Distilasi Batch
Distilasi Batch
Distilasi Batch
Destilasi Batch
Oleh:
Kelompok 6
Kelas B
PEKANBARU
2018
i
ABSTRAK
Keywords: Distilasi, Distilasi batch, Efisiensi kolom, Power, dan Rasio refluks
iii
DAFTAR ISI
Lembar Penugasan..............................................................................................i
Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Abstrak.................................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................iv
Daftar Gambar....................................................................................................v
Daftar Tabel..........................................................................................................vi
BAB I Pendahuluan
2.1 Pernyataan Masalah.......................................................................1
2.2 Tujuan Percobaan...........................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Kolom Distilasi..............................................................................2
2.2 Kesetimbangan Uap - Cair.............................................................4
2.3 Proses Pemisahan Secara Distilasi.................................................8
BAB III Metodologi Percobaan
3.1 Alat - alat yang Digunakan............................................................18
3.2 Bahan - bahan yang Digunakan.....................................................18
3.3 Prosedur Percobaan........................................................................18
3.4 Rangkaian Alat...............................................................................20
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Percobaan.............................................................................21
4.2 Pembahasan...................................................................................22
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan....................................................................................26
5.2 Saran..............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
LAMPIRAN A PERHITUNGAN.......................................................................28
LAMPIRAN B DOKUMENTASI......................................................................33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kesetimbangan Uap-Cair pada Bubble Point dan Dew Point.......2
Gambar 2.2 Komposisi Uap-Cair pada Kesetimbangan...................................2
Gambar 2.3 Diagram x-y Benzen (A) – Toluen (B) pada P=1 atm...................8
Gambar 2.4 Diagram T-y Benzen (A) – Toluen (B) pada P=1 atm...................8
Gambar 2.5 Skema Aliran Perpindahan Massa pada Proses Distilasi...............10
Gambar 2.6 Aliran Perpindahan Massa pada Proses Distilasi Multi Tahap......11
Gambar 2.7 Distilasi Batch dengan XD Konstan...............................................14
Gambar 2.8 Distilasi Batch dengan R Konstan.................................................15
Gambar 2.9 Mekanisme Distilasi pada Tahap n di Kolom Distilasi.................16
Gambar 2.10 Diagram Seksi Enriching...............................................................17
Gambar 2.11 Diagram Seksi Stripping................................................................17
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Distilasi Batch......................................................20
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Power terhadap Efesiensi Kolom Distilasi.......23
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Rasio Refluks terhadap Efesiensi Kolom.........24
Gambar 4.1 Kondisi Optimum Berdasarkan Persamaan Fenske......................25
v
DAFTAR TABEL
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum
2
menghasilkan sistem pemroses distilasi yang tersusun menjadi integrasi bagian-
bagian yang memiliki fungsi berbeda-beda (Santosa, 2004).
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda.
Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage)
dan kedua atas dasar proses laju difusi (difusional forces).Distilasi dilaksanakan
dengan rangakaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate
tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi,
dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik didihnya. Proses ini
memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan (Santosa, 2004).
Batas perpindahan fase tercapai apabila kedua fasa mencapai kesetimbangan
dan perpindahan makroskopik terhenti. Pada proses komersial yang dituntut memiliki
laju produksi besar, terjadinya kesetimbangan harus dihindari. Distilasi pada satu
tahapannya memisahkan dua komponen, yang terdapat dalam 2 fasa, sehingga derat
kebebasannya 2. Ada 4 variabel yaitu tekanan, suhu, dan konsentrasi komponen A
pada fasa cair dan fasa uap (konsentrasi komponen B sama dengan 1 dikurangi
konsentrasi komponen A). Jika telah ditetapkan temperatur, hanya ada satu variabel
saja yang dapat diubah secara bebas, sedangkan temperatur dan konsentrasi fasa uap
didapatkan sebagai hasil perhitungan sesuai sifat-sifat fisik pada tahap kesetimbangan
(Santosa, 2004).
