tourism Perspective

Heritage tourism management in post tourism expectation is a fundamental in the


way to get research target. Community, Market Driven, Involvement and Interpretation are
the new understanding to answer a lot of problems about tembut-tembut. They are:
duplication, tourism event’s calendar, carelessness, and contradiction between the functions
of tembut-tembut and religion. Regarding to the reason, to arrange a plan to get solution for
this problem, researcher divided the problems into sub-problems, first identification about
prospect of tembut-tembut attraction based on form, function and meaning. Second: determine
the prospect of business inside this attraction, third: determine the strategy and program
coincidentally to take the solution over the problems.
Referring to this phenomenon, this research was arranged to use traditional art
attraction management based on tourism plan theory from Colin Michael Hall (2009). Of
which the formulation of this theory should be based on some issues such as stakeholder
demands, perceived need, response to crisis, best practice, adaptation, innovation and
diffusion of idea.
In order to get it, qualitative data was used, special interview and SWOT analysis so
that it is able to cluster some supporting facility of traditional attraction prospect.
The result showed that this attraction should be explained by some strategy and
program such as: relationship, promotion, community development, security and amenities
development strategies by means of strategies : security organization, design and creative of
tourism attraction , tourism facilities maintain strategies in tourism destination where there
are many recommended programs such as marketing relation program with travel agent
creative event / festival tembut-tembut seberaya, amenities and security development in
tourism destination program, tourist activity program, tourism attraction creativity program,
relationship program with travel agent, relationship program with government, additional
tourism program, create specific management organization between community tourism
activity, regeneration program, human development program, society development, creation
entrance and billboard tourism and community organization office, create entertainment stage
specifically for tembut-tembut seberaya attraction.
If all of strategy and programs were attended specifically it will describe a lot of
strength and weakness of tembut-tembut seberaya management. The result of this research
expected to answer, explain and classify it so that it is able to make a recommendation
process in sustainable tourism in cultural perspective

Keyword: traditional art attraction, understanding of tourism and culture issues, tourism
culture management.

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Aliran filosofi pariwisata yang positif dalam wujud kompromi ―Post Tourism‖

mengedepankan ―Sustainable Tourism Development‖ dalam idenya, yang artinya

kemampuan Post tourism dalam penelitian ini merupakan suatu kegiatan manajerial.

Ada beberapa tema yang menjadi core dari konsep ini seperti: tourism industry needs to

be proactive in managing its impacts, tourism has developed to a point where it may be

uncontrollable, require new forms of planning and management to control its effects,

enrich our lives as a consumer product, Page (2007:429). Perspektif tersebut sejalan

dengan inti materi Pariwisata Budaya. Inti materi tersebut mengakar pada Global Code

Of Ethics For Tourism (UNWTO) yang terjabarkan dalam pernyataan:

pasal pertama: Tourism’s contribution to mutual understanding and respect


between peoples and societies; pasal ketiga: Tourism, a factor of sustainable
development; pasal ke-empat: Tourism, a user of the cultural heritage of mankind and a
contributor to its enhancement; pasal ke-lima: Tourism, a beneficial activity for host
countries and communities; pasal ke-enam: Obligations of stakeholders in tourism
development; dan pasal ke-sembilan: Rights of the workers and entrepreneurs in the
tourism industry.
Wiendu Nuryanti (Jurnal: Seni Pertunjukan Dan Pariwisata: Peluang Dan

Tantangan) dalam Santosa (2004:19-28) menyatakan: Peran dan konstribusi seni

pertunjukan terhadap perkembangan kepariwisataan tidak perlu dipertanyakan lagi.

Bahkan di beberapa daerah yang memiliki potensi daya tarik budaya, keberadaan seni

pertunjukan seringkali justru menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan untuk

berkunjung ke daerah tersebut. Perhatian atau minat terhadap seni pertunjukan

tradisional memang masih merupakan motivasi yang dominan dari wisatawan untuk

melihat keunikan dan keautentikan unsur-unsur budaya lokal. Nilai strategis yang dapat

dicapai melalui upaya pengembangan seni pertunjukan dalam kiprah kepariwisataan

nasional adalah dalam upaya pembentukan image yang positif yang akan memberikan

4
keunggulan komperatif dalam persaingan global/regional, di sisi lain upaya-upaya

untuk memacu pengembangan seni pertunjukan merupakan langkah strategis untuk

melestarikan dan memacu kreatifitas budaya, disamping sebagai upaya untuk

memberdayakan masyarakat/komunitas seni pertunjukan.

Berdasarkan hal ini, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo

(2009:35) meyakini bahwa Kabupaten Karo sebagai salah satu destinasi wisata

mampu memberikan pengalaman pariwisata budaya (seni pertunjukan) tersebut.

Potensi Berastagi sebagai pusat kunjungan wisatawan, dapat dijadikan suatu

kesempatan untuk mempromosikan pariwisata Budaya Karo bagi wisatawan yang

berkunjung. Selain pariwisata budaya, Kabupaten Karo juga menawarkan

keragaman wisata yang dapat menjadi pertimbangan para wisatawan untuk

berkunjung seperti: (1) Wisata alam yaitu panorama alam (danau, gunung berapi dan

pemandian air panas), (2) Agro wisata (kebun jeruk, kol, bunga, dll), (3) Wisata

kuliner/belanja (pasar tradisional, pasar buah dll), (4) Wisata budaya (desa/perkampung

budaya, benda budaya/situs dan pakaian adat), (5) Peninggalan sejarah (puntungan

meriam putri hijau, museum dan peninggalan bangunan arsitektur zaman belanda), (6)

Wisata minat khusus (lintas alam, arung jeram dll), (7) Atraksi wisata (tari-tarian, pesta dan

upacara adat), Departemen Pariwisata Kabupaten Karo (2009:7)

Dari tujuh atraksi ini, yang menjadi fokus penelitian secara spesifik adalah

seni pertunjukkan tradisional Batak Karo: tembut-tembut seberaya. Menurut

Canadian Tourism Commission (CTC), et al (2003:18-20) strategi manajemen

pariwisata budaya ini sangat membutuhkan kreativitas: (1) pemerintah (terutama

dalam kebijakan dan pelaksanaannya), (2) pelaku bisnis pariwisata (3 sektor kunci

industri pariwisata yaitu akomodasi dan fasilitasnya, travel agent dan destinasi -

5
destinasi kunci yang menjadi pusat perhatian wisatawan), dan (3) masyarakat

tradisional karo yang masih awam terhadap makna dan fungsi pariwisata.

Perlu adanya kesepahaman dari berbagai pihak untuk merencanakan suatu

konsep pariwisata budaya yang inovatif. Mengapa Kabupaten Karo harus memiliki

rancangan manajemen untuk pariwisata budaya? Jawaban ini mengacu pada penelitian

Santosa (2004:1) yang menyatakan "terkait dengan unsur kesenian, John Naisbit pernah

meramalkan, bahwa salah satu sektor yang akan dipertempurkan pada abad informasi

adalah kesenian. Negara-negara yang kaya karya seni akan mengeruk banyak

keuntungan, apalagi bila mampu mengelolanya secara profesional‖.

Berdasarkan hal tersebut, revitalisasi tembut-tembut Batak Karo melalui

pariwisata dilandaskan pada permasalahan berikut: (1) tembut-tembut seberaya,

mempunyai fungsi sebagai pemanggil hujan dan digunakan untuk menakut-nakuti

orang yang mempunyai niat jahat terhadap Desa Seberaya, prosesi pemanggilan hujan

dilakukan dengan kata-kata yang tidak lazim (mantra pemanggilan hujan), beberapa hal

tersebut (pemanggilan hujan dan penggunaan kata yang tidak lazim) menjadikannya

suatu hal yang kurang diterima di kalangan Masyarakat Seberaya dalam konteks

kekinian (2) duplikasi (3) kalender event wisata (4) masyarakat budaya karo belum

mendapatkan strategi dan pelaksanaan yang nyata dari Pemerintah Kabupaten Karo.

Maka dari itu, penelitian ini terinspirasi dari wawancara peneliti dengan

Ardika pada tahun 2010, ia mengatakan bahwa "dalam masyarakat Indonesia,

kebudayaan yang terpisah dari unsur agama akan banyak mengalami tantangan, yang

perlu dilakukan adalah memberikan nilai ekonomi pada sisi kebudayaan itu. Apabila

kebudayaan tidak sinergi dengan agama dan juga tidak memberikan manfaat ekonomi,

maka masyarakat akan meninggalkan kebudayaan tersebut. Propanisasi budaya sangat

baik diterapkan untuk kasus-kasus seperti kebudayaan karo tersebut"

6
1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apa potensi pariwisata budaya seni pertunjukan tradisional karo tembut-tembut

berdasarkan bentuk, fungsi dan makna?

2. Bagaimana prospek pengembangan pariwisata budaya seni pertunjukan tradisional

karo tembut-tembut berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal?

3. Bagaimana manajemen pariwisata budaya seni pertunjukkan tradisional karo

tembut-tembut berdasarkan potensi tersebut?