Kolom distilasi adalah kolom fraksionasi kontinu yang dilengkapi berbagai
perlengkapan yang diperlukan dan mempunyai bagian rektifikasi (enriching) dan
bagian stripping. Umpan dimasukkan di sekitar pertengahan kolom dengan laju
tertentu. Tray tempat masuk umpan dinamakan feed plate. Semua tray yang terletak
di atas tray umpan adalah bagian rektifikasi (enriching section) dan semua tray di
bawahnya, termasuk feed plate sendiri, adalah bagian stripping. Umpan mengalir ke
bawah pada stripping section ini, sampai di dasar kolom di mana permukaan
ditetapkan pada ketinggian tertentu. Cairan itu lalu mengalir dengan gaya gravitasi ke
dalam reboiler. Reboiler adalah suatu penguap (vaporizer) dengan pemansan uap
3
(steam) yang dapat menghasilkan komponen uap (vapor) dan mengembalikannya ke
dasar kolom. Komponen uap tersebut lalu mengalir ke atas sepanjang kolom. Pada
ujung reboiler terdapat suatu tanggul. Produk bawah dikeluarkan dari kolam zat cair
itu pada bagian ujung tanggul dan mengalir melalui pendingin. Pendinginan ini juga
memberikan pemanasan awal pada umpan melalui pertukaran kalor dengan hasil
bawah yang panas (Santosa, 2004).
Uap yang mengalir naik melalui bagian rektifikasi dikondensasi seluruhnya
oleh kondensor dan kondensatnya dikumpulkan dalam akumulator (pengumpul D), di
mana permukaan zat cair dijaga pada ketinggian tertentu. Cairan tersebut kemudian
dipompa oleh pompa refluks dari akumulator ke tray teratas. Arus ini menjadi cairan
yang mengalir ke bawah di bagian rektifikasi, yang diperlukan untuk berinteraksi
dengan uap yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan ada rektifikasi yang dapat
berlangsung dan kondensasi produk atas tidak akan lebih besar dari konsentrasi uap
yang mengalir naik dari feed plate. Kondensat yang tidak terbawa pompa refluks
didinginkan dalam penukar kalor, yang disebut product cooler dan dikeluarkan
sebagai produk atas. Karena tidak terjadi azeotrop, produk atas dan produk bawah
dapat terus dimurnikan sampai tercapai kemurnian yang diinginkan dengan mengatur
jumlah tray dan refluks ratio (Santosa, 2004).
Distilasi kontinu dengan refluks efektif memisahkan komponen-komponen
yang volatilitasnya sebanding. Dengan melakukan redistilasi berulang-ulang dapat
diperoleh komponen yang hampir murni karena jumlah komponen pengotor lain
sedikit. Metoda ini dimodifikasi menjadi lebih modern untuk diterapkan pada skala
industri dengan dihasilkannya distilasi metoda rektifikasi (Santosa, 2004).
Gambar 2.1 Kesetimbangan uap cair pada temperatur bubble dan temperatur dew
(Treybal, 1981)
Gambar 2.2 Komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan (Treybal, 1981)
5
Proses distilasi melibatkan kesetimbangan uap - cairan (vapour-liquid
equilibrium-VLE). Sistem kesetimbangan uap cairan yang ideal mengikuti hukum
Dalton dan hukum Raoult. Pada hukum Raoult’s, untuk solut ideal, tekanan parsial
uap komponen sama dengan tekanan uap murni dikali dengan fraksi komponen pada
fasa cair. Jika dirumuskan sbb:
Hukum Raoult untuk larutan ideal: pi = xi . pi0 ……………………………..(1)
Dimana : pi = tekanan parsial uap komponen
xi = fraksi komponen idi fasa cairan
pi0 = tekanan uap murni
Pada hukum Dalton, untuk gas ideal tekanan parsial komponen sama dengan
tekanan total dikali dengan fraksi uap komponen tersebut, atau dapat dirumuskan sbb:
Hukum Dalton untuk gas ideal: pi yi . P ……………………………….(2)
Dimana : pi = tekanan uap komponen
yi = fraksi komponen idi fasa uap (gas)
P = tekanan total
K i y i xi ……………………………………………………..…..(3)
yA xA yA xA
………………………………………(4)
y B x B 1 y A 1 x A
7
Diagram T – x (Gambar 2.4), digambarkan hubungan komposisi dan temperatur.