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka dan Konsep

Untuk mempertajam lingkup penelitian mengenai manajemen pariwisata

budaya seni pertunjukan tradisional karo (tembut-tembut seberaya) maka peneliti

berpedoman pada penelitian sebelumnya antara lain: pertama, Penelitian Ida Ayu

Pradnyani tahun 2005 yang berjudul Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan

(Kasus Seni Pertunjukan Wisata Di Desa Batu Bulan, Kabupaten Gianyar). Kedua,

penelitian Nur Cahaya Bangun tahun 2003 yang berjudul Strategi Pengembangan

Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif Di Desa Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera

Utara. Ketiga, penelitian Indah Sista Prabandari tahun 2010 yang berjudul Pawai Ogoh-

Ogoh Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Adat Kuta Kecamatan Kuta Kabupaten

Badung. Keempat, Firman Eka Sebayang tahun (2010) yang berjudul Komodifikasi Si

Gale-Gale Sebagai Atraksi Wisata Di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo,

Kabupaten Samosir (Batak Toba).

2.2 Deskripsi Konsep

2.2.1 Konsep Manajemen Pariwisata

Follet (1960) dalam Pitana (2009:81) yang memberikan tekanan pada

manajemen pariwisata bahwa ―koordinasi merupakan fungsi utama dan terpenting

dalam memanajemen pariwisata. Pembahasan terhadap koordinasi harus dipisahkan dan

memerlukan pembahasan tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi seorang

manajer untuk menterjemahkan sebuah informasi seperti: perencanaan, pengawasan

dan mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis kedalam seluruh fungsi

manajerial yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan perencanaan (planning),

pengarahan (directing) dan pengawasan (controlling)‖.

8
2.2.2 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Karo (Tari Topeng Tembut-

Tembut Seberaya)

Sesuai dengan corak kebudayaan dan lingkungan daerahnya, bentuk topeng

dan pakaian tari dapat menunjukkan identitas watak peran. Bentuk, fungsi dan makna

merupakan suatu kajian yang dapat digunakan untuk menggali potensi setiap seni

pertunjukan di Indonesia termasuk di Batak. Ketiga hal tersebut dapat menjadi kajian

mendalam mengenai berbagai aspek penyajian seni pertunjukan topeng. Pada tahap

awal, seni pertunjukan tradisional adalah salah satu dari berbagai cara untuk

melukiskan dan berkomunikasi. Seni pertunjukan tradisional merupakan suatu bentuk

komunikasi umum yang intens. Komunikasi seni adalah pengalaman yang berharga

yang bermula dari imajinasi kreatif. Murgiyanto (2004:49) berpendapat bentuk, fungsi

dan makna akan mengungkapkan mengenai isi dan pesan, latar belakang zaman,

kehidupan masyarakat lampau dan pemikiran seniman pada saat bersangkutan masih

hidup.

Begitupun seni pertunjukan yang akan dibahas dalam penelitian ini: tembut-

tembut memiliki fungsi sebagai sarana ritual, dimana tembut-tembut digunakan sebagai

sarana atau alat untuk memanggil hujan (ndilo wari udan). Menurut kepercayaan

tradisional masyarakat Desa Seberaya, apabila hujan tidak turun, ada banyak faktor

penyebabnya, antara lain adanya hantu (begu), keramat dan penguasa-penguasa gaib

pada suatu tempat di Desa Seberaya. Dalam hal ini, tembut-tembut diharapkan dapat

membujuk atau mengusir kekuatan tersebut yang menghalangi turunnya hujan. Dalam

upacara ndilo wari udan ini nantinya akan ditanyakan kemauan dari kekuatan gaib yang

menghalangi turunnya hujan agar tidak lagi menghalangi turunnya hujan ke desa.

9
2.2.3 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Wisata

Tujuan akhir dari kerja seni pertunjukan pariwisata adalah peningkatan

kualitas hidup seniman dan wisatawannya. Seni pertunjukkan tradisional dalam koteks

pariwisata, adalah merupakan ranah pariwisata budaya. Apabila dicerna pengertian

pariwisata budaya yang dikutip dari Ardika (2007:32), maka seni pertunjukan

pariwisata diperuntukkan oleh orang-orang yang melakukan perpindahan yang

memiliki motivasi budaya dengan tujuan yang lebih eksklusif seperti tujuan studi,

mempertinggi tingkat budaya seseorang, memberi pengetahuan dan pengalaman.