Kurva ABC disebut kurva saturated liquid atau garis gelembung. Pada titik B, dengan
temperatur T1 dan komposisi xi, cairan mulai mendidih. Titik B ini disebut dengan
bubble point (titik gelembung).
Jika uap mulai mendidih pada T1, uap yang pertama terbentuk akan mempunyai
komposisi yi, ini disebut dew point (titik embun). Kurva ADC disebut garis embun.
Dari titik B, jika temperatur terus diubah-ubah, maka cairan akan selalu
bergerak pada garis gelembung (BEH), sedangkan uap akan bergerak pada garis
embun (DFG). Inilah yang disebut dengan kesetimbangan uap-cair dalam distilasi.
Kondisi proses distilasi akan selalu berada diantara garis gelembung dan garis embun,
yaitu berada pada area ABCDA (McCabe, 1993).
Gambar 2.3 Diagram x-y Benzen(A) – Gambar 2.4 Diagram T-x Benzen (A) –
Toluen (B) pada P = 1 atm Toluen (B) pada P = 1 atm
1. Keadaan awal
Campuran A dan B (fasa cair). A adalah
komponen yang lebih
mudah menguap.
xA,0 = fraksi berat A di fasa cair
xB,0 = fraksi berat B di fasa cair
xA +xB =1
9
Gambar 2.5 Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi (Santosa,
2004).
Prinsip distilasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap dan cairan serta
memisahkan uap dan cairan yang berada dalam keadaan setimbang tersebut. Cara
pemisahan tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.6.
Seperti terlihat pada Gambar 2.6, misalnya cairan L n+1 dengan komposisi xA,n+1
dicampur dengan uap Vn+1 berkomposisi yA,n+1. Pencampuran tersebut berlangsung
pada suatu tahap kesetimbangan n. Pada tahap kesetimbangan n, akan terbentuk uap
dan cairan baru dalam keadaan setimbang yaitu Vn dan Ln. Uap Vn mempunyai
komposisi yA,n yang mengandung lebih banyak komponen A (ya,n > yA,n+1), sedangkan
cairan Ln mengandung lebih sedikit komponen A (xA,n < xA,n-1). Operasi
kesetimbangan tersebut diulang berkali-kali, sehingga diperoleh uap yang sangat kaya
A dan cairan yang sangat miskin A.
Gambar 2.6 Aliran perpindahan massa pada proses distilasi multi tahap (Tim
Penyusun, 2015).
11
X X
log A B
n 1 X B D X A B ……………….......….......……………..(7)
log av
dimana :
n = jumlah tahap teoritis
xA= fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB= fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av= relative volatility rata-rata (av = √d + b)
d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom
Maka diperoleh:
x F1 x F2
D F1 …….………………………………………………..(9)
x D x F2
xD
R 1 …..…………………………. ……………………….….(10)
13
adalah perpotongan garis operasi dengan sumbu y seperti terlihat pada
Gambar 1.8 di bawah ini.
15
Persamaan neraca massa komponen :
Vn 1 Yn 1 L n -1 X n -1 Vn Yn L n X n .…..... …………………...….(13)
dimana :
Vn+1 = Laju alir dari tray n + 1
Yn+1 = Fraksi mol uap dalam Vn+1
Ln-1 = Laju alir cairan dari tray n-1
Xn-1 = Fraksi mol cairan dalam Ln-1
Vn = Laju alir uap dari tray n
Yn = Fraksi mol uap dalam Vn
Ln = Laju alir cairan dari tray n
Xn = Fraksi mol cairan dalam Ln
Gambar 2.9 Mekanisme Distilasi pada Tahap n di kolom distilasi (McCabe, 1993).