Menurut James J. Spillane (2003) dalam Ardika (2007:83) menyatakan bahwa produk

pariwisata budaya yakni salah satunya seni pertunjukan tradisional mempunyai pasar

khusus yakni kaum pekerja pengetahuan (knowledgeworkers) yang berusia lanjut atau

memasuki masa tuanya. Mereka umumnya mempunyai uang dan waktu luang untuk

pesiar atau berpergian.

2.2.4 Konsep Pariwisata Budaya

Jiang (2008: 3-4) mengatakan pariwisata budaya adalah kegiatan bisnis dan

prakteknya untuk menarik dan mengakomodasikan pengunjung/wisatawan ke tempat

atau area yang memiliki aspek-aspek sosial dan unik dari sejarah lokal, pemandangan

dan budaya) banyak turis yang memilih aktivitas pada suatu pemahaman dan

pengalaman budaya yang berbeda dari budaya dirinya; hal tersebut yang kemudian

disebut sebagai ―heritage tourism atau pariwisata yang berbasis pada budaya dan

pelestariannya‖. Heritage tourism adalah segmen dari culture tourism dan merupakan

segmen yang paling cepat dan tepat untuk dikembangkan.

10
2.3 Landasan Teori: Teori Tourism Planning (Colin Michael Hall)

Adapun elemen-elemen yang sinergistik terhadap proses perencanaan

pariwisata, Hall membaginya menjadi 5 unsur yaitu (2008:102):

1. Vision oriented: Secara utuh mengetahui aturan-aturan pariwisata yang digunakan untuk

mencapai tujuan suatu komunitas.

2. Objective oriented: Secara utuh memahami kebutuhan yang dapat diukur secara jelas

(tidak utopis) yang dapat membawanya pada monitoring dan evaluasi

3. Integrative: Memahami secara jelas mengenai isu-isu perencanaan pariwisata yang telah

dan sedang berkembang sehingga dapat mencapai mainstream ekonomi, sosial,

konservasi dan heritage.

4. Market driven: Merencanakan untuk mengembangkan situs yang dapat mempertemukan

antara kebutuhan pengunjung dan juga secara sukses dapat menguasai persaingan pasar

wisata.

5. Resource driven: Mengembangkan aset-aset yang dapat membangun destinasi kepada

kekuatan sesungguhnya namun tetap berada pada jalur protection, autentik, dan kualitas

6. Consultative: Memberikan sesuatu yang berarti dalam suatu komunitas dan komunikatif

sehingga dapat menciptakan sosial dan stakeholder yang dapat menentukan keputusan

yang dapat diterima populasi lokal

7. Systematic: Mengelola penelitian untuk menyediakan kemampuan konseptual untuk

perencanaan pariwisata di suatu daerah. Secara umum tujuannya adalah untuk

menggambarkan kekuatan dari suatu pengalaman wisata di destinasi oleh benchmarking

yang tepat.

Hall sangat menyadari mengenai luasnya pemahaman yang dapat dinyatakan

dari ―tourism planning‖. Maka dari itulah, peneliti berusaha memuat suatu studi kasus

yang setelahnya diharapkan dapat mensinergikan dan mengangkat potensi-potensi yang

lain yang terdapat di Desa Seberaya. Adapun suatu perencanaan pariwisata merupakan

suatu strategi yang secara esensial bertujuan untuk membentuk suatu formula bisnis

11
pariwisata yang didalamnya terdapat suatu muatan kompetensi yang mempunyai goal.

Penerapan teori ini sangat sistematik dan mengarah pada perlakuan dari sustainable

tourism development dan coordination yang membentuk suatu paradigma theory

perencanaan pariwisata yang memiliki kompetensi tinggi di bidanganya. Ketentuan

penerapan teori ini harus berdasarkan pada komponen-komponen ketentuan destinasi

wisata pada umumnya livability, investibility, visitability seperti: place as character

(tempat yang memiliki karakter), place as fixed environment (tempat yang miliki

lingkungan yang baik), place as service provider (tempat yang memiliki penyedia jasa),

place as entertainment and recreation (tempat yang memiliki hiburan)

Hall menyatakan bahwa suatu strategi perencanaan pariwisata seyogyanya

memiliki pemikiran yang berkesinambungan. Pemikiran yang berkesinambungan

tersebut dimulai dari suatu cara memformulasikan

―a strategic vision for the organization, proceeds through creating strategies that
determine how the vision can be used to guide the organization’s effort, continues with
developing appropriate tactics to implement the strategic plans, and the leads to the
implementation and operational steps that all members of the organization must carry
out in the day-to-day running of the enterprise (2008:114).
Appreciative inquiry merupakan suatu pendekatan yang dapat bersifat teori,

filosofis maupun proses. Appreciative inquiry adalah suatu pendekatan yang kooperatif

dan ko-evolusionari yang banyak digunakan oleh berbagai organisasi besar di dunia

dalam mengembangkan dan mengkualitaskan produk dan pekerjanya. Ada 3 proses

dalam appreciative inquiry:

1. The change agenda is considered: “what are you trying to accomplish? What is

your purpose?”. Langkah ini di fokuskan untuk menciptakan topik yang positif

dan mengembangkan objektifitas tujuan yang jelas bagi pelaksana teori ini.

12
2. Adanya form atau rancangan pelaksanaan, tidak hanya sekedar rencana semata

namun dapat diadaptasi secara aplikatif sehingga sesuai dalam situasi apapun,

tergantung dari situasi tempat.

3. An inquiry strategy is developed: ―setelah melakukan seluruh ketentuan di atas,

apa yang kemudian harus kamu tentukan agar projek yang sedang dikerjakan

dapat sukses nantinya? Langkah ini secara general terlibat dalam micro-level

choices. Micro-level tersebut adalah ―4 d model‖ (discovery, dream, design and

destiny)‖

Sebuah proses perencanaan strategik biasanya di-inisiasikan atas pertimbangan

beberapa alasan, termasuk:

1. Stakeholder demands: permintaan terhadap strategic plan terkadang di inisiasikan


atas permintaan tourism industry, conservation group atau pemerintah.
2. Perceived need: merupakan suatu keterdesakan bahwa industry maupun
pemerintah memang sangat membutuhkan suatu strategi baru yang mampu
develop new arrangements, structures, and strategies with which to develop
sustainable tourism.
3. Response to crisis: permintaan terhadap strategi perencanaan, terkadang di
inisiasikan karena adanya sistem manajemen atau perencanaan (saat ini) yang
gagal dalam mengadaptasi suatu pristiwa misalkan menurunnya jumlah
kunjungan wisatawan dikarenakan semakin banyaknya kekecewaan yang
wisatawan dapatkan setelah berkunjung ke suatu destinasi wisata.
4. Best practice: seorang manajer melakukan proaktif terhadap suatu ide dan teknik
perencanaan pariwisata yang baru. Intinya, strategic planning dibutuhkan dalam
rangka pengembangan produk atau sistem jasa yang lebih baik dari sebelumnya.
5. Adaptation, innovation and diffusion of idea: strategic planning dibutuhkan
karena adanya usaha dari dalam organisasi untuk melakukan perluasan atau
penyebaran ide usaha diatara tourism planning dan management agent.

13
2.4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian dan data kualitatif yang secara khusus

diarahkan kepada penelitian kasus (penelitian kasus adalah penelitian melalui informan

dengan sifat interpretatif) dengan pendekatan Teori Perencanaan Pariwisata. Penelitian

ini merupakan suatu rangka penelitian studi kasus, dengan intensitas kedalaman hasil

validitas data yang tinggi. Penelitian diadakan di Desa Seberaya. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: observasi partisipan, wawancara

medalam (Informan Pangkal: Hesron Sinulingga, Informan kunci: budayawan karo

yaitu Segel Karo Sekali, Dwikora Sembiring Depari, Heppy Sinulingga, Sinulingga,

Travel Agent, Dinas Pariwisata Kabupaten Karo) dan dokumentasi. Metode analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis SWOT

(strength, weakness, opportunities, threats)

2.5 Hasil Penelitian

Pada potensi pariwisata budaya seni pertunjukan tradisional karo yang menjadi

topik masalah pertama adalah apa potensi pariwisata budaya seni pertunjukan

tradisional karo tembut-tembut berdasarkan bentuk, fungsi dan makna?. Dari

pertanyaan ini didapati data-data seperti (1) sejarah pertemuan tembut-tembut seberaya

dan pariwisata dimana substansi ini menjawab mengenai awal pertemuan antara seni

pertunjukan dan pariwisata. Hal ini penting, terutama keterkaitannya dengan landasan

teori dimana Hall menyatakan bahwa setidaknya daya tarik wisata yang diteliti pernah

bersentuhan langsung dengan pariwisata. (2) ciri-ciri tembut-tembut seberaya,

pembahasan ini menerangkan keistimewaan dari seni pertunjukan tembut-tembut

seberaya dibandingkan dengan seni pertunjukan yang serupa. Substansi ini menjawab

keunikan tembut-tembut seberaya dibandingkan dengan seni pertunjukan yang serupa

sehingga ia terpilih untuk pentas di 11 negara Eropa seperti Theatre De La Place

14
(Liege), Centre Culturel Des Roches (Rochefort), Koninklijk Conservatorium

(Brussel), Cultuurcentrum (Lanaken), Cultuurcentrum (Brasschaat), Cultureel Centrum