Gambar 2.10 Diagram Seksi Enriching Gambar 2.11 Diagram Seksi Stripping
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
17
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Prosedur Percobaan 1
1. Disiapkan umpan dengan mencampurkan 6.5 L etanol dan 3.5 L akuades,
kemudian diukur komposisi umpan dengan alkoholmeter.
2. Ditutup seluruh valve pada rangkaian alat distilasi.
3. Reboiler diisi dengan campuran umpan yang telah dicampur menjadi 10 L
umpan.
4. Power pada panel dihidupkan, kemudian diatur refluks control menjadi 1:1
dan power control menjadi 0.65, 0.70, dan 0.75.
5. Valve 10 (valve di bawah decanter) dibuka pada pipa refluks.
6. Valve 5 dibuka untuk mengalirkan air pendingin ke kondensor.
7. Tetesan pertama pada decanter diamati, jika tetesan pertama (kondisi dew
point) telah terjadi, maka valve 3 dibuka, hal ini berfungsi untuk mengukur
laju boil-up dengan cara menampung destilat keluaran valve 3 sebanyak 100
ml dan diukur waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume 100 ml
tersebut. Prosedur ini dilakukan setiap selang waktu 15 menit hingga tercapai
komposisi destilatnya konstan.
8. Suhu T1, T8, dan TReboiler diukur dengan menggunakan thermocouple.
9. Sampel dan destilat kemudian didinginkan sampai suhu kamar, kemudian
diukur komposisinya dengan menggunakan alcohol meter.
10. Percobaan dilakukan kembali dengan variasi power controller 0,7 dan 0,75.
19
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Distilasi Batch
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Data Pengaruh Variasi Daya terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Komposi Kompo
Laju Boil- Efisiensi
Power si sisi T1 T8 Treboiler
up Kolom
(kWh) Overhead Bottom (ºC) (ºC) (ºC)
(Liter/hour) (%)
(%Vol) (%Vol)
94 49 71 78 78
91 47 77 81 78
0.65 0.414548 89 45 78 81 78 36,779
89 43 78 82 78
92 49 78 80 78
90 47 78 81 78
0.7 0.6209376 88 45 79 81 78 31,133
86 42 79 83 78
85 39 80 84 78
92 49 73 80 78
88 45 77 80 78 29,885
0.75 0.75195025
85 43 78 81 78
85 40 78 82 78
21
4.1.2 Pengaruh Rasio Refluks terhadap Efisiensi Kolom Distilasi
Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya didapatkan power optimum adalah
sebesar 0,65 kWh, maka pada percobaan ini dilakukan proses distilasi dengan
menggunakan power tersebut dengan variasi rasio refluks dari 1:1 menjadi 1:2
dengan perbandingan konsentrasi etanol - air 50% : 50% volume.
Tabel 4.2 Data Pengaruh Rasio Refluks Terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Komposi Kompo
Laju Boil- Efisiensi
si sisi T1 T8 Treboiler
Ratio up Kolom
Overhead Bottom (ºC) (ºC) (ºC)
(Liter/hour) (%)
(%Vol) (%Vol)
90 48 77 80 78
1.543125 88 48 78 81 78
1:2 30,560
88 46 78 82 78
87 44 80 83 78
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Power terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil konsentrasi rata-rata di
bagian overhead pada power 0,65 kWh adalah 90,75% volume dengan laju boil-up
0.414548 L/jam. Pada 0,7 kWh adalah 88,2% volume dengan laju boil-up 0.6209376
L/jam. Sedangkan pada 0.75 kWh adalah 82.5% volume dengan laju boil-up
0.75195025 L/jam. Dari masing-masing konsentrasi ini dilakukan perhitungan untuk
mencari nilai efisiensi kolom dengan menggunakan metode persamaan Fenske dan
Mc.Cabe Thile. Sehingga hubungan antara power terhadap efisiensi kolom distilasi
dapat digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Power terhadap Efisiensi Kolom Distilasi
Dari grafik diatas, dapat dijelaskan bahwa hubungan antara power terhadap
efisiensi kolom adalah berbanding terbalik, yakni semakin besar power yang
digunakan dalam proses distilasi maka efisiensinya semakin kecil. Berdasarkan teori
yang ada, power mempengaruhi laju boil-up dimana semakin besar power maka
semakin besar laju boil-up tersebut. Laju boil up mempengaruhi waktu dan laju
kontak antara fasa uap dan cair pada kolom destilasi sehingga mempengaruhi
komposisi overhead pada destilasi. Semakin besar laju boil up maka komposisi
komponen ringan (light component) semakin kecil pada overhead (Perry, 1984).
Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar power yang digunakan pada proses
distilasi maka efisiensinya akan semakin kecil. Dari data tabel didapatkan daya
sebesar 0,65, 0,70, dan 0,75 kWh, memiliki efisiensi berturut-turut sebesar 36,78%,
31,14%, dan 29,89%. Maka didapat daya optimum pada percobaan destilasi batch
rasio 1:1 terdapat pada daya 0.65 kWh dengan efisiensi kolom terbesar.
23
akan dibandingkan dengan hasil pada rasio refluks 1:2 (pada power yang sama yakni
0,65) sebesar 30,56% volume. Dari masing-masing konsentrasi ini dilakukan
perhitungan untuk mencari nilai efisiensi kolom dengan menggunakan metode
persamaan Fenske dan Mc.Cabe Thile. Sehingga hubungan antara rasio refluks
terhadap efisiensi kolom distilasi dapat digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Rasio Refluks terhadap Efisiensi Kolom
Distilasi
Dari grafik diatas Terlihat bahwa hubungan antara rasio refluks terhadap
efisiensi kolom distilasi adalah berbanding lurus, dimana semakin besar rasio refluks
maka efisiensi kolom akan semakin besar pula. Ttujuan dari refluks adalah untuk
meningkatkan konversi dan untuk meningkatkan kemurnian produk (Treybell, 1981).
Berdasarkan teori semakin besar rasio refluks, maka proses pemisahannya akan
semakin mendekati dengan jumlah tray aktual yang dibutuhkan (Geankoplis, 1989).
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa pada saat proses distilasi batch
dilakukan dengan menggunakan variasi terhadap power. Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan, hubungan antara power terhadap efisiensi kolom adalah berbanding
terbalik seiring penambahan power. Pada saat power yang digunakan sebesar 0,65
kWh, nilai efisiensi kolom adalah 36,78%. Sedangkan pada saat 0,70 kWh, efisensi
kolomnya adalah 31,14% dan saat 0,75 kWh efisiensi kolomnya adalah 29,89%.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa power optimum pada proses distilasi batch
adalah 0,65 kWh.
Percobaan selanjutnya, dilakukan dengan menggunakan variasi terhadap rasio
refluks. Hubungan antara rasio refluks terhadap efisiensi kolom distilasi adalah
semakin kecil rasio refluks maka efisiensi kolom semakin besar. Dari grafik terlihat
bahwa pada saat power yang digunakan sama yaitu 0,65 kWh, dengan rasio refluks
1:1 efisiensi kolom distilasi adalah 36,78%. Sedangkan pada saat rasio refluks 1:2,
efisiensi kolom distilasinya adalah 30,56%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kondisi optimum pada proses distilasi batch untuk pemisahan campuran etanol dan air
adalah pada power 0,65 kWh dan rasio refluks 1:1.
25
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum distilasi batch dapat disimpulkan bahwa,
1. Dari percobaan, didapatkan nilai efisiensi untuk setiap variasi daya 0,65; 0,70;
dan 0,75, sebesar 36,78%, 31,14%, dan 29,89%. Sedangkan nilai efisiensi
untuk variasi rasio 1:1 dan 1:2 yaitu sebesar 36,78% dan 30,56%,
2. kondisi optimum pada proses distilasi batch untuk pemisahan campuran etanol
dan air adalah pada power 0,65 kWh dan rasio refluks 1:1.
3. Semakin besar daya yang diberikan, maka semakin besar pula laju boil-up dan
mengakibatkan efisiensi kolom yang dihasilkan akan menjadi lebih kecil.
Semakin besar rasio refluks, maka semakin besar pula efisiensi kolom yang
dihasilkan.
5.2 Saran
Telitilah dalam mengukur kadar alkohol atau etanol dengan menggunakan
alkoholmeter untuk mendapatkan data yang akurat serta selalu gunakan alat
pengaman diri dan mengerjaan percobaan sesuai prosedur agar terhindar dari hal –
hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C.J, 1997. Transport Process and Unit Operations 3rd Edition, Prentice-
Hall of India, New Delhi.
McCabe, W.L, 1993, Unit Operations of Chemical Engineering 5rd Edition, Mc-
Graw-Hill Book Co, Singapore.
Richardson, J.F and Hacker, J.H., 2002, Coulson and Richardson’s Chemical
Engineering 4th Edition Vol 6, Butterworth Heinemann, London
Santosa, H. 2004. Operasi Teknik Kimia Distilasi. Semarang: JurusanTeknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Tim Penyusun, 2015, Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II Edisi 2,
Departemen Teknik Kimia Universitas Riau, Pekanbaru.
Treyball, R.E, 1981, Mass Transfer Operations 3 Edition, McGraw-Hill, Tokyo.
27
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Menentukan Efisiensi
Contoh perhitungan:
Perbandingan larutan yang digunakan = 5:5 (dalam 10 L larutan umpan)
Ratio refluks = 1:1
Laju boil-up = 0,032 L/jam
Power = 0.65 kWh
Penyelesaian :
a) Etanol di Distilat
Untuk basis perhitungan = 100 ml
Volume etanol = 94,0% x 100 ml = 94,0 ml
Volume air = (volume larutan – volume air)
= (100 – 94,0) ml = 6,0 ml
= = 0,886
b) Etanol di bottom
Untuk basis perhitungan = 100 ml
Volume etanol = 46% x 100 ml = 46,0 ml
Volume air = (volume larutan – volume air)
= (100 – 46,0) ml = 54,0 ml
= = 0,208
29
(°C) XA YA (°C) XA YA
100 0 0 81 0.37 0.601
98.1 0.008 0.085 80.1 0.477 0.644
95.2 0.02 0.191 79.1 0.61 0.703
91.8 0.042 0.304 78.3 0.779 0.802
87.3 0.089 0.427 78.2 0.86 0.864
84.7 0.144 0.493 78.1 0.94 0.902
83.2 0.207 0.533 78.2 0.95 0.946
82 0.281 0.568 78.3 1 1
Tabel A.3 Hasil Perhitungan Fraksi Uap dan Cair pada Distilat
Ratio Mol Xd Yd
Power Mol Air Xd Air Yd Air
Reflusk Etanol Etanol Etanol
1;1 0,650 0,789 3,000 0,752 0,248 0,786 0,214
1;1 0,700 0,762 3,089 0,698 0,302 0,755 0,245
1;1 0,750 0,759 3,097 0,684 0,316 0,746 0,254
1;2 0,750 0,782 3,022 0,694 0,306 0,752 0,248
Bottom
Fraksi cair ethanol pada bottom pada (XAB) = 0.208
Fraksi uap (YAB) didapatkan berdasarkan data kesetimbangan ethanol-air.
Karena nilai (XAB) tidak terdapat pada data maka harus di interpolasi :
YAB = 0,533 + (0,253660323 - 0,208) = 0,533
Tabel A.4 Hasil Perhitungan Fraksi Uap dan Cair pada Bottom
Ratio Mol Xb Yb
Reflusk Power Etanol Mol Air Etanol Xb Air Etanol Yb Air
1;1 0,650 1,557 0,514 0,208 0,792 0,533 0,467
1;1 0,700 1,513 0,656 0,198 0,802 0,527 0,473
1;1 0,750 1,501 0,694 0,197 0,803 0,527 0,473
1;2 0,750 1,509 0,667 0,206 0,794 0,532 0,468
Relatif volatility
D= = = 1,213
B= = = 4,340
( )AV = = = 2,295
n+1 =
n = 2,942
31
Jumlah tray teoritis = 3
= = 36,8%
33