De Halle (Axel/Nederland), Stadsschouwburg (Leuven), Im Space Ludwig-Forum

(Aachen/Deutshland), Cultuurcentrum De Valkaart (Oostkamp), Centre Culturel

Woluwe St. Pierre (Bruxelles) dan Verainshaus (Garnich/ Luxembourgh). (3) sistem

acara tembut-tembut seberaya (profan versus sakral)—yang menguak perbedaan-

perbedaan struktur pementasan pada saat pentas dilakukan dengan moment sakral

(pemanggilan hujan) dengan profan (acara politik dan hal-hal yang bersifat situasional

lainnya). (4) perkembangan fungsi dan cerita tembut-tembut seberaya—dimana hal ini

menjadi penting untuk melihat perubahan-perubahan yang dialami seni pertunjukan

tradisional ini. Substansi ini sangat urgent diteliti sebagai sebuah informasi pencatatan

sejarah yang akan diterima baik bagi pihak masyarakat lokal maupun wisatawan yang

akan berkunjung. (5) nilai-nilai sosial yang terdapat pada tembut-tembut seberaya—

substansi ini menegaskan mengenai makna yang tersirat dari seni pertunjukan ini

sehingga baik penyaji maupun penonton mampu meresapi makna filosofis dari

pembuatan seni pertunjukan tembut-tembut seberaya. (6) unsur-unsur dan nilai yang

tersirat dari tembut-tembut seberaya—dimana informasi ini mencerminkan suatu

informasi akan perbedaan-perbedaan karakter yang ada di setiap guratan topeng

tembut-tembut seberaya. (7) karakter dan gaya tembut-tembut seberaya—dimana

terdapat karakter manusia dan karakter hewan, gaya yang dituangkan pun berbeda. (8)

siapa yang dilibatkan dalam pementasan tembut-tembut seberaya—dalam pementasan

tembut-tembut seberaya; pengiring musik, pertembut-tembut dan masyarakat lokal

merupakan orang-orang yang dilibatkan dan mempunyai peran lisan yang secara

otomatis terjadi dalam pementasan tembut-tembut ini, (9) pesona atraksi tembut-tembut

seberaya yang menjelaskan berbagai kemungkinan-kemungkinan positif, bahwa

15
penikmat dan penyajinya memang di libatkan pada setiap unsur dalam kehidupan

masyarakat seberaya. Hal inilah yang menjadi sasaran peneliti dalam menterjemahkan

kehidupan budaya dengan keterlibatan pariwisata di dalamnya. Ukuran pada masing-

masing substansi dalam penjelasan unsur-unsur tersebut menjelaskan secara surfacely

mengenai kelayakan seni pertunjukan tradisional ini dalam ketentuan dan selera pasar

pariwisata. Pembahasan pada potensi seni pertunjukan tradisional karo tembut-tembut

berdasarkan bentuk, fungsi dan makna perlu dilakukan untuk menjelaskan; apakah seni

pertunjukan ini mengandung learning dan entertaining untuk disajikan kepada

wisatawan. Ternyata terungkap bahwa atraksi ini sangat atraktif dan mengandung

banyak wawasan untuk disajikan kepada wisatawan. Setelah membuktikan bahwa seni

pertunjukan ini sangat atraktif, selanjutnya diungkapkanlah bagaimana prospek bisnis

dari pengembangan seni pertunjukan tradisional ini. Didapati bahwa prospek bisnis ini

sangat baik untuk dilakukan pada bulan-bulan dimana tingkat kunjungan wisatawan

tinggi ke Kabupaten Karo yaitu pada bulan akhir bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus

dan pertengahan September. Setelahnya disusun strategi untuk menarik minat dan

tuntutan pasar di Kabupaten Karo dengan membuat beberapa strategi dan program yang

diharapkan mampu menjadi destinasi yang diharapkan oleh wisatawan.

Didapati bahwa seni pertunjukan ini harus dijawab dengan beberapa strategi

dan program seperti Strategi Kerjasama; Strategi Promosi, Strategi Pemberdayaan

Masyarakat, Strategi peningkatan kenyamanan dan keamanan melalui lembaga

pengamanan; Strategi Kreatif / Desain Atraksi Wisata, Strategi Perbaikan Penunjang

Pariwisata Di Destinasi Wisata. Dimana ada berbagai program yang direomendasikan

seperti Program Kerjasama Pemasaran dengan Biro Perjalanan Wisata, Pengadaan

event atau festival tembut-tembut seberaya, Program Peningkatan Kenyaman dan

Keamanan Destinasi Wisata, Program Untuk Wisatawan, Program Kreatif/Desain

16
Atraksi Wisata, Program kerjasama dengan travel agent, Program kerjasama dengan

pemerintah, Program wisata lainnya (program tambahan), Membentuk lembaga

pengelola khusus antara masyarakat dengan aktivitas pariwisata, Program Regenerasi,

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Program Pemberdayaan

Masyarakat, Pengadaan Pintu Masuk dan Papan Nama Kawasan, Perbaikan sarana

wisata seperti perbaikan toilet, pengadaan kantor lembaga masyarakat dan pariwisata,

pengadaan panggung hiburan yang khusus untuk sajian tembut-tembut seberaya.

Apabila seluruh strategi dan program ini diperhatikan secara seksama, maka

akan menggambarkan berbagai guratan keunggulan dan permasalahan tembut-tembut

seberaya sebagai komoditas budaya yang membutuhkan pemecahan masalah. Hasil

penelitian diharapkan mampu mengungkapkan, menjelaskan dan mengelompokkan

guratan tersebut sehingga dapat tercipta suatu tahapan solusi dalam perspektif

pariwisata budaya yang berkelanjutan.

17
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Penelitian ini beranjak dari dua konten permasalahan yaitu seni pertunjukan

tradisional dan manajemen pariwisata budaya. Adapun seni pertunjukan yang menjadi

fokus dalam penelitian adalah seni pertunjukan tradisional tembut-tembut seberaya.

Penelitian ini berusaha mengungkapkan potensi wisata ataupun potensi seni yang

dapat dipertunjukan untuk wisatawan dalam rangka difrensiasi produk wisata dengan

sasaran pengelolaan pariwisata budaya yang seutuhnya. Beranjak dari permasalahan

yang disebutkan pada rumusan masalah sebelumnya, maka simpulan dari penelitian

ini adalah:

1. Potensi seni pertunjukan tradisional karo tembut-tembut berdasarkan bentuk,

fungsi dan makna, yang akhirnya menjawab bahwa bentuk tarian ini sangat

yang atraktif dan layak dikembangkan menjadi konsumsi wisata budaya yang

berprospek cerah. Hal lainnya yang mendukung, seperti; adanya sejarah dan

pristiwa yang dikisahkan, adanya makna atau pesan yang tersirat untuk

penikmat dan pelakunya, dan tentunya, dalam seni pertunjukan ini, seluruh

orang akan terlibat dalam pelaksanaannya. Itulah potensi seni pertunjukan

tradisional tembut-tembut seberaya dalam rangka pemenuhan isu pariwisata

global seperti: meningkatnya permintaan akan heritage site dan

kesadaran/keinginan untuk mengetahui dan mengalami suatu kehidupan

budaya yang berbeda.

2. Prospek pengembangan pariwisata budaya seni pertunjukan tradisional karo

tembut-tembut berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal, di-simpulkan:

Perkembangan wisata minat khusus relatif baik, Potensi wisatawan yang

18
berjumlah 400.000-an orang per-tahunnya menjadi suatu peluang yang besar

untuk mempromosikan dan meningkatkan kunjungan wisatawan sehingga

mereka dapat menyaksikan seni pertunjukan tradisional yang dinyatakan hampir

ditinggalkan ini, Permintaan terhadap pasokan destinasi baru yang besar di

kalangan travel agent, Telah tersedianya akomodasi yang berlimpah di sekitaran

daya tarik dan Permintaan akan Kalender event (festival) wisata, menjadi suatu

prospek yang memiliki peluang besar apabila dikaitkan dengan Community

entrepreneurship tourism.

3. Akhirnya, bentuk manajemen pariwisata budaya seni pertunjukkan tradisional

karo tembut-tembut berdasarkan potensi dan prospek yang telah diutarakan

sebelumnya, maka disusun beberapa strategi dan program yang diharapkan

mampu memberikan solusi dari setiap permasalahan yang ada, seperti: strategi

kerjasama; strategi promosi, strategi pemberdayaan masyarakat, strategi

peningkatan kenyamanan dan keamanan melalui lembaga pengamanan; strategi

kreatif / desain atraksi wisata, strategi perbaikan penunjang pariwisata di

destinasi wisata. dimana ada berbagai program yang direomendasikan seperti

program kerjasama pemasaran dengan biro perjalanan wisata, pengadaan event

atau festival tembut-tembut seberaya, program peningkatan kenyaman dan

keamanan destinasi wisata, program untuk wisatawan, program kreatif/desain

atraksi wisata, program kerjasama dengan travel agent, program kerjasama

dengan pemerintah, program wisata lainnya (program tambahan), membentuk

lembaga pengelola khusus antara masyarakat dengan aktivitas pariwisata,

program regenerasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),

program pemberdayaan masyarakat, pengadaan pintu masuk dan papan nama

kawasan, perbaikan sarana wisata seperti perbaikan toilet, pengadaan kantor

19
lembaga masyarakat dan pariwisata, pengadaan panggung hiburan yang khusus

untuk sajian tembut-tembut seberaya.

3.2 Saran

Pengamatan peneliti dimana tembut-tembut seakan-akan makin terlupakan dan

tidak menutup kemungkinan akan hilang. Meskipun keluarga dari Pirei Sembiring

Depari akan tetap menjaga keberadaan tembut-tembut, namun jika tidak didukung

oleh masyarakat Karo dan pemerintah, akan sia-sia. Kepada pihak pemerintahan

Kabupaten Karo, agar semakin mendukung pelestarian budaya Karo seperti tembut-

tembut dan aset budaya lainnya misalnya dengan mengikutsertakan aset budaya

seperti tembut-tembut dalam kegiatan-kegiatan budaya yang bersifat lokal maupun

nasional. Dengan demikian, masyarakat akan merasa bangga dengan budayanya dan

ikut bersama melestarikannya. Akhir kata yang menjadi kunci dalam pengembangan

pariwisata adalah rasa sensitivitas yang besar dalam memelihara budaya lokal dan

membaca peluang dari pasar/wisatawan.

Rasa sensitivitas tersebut dapat terwujud pada tindakan kreatif dalam

membaca kelemahan produk sebagai peluang pasar yang menjanjikan. Dalam konteks

pembangunan pariwisata Indonesia, hal ini masih sangat lebay untuk difikirkan.

Karena akhirnya akan berhenti pada rasa kesadaran dan kemauan untuk melakukan

implementasi. Entrepreneurship bukan sekedar ide. Apabila mengikuti pendapat dari

Darren Lee Ross dan Conrad Lashley (2009) dalam bukunya Entrepreneurship And

Small Business Management In The Hospitality Industry maka Entrepreneurship

adalah kemampuan, personaliti, aspirasi dan pengalaman (ditujukan untuk kalangan

pemerintah, travel agent, pihak akademisi dan masyarakat lokal).

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2001. Global Code Of Ethics For Tourism. World Tourism Organization.


,2009. Potensi Pariwisata Kabupaten Karo. Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
Kabupaten Karo.
Ardika, I Wayan, 2007. Pusaka Budaya Pariwisata. Pustaka Larasan. Denpasar-Bali.
Bangun, Nur Cahaya, 2003. Strategi Pengembangan Agrowisata Sebagai Pariwisata
Alternatif Di Desa Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. Universitas
Udayana –Bali
Canadian Tourism Commission, Et Al, 2003. Co-Operation And Partnerships In
Tourism: A Global Perspective. Canada.
Hall, Colin Michael, 2008. Tourism Planning (Policies, Processes And Relationships)
Second Edition. Pearson – Prentice Hall. England
Jiang, Xuan And Andrew Homsey, 2008. Heritage Tourism Planning Guidebook
Methods For Implementing Heritage Tourism Programs In Sussex County,
Delaware. College Of Agriculture & Natural Resources College Of Human
Services, Education & Public Policy And College Of Marine And Earth Studies
- The University Of Delaware
Murgiyanto, Sal, 2004. Tradisi Dan Inovasi (Beberapa Masalah Tari Di Indonesia).
Wedatama Widya Sastra. Jakarta Selatan.
Page, Stephen, 2007. Tourism Management (Managing For Change). Butterworth-
Heinemann. Oxford.
Pitana, I Gde, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Prabandari, Indah Sista, 2010. Pawai Ogoh-Ogoh Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa
Adat Kuta Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Uniersitas Udayana.
Pradnyani, Ida Ayu, 2005. Tesis: Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan (Kasus
Seni Pertunjukan Wisata Di Desa Batu Bulan, Kabupaten Gianyar). Universitas
Udayana. Bali.
Santosa, 2004. Mencermati Seni Pertunjukkan II, Perspektif Pariwisata, Lingkungan
Dan Kajian Seni Pertunjukkan. The Ford Foundation dan STSI Surakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